Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di
tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan
sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia
dan hipoglikemia. ( Mary,2009)
2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6%
menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia.
3. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi
untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya
massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan
insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi
penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena
perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas
insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi
lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya
bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun
idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis
akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak
bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai
yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini
mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin
yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah
menjadi meningkat
7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat kompleks
direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis,
tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan
untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat
aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil.
Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula.
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar
glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu
menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat
badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM.
Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan
untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) > 200 mg/dl
10. Prognosis
Prognosis DM usia tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Pasien tua dengan tipe II (DMTTI)
yang terawat dengan baik prognosisnya baik. Pada pasien DM yang jatuh dalam koma hipoglikemia prognosisnya kurang
baik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran
mukasa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada
extremitas.
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1) Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2) Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
3) Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai
inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau
ileus paralitik).
4) Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
5) Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6) Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.
7) Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka
terjadi hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.
8) Kolaborasi :
a) Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam urine.
b) Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c) Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian
melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
d) Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk menghindari hipoglikemia.
e) Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran
mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba,
turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang
berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan
hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.
2) Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah
sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3) Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
4) Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya periode apnea dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja
pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau kehilangan
kemampuan melalui kompensasi pada asidosis
5) Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering
merupakan tanda dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7) Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.
8) Ukur berat badan setiap hari.
R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti.
9) Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari
R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
10) Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain yang tipis.
R/ Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan.
11) Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
R/ Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
12) Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering menimbulkan muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
13) Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi
vaskuler.
R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan gagal jantung kronis.
14) Kolaborasi :
a) Berikan terapi cairan sesuai indikasi :
(1) Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien secara individual.
(2) Albumin, plasma, atau dekstran.
R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal
dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15) Pasang kateter urine.
R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan retensi
atau inkontinensia.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada
extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Kriteria Hasil :
- menunjukan peningkatan integritas kulit
- Menghindari cidera kulit
Intervensi :
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
R/ Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan infeksi
2) Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
R/ Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
3) Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
R/ Menurunkan iritasi dermal
4) Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion
R/ Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
5) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
R/ Mencegah terjadinya infeksi
6) Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
R/ Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan
7) Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
R/ Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit yang rusak
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
2. Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
3. Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
4. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa
H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
5. www.google.com/file:///E:/ASKEP%20GERONTIK/DIABETES%20MELITUS/askep-gerontik-diabetes-melitus.html
Posted by Elvira Ningsi Kiding at 18:39
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
1 comment:
1.
TOTAL PAGEVIEWS
513,228
BLOG ARCHIVE
► 2013 (2)
▼ 2012 (51)
o ► June (7)
o ► May (23)
o ▼ April (21)
LAPORAN PENDAHULUAN SNH (STROKE NON HEMORAGIK) PAD...
ASKEP GADAR DENGAN KONDISI SYOK
ASKEP GADAR DENGAN KONDISI TRAUMA DADA
ASKEP GADAR DENGAN KONDISI SYOK KARDIOGENIK
ASKEP GADAR DENGAN KONDISI DISRITMIA JANTUNG
ASKEP GADAR DENGAN KONDISI NYERI DADA
ASKEP GADAR DENGAN KRISIS HIPERTENSI
LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS
LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR PADA TELINGA
LAPORAN PENDAHULUAN MORBILI
LAPORAN PENDAHULUAN LOW BACK PAIN
LAPORAN PENDAHULUAN KERATITIS
LAPORAN PENDAHULUAN INSOMNIA
LAPORAN PENDAHULUAN DISLOKASI
LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA BERENCANA (KONTRASEPS...
LAPORAN PENDAHULUAN ANC (ANTENATAL CARE)
LAPORAN PENDAHULUAN DM PADA LANSIA
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA (IKTERUS NE...
LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK
LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS
ALL ABOUT ME
L-vhyra Qding
TRANSLATE
Powered by Translate
FOLLOWERS
Bagaimana menurut anda ? Senang sekali jika anda mau berbagi pendapat dengan saya
disini... :)
Hope it helps... ^^