Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG


KEBERSIHAN LINGKUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DBD DI
WILAYAH PAKJO PALEMBANG

TAHUN 2017

OLEH :
SRI ASTUTI
NIM : PO. 71.20.1.15.081

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PALEMBANG
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Data statistik dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa
dari 2,5 milyar manusia di dunia, dua dari lima orang diantaranya beresiko
terjangkit demam berdarah. Dimana setiap tahunnya terdapat 50 juta manusia
terinfeksi demam berdarah dan lebih dari 500 ribu manusia terjangkit demam
berdarah serius serta diperkirakan 21 ribu manusia meninggal dunia. Seriusnya
ancaman penyakit ini ditunjukkan dengan semakin meluasnya wilayah-wilayah di
dunia yang terjangkit penyakit demam berdarah yang sebelumnya terbebas dari
penyakit ini, termasuk di wilayah yang beriklim sub tropik. Menghadapi situasi
tersebut, WHO melakukan penelitian demam berdarah di lima negara di Asia
yaitu India , Indonesia, Myanmar, Philipina, Sri Lanka dan Thailand. Dan Pusat
Studi Kebijakan Kesehatan dan sosial menjadi lembaga penelitian dari Indonesia
yang terlibat dalam penelitian tersebut. (WHO, 2007)
Penyakit DBD di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu
penyakit endemik dan masih sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di
musim-musim tertentu yaitu dimusim penghujan, semenjak Januari sampai
dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD diseluruh Propinsi Indonesia sudah
mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR: 1,53%).
Kasus tertinggi terdapat di Propinsi Jawa Timur (11.534 orang)
sedangkan CFR (Case Fatality Rate) tertinggi terdapat di Propinsi Nusa Tenggara
Timur (3,96%), (Depkes RI, 2004).
Mantan Kepala Subdirektorat Arborvirus Departemen Kesehatan, Rita
Kusriastuti (2007) memperkirakan jumlah penderita DBD akan mencapai 125 ribu
orang, sejak Juni 2007 hingga maret 2008, trend penderita diperkirakan akan
meningkat. Khusus di Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan data yang diperoleh
dari salah satu surat kabar bahwa jumlah penderita DBD mulai dari Januari lalu
mencapai 1.400 orang, dan 10 orang diantaranya meninggal (Tempointeraktif,
2007). Sedangkan di kota Palembang sendiri mulai bulan Januari sampai awal Juli
2007 tercatat jumlah kasus DBD 655 kasus (Global, 2007).
Menurut Penjelasan dari pihak Dinas Kesehatan, berbaga macam
program atau usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti memberikan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan DBD dan bahayanya baik
secara langsung maupun tidak langsung, melalui berbagai media, serta menjalin
kerja sama dengan lintas sektoral serta penyadaran peningkatan pengetahuan
tentang kebersihan lingkungan dengan pencegahan DBD dan bahayanya untuk
mengurangi wabah DBD yang menyebabkan banyak korban. Walaupun demikian
namun DBD tetap belum teratasi dengan baik dan mencapai target. (Depkes RI,
2007).
Berdasarkan pencatatan yang tersedia di Puskesmas Pakjo Kecamatan
Demang Lebar Daun terdapat peningkatan penderita penyakit DBD dari tahun
2009 – 2011 secara berturut-turut adalah sebagai berikut : tahun 2009 terdapat
125 penderita, 2010 terdapat 140 penderita dan 2011 terdapat 145 penderita.
Faktor penyebab dari tingginya angka kejadian DBD antara lain:
kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, pendidikan
dan pengetahuan masyarakat yang rendah, sarana pelayanan kesehatan yang tidak
memadai dan jumlah petugas yang kurang. Lingkungan yang padat penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Pakjo kecaman Demang Lebar Daun ditambah perilaku
hidup bersih dan sehat masyarakat yang kurang, diduga menjadi salah satu
penyebab meningkatnya kejadian DBD pada dekade tiga tahun ini, diperkirakan
tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah membuat masyarakat berprilaku
apatis terhadap kebersihan lingkungannya, seperti halnya tempat penampungan air
yang tidak terawat dan sampah-sampah seperti kaleng dan botol kosong bekas
yang dibuang disembarang tempat.

Berbagai cara juga telah diupayakan oleh pelayanan tenaga kesehatan


khusus di wilayah kerja Puskesmas Pakjo , baik dengan cara pemberian
penyuluhan kepada masyarakat, pemberian abate pada tempat-tempat
penampungan air dan penyemprotan pada daerah-daerah yang diduga tempat
sarang nyamuk DBD. Namun karena sarana pelayanan yang kurang memadai dan
jumlah petugas yang kurang membuat upaya terhadap pencegahan DBD ini tidak
merata disemua tempat di wilayah kerja Puskesmas Pakjo kecaman Demang
Lebar Daun.
Jadi dalam upaya pencegahan terhadap timbulnya penyakit DBD di
wilayah kerja Puskesmas Pakjo kecamatan Demang Lebar Daun, tingkat
pengetahuan masyarakat tentang kebersihan lingkungan itulah yang mengambil
peranan penting. Karena dengan pengetahuan yang baik tentang kebersihan
lingkungan itu, akan meminimalisir tempat bersarangnya nyamuk DBD.
Dari data di atas Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebersihan Linkungan dengan
Upaya pencegahan DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Pakjo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang di
atas, maka rumusan penilitian adalah “ bagaimana hubungan tingkat pengetahuan
masyarakat tentang kebersihan lingkungan dengan upaya pencegahan DBD di
wilayah kerja Puskesmas Pakjo kecamatan Demang Lebar Daun Tahun 2017”.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang
kebersihan lingkungan dengan upaya pencegahan DBD di wilayah kerja
Puskesmas Pakjo kecamatan Demang Lebar Daun Tahun 2017.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebersihan
lingkungan dalam upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Pakjo
kecamatan Demang Lebar Daun.
2. Megetahui hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang upaya pencegahan
DBD di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar kecamatan Demang Lebar Daun.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti
tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Kebersihan
Lingkungan dengan Upaya Pencegahan DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Pakjo
Kecamatan Demang Lebar Daun.
2. Bagi lahan atau tempat penelitian.
Sebagai bahan dan data tentang hubungan tingkat pengetahuan masyarakat
tentang kebersihan lingkungan dalam upaya pencegahan DBD.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
masalah pencegahan DBD.
4. Bagi peneliti seterusnya
Sebagai dasar atau kajian awal bagi peneliti lain yang ingin meneliti permasalahan
yang sama sehingga mereka memiliki landasan dan alur yang jelas.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengetian Pengetahuan


2.1.1. Defenisi
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang
(Notoadmojo, 2003).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2003) Tingkat pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan
yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2. Memenuhi (Comprehension)
Memenuhi artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisa(Analysis)
Analisa diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi yang
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
ataupenelitian terhadap suatu materi.

2.1.3. Cara Mengukur Pengetahuan


Menurut Notoadmojo dan Danin (2005) cara mengukur pengetahuan
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data oleh peneliti. Untuk mendapatkan keterangan atau pendirian
secara lisan dari seseorang. Sasaran penelitian (responden) atau bercakap-cakap
berhadapan muka orang tersebut (face to face).

2. Angket
Angket adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian
mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum
(orang banyak). Angket dilakukan dengan cara mengedarkan suatu daftar
pertanyaan yang berupa formulir-formulir, diajukan secara tertulis kepada
sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban dan lainnya.

2.1.4. Sumber Informasi Pengetahuan


Menurut Notoadmojo (2005), sumber informasi pengetahuan terdiri dari :
1. Sumber Informasi Dokumenter
Sumber informasi dokumenter adalah semua bentuk informasi yang
berhubungan dengan dokumen baik dokumen-dokumen resmi maupun tidak
resmi. Dokumen resmi adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan yang ada dibawah tanggung jawab instansi resmi,
misalnya laporan, statistik, catatan-catatan didalam kartu klinik dan lain-lain.
Dokumen tidak resmi adalah segala bentuk dokumen yang berada atau menjadi
tanggung jawab dan wewenang badan atau instansi tidak resmi atau perorangan,
seperti biografi, catatan harian dan semacamnya.
Sumber informasi dokumen dapat digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:
a. Sumber Primer (Primary Resources)
Sumber primer adalah sumber informasi yang langsung berasal dari yang
mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap data tersebut.

b. Sumber Sekunder (Sekundery Resoruces)


Sumber sekunder adalah sumber informasi yang bukan dari tangan pertama, dan
yang bukan mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi atau
data tersebut.
c. Sumber Kepustakaan
Sumber kepustakaan adalah sumber informasi yang sangat penting yang
terdapatdalam perpustakaan dan tersimpan berbagai bahan bacaan dan informasi
dari berbagai disiplin ilmu.
d. Sumber Informasi Lapangan
Sumber informasi lapangan adalah sumber informasi yang diperoleh langsung
dari objek di lapangan dapat diperoleh melalui tehnik observasi, wawancara,
angket maupun eksperimen pendahuluan.

2.2. Pengertian Kebersihan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan


2.2.1. Defenisi
Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya
(Notoadmojo, 2003).
2.2.2 Rumah
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan
manusia.Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami
perubahan.Pada zaman purba manusia bertempat tinggal digua-gua, kemudian
berkembang,dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan
dibawah pohon.Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah
(tempattinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang
serbamodern.sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain
rumahnya,dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan
kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan
yang ada setempat (lokal material) pula.
Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun
dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang desainya masih
mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya
(Notoadmojo, 2003).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah :
1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial.
Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat
dimana rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa
ataukah di kota, di daerah dingin ataukah di daerah panas, di daerah pegunungan
dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya.
Rumah didaerah pedesaan, sudah barang tentu disesuaikan kondisi social budaya
pedesaaan, misalnya bahanya, bentuknya, menghadapnya, danlain sebagainya.
Rumah didaerah gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun
harus kokoh, rumah didekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman
terhadap serangan-serangan binatang buas.

2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat


Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan
penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu,
kayu atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok
pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekadar
berdiripada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya
(Notoadmojo, 2003).
Syarat-syarat rumah yang sehat :
1. Bahan bangunan
a. Lantai : Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi
pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di
pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu,untuk lantai rumah pedesaan
cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tdak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk
memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan
menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan
dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit.
b. Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya
kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup.
Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau
papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding
atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan
alamiah.
c. Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.
Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu,
maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng
ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas didalam rumah.
d. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut
pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-
lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara
memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-
ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
2. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti kadar
CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu
tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan
naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban
ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-
bakteri penyebab penyakit.)
Funsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara
ruanganruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu
selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara
akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu
tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium.
Ada 2 macam ventilasi, yakni :
a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara
dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena
merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainya ke dalam rumah. Untuk
itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindung kita dari gigitan-gigitan nyamuk
tersebut.
b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara.
Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.
Perlu diperhatika disinni bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar
udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan
rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
3. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,
terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau
tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya
bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.
Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :
a) Cahaya alamiah, yakni matahari.
Cahaya matahari ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri
patogen di dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat
harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk
cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai
yang terdapat didalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat
jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan,
tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai
ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.
Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan agar sinar
matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya
jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya
ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca.
Genteng kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan melubangi genteng
biasa waktu pembuatanya kemudian menutupnya dengan pecahan kaca.
b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti
lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
4. Luas bangunan rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidaksehat, sebab di
samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota
keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 –
3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).
5. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat.
Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
a. Penyediaan air bersih yang cukup
b. Pembuangan Tinja
c. Pembuangan air limbah (air bekas)
d. Pembuangan sampah
e. Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau
belakang).
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu
diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:
a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari
rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.
b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian hidup dari
petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak
sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula. Maka
sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal, atau
dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo, 2003).

2.2.3. Pembuangan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal
dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada
umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan
bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari
daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan
air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto
Kusnoputranto,2003).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air
yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan
lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa,
namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi
kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang
sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke
sungai dan laut dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air
buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik.
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat
dikelompokan sebagai berikut :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water),
yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah
ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar
mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organic.
2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis
industri akibat proses produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya sangat
bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri,
antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu
pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan
memnjadi rumit.
3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal
dari daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah, dan
sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenisair limbah ini
sama dengan air limbah rumah tangga.
Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara
pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis
besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut:
a). Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat
dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti
larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas,
berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.
b). Karakter kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang
berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian
tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat
basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah memulai
membusuk. Substansi organic dalam air buangan terdiri dari dua gabungan,
yakni :
1. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan asam
amino.
2. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan
karbuhidrat, termasuk selulosa.
c). Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam
air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan
dalam proses pengolahan air buangan.
Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah
yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain :
1. Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama: kholera,
typhus abdominalis, desentri baciler.
2. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.
3. Menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva
nyamuk.
4. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.
5. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup
lainya.
6. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak nyaman,
dan sebagainya.
Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup
terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan
mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul
karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air
limbah perlu dibuang.
Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :
1). Pengeceran (dilution)
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,
kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya
penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air
limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperluka air pengenceran terlalu
banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini
menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-
badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan
pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan
sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.
2). Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,
ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air
limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara
1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi
kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga
memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.
3). Irigasi
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan
merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut. Dalam
keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian
atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama
dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah
potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein
cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

2.3. Pengertian Demam Berdarah Dengue


2.3.1. Definisi DBD
Menurut Misnadiarly seorang ahli peneliti utama bidang penyakit
menular langsung Tuberkulosis, Mycobacteria, menuliskan dalam bukunya
tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) yakni, demam berdarah adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus. Virus dengue sebagai penyebab penyakit
DBD merupakan mikroorganisme sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan
jenis mikroskop tertentu (elektron). Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui
vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus).
Virus dengue yang berukuran 45-50 nanometer tersebut berasal dari famili
Flaviviridae, yang dibedakan atasempat macam, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4 yang meski mirip tetapi berbeda satu sama lain.
Seseorang yang sudah terkena satu jenis DEN, bisa terkena
demamberdarah lagi dari DEN yang lainnya dan bahkan bisa menjadi lebih fatal.
Jika seseorang terkena DEN-1 misalnya, biasanya pasien akan membaikdan tubuh
akan membentuk antibodi yang mengenali DEN-1 tersebut. Jikaterkena DEN-2
misalnya, maka sistem kekebalan tubuh dapat salah mengenali virus tersebut
adalah DEN-1. Akibatnya, meski antibodi tubuh berkumpul menghadang virus,
mereka gagal menghentikan infeksi dari DEN-2 tersebut dan malah memicu
terjadinya suatu reaksi tubuh yang dikenal dengan namaAntibody Dependent
Enhancement. (ADE). Virus dengue yang tidak mati tersebut memanfaatkan
antibodi tubuh untuk memperbanyak diri yang mengakibatkan infeksi kedua
tersebut bias menjadi lebih parah dari infeksi pertama, dan berakibat fatal.
Saat virus dengue berkembang di tubuh nyamuk, virus tersebut
memperbanyak diri, lalu berkumpul di saliva (air liur) nyamuk. Setelah itu, saliva
bervirus tersebut dikeluarkan nyamuk saat menggigit manusia. Sebagian besar
virus tersebut berada pada kelenjar liur yang terdapat pada alat tusuk nyamuk.
Sehingga pada saat nyamuk tersebut menggigit manusia, maka bersamaan dengan
air liur nyamuk tersebut masuk kedalam darah manusia. Virus hanya dapat hidup
di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing
dengan sel manusia yang ditempati terutama untuk kebutuhan protein. Apabila
daya tahan tubuh seseorang yang terkena infeksi virus tersebut rendah sebagai
akibatnya sel jaringan akan semakin rusak. Apabila virus tersebut berkembang
banyak, fungsi organ tubuh tersebut baik, maka akan sembuh dan timbul
kekebalan terhadap virus dengue yang pernah masuk ke dalam tubuhnya.
Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue disebarkan oleh nyamuk
betina Aedes Aegypti, sedangkan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue
Haemorhaege Fever (DHF) juga penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan
disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dimana suhu tubuh menjadi meningkat
diatas normal yang cenderung dapat menimbulkan kematian.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Demam Berdarah
Dengue atau yang lebih dikenal dengan DBD ini merupakan penyakit demam
akut yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh jenis nyamuk betina
Aedes Aegypti kepada manusia melalui gigitan nyamuk kepada manusia yang
dapat menimbulkan beberapa gejala, seperti gejala demam yang sangat tinggi dan
dapat menimbulkan kematian.
2.3.2. Faktor Penyebab Demam Berdarah Dengue
Menurut Dinas Kesehatan DKI dalam buku yang berjudul Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang ditulis oleh Misnadiarly, disebutkan mengenai
faktor penyebab DBD tersebut, yakni virus dengue tersebut ditularkan dari orang
ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang merupakan faktor epidemi
paling utama yang membawa dan menularkan virus dengue tersebut kepada
manusia. Faktor penyebab lain yang dapat memungkinkan seseorang dapat
terkena DBD dapat disebabkan antara lain:
a) Dilihat dari habitat nyamuk tersebut, misalnya untuk nyamuk betina Aedes
Aegypti hidup di tempat yang padat, sehingga tempat umum untuk orang-orang
yang sedang melakukan aktifitas seperti di tempat kerja, sekolah, dan tempat
umum lainnya yang memungkinkan nyamuk tersebut dapat berhubungan
langsung dengan manusia. Atau juga di kompleks perumahan yang jarak satu
rumah dengan rumah yang lain tersebut tidak terlalu jauh, seperti di wilayah
rumah padat penduduk, kostan, dan lain-lain. Sehingga kondisi lingkungan dan
tempat tinggal tersebut dapat memberikan kesempatan untuk nyamuk menularkan
virus dengue kepada manusia menjadi semakin besar.
b) Perilaku masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat. Nyamuk senang
bersarang di tempat-tempat yang dapat memberikannya ruang untuk berkembang
biak, misalnya di kaleng bekas yang tergenang air apabila hujan, di bak mandi
yang jarang dikuras dan terbuka. Dan juga apabila kondisi tubuh seseorang
kurang sehat, berarti kemungkinan untuk dapat tertular virus dengue dari nyamuk
akan semakin besar karena ketahanan tubuh seseorang yang lemah.
2.3.3. Penyebab/ Etiologi
Penyebab utama dalam penularan penyakit DBD kepada manusia
memang disebabkan oleh nyamuk. Namun tidak semua nyamuk dapat menularkan
penyakit DBD tersebut kepada manusia. Karena berdasarkan informasi dari data-
data yang ditemukan, terdapat beberapa jenis nyamuk yang berpotensi
menularkan penyakit DBD tersebut kepada manusia selain jenis nyamuk betina
Aedes Aegypti sebagai faktor utama dalam menularkan penyakit DBD kepada
manusia. Beberapa spesies nyamuk tersebut ialah jenis nyamuk lain seperti
nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis, anggota dari Aedes Scutellaris
Complex, dan Aedes (Finlaya) Niveus. Jenis nyamuk tersebut memiliki ciri khas
berwarna belang putih di kakinya.
Demam berdarah tidak menular langsung dari manusia ke manusia,
melainkan melalui nyamuk sebagai perantaranya. Beberapa jenis spesies nyamuk
tersebut selain Aedes Aegypti dianggap sebagai faktor sekunder bagi nyamuk
yang menularkan virus dengue kepada manusia yang menyebabkan DBD. Karena
habitat nyamuk tersebut berbeda-beda, seperti contohnya nyamuk Aedes Aegypti
merupakan nyamuk yang paling berpotensi dalam menularkan penyakit DBD
kepada manusia dan lebih banyak dikenal sebagai nyamuk yang menularkan
DBD, karena nyamuk Aedes Aegypti hidup dan berkembang biak di lingkungan
yang padat, oleh karena itu nyamuk tersebut sangat dekat dengan manusia karena
hidup dan berkembang biak di lingkungan yang sama. Sedangkan untuk jenis
nyamuk lain seperti Aedes Albopictus, nyamuk tersebut hidup di lingkungan
seperti di kebun-kebun, sehingga jarang melakukan kontak dengan manusia.
Jenis nyamuk yang menularkan virus dengue pun hanya nyamuk betina
saja, karena nyamuk jantan menghisap cairan tumbuhan dan sari bunga untuk
keperluan hidupnya, sedangkan untuk nyamuk betina ialah dengan menghisap
darah untuk keperluan hidupnya. Serta nyamuk-nyamuk tersebut lebih cenderung
untuk menghisap darah manusia dari pada menghisap darah hewan atau binatang.
Dan dilihat dari lingkungan tempat tinggalnya, nyamuk Aedes Aegypti tersebut
lebih senang bersarang dan berkembang biak di tempat yang bersih, seperti di
genangan air dalam bak mandi dan di sudut-sudut dalam rumah seperti tempat
gantungan baju.
Wilayah Indonesia merupakan wilayah dengan iklim tropis, sehingga
sering terjadi musim penghujan. Menurut Sri Rezeki Hadi Negoro, dari RSUPN
Cipto Mangunkusumo, demam berdarah dengue memang mencapai puncaknya
pada musim hujan, tetapi bukan tidak mungkin penyakit tersebut dapat muncul di
bulan lain seperti pada musim kemarau. Karena pada musim penghujan
perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti menjadi meningkat, dimana pada saat
itu terjadi banyak genangan air yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Akan
tetapi apabila pada musim kemarau, sepanjang nyamuk Aedes Aegypti masih ada
dan tersedianya air sebagai sarana siklus perkembang biakannya, maka kasus
demam berdarah tetap rawan.

2.3.4. Mekanisme Penularan Virus Dengue Kepada Manusia


Menurut Fatkhur Rohman Masyhudi, menuliskan dalam sebuah situs
online mengenai “Awas Demam Berdarah Dengue” yakni, saat seseorang tergigit
nyamuk Aedes Aegypti yang sudah terinfeksi. virus dengue di dalam tubuh
nyamuk tersebut, maka virus dengue tersebut akan masuk bersama air liur
nyamuk kedalam tubuh manusia. Dalam tubuh manusia, terutama jika daya tahan
tubuh sedang menurun atau tidak mempunyai kekebalan terhadap virus dengue
tersebut, virus dengan cepat akan memperbanyak diri dan menginfeksi sel-sel
darah putih serta kelenjar getah bening yang kemudian masuk kedalam sirkulasi
darah. Pada satu hingga dua hari akan terjadi reaksi penolakan antara antibodi
dengan virus dengue yang terdeteksi sebagai benda asing oleh tubuh. Badan
biasanya mengalami gejala demam dengan suhu antara 38° hingga 40° C, sebagai
akibat reaksi antibodi dengan virus tersebut akan diikuti juga dengan penurunan
trombosit. Penurunan trombosit ini mulai dapat terdeteksi pada hari ketiga. Masa
kritis penderita demam berlangsung sesudahnya, yakni mulai pada hari keempat
dan kelima. Pada fase ini, suhu badan akan turun, diikuti dengan melemahnya
tubuh hingga bisa terjadi penurunan kesadaran hingga hilang kesadaran yang
disebut Dengue Shock Syndrome (DSS).
2.3.5. Ciri Umum Gejala Seseorang Terkena DBD
Menurut Fatkhur Rohman Masyhudi, gejala DBD tidak begitu jelas dan
sering tertukar atau menyerupai gejala demam lain seperti demam tifoid, infeksi
tenggorok, infeksi otak, campak, flu atau infeksi saluran nafas lainnya yang
disebabkan oleh virus. Masyarakat awam, bahkan seorang dokter ahli pun kadang
sulit mendeteksi lebih awal diagnosis DBD. Gejala awal DBD tidak khas, hampir
semua infeksi akut pada awal penyakitnya menyerupai DBD. Gejala khas seperti
pendarahan pada kulit atau tanda pendarahan lainnya kadang terjadi hanya di
akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat didiagnosis, maka
kondisi penderita sulit diselamatkan. Perjalanan penyakitnya sangat cepat, dalam
beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan
kritis. Untuk menghindari keterlambatan diagnosis DBD, maka perlu diketahui
deteksi dini dan tanda bahaya DBD. Jika terdapat gejala klinis seperti dibawah ini,
sebaiknya diwaspadai kemungkinan demam berdarah.
Berikut ciri-ciri dan gejala seseorang terkena DBD :
a) Mendadak panas tinggi selama 2 -7 hari, tampak lemah lesu, suhu badan antara
38-40°C. Pada demam berdarah, dikenal pola demam pelana kuda (demam
beberapa hari naik lalu turun, dan naik kembali sehingga menyerupai bentuk
pelana kuda). Selain itu apabila panas tersebut tidak disertai batuk, pilek dan sakit
tenggorokan, atau di lingkungan rumah tidak ada yang menderita penyakit flu,
maka perlu dicurigai kemungkinan terkena DBD.
b) Sakit kepala, badan dan sendi terasa pegal dan linu. Tampak bintik-bintik merah
pada kulit, dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang.
c) Kadang-kadang pendarahan di hidung (mimisan). Perut tidak enak, ada rasa mual
dan muntah. Jika sudah berat, buang air besar dan muntah bercampur darah.

d) Kadang-kadang nyeri pada ulu hati karena terjadi pendarahan di lambung.


e) Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, dan
berkeringat.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang dugaan demam berdarah
seperti turunnya trombosit (sel darah yang berperan untuk pembekuan darah),
naiknya hematokrit (penunjuk kekentalan darah). Ada juga pemeriksaan jenis
virus yang menyerang. Infeksi virus dengue dalam tubuh dapat menyebabkan
naiknya pembuluh darah yang menyebabkan cairan plasma tubuh merembes
keluar pembuluh darah. Inilah yang menyebabkan kekentalan darah (yang
ditunjukan oleh kadar hematokrit dan kadar hemoglobin) meningkat dan penderita
akan mengalami dehidrasi. Selain itu, pembuluh darah juga menjadi rapuh dan
rusak, sehingga mudah terjadi pendarahan. Virus tersebut juga dapat memicu
mekanisme dalam tubuh yang dapat menyebabkan faktor pembekuan darah, dan
juga penurunan trombosit yang kurang dari 150.000. Perubahan tersebut biasanya
terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5. Karena masa paling kritis yang dapat
menyebabkan kematian adalah pada saat penderita mengalami syok. Bisa dari
akibat pendarahan yang banyak atau akibat kebocoran cairan tubuh yang tidak
terlihat dari luar.
Waktu yang paling kritis adalah hari-hari pertama setelah panas turun,
bukan pada saat panas sedang tinggi-tingginya. Oleh karenanya pasien DBD yang
dirawat di Rumah Sakit biasanya tidak diperbolehkan pulang dahulu walaupun
suhu panas badannya sudah turun.
2.3.6. Profil Seseorang yang Dapat Terkena DBD
Menurut Misnadiarly, demam berdarah dengue merupakan penyakit yang
senantiasa ada sepanjang tahun di Indonesia. Oleh karena itu disebut penyakit
epidemis. Penyakit ini menunjukan peningkatan jumlah orang yang terserang
setiap 4-5 tahun. Kelompok yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10
tahun, walaupun dapat pula mengenai bayi di bawah umur 1 tahun. Akhir akhir ini
banyak juga megenai orang dewasa muda umur 18-25 tahun. Laki-laki dan
perempuan sama-sama dapat terkena tanpa terkecuali. Cara hidup nyamuk
terutama nyamuk betina yang mengigit pada pagi dan siang hari, kiranya menjadi
penyebab seseorang untuk terkena demam berdarah. Nyamuk Aedes Aegypti yang
menyukai tempat teduh, terlindung matahari, dan berbau manusia, oleh karena itu
anak-anak atau balita yang masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari sering
kali dengan mudah menjadi sasaran gigitan nyamuk. Sarang nyamuk selain di
dalam rumah, juga banyak dijumpai di sekolah, apalagi apabila keadaan kelas
gelap dan lembab.
Menurut Aman B. Pulungan, dari RSIA Hermina Jati Negara, awalnya
demam berdarah memang lebih banyak menyerang anak-anak, tapi sekarang telah
terjadi pergeseran, orang dewasa yang terkena pun cukup banyak. Hal ini dapat
disebabkan oleh faktor daya tahan tubuh, seperti jika orang dewasa tersebut
kurang menjaga kondisi tubuhnya seperti berolah raga dan pola makan yang tidak
baik dan sehat dapat menyebabkan ketahanan tubuh seseorang menjadi berkurang,
jenis makanan yang dikonsumsi sangat mempengaruhi kesehatan. Apalagi pada
zaman sekarang ini orang-orang cenderung menyukai hal-hal yang instan,
termasuk dalam mengkonsumsi makanan seperti makanan cepat saji yang tidak
terlalu baik dikonsumsi tubuh, apalagi jika dalam jumlah yang banyak. Hal lain
yang bisa mempengaruhi kondisi tubuh ialah karena orang dewasa cenderung
mudah didera stress, sehingga perhatian terdahap kondisi tubuh bisa jadi
berkurang, seperti berkurangnya nafsu makan, kestabilan kondisi tubuh menjadi
berkurang, dan lain-lain. Pengaruh kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi
daya tahan tubuh seseorang, seperti di daerah perkotaan yang kadar polusinya
sangat tinggi, sehingga orang dapat menghirup udara kotor yang sudah tercemar.
Di samping nyamuk Aedes Aegypti yang senang hidup di dalam rumah,
juga terdapat nyamuk Albopictus yang dapat menularkan penyakit DBD. Nyamuk
Aedes Albopictus hidup di luar rumah, di kebun yang rindang, sehingga anak usia
sekolah dapat terkena gigitan nyamuk ketika sedang bermain, atau pada orang
dewasa jika melakukan aktivitas seperti bekerja atau berkebun. Faktor daya tahan
anak yang masih belum sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga
merupakan faktor mengapa anak lebih banyak terkena penyakit DBD
dibandingkan orang dewasa. Di perkotaan, nyamuk sangat mudah terbang dari
satu rumah ke rumah lainnya dari rumah ke kantor, atau tempat umum seperti
tempat ibadah, dan lain-lain. Oleh karena itu, orang dewasa pun menjadi sasaran
berikutnya setelah anak-anak, terutama dewasa muda (18-25 tahun) sesuai dengan
kegiatan kelompok ini pada siang hari di luar rumah. Walaupun demikian, pada
umumnya penyakit DBD dewasa lebih ringan dari pada anak-anak.

2.4. Upaya Pencegahan DBD


Sampai sekarang ini obat untuk membunuh virus dengue masih belum
ada, menurut data yang diperoleh dari buku dengan judul Demam Berdarah
Dengue (DBD) oleh Misnadiarly. Karena obat untuk virus dengue belum ada
maka harapan lainnya adalah dibuatnya vaksin dengue, yang sampai saat ini
masih dalam taraf penelitian dan belum beredar. Oleh karena itu satu-satunya cara
sementara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menghindari terjangkitnya
penyakit Demam Berdarah Dengue kepada manusia ialah dengan melakukan
pencegahan semaksimal dan seefektif mungkin di lingkungan masyarakat.
Berbagai penyuluhan tentang pencegahan DBD rutin diadakan setiap tahunnya.
Menurut Udeg Daman P, ketua Perhimpunan Ahli Epidemologi Indonesia Jabar,
penyakit selalu berkaitan dengan perilaku manusia. Kampanye perilaku hidup
sehat agar terhindar dari DBD sudah sejak lama di dengungkan, seperti langkah
3M yang sering digalakan saat diadakan penyuluhan pencegahan DBD kepada
masyarakat, yakni:
a) Mengubur / menyingkirkan barang bekas
b) Menutup tempat penampungan air
c) Menguras / membersihkan tempat penyimpanan air
Selain itu, pengasapan / fogging atau yang biasa disebut dengan
penyemprotan DBD pun sering dilakukan dan diandalkan sebagai upaya dalam
pemberantasan nyamuk DBD. Namun sistem pengasapan tersebut ternyata hanya
membunuh nyamuk dewasanya saja, sedangkan jentik dan telur nyamuk sebagai
bakal nyamuk lainnya tidak tersentuh oleh pengasapan. Selain itu upaya lain yang
dapat dilakukan ialah dengan menggunakan bubuk abate, juga dengan memelihara
jenis ikan tertentu di dalam tempat penampungan air, sehingga jentik dan telur
bakal nyamuk DBD tersebut bisa habis dimakan oleh ikan yang ditempatkan
dalam tempat penampungan air tersebut. Namun penyuluhan pencegahan saja
belum tentu dapat mengatasi masalah tersebut, peran aktif, nyata serta kontinyu
oleh masyarakat merupakan usaha yang paling penting dalam menanggulangi
masalah DBD ini.
2.4.1. Penanganan Demam Berdarah Dengue
Menurut Fatkhur Rohman Masyhudi, penanganan awal DBD, dimulai
pada saat munculnya gejala demam, penderita dianjurkan untuk beristirahat
kemudian memberikan asupan cairan sebagai pengganti plasma darah yang mulai
keluar dari pembuluh darah. Saat ini, cairan yang dianjurkan adalah larutan gula
dan garam atau oralit yang komposisinya dinilai setara dengan plasma darah.
Pemakaian jus jambu, susu manis atau teh manis bisa saja digunakan
sebagai penyerta, bergantian antara asupan larutan gula-garam. Jika pada hari
ketiga, demam masih juga belum turun, diajurkan untuk segera dibawa ke dokter
untuk pemeriksaan trombosit.
Setelah seseorang mengetahui gejala awal seseorang terkena penyakit DBD, maka
diperlukan penanganan dan perawatan yang cepat dan tepat agar penyakit tersebut
tidak semakin parah.
Karena ternyata penyembuhan DBD sangat tergantung pada perawatan
dan penanganan yang cepat. Berikut pertolongan pertama yang dapat dilakukan
kepada penderita DBD:
a) Memberikan minum sebanyak-banyaknya kira-kira 2 liter (8 gelas) dalam satu
hari atau 3 sendok makan setiap 15 menit. Dengan memberikan minum yang
banyak diharapkan cairan dalam tubuh tetap stabil.
b) Demam yang tinggi demikian juga mengurangi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan kejang pada penderita yang mempunyai riwayat kejang bila demam
tinggi. Untuk menurunkan demam, beri obat penurun panas yang berasal dari
golongan parasetamol atau asetaminophen. Tidak disarankan untuk diberikan jenis
asetosal atau aspirin karena dapat merangsang lambung sehingga akan
memperberat bila terdapat pendarahan lambung.
c) Apabila penderita demamnya terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat
dan bukan kompres dingin, karena kompres dingin dapat menyebabkan penderita
menggigil.
d) Sebagai tambahan, untuk penderita yang mempunyai riwayat kejang demam di
samping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
e) Pada awal sakit yaitu demam 1-3 hari, sering kali gejala menyerupai penyakit lain
seperti radang tenggorok, campak, atau demam tifoid (tifus). Oleh sebab itu
diperlukan kontrol ulang ke dokter apabila demam tetap tinggi 3 hari terus
menerus apalagi jika penderita bertambah lemah dan lesu.

f) Untuk membedakan dengan penyakit lainnya seperti tersebut di atas, pada saat ini
diperlukan pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah darah
g) keadaan penderita cenderung menjadi kental atau lebih.
h) Apabila masih baik, artinya tidak ada tanda kegawatan dan hasil laboratorium
darah masih normal, maka penderita dapat berobat jalan. Kegawatan masih dapat
terjadi selama penderita masih demam sehingga pemeriksaan darah sering kali
perlu diulang kembali.

Menurut Widodo Judarwanto menuliskan dalam website nya mengenai


“Demam Berdarah Dengue atau Bukan?” yakni, secara medis sebenarnya tidak
ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD. Penyakit ini adalah self
limiting desease atau penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Prinsip
pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya
natrium) dan glukosa. Pemberian minum yang mengandung elektrolit dan
glukosa, seperti air buah atau minuman yang manis, dapat membantu mengatasi
kekurangan cairan pada penderita DBD. Hal penting dalam kasus DBD ini bukan
mengobati tetapi melakukan pencegahan sejak dini. Tetapi tidak ada jaminan
seseorang akan luput sepenuhnya hanya dengan melakukan pencegahan saja.
Paling tidak adalah kemampuan dan ketanggapan dalam mendeteksi dini penyakit
DBD tersebut secara cermat dan benar, serta melakukan penanganannya secara
cepat dan tepat apabila sudah terlanjur terkena penyakit DBD tersebut. Sehingga
setidaknya dapat mengurangi kemungkinan untuk tidak sampai pada keadaan
yang lebih parah yang tidak diinginkan seperti kematian.

2.4.2. Kapan Penderita Dibawa ke Rumah Sakit


Seorang yang diduga menderita demam berdarah akan mengalami
bahaya apabila mendapat syok dan pendarahan hebat. Untuk mencegah hal-hal
tersebut, penderita dianjurkan dirawat di rumah sakit. Seseorang harus dirawat di
rumah sakit apabila dianjurkan dirawat di rumah sakit dan menderita gejala-gejala
di bawah ini:
a. Demam terlalu tinggi (lebih dari 39° C atau lebih)
b. Muntah terus-menerus
c. Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai dengan anjuran
d. Kejang
e. Pendarahan hebat, muntah atau berak darah.
f. Nyeri perut hebat.
g. Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, napas cepat, seluruh badan
teraba dan lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing berkurang atau
tidak sama sekali.
h. Hasil laboratorium menunjukan peningkatan kekentalan darah dan atau
penurunan jumlah trombosit.
Perlu diingatkan, pada saat mengantar penderita untuk dirawat, sesaat
setelah tiba di rumah sakit segera diberitahukan kepada perawat bahwa penderita
kemungkinan menderita demam berdarah. Pemberitahuan ini perlu disampaikan
kepada perawat atau dokter yang menerima pertama kali untuk mendapat
pertolongan lebih cepat. Penderita dalam keadaan gawat memerlukan pertolongan
segera dan makin cepat ditolong akan memperbesar kemungkinan untuk sembuh
kembali. Apabila salah satu anggota keluarga menderita sakit demam berdarah,
karena mudah menular melalui gigitan nyamuk, sebaiknya segera berobat untuk
memastikan apakah tertular demam berdarah atau tidak.
2.4.3 Kasus Kematian yang Disebabkan oleh DBD
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan dalam salah satu
situs jurnal, penyakit DBD selalu ada sepanjang tahunnya. Dan kematian
merupakan akibat yang dapat ditimbulkan dari penyakit DBD tersebut apabila
penderita yang menunjukan gejala DBD tersebut terlambat untuk ditangani. Tidak
hanya itu saja, beberapa kasus penyebab kematian berdasarkan data yang
diperoleh ternyata juga dapat disebabkan karena salah persepsi bagi penderita
gejala DBD tersebut. Demam tinggi merupakan salah satu gejala yang umum
dirasakan seseorang terserang penyakit DBD, namun yang menyebabkan pada
akhirnya penderita terlambat untuk ditangani sehingga dapat menimbulkan
kematian dalam hal ini penderita kurang tanggap akan apa sebenarnya penyakit
yang dialaminya tersebut dan dapat pula disebabkan kurang cepat dalam
melakukan penanganan. Biasanya penderita mengira bahwa demam yang dialami
merupakan demam tinggi biasa atau pun gejala penyakit lain seperti misalnya
tifus. Apabila penderita memiliki daya tahan yang kurang dan lambatnya dalam
melakukan penanganan maka hal tersebut dapat menimbulkan kematian bagi
penderita. Namun jika seseorang memiliki daya tahan tubuh yang kuat, maka
dapat memperkecil kemungkinan untuk tertular penyakit DBD tersebut.

Menurut beberapa informasi data yang diperoleh di atas dapat


disimpulkan bahwa, kematian yang disebabkan oleh DBD ialah karena
keterlambatan seseorang dalam menangani penyakit DBD tersebut sehingga
membawa penderita pada keadaan yang lebih parah dan menimbulkan kematian
apabila didukung dengan ketahanan tubuh yang rendah. Sehingga kemungkinan
kematian apabila seseorang terlanjur terjangkiti penyakit DBD tersebut akan dapat
dihindari dengan perawatan dan penanganan yang cepat dan tepat.
BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka teori

Penyakit
komorbid

Pasien
Sistem imunokom-
imunitas promais,
gangguan
Faktor gizi perkembang
-an

Virulensi
virus Faktor Warning sign
dengue host penyakit DBD

Infeksi
sekunder
Usia Nyeri abdomen

Muntah persisten

Perdarahan
mukosa

Pembesaran hepar
>2 cm

Gambar 7. Kerangka teori


Virulensi virus dengue dan infeksi sekunder dengue menginfeksi faktor host,

dimana faktor host dipengaruhi oleh usia, sistem imunitas dan faktor gizi. Dalam

perjalanan penyakit, faktor host juga dapat dipengaruhi oleh penyakit komorbid,

imunokompromais dan gangguan perkembangan. Usia dapat mempengaruhi

karakteristik warning sign penyakit demam berdarah dengue (DBD) yaitu nyeri

abdomen, muntah persisten, perdarahan mukosa, dan pembesaran hepar >2 cm.

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Dari tujuan khusus yang telah diuraikan sebelumnya, maka kerangka konsep
penelitian adalah:

3.2 Kerangka konsep

Nyeri abdomen

Muntah
persisten

Usia Warning sign penyakit DBD


Perdarahan
mukosa
Pembesaran
hepar >2 cm

Gambar 8. Kerangka konsep


3.3 Hipotesis

3.3.1 Hipotesis mayor

Terdapat gambaran perbedaan karakteristik warning sign WHO 2009 pada

penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) anak dan dewasa.

3.3.2 Hipotesis minor

1. Terdapat gambaran perbedaan karakteristik warning sign WHO 2009 nyeri

abdomen pada penyakit demam berdarah dengue (DBD) anak dan dewasa

2. Terdapat gambaran perbedaan karakteristik warning sign WHO 2009 muntah

persisten pada penyakit demam berdarah dengue (DBD) anak dan dewasa

3. Terdapat gambaran perbedaan karakteristik warning sign WHO 2009

perdarahan mukosa pada penyakit demam berdarah dengue (DBD) anak dan dewasa

4. Terdapat gambaran perbedaan karakteristik warning sign WHO 2009

pembesaran hepar pada penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) anak dan dewasa

3.2 Definisi Operasional


Variabel-variabel yang diteliti meliputi variabel bebas dan variabel terikat
yaitu:
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang
kebersihan lingkungan dan.
2. DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
3. Upaya pencegahan DBD adalah segala upaya yang dilakukan responden untuk
mencegah dan menghindari terjangkitnya penyakit Demam Berdarah Dengue
kepada manusia semaksimal dan seefektif mungkin di lingkungan masyarakat.

3.3 Hipotesa Penelitian


Dari kerangka konsep di atas, maka hipotesa penelitian adalah:
Ada hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebersihan lingkungan
dengan upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Pakjo Kecamatan
Demang Lebar Daun.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasional dengan
pendekatancross-sectional (sekat silang) yang bertujuan untuk menggambarkan
hubungan variabel yaitu pengetahuan masyarakat tentang kebersihan lingkungan
dengan upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Pakjo.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pakjo, Kecamatan Demang Lebar Daun. Alasan memilih tempat penelitian ini yaitu:
di wilayah kerja Puskesmas Pakjo ini terdapat banyak penderita DBD dan belum
pernah dilakukannya penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan masyarakat
tentang kebersihan lingkungan dengan upaya pencegahan DBD.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan bulan April tahun 2017.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DBD sebanyak 140 orang di
wilayah kerja Puskemas Pakjo Kecamatan Demang Lebar Daun.
3.3.2 Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 orang. Menurut Arikunto (2006)
apabila subjeknya < 100 orang, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10
%- 15 % atau 20%-25% atau lebih.
Adapun criteria sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penderita DBD di Wilayah kerja Puskesmas Pakjo
2. Memiliki kesadaran penuh dan tidak mengalalami disorientasi tempat, waktu.
3. Mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik.
4. Bersedia menjadi subjek penelitian dan mengikuti prosedur penelitian sampai dengan
tahap akhir.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan komputer
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Memeriksa kelengkapan jawaban responden dalam kuesioner dengan yujuan agar data
yang dimaksud dapat diolah secara benar.
2. Coding
Dalam langkah ini peneliti merubah jawaban responden menjadi bentuk angka-angka
yang berhubungan dengan variabel peneliti untuk memudahkan dalam pengelolaan
data.
3. Skoring
Dalam langkah ini peneliti menghitung skor yang diperoleh setiap responden
berdasarkan jawaban atas pernyataan yang diajukan.
4. Tabulating
Memasukkan hasil penghitungan kedalam bentuk tabel, untuk melihat persentase dari
jawaban yang telah ditemukan.

3.5 Etika Penelitian


Peneliti menjelaskan kuesioner ini tidak untuk penilaian tetapi hanya untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat dengan upaya pencegahan
DBD. Untuk menjaga kerahasiaan data, responden tidak mencantumkan nama, tetapi
mengunakan inisial. Calon responden dipersilahkan untuk menanda tangani informed
consent, tetapi jika calon responden tidak bersedia maka calon responden berhak
untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung.

3.6 Aspek Pengukuran


3.6.1 Aspek Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan responden, menggunakan kuesioner dan
memberi skor tiap jawaban yang disediakan. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan.
Bila jawaban benar skornya 1, dan bila jawaban salah skornya 0.
Skor terendah yang dicapai adalah 0 dan yang tertinggi adalah 10. Semakin
tinggi skor semakin baik pengetahuan responden. Untuk menghitung total skor dari
tiap pengetahuan responden dengan menggunakan skala interval.

P = = 3,3
Berdasarkan hasil skala interval di atas maka didapatkan rentang kelas yaitu 3,
sehingga skor untuk tiap kategori pengetahuan adalah:
Pengetahuan baik : 7 - 10
Pengetahuan cukup : 4-6
Pengetahuan kurang : 0-3

3.6.2 Aspek Pengukuran Tindakan/Pencegahan


Tindakan pencegahan diukur dengan menggunakan mean. Disediakan 10
(sepuluh) pertanyaan dengan memilih satu jawaban yang benar. Disediakan dengan 4
(empat) pilihan tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu. Untuk jawaban yang
paling tepat di beri nilai 4 (empat), dan jawaban yang salah diberi nilai 0 (nol). Maka
total skor jawaban tertinggi adalah 40 (empat puluh), dan skor terendah adalah 0
(nol). Setelah skor dijumlahkan, total skor dibandingkan dengan menggunakan mean,
yaitu:

Keterangan:
: Rata-rata
: Jumlah skor semua responden
: Jumlah reponden

Berdasarkan rumus mean diatas, maka skor untuk kategori sikap adalah:
Sikap positif : skor > rata-rata (Mean)
Sikap negatif : skor < rata-rata (Mean)

3.7 Pengolahan dan Teknik Analisa Data


3.7.1 Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan komputer
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Memeriksa kelengkapan jawaban responden dalam kuesioner dengan yujuan agar data
yang dimaksud dapat diolah secara benar.
2. Coding
Dalam langkah ini peneliti merubah jawaban responden menjadi bentuk angka-angka
yang berhubungan dengan variabel peneliti untuk memudahkan dalam pengelolaan
data.
3. Skoring
Dalam langkah ini peneliti menghitung skor yang diperoleh setiap responden
berdasarkan jawaban atas pernyataan yang diajukan.
4. Tabulating
Memasukkan hasil penghitungan kedalam bentuk tabel, untuk melihat persentase dari
jawaban yang telah ditemukan.

3.7.2 Teknik Analisa Data


Analisis data kemudian dilanjutkan menggunakan uji statistik Chi-
Squaredengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan rumus sebagai berikut :
(Arikunto,2006)

= (b – 1) (k – 1)

Keterangan :
X2 = Chi-Square
Fo = Frekuensi yang diperoleh dari sampel
Fh = Frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari
frekuensi yang diharapkan dalam tabel.
= Derajat kebebasan
b1 = Baris
k = Kolom
Menguji penerimaan atau penolakan hipotesis penelitian ini maka dapat
dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa :
1. Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu nilai X2 hitung > X2 tabel atau nilai probabilitas
(p) < 0,05, maka ada hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dengan upaya
pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Pakjo Kecamatan Demang Lebar Daun.
2. Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu nilai X2 hitung < X2 tabel atau nilai probabilitas
(p) > 0,05, maka tidak ada hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tengang
kebersihan lingkungan dengan upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas
Pakjo Kecamatan Demang Lebar Daun.

Anda mungkin juga menyukai