Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hakikat manusia dengan segenap ciri khasnya hanya dimiliki oleh manusia dan
tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut membedakan secara prinsipil
dunia hewan dari dunia manusia. Adanya hakikat tersebut memberikan tempat
kedudukan pada manusia sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi daripada
hewan. Salah satu ciri khas yang istimewa adalah adanya mempunyai akal dan pikiran.
Akal dan pikiran manusia dapat dan harus ditimbuh kembangkan melaui pendidikan.
Berkat pendidikan maka hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan
berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.
Dalam Islam hewan dan manusia adalah dua makhluk yang sangat berbeda.
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk sempurna dengan berbagai potensi yang
tidak diberikan kepada hewan, seperti potensi akal dan potensi agama. Jadi jelas
bagaimanapun keadaannya, manusia tidak pernah sama dengan hewan.
Kemampuan berpikir manusia yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan
kehendaknya, sehingga sering disebut sebagai makhluk yang berkesadaran. Aristoteles
memberikan identitas manusia sebagai animal rationale. Apa yang dipikirkan? Terpusat
pada diri sendiri; asal- mulanya, keberadaan, dan tujuan akhir hidupnya. Pengenalan
manusia terhadap segala sesuatu di sekelilingnya diawali secara refresif: makanan,
minuman, pakaian, dan lain- lain. Selanjutnya dikenal pula orangtua, saudara, dan orang
lain dalam hubungan yang semakin jauh. Berkat perkembangan alam pikiran dan
kesadarannya, manusia mulai mengenal makna masing- masing secara kritis.
Beberapa ahli filsafat, Socrates misalnya, menyebut manusia sebagai Zoon
politicon atau hewan yang bermasyarakat, dan Max Scheller menyebutnya sebagai Das
Kranke Tier atau hewan yang sakit yang selalu bermasalah dan gelisah. Ilmu-ilmu
humaniora termasuk ilmu filsafat telah mencoba menjawab pertanyaan mendasar tentang
manusia itu, sehingga terdapat banyak rumusan atau pengertian tentang manusia. Selain
yang telah disebutkan di atas, beberapa rumusan atau definisi lain tentang manusia
adalah sebagai berikut:
1. Homo sapiens atau makhluk yang mempunyai budi.
2. Homo faber atau Tool making animal yaitu binatang yang pandai membuat bentuk
peralatan dari bahan alam untuk kebutuhan hidupnya.
3. Homo economicus atau makhluk ekonomi.
4. Homo religious yaitu makhluk beragama.
5. Homo laquen atau makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan
pikiran dan perasaan manusia dalam kata-kata yang tersusun (Khasinah:2013).

Selanjutnyan pada makalah ini akan dibahas tentang hakikat manusia meliputi
peradaban manusia sebagi fenomena, manusia dalam konteks alam semesta dan manusia
sebagai suatu dinamika.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai hakekat manusia, meliputi:
1. Bagaimana Peradaban manusia sebagi fenomena?
2. Bagaimana Manusia dalam konteks alam semesta?
3. Bagaimana Manusia sebagai suatu dinamika?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui peradaban manusia sebagi fenomena.
2. Untuk mengetahui manusia dalam konteks alam semesta.
3. Untuk mengetahui manusia sebagai suatu dinamika.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat dijadikan sumber acuan dalam belajar ekologi manusia.
2. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.
3. Memberikan informasi bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Manusia
Berbicara dan berdiskusi tentang manusia selalu menarik. Karena selalu menarik,
maka masalahnya tidak pernah selesai dalam artian tuntas. Pembicaraan mengenai
makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai. Selalu ada saja
pertanyaan mengenai manusia (Nawawi, 1996 : 1). Manusia merupakan makhluk yang
paling menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat terbuka,
dan mempunyai potensi yang besar. Manusia pada hakekatnya sama saja dengan makhluk
hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Perbedaan manusia dengan makhluk lain
terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia itu terdiri dari dua aspek yang
esensial, yakni tubuh dan jiwa. Yang dimaksud dengan hakikat manusia adalah apa
makna manusia bagi dirinya sendiri sekaligus apa makna manusia bagi sesamanya
manusia (Heschel, 1965:3). Manusia dalam filsafat Aristotelian “secara kodrati adalah
binatang yang beradab” dan “binatang yang mampu mengumpulkan pengetahuan”, selain
sebagai binatang yang berjalan di atas dua kaki, binatang yang berpolitik, satu-satunya
binatang yang punya kemampuan memilih, dan sebagai binatang yang paling suka
meniru-biru (imitative). Filsafat skolastik meneruskan tradisi ini dengan menerima
definisi manusia sebagai binatang bernalar (animal rationale), sementara Benjamin
Franklin mendefinisikan manusia sebagai Homo faber, binatang pembuat perkakas (tool-
making animal).
Hakikat kodrati manusia tersebut mencerminkan kelebihannya dibanding mahluk
lain. Manusia adalah makhluk berpikir yang bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai
pembuat alat karena sadar keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen
(homo faber), manusia mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat
(homo socious) dan berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha
(homo economicus), serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious),
sedangkan hewan memiliki daya pikir terbatas dan benda mati cenderung tidak memliki
perilaku dan tunduk pada hukum alam.
Dalam al-Qur‟an Istilah insân digunakan untuk menunjuk kepada manusia dengan
seluruh totalitasnya, yaitu jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan
yang lain akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan (Shihab, 1997: 278). Maka
aspek jiwa dan raga inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang memang
benar-benar berbeda dengan makhluk lain. Sedangkan istilah nâs digunakan untuk
menunjukkan sifat universal manusia atau untuk menunjukkan spesies manusia. Artinya
ketika menyebut nâs berarti adanya pengakuan terhadap spisies di dunia ini yaitu
manusia (Bahruddin, 2004:76).
Jadi, Manusia merupakan rangkaian utuh antara komponen jasmani dan komponen
rohani. Manusia merupakan makhluk yang memang benar-benar berbeda dengan
makhluk lain. makhluk yang memang benar-benar berbeda dengan makhluk lain. Salah
satu ciri khas yang istimewa adalah adanya mempunyai akal dan pikiran. Akal dan
pikiran manusia dapat dan harus ditimbuhkembangkan melalui pendidikan.

B. Peradaban Manusia Sebagai Fenomena


Antara manusia dan peradaban mempunyai hubungan yang sangat erat karena
diantara keduanya saling mendukung untuk menciptakan suatu kehidupan yang sesuai
kodratnya. Suatu peradaban timbul karena ada yang menciptakannya yaitu diantaranya
ada faktor manusianya yang melaksanakan peradaban tersebut. Suatu peradaban
mempunyai wujud, tahapan dan dapat berevolusi / berubah sesuai dengan perkembangan
zaman. Dari peradaban pula dapat mengakibatkan suatu perubahan pada kehidupan sosial.
Peradaban adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutkan bagian-bagian
atau unsur kebudayaan yang dianggap halus, indah dan maju. Peradaban berasal dari kata
adab, yang dapat diartikan sopan, berbudi pekerti, luhur, mulia, berakhalak, yang
semuanya menunjuk pada sifat yang tinggi dan mulia. Pengertian adab menurut bahasa
ialah kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti dan akhlak. Adapun menurut M.
Sastra Praja, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau kemuliaan kebudayaan
manusia. Sedangkan menurut istilah, adab ialah “Adab ialah suatu ibarat tentang
pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah”.
Masyarakat yang beradab dapat diartikan sebagai masyarakat yang mempunyai
sopan santun dan kebaikan budi pekerti. Ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan
kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab dan dalam pengertian lain adalah suatu
kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Manusia
beradab adalah yang berpendidikan, sopan, dan berbudaya yang berahlak, berkesopanan
dan berbudi pekerti halus. Manusia tak beradab, berada di tengah ketinggian peradaban,
namun moral jahiliyah, moral yang lebih hina dari masyarakat jahiliyah. Manusia tak
beradab, orang yang mempunyai ilmu yang banyak, wawasan yang luas, tapi tetap tak
beradab, hanya menjadi tunggangan hawa nafsu.
Peradaban dapat diartikan pula hasil perkembangan budaya yang ciri khas milik
sesuatu masyarakat, tahapan yang tinggi pada skala evolusi budaya mengacu pada
perbedaan antara manusia beradab terhadap mereka yang biadab. Istilah peradaban juga
digunakan untuk menyebut kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni
bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.
Manusia beradab karena dalam jiwanya dilengkapi dengan akal, nurani, dan kehendak.
1. Akal berfungsi sebagai alat pikir dan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Nurani berfungsi sebagai alat merasa, menentukan kata hati dan sumber kesenian.
3. Kehendak berfungsi sebagai alat memutus, menentukan kebutuhan, dan sumber
kegunaan.
Salah satu ciri yang penting dalam definisi peradaban adalah berbudaya. Yang
dalam bahasa Inggris disebut Cultured. Evolusi kebudayaan ini berlangsung sesuai
dengan perkembangan budi daya atau akal pikiran manusia dalam menghadapi tantangan
hidup dari waktu ke waktu. Proses evolusi untuk tiap kelompok masyarakat di berbagai
tempat berbeda-beda, bergantung pada tantangan, lingkungan, dan kemampuan
intelektual manusianya untuk mengantisipasi tantangan tadi. Konsep kebudayaan adalah
perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang tercermin dalam
tingkat intelektual, keindahan, teknologi, spiritual yang terlihat pada masyarakatnya.
Kebudayaan bersifat dinamis. Oleh sebab itu ia dapat mengalami perubahan atau
pergeseran.
Berdasarka n uraian diatas, peradaban adalah perkembangan kebudayaan yang telah
mendapat tingkat tertentu yang diperoleh manusia . Peradaban merupakan tahap dari
evolusi budaya yang telah berjalan bertahap dan berkesinambungan, memperlihatkan
karakter yang khas, yang dicirikan oleh kualitas tertentu dari unsur budaya yang
menonjol, meliputi tingkat ilmu pengetahuan, seni, teknologi, dan spiritualitas yang
tinggi.
Menurut R. Soekmono (1973), sejarah kebudayaan di Indonesia, dibagi menjadi
empat masa, yaitu:
1. Zaman prasejarah, yaitu sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai
kira-kira abad ke-5 masehi.
2. Zaman purba, yaitu sejak datangnya pengaruh India pada abad pertama Masehi
sampai dengan runtuhnya Majapahit sekitar tahun 1500 Masehi.
3. Zaman madya, yaitu sejak datangnya pengaruh Islam menjelang akhir kerajaan
Majapahit sampai dengann akhir abad ke-19.
4. Zaman baru/modern, yaitu sejak masuknya anasir Barat (Eropa) dan teknik modern
kira-kira tahun 1900.
Pada zaman modern saat ini, faktor utama dalam perubahan ini adalah adanya
globalisasi. Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang
bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global
itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi
proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan.
Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baruyang harus dijawab,
dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Wacana
globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
Fenomena peradaban di Indonesia yang timbul akibat globalisasi diantaranya dapat
dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, juga yang terpenting- kehidupan sosial. Akibat
perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi transkultur dalam kesenian tradisional
Indonesia. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap
keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari
khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Dengan teknologi
informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi banyak alternatif tawaran
hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika
dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan televisi, masyarakat bisa
menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari
berbagai belahan bumi. Hal ini menyebabkan terpinggirkannya kesenian asli Indonesia.
Fenomena peradaban yang penting lainnya adalah adanya kemungkinan punahnya
suatu bahasa di daerah tertentu disebabkan penutur bahasanya telah “terkontaminasi” oleh
pengaruh globalisasi. Contoh kasusnya ialah seperti yang terjadi di Sumatera Barat. Di
daerah ini sering kali kita temukan percampuran bahasa (code mixing) yang biasanya
dituturkan oleh anak muda di Sumater Barat, seperti pencampuran Bahasa Betawi dan
Minang dalam percakapan sehari-hari (kama lu?, gak tau gua do, dan lain-lain). Hal ini
jelas mengancam eksistensi bahasa di suatu daerah.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan
menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang
tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari
pendidikan suatu bangsa. Karena itu jadilah manusia yang berbudaya. Dengan menjadi
manusia yang berbudaya maka masyarakat akan memiliki sikap yang berakal budi,
bermoral, sopan dan santun dalam menjalani kehidupan diri sendiri ataupun berbangsa dan
bernegara. Sikap Dan sifat manusia yang berbudaya itu juga yang akan menjadikan bangsa
Indonesia bangsa yang besar yang memiliki jati diri sendiri sebagai bangsa yang beradab.
Peradaban manusia tumbuh semakin pesat seiring dengan perkembangan jaman.
Globalisasi dan komunikasipun turut andil dalam hal itu. Menyadari akan hal itu,
komunikasi pun menjadi salah satu hal krusial yang menjadi penentu dalam pertumbuhan
peradaban manusia di era modern seperti ini. Semua orang di dunia ini, tidak akan bisa
lepas dari komunikasi. Mereka berkembang dan bersosialisasi dengan komunikasi antara
satu sama lain yang bertujuan untuk membangun hubungan sosialnya. Faktor utama dalam
perubahan peradaban saat sekarang ini adalah adanya globalisasi.
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak
terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu.
Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses
globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi
menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan
dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
Globalisasi sebagai fenomena abad sekarang memberi implikasi yang luas bagi
semua bangsa dan masyarakat internasional. Dengan didukung teknologi komunikasi dan
transportasi yang canggih, dampak globalisasi akan sangat luas dan kompleks. Akibatnya,
akn mengubah pola pikir, sikap, dan tingkah laku manusia. Hal seperti ini kemungkinan
dapat mengakibatkan perubahan aspek kehidupan yang lain, seperti hubungan
kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangsaan, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan.
1. Pengaruh globalisasi terhadap ideologi dan politik adalah akan semakin menguatnya
pengaruh ideologi liberal dalam perpolitikan negara-negara berkembang yang ditandai
menguatnya ide kebebaan dan demokrasi.
2. Pengaruh globalisasi dibidang politik, antara lain membawa internasionalisasi dan
penyebaran pemikiran serta nilai-nilai demokratis termasuk didalamnya hak asasi
manusia.
3. Pengaruh globalisasi terhadap ekonomi antara lain menguatnya kapitalisme dan pasar
bebas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tumbuhnya perusahaan-perusahaan
transnasional yang beroperasi tanp mengenal batas-batas negara. Kapitalisme juga
menuntut adanya ekonomi pasar yang lebih bebas untuk mempertinggi asas manfaat,
kewiraswastaan, akumulasi modal, membuat keuntungan, serta manajemen yang
rasional.
4. Pengaruh globalisasi terhadap sosila budaya akan masuknya nilai-nilai dari peradaban
lain. Hal ini berakibat timbulnya erosi nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa yang
menjadi jati dirinya. Pengaruh ini semakin lancar dengan pesatnya media informasi
dan komunikasi, seperti televisi, komputer, satelit, internet, dan sebagainya.
5. Globalisasi juga memeberikan dampak terhadap pertahanan dan keamanan negara.
Menyebarnya perdagangan dan industri di seluruh dunia akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dan dapat mengganggu keamanan
bangsa.
Fenomena peradaban di Indonesia yang timbul akibat globalisasi diantaranya dapat
dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, juga yang terpenting- kehidupan sosial. Akibat
perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi transkultur dalam kesenian tradisional
Indonesia. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap
keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari
khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Dengan teknologi
informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi banyak alternatif tawaran
hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika
dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan televisi,masyarakat bisa
menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari
berbagai belahan bumi.
Kehidupan sosial juga merupakan salah satu unsur pembentuk peradaban yang
banyak dipengaruhi oleh globalisasi. Dimensi nilai dalam kehidupan yang sebelumnya
berdasarkan pada konsep kolektifisme kini berubah menjadi individualisme. Manusia
tidak lagi merasa senasib, sepenanggungan dengan manusia lainnya (seperti pada zaman
perjuangan) dikarenakan perkembangan teknologi dan informasi menuntut mereka untuk
saling berkompetisi dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mendesak. Hal ini
juga berdampak pada berkurangnya kontak sosial antara sesama manusia dalam konteks
hubungan kemasyarakatan.
Dampak Globalisasi Bagi Peradaban Manusia
1. Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap adanya modernisasi dan globalisasi dalam
budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikapmasyarakat yang
semua irasional menjadi rasional
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi Dengan berkembangnya
ilmupengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam
beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik Dibukanya industri yang memproduksi alat-
alat komunikasi dan transportasi yang canggihmerupakan salah satu usaha
mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
b. Sikap Individualistik
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
d. Kesenjangan Sosial
C. Manusia Dalam konteks Alam Semesta
Alam Semesta, Jagat Raya atau universe dalam arti luas merupakan totalitas dari
segenap pengada (entities) dan semua proses yang ada. Termasuk di dalamnya keberadaan
manusia dan seluk-beluk kehidupannya secara keseluruhan. Terjadi hubungan timbal-balik
antara manusia dengan Alam Semesta, manusia sebagai makhluk hidup memperoleh suatu
manfaat dan risiko dari Alam Semesta, begitu pula sebaliknya. Dalam pengertian yang
lebih sempit, dalam Alam Semesta tercakup sistem dari seluruh benda astronomi. Atas
dasar batasan ini maka ilmu yang mempelajari Jagat Raya ini disebut kosmologi.
Hubungan manusia dengan Alam dalam ekologi manusia sama dengan model
hubungan makhluk hidup dengan Alam dalam ekologi, tetapi ada pertimbangan benar atau
salah tergantung apakah dampak yang timbul itu mengakibatkan keuntungan atau kerugian
bagi diri sendiri atau bagi manusia serta makhluk hidup lain (Soerjani 1997; Modifikasi
dari Beale 1980).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, manusia disebutkan sebagai alam kecil yang
merupakan bagian dari alam besar yang ada di atas alam. Ia adalah makhluk yang
bernyawa, makhluk antromorphen dan merupakan binatang yang menyusui, akan tetapi
juga merupakan makhluk yang dapat mengetahui dan menguasai kekuatan-kekuatan alam
di luar dan di dalam dirinya, baik lahir maupun batin.
Sedangkan menurut Ibnu Maskawih, manusia merupkan alam kecil (microcosmos)
yang di dalam dirinya terdapat persamaan dengan semua yang ada di alam besar
(macrocosmos). Pancaindra yang dimiliki manusia, disamping mempunyai daya-daya
yang khas, juga mempunyai indra bersama (hissi musytarokah) yang berperan sebagai
pengikat sesama indra. Indra bersama ini dapat memberi citra-citra indrawi secara serentak
tanpa zaman, dan tanpa pembagian. Citra-citra ini saling bercampur dan terdesak pada
indera tersebut (Cahyadi,2015).
Hubungan manusia berhubungan dengan konsep alam semesta (The
Universe). Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia
terhadapnya sering terjadi salah satu dari antara: (1) Manusia menyendiri dalam
ketidakakraban dengan alam atau, (2) Alam semestanya bersahabat dan menyenangkan
bagi manusia dan perkembangannya.
Dalam perjalanan hidupnya manusia mempertanyakan tentang asal-usul alam
semesta dan asal-usul keber-ada-an dirinya sendiri. Terdapat dua aliran pokok filsafat yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme
(J.D. Butler, 1968). Menurut Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai
evolusi yang terjadi di alam semesta. Manusia – sebagaimana halnya alam semesta – ada
dengan sendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Penganut aliran ini
antara lain Herbert Spencer, Charles Darwin, dan Konosuke Matsushita.
Sebaliknya, filsafat Kreasionisme menyatakan bahwa asal usul manusia –
sebagaimana halnya alam semesta - adalah ciptaan suatu Creative Cause atau Personality,
yaitu Tuhan YME. Penganut aliran ini antara lain Thomas Aquinas dan Al-Ghazali. Kita
dapat mengakui kebenaran tentang adanya proses evolusi di alam semesta termasuk pada
diri manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan yang menyatakan adanya manusia di
alam semesta semata-mata sebagai hasil evolusi dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
Penolakan ini terutama didasarkan atas keimanan kita terhadap Tuhan YME sebagai Maha
Pencipta. Adapun secara filosofis penolakan tersebut antara lain didasarkan kepada empat
argumen berikut ini, sebagaimana dikemukakan oleh Tatang Syaripudin (2008; 9-10),
yaitu sebagai berikut:
a. Argumen ontologis: Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara itu,
bahwa realitas (kenyataan) lebih sempurna daripada ide manusia. Sebab itu,
Tuhan pasti ada dan realitas ada-Nya itu pasti lebih sempurna daripada ide
manusia tentang Tuhan.
b. Argumen kosmologis: Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab.
Adanya alam semesta - termasuk manusia - adalah sebagai akibat. Di alam
semesta terdapat rangkaian sebab-akibat, namun tentunya mesti ada Sebab
Pertama yang tidak disebabkan oleh yang lainnya. Sebab Pertama adalah sumber
bagi sebab-sebab yang lainnya, tidak berada sebagai materi, melainkan sebagai
“Pribadi” atau “Khalik”.
c. Argumen Teleologis: Segala sesuatu memiliki tujuan (contoh: mata untuk
melihat, kaki untuk berjalan dsb.). Sebab itu, segala sesuatu (realitas) tidak terjadi
dengan sindirinya, melainkan diciptakan oleh Pengatur tujuan tersebut, yaitu
Tuhan.
d. Argumen Moral: Manusia bermoral, ia dapat membedakan perbuatan yang baik
dan yang jahat, dsb. Ini menunjukkan adanya dasar, sumber dan tujuan moralitas.
Dasar, sumber, dan tujuan moralitas itu adalah Tuhan.
Dalam persepektif pendidikan Islam, alam adalah guru manusia. Kita semua wajib
belajar dari sikap alam semesta yang tunduk mutlak pada hukum-hukum yang telah
ditetapkan Allah. Tidak terbayangkan oleh kita semua manakala alam berprilaku diluar
hukum-hukum Allah, alam melanggar sunahnya. misalnya Gunung meletus
menyemburkan api, matahari terbit dan turun ke bumi, bintang- Alam semesta atau jagat
raya ini dapat diartikan sebagai suatu ruangan ataulingkup atau cakupan yang maha besar
di mana di dalamnya terjadi segala sesuatu peristiwa alam yang dapat diungkapkan
manusia maupun yang belum dapat diungkap oleh manusia. Alam semesta terbentuk kira-
kira ribuan juta tahun yang lalu yang bersamaan dengan adanya ledakan besar. Namun
bukan hanya teori ledakan besar saja yang menjadi satu-satunya teoriterbentuknya alam
semesta ada teori-teori lain yang memiliki bukti yang kuat tentangterbentuknya alam
semesta seperti : teori dentuman, teori creatio continua, teoriekspansi dan teori-teori
lainnya.
D. Manusia sebagai suatu dinamika
Menurut Zulfan saam (2010:12), manusia adalah makhluk sosial dan bermasyarakat,
selain sebagai makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk sosial yang disebut
dengan istilah homo homini sosious. Sebagai makhluk sosial maka manusia tidak bisa
hidup tanpa orang lain, walaupun secara biologik dia bisa hidup akan tetapi kehidupannya
tidak lengkap.
Menurut Anak agung ngurah (2013:31), Manusia sebagai makhluk hidup yang
ditengah-tengah manusia lain (lingkungan sosial), dalam konteks budaya (lingkungan
budaya) dan alam semesta (lingkungan alam), disamping memilki sifat-sifat berbeda, juga
memiliki hal-hal yang sama selaku manusia, makhluk hidup, bagian dari alam serta
sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa.
Seperti yang telah kita ketahui, kelebihan kita manusia dari makhluk-makhluk hidup
lainya yaitu adanya akal-pikiran yang berkembang dan dapat dikembangan. Manusia dapat
mendidik diri sendiri , dan sengaja ia juga dpat mendidik, sehinggga kemampuan
intelektualnya itu semakin berkembang. Umat manusia dengan akal-pikiran dan
kebudayaannya senantiasa mengalami perkembangan serta kemajuan. Seperti yang
dikatakan Drijarkara dalam Anak Agung (2013:32) bahwa manusia adalah suatu dinamika.
Dinamika ini tidak pernah berhenti melainkan tetap aktif. Dinamika manusia inikah yang
memeadukan manusia dengan sesamanya dan dengan dunia lingkungannya. Dinamika ini
akan tetap tumbuh dengan sesamanya dan dengan dunia lingkungannya. Dinamika ini
akan tetap tumbuh berkembang selama masa hidupnya.
Dinamika kehidupan manusia selalu menarik untuk dibicarakan. Salah satunya
adalah tentang perilaku manusia. Menurut Munir (2001:16), dinamika adalah suatu sistem
ikatan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara unsur-unsur tersebut.
Jika salah satu unsur sistem mengalami perubahan, maka akan membawa perubahan pula
pada unsur-unsur lainnya.
N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa
dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti, selalu dalam
keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah
horisontal (ke arah sesame dan dunia) maupun arah transendental (ke arah Yang Mutlak).
Adapun dinamika itu adalah untuk penyempurnaan diri baik dalam hubungannya dengan
sesama, dunia dan Tuhan. Manusia adalah subjek, sebab itu ia dapat mengontrol
dinamikanya. Namun demikian karena ia adalah kesatuan jasmani-rohani (yang mana ia
dibekali nafsu), sebagai insan sosial, dsb., maka dinamika itu tidak sepenuhnya selalu
dapat dikuasainya. Terkadang muncul dorongan-dorongan negatif yang bertentangan
dengan apa yang seharusnya, kadang muncul pengaruh negatif dari sesamanya yang tidak
sesuai dengan kehendaknya, kadang muncul kesombongan yang tidak seharusnya
diwujudkan, kadang individualitasnya terlalu dominan atas sosialitasnya, dsb. Sehubungan
dengan itu, idealnya manusia harus secara sengaja dan secara prinsipal menguasai dirinya
agar dinamikanya itu betul-betul sesuai dengan arah yang seharusnya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Tatang Syaripudin (2008), dan MI.Soelaeman (1985)
bahwa eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah ke masa depan
untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan demikian, manusia berada dalam perjalanan
hidup, dalam perkembangan dan pengembangan diri. Ia adalah manusia tetapi sekaligus
“belum selesai” mewujudkan dirinya sebagai manusia (prinsip historisitas).
Berdasarkan kajian tersebut, menunjukkan bahwa berbagai kemampuan yang
seharusnya dimiliki manusia tidak di bawa sejak kelahirannya, melainkan harus diperoleh
setelah kelahirannya dalam perkembangan menuju kedewasaannya. Dalam perjalanan
hidupnya, ternyata manusia memperoleh berbagai kemampuan berkat upaya bantuan pihak
lain, namun setelah dia mampu melakukan sendiri, dengan berbagai potensi yang ia
kembangkan, tidak semua tergantung pada pihak lain. Bantuan pihak lain yang diterima
pada waktu seseorang masih tergantung pada pihak lain bisa dalam bentuk pengasuhan,
pengajaran, latihan, bimbingan, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat
dirangkumkan dalam istilah pendidikan. Di lain pihak, manusia yang bersangkutan juga
harus belajar atau harus mendidik diri.
Menurut Tatang Syaripudin (2008; 16-18) mengapa manusia harus mendidik diri?
Sebab, dalam bereksistensi yang harus mengaadakan/menjadikan diri itu hakikatnya
adalah manusia itu sendiri. Sebaik dan sekuat apa pun upaya yang diberikan pihak lain
(pendidik) kepada seseorang (peserta didik) untuk membantunya menjadi manusia, tetapi
apabila seseorang tersebut tidak mau mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak
akan memberikan konstribusi bagi kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi manusia.
Lebih dari itu, jika sejak kelahirannya perkembangan dan pengembangan kehidupan
manusia diserahkan kepada dirinya masing-masing tanpa dididik oleh orang lain dan tanpa
upaya mendidik diri dari pihak manusia yang bersangkutan, kemungkinannya ia hanya
akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.
Oleh karena itu manusia tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat manusia yang
bersangkutan dapat berubah. Jadi Dinamika bisa dikatakan gerak atau kekuatan yang
dimiliki sekumpulan orang di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan
ditata hidup masyarakat yang bersangkutan. Dengan adanya konflik, masyarakat mencoba
melakukan pola perubahan-perubahan dalam mempertahankan hidupnya menghindari
adanya kepunahan berupa materi dan nonmateri, solusi diperlukan didalam kehidupan
yang menuntut adanya persatuan diantara masyarakat dan memberdayakan upaya dan daya
yang dimiliki.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Manusia merupakan rangkaian utuh antara komponen jasmani dan komponen rohani.
Manusia merupakan makhluk yang memang benar-benar berbeda dengan makhluk
lain. makhluk yang memang benar-benar berbeda dengan makhluk lain.
2. Antara manusia dan peradaban mempunyai hubungan yang sangat erat karena
diantara keduanya saling mendukung untuk menciptakan suatu kehidupan yang
sesuai kodratnya. Suatu peradaban timbul karena ada yang menciptakannya yaitu
diantaranya ada faktor manusianya yang melaksanakan peradaban tersebut. Suatu
peradaban mempunyai wujud, tahapan dan dapat berevolusi / berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Dari peradaban pula dapat mengakibatkan suatu perubahan
pada kehidupan social.
3. Alam Semesta, Jagat Raya atau universe dalam arti luas merupakan totalitas dari
segenap pengada (entities) dan semua proses yang ada. Termasuk di dalamnya
keberadaan manusia dan seluk-beluk kehidupannya secara keseluruhan. Terjadi
hubungan timbal-balik antara manusia dengan Alam Semesta, manusia sebagai
makhluk hidup memperoleh suatu manfaat dan risiko dari Alam Semesta, begitu pula
sebaliknya. Dalam pengertian yang lebih sempit, dalam Alam Semesta tercakup
sistem dari seluruh benda astronomi. Atas dasar batasan ini maka ilmu yang
mempelajari Jagat Raya ini disebut kosmologi.
4. Manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya
manusia tidak pernah berhenti, selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik
maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah sesame dan
dunia) maupun arah transendental (ke arah Yang Mutlak).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1987), Cet. Ke-1, h. 291.
Syaripudin, T., (1994), Implikasi Eksistensi Manusia terhadap Konsep
Pendidikan Umum (Thesis), Program Pascasarjana IKIP Bandung. KA
M. Qurash Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan 1997), h. 278.
Bahruddin, Paradigma Psikologi Islam: Studi tentang Elemen Psikologi dari al-Qur’an
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 76. PE
Adabiyah, Telaah hakikat manusia Dan relasinya terhadap proses pendidikan islam Jurnal
Pendidikan Islam Volume 1 , Nomor 1 , September 2015 ISSN 2502-0668 ABIYAH 29
Soerjani, M. (1987). Methods of environmental quality assessment and management with
reference to the environmental quality standard in Indonesia, IUBS International Symposium
on Biomonitoring of the State of the Environment. Tokyo, Japan: 7 pp, Nov. 6 – 8, 1987

Anda mungkin juga menyukai