Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan nasional
pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurikulum 2013
merupakan perubahan dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan). Perubahan kurikulum ini ditujukan sebagai penyempurnaan
kurikulum lama. Dalam perubahan tersebut, terjadi pemadatan dan pengurangan
sejumlah mata pelajaran. Selain itu, ada pula penggatian materi dan metode
pembelajaran secara keseluruhan di beberapa mata pelajaran. Kurikulum 2013 telah
melalui percobaan pada tahun ajaran 2013/2014 pada beberapa sekolah yang ditujuk
oleh pemerintah. Pada tahun ajaran 2014/2015 kurikulum 2013 mulai di
implementasikan di seluruh sekolah tanpa terkecuali. Namun pada pelaksaannya di
temukan kendala dan permasalahan seperti banyak kasus yang dituliskan pada media
cetak maupun media eletronik. Oleh karena itu, penulisan makalah ini dilakukan
untuk menelaah permasalahan-permasalahan yang masih menjadi topik hangat oleh
seluruh pelaksana pendidikan di Indonesia. Dengan harapan nantinya implementasi
kurikulum 2013 dapat berjalan secara optimal dan sesuai dengan tujuan pelaksaan
kurikulum 2013.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana permasalahan implementasi kurikulum 2013 di sekolah pada
jenjang SMP?
2. Bagaimana permasalahan implementasi kurikulum 2013 di sekolah oleh guru
pada jenjang SMP?
3. Bagaimana analisis permasalahan implementasi kurikulum 2013?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah
SMP Negeri 3 Batang merupakan sebuah sekolah bekas rintisan standar
internasional yang letaknya tidak jauh dari pusat Kabupaten Batang. Sekolah ini
merupakan sekolah yang memiliki standar di atas rata-rata di bandingkan dengan
sekolah-sekolah lain di Kabupaten Batang. Di sekolah ini, kurikulum 2013 telah
diberlakukan untuk kelas VII dan kelas VIII sejak tahun ajaran 2014/2015.
Sebelumnya, sekolah ini juga ditunjuk oleh pemerintah Kabupaten Batang untuk
melakukan percobaan dalam implementasi kurikulum 2013 pada tahun ajaran
2013/2014. Meski sudah dua tahun dilaksanakan, tetapi tetap saja terdapat beberapa
kendala yang dikeluhkan oleh sekolah dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini.
Dari hasil observasi melalui metode pengamatan dengan melihat secara
langsung kegiatan pelaksanaan kurikulum 2013 di kelas, serta wawancara terhadap
wakil kepala sekolah bidang kurikulum, maka dapat dikatakan bahwa kurikulum
2013 ini sudah berjalan cukup baik di SMP Negeri 3 Batang. 80% guru telah
mengimplementasikan kurikulum ini pada proses pembelajaran. Siswa juga mengaku
tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran kurikulum
2013. Meskipun pada pelaksanaannya, siswa belum sepenuhnya mampu lebih aktif
berpendapat sebagaimana yang terlampir sebagai tujuan kurikulum 2013. Selain
faktor guru dan siswa, sarana dan prasarana di sekolah ini juga telah sesuai standar
kurikulum 2013 yang menuntut pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan LCD
sebagai sarana penyampaian materi pada proses pembelajaran. Sekolah ini dapat
dikatakan telah siap dan matang untuk melaksanakan program pemerintah yang mulai
memberlakukan kurikulum 2013.
Meskipun dari segi banyak hal sekolah ini telah siap, tetapi perubahan akan
selalu membawa dampak dan masalah serta kendala selama proses penyesuaian
berlangsung. Jika dilihat dari segi standar isi, kurikulum 2013 telah mengalami
perubahan dalam bentuk pembaharuan materi, perubahan jumlah mata pelajaran, dan
pendekatan yang berubah pula. Hal ini tentu menimbulkan beberapa kendala dan
masalah dalam proses pelaksanaan kurikulum 2013.
Kendala yang paling terlihat dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah proses
pengadaan buku yang dinilai lambat didistribusikan oleh pemerintah pusat. Menurut
wakil kepala sekolah bidang kurikulum SMP Negeri 3 Batang, Bapak Budi,
menyatakan bahwa buku belum sepenuhnya didistribusikan oleh pemerintah. Hanya
kelas VII yang bukunya sudah dapat disalurkan kepada siswa, itupun buku Bahasa
Indonesia dan PKn belum sampai ke tangan sekolah. Sedangkan untuk kelas VIII,
buku sama sekali belum sampai di tangan sekolah. Padahal, kurang dari dua bulan
lagi siswa sudah harus mengikuti Ujian Akhir Semester. Ini tentu akan menghambat
proses belajar siswa dalam memahami materi pembelajaran dan dapat mempengaruhi
hasil pada Ujian Akhir Semester nanti.
Bapak Budi juga mengutarakan bahwa pada kurikulum 2013 ini siswa lebih
mendapatkan tempat dan kesempatan untuk bereksplorasi dan menyatakan pendapat
dalam setiap proses pembelajaran. Beliau mengatakan, bahwa pada kurikulum ini,
siswa merupakan objek utama pembelajaran dimana siswa akan lebih banyak
menguraikan materi melalui penjabaran dengan berpendapat secara langsung maupun
dengan menggunakan metode presentasi. Beliau menambahkan bahwa kurikulum
2013 ini guru hanya menjadi fasilitator pelaksana kegiatan pembelajaran di dalam
setiap pembelajaran di kelas. Namun, fakta di lapangan melalui hasil pengamatan di
kelas, siswa justru cenderung diam dan tidak mau berpendapat jika tidak ditunjuk
atau ditakut-takuti oleh guru berkaitan dengan proses pemberian nilai pada siswa
tersebut.
Dari segi penilaian, Bapak Budi mengutarakan ada beberapa format
penialian yang berubah dibandingkan dengan format penilaian pada pelaksanaan
KTSP. Pada Kurikulum 2013 format penilaian yang digunakan lebih kompleks. Jika
pada KTSP hanya menggunakan format penilaian pengetahuan saja, namun pada
kurikulum 2013 ini, guru dituntut memberikan penilaian dari segi penilaiam sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Ini pulalah yang sering menjadi keluhan para guru di
SMP Negeri 3 Batang. Alasannya, format penilaian yang diberikan oleh pemerintah
dianggap terlalu sulit dan menyita waktu dalam pelaksanaannya. Banyak guru yang
berharap akan ada penyederhanaan dalam segi penilaian. Namun, menurut Bapak
Budi kesulitan pada proses penilaian ini hanya akan terjadi pada awal pelaksanaan
kurikulum ini saja. Jika sudah berjalan dengan baik, maka kesulitan tersebut akan
hilang den gan sendirinya. Faktanya memang tidak jauh berbeda dengan pernyataan
Bapak Budi tersebut, di lapangan banyak guru yang mengeluhkan tentang proses
penilaian ini. Terutama pada proses penilaian sikap yang harus dilakukan siswa
terhadap dirinya sendiri, dan teman sebaya. Ditambah lagi guru juga masih harus
turut serta memberikan penilaian terhadap sikap siswa tersebut. Ini dianggap terlalu
banyak menyita waktu pembelajaran dan justru merugikan proses kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas.
Dari segi sarana dan prasarana, sebenarnya sekolah ini dapat dikatakan
sangat siap untuk melaksanakan kurikulum 2013 yang menuntut pembelajaran
berbasis IT. Di sekolah ini setiap kelas sudah dilengkapi dengan LCD sebagai
penunjang pembelajaran. Hanya saja kendala pelaksanaan pembelajaran yang
demikian adalah kurangnya minat guru untuk dapat mengoptimalkan potensi
mengajarnya dengan menggunakan bantuan LCD untuk memaparkan materi yang
hendak disampaikan. Memang tidak semua guru demikian, hanya beberapa guru mata
pelajaran saja yang belum mengoptimalkan sarana tersebut, namun hal ini juga akan
mempengaruhi hasil ketercapaian tujuan kurikulum 2013 untuk menerapkan model
pembelajaran berbasis IT di seluruh sekolah dengan melibatkan seluruh tenaga
pengajar pendidikan tanpa terkecuali.
Bapak Budi menambahkan, permasalahan lain yang kini sedang dihadapi
dalam proses pelaksanaan kurikulum 2013 adalah pada bidang pendanaan. Sebelum
kurikulum 2013 diterapkan, sekolah masih diperbolehkan untuk melakukan pungutan
dari orang tua/wali siswa setiap bulannya sebagai penunjang pelaksanaan seluruh
kegiatan di sekolah. Namun, sekarang sekolah sama sekali tidak diperbolehkan
melakukan pungutan tersebut dan hanya mengandalkan dana dari pemerintah saja.
Dari hal tersebut, Bapak Budi menyatakan bahwa SMP Negeri 3 Batang sangat
kesulitan dalam proses menyesuaikan diri dengan dana yang terbatas tetapi banyak
kegiatan yang menjadi agenda dan harus dijalankan oleh SMP Negeri 3 Batang.
Tetapi SMP Negeri 3 Batang tetap berusaha mengoptimalkan pelayanan kepada siswa
dengan strategi dan penyiasatan khusus agar seluruh kegiatan tetap dapat berjalan
optimal, sehingga siswa tidak dirugikan.
Masalah lain yang terjadi di SMP Negeri 3 Batang yang sebenarnya masih
menjadi masalah umum tenaga pengajar di seluruh Indonesia adalah mengenai
pemahaman guru terhadap kurikulum 2013 secara menyeluruh yang masih kurang.
Kurangnya pemahaman guru tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti proses
penyuluhan kurikulum 2013 dan diklat untuk para guru yang dianggap masih kurang
dan belum optimal. Terlebih lagi, proses penyuluhan tersebut belum menyentuh
seluruh tenaga pengajar sebagai pelaksana kegiatan kurikulum 2013. Hanya beberapa
guru yang ditunjuk oleh pemerintah saja yang telah menerima penyuluhan dan diklat
mengenai kurikulum 2013 ini. Itu pun waktunya sangat sedikit dan terbatas, sehingga
tidak bisa diserap secara optimal oleh guru yang mengikuti penyuluhan. Tetapi, SMP
Negeri 3 Batang berusaha menutupi kekurangan dan keterbatasan itu dengan
melakukan MGMP tingkat sekolah. MGMP ini dilakukan bukan dalam forum formal,
hanya sebatas sharing antara sesama guru mata pelajaran tertentu. Biasanya mereka
akan berkumpul pada sebuh tempat kemudian berdiskusi, berbagi materi atau cara
mengajar dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kurikulum 2013. Metode ini
sudah beberapa kali diterapkan dan dilaksanakan di SMP Negeri 3 Batang.
Berdasarkan hasil observasi yang sudah dilaksanakan di SMP Negeri 3
Batang, ditemukan beberapa masalah yang terjadi pada penerapan kurikulum 2013
terkait dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Masalah-masalah tersebut meliputi
berbagai faktor, mulai dari faktor pengadaan buku, penilaian siswa, sampai dengan
keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
B. Permasalahan implementasi kurikulum 2013 oleh guru
Observasi ini menggunakan objek penelitian pada siswa kelas VII dan kelas
VIII serta guru mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas yang bersangkutan.
Observasi ini menggunakan metode pengamatan terhadap proses pembelajaran
Bahasa Indonesia di kelas dan wawancara terhadap guru, serta siswa yang mengikuti
pembelajaran Bahasa Indonesia tersebut.
Masalah pertama dan utama yang dikeluhkan oleh guru dan siswa adalah
terlambatnya buku yang didistribusikan oleh pemerintah pusat. Guru dan siswa
menuturkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran
karena tidak ada panduan berupa hardcopy yang dapat mereka pergunakan sebagai
acuan pembelajaran. Untuk kelas VII buku pelajaran memang sudah didistribusikan,
tetapi khusus pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan PKn, buku belum sampai di
sekolah. Sebenarnya, buku Bahasa Indonesia sudah sempat didistribusikan, meskipun
jumlahnya masih terbatas dan belum setara dengan jumlah siswa, namun isi pada
buku tersebut tidak sesuai dengan silabus yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Sehingga buku tersebut belum layak untuk dipergunakan dalam pembelajaran, karena
nantinya akan memberatkan siswa. Sedangkan untuk kelas VIII, buku sama sekali
belum didistribusikan, hanya buku Pendidikan Agama saja yang telah dapat
dipergunakan siswa dan guru. Mereka mengaku, kesulitan yang paling utama jika
buku tidak kunjung didistribusikan adalah terhambatnya pembelajaran pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia yang menuntut pembelajaran berbasis teks.
Masalah lain yang ditemukan di SMP Negeri 3 Batang adalah belum
maksimalnya proses pembelajaran yang menumbuhkan minat siswa untuk lebih aktif
di kelas dengan banyak berpendapat pada setiap pelaksanaan pembeljaran Bahasa
Indonesia. Padahal, berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Guru Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII, Ibu Khusaenah, tujuan kurikulum 2013,
khususnya pada pembelajaran Bahasa Indonesia adalah untuk membuat siswa lebih
aktif berbicara dalam setiap kesempatan, agar nantinya lebih mudah dalam
melakukan proses sosialisasi di masyarakat. Sebagian siswa cenderung menunggu
ditunjuk oleh guru atau menunggu guru memberikan nilai sebagai hadiah untuk
berani memulai berpendapat. Tidak banyak siswa yang aktif mengungkapkan
keberaniannya untuk berpendapat secara spontan. Hanya terdapat segelintir siswa saja
yang demikian, jika diprosentase jumlahnya tidak lebih dari 15%. Sebenarnya,
metode yang dilakukan oleh Guru untuk mendengarkan opini siswa terlebih dahulu,
sebelum menyimpulkan sebuah materi sudah berjalan dengan baik, hanya siswa saja
yang nampaknya belum siap melaksanakan model pembelajaran demikian.
Berdasarkan wawancara kami kepada Guru Bahasa Indonesia kelas VIII, Ibu Endah,
juga menuturkan bahwa untuk mewujudkan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia
dalam kurikulum 2013 yang menuntut mengajarkan dan menerapkan nilai moral pada
pembelajaran berbasis teks belum sepenuhnya tercapai, karena dipengaruhi oleh
kurangnya minat siswa dalam mengimplementasikan pembelajaran tersebut dalam
kehidupan sebenarnya.
Model pembelajaran lain yang dilakukan oleh guru dalam implementasi
kurikulum 2013 di SMP Negeri 3 Batang adalah model pembelajaran berkelompok.
Model ini sudah diterapkan beberapa kali pada awal pembelajaran Bahasa Indonesia
semester 1. Tetapi pada faktanya, model ini justru membawa hasil yang tidak
maksimal. Menurut Ibu Endah, jika model pembelajaran ini terus diterapkan maka
akan ada beberapa siswa yang nantinya hanya diam dan tidak memaksimalkan
potensinya untuk berpendapat ketika berkelompok. Akhirnya, siswa yang diam
tersebut justru akan mendapatkan hasil di bawah KKM ketika ujian berlangsung. Hal
tersebut telah diujicobakan pada Ujian Tengah Semester lalu.
Dari hasil wawancara terhadap dua guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3
Batang, yaitu Ibu Khusaenah dan Ibu Endah, juga dapat disimpulkan bahwa para guru
mengeluhkan hal yang sama, yaitu para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia masih
kesulitan dalam menerapkan kurikulum 2013, karena diklat dan penyuluhan
kurikulum 2013 oleh pemerintah dianggap masih kurang. Terlebih, tidak semua guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia dilibatkan dalam penyuluhan tersebut. Hanya
sebagian guru saja yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengikuti pelaksanaan
penyuluhan kurikulum 2013. Beliau juga menyatakan bahwa kurikulum 2013
terkesan masih sangat dipaksakan, karena banyak aspek yang belum siap. Selain itu,
guru masih kesulitan terhadap proses penilaian yang diminta oleh kurikulum 2013.
Terutama pada penilaian sikap yang harus dilaksanakan pada setiap akhir
pembelajaran yang dinilai sangat memakan waktu, sehingga jam pada proses kegiatan
belajar mengajar menjadi berkurang.
Masalah yang paling mengejutkan adalah adanya pergantian silabus mata
pelajaran Bahasa Indonesia sebanyak tiga kali dalam 1 semester yang belum genap
ini. Pergantian silabus ini dilakukan oleh pemerintah pusat dan harus dijalankan oleh
guru mata pelajaran. Alasan pergantian silabus ini adalah sebagai proses
penyempurnaan, namun faktanya hal ini justru memberatkan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Akibat dari silabus yang masih
labil ini, guru cenderung tidak leluasa menjabarkan secara rinci silabus dan standar isi
kepada siswa. Akhirnya, menurut seluruh siswa yang berhasil kami wawancarai
ketika sedang mengikuti proses pembelajaran Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa
mereka sama sekali tidak mengetahui standar isi Bahasa Indonesia.
Permasalahan terakhir yang kami temukan dalam proses pelaksanaan
implementasi kurikulum 2013 yang menuntut pembelajaran berbasis IT, adalah
belum terlaksananya pembelajaran berbasis IT dengan optimal di sekolah ini,
khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Bukan karena sarana yang tidak
memadai, tetapi lebih kepada kesiapan guru yang masih kurang dalam melaksanakan
model pembelajaran tersebut. Menurut beberapa siswa yang kami wawancarai,
menyatakan bahwa mereka mendapat pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan
LCD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya dilakukan oleh mahasiswa PPL di
sekolah tersebut saja.
C. Analisis Permasalahan Kurikulum 2013
Tujuan kurikulum 2013 dengan tujuan KTSP sebenarnya sama tidak jauh
berbeda. Yaitu berdasarkan landasan yuridis kurikulum yang mengacu pada Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi. Maka dapat disimpulkan secara konseptual, bahwa
kurikulum 2013 adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan
bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum
adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan
dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan
masyarakat dan bangsanya. Pada pelaksanaannya di sekolah yang dicontohkan yaitu
di SMP Negeri 3 Batang, pengembangan potensi peserta didik sudah dimaksimalkan
melalui pelaksanaan ekstrakulikuler. Namun, pengembangan potensi tersebut belum
dioptimalkan melalui bimbingan khusus dalam sebuah pembelajaran tertentu.
Sedangkan untuk suasana belajar yang menyenangkan agar memiliki kualitas yang
diinginkan masyarakat dan bangsaya belum dilaksanakan secara optimal oleh tenaga
pengajar di SMP Negeri 3 Batang. Alasannya, metode dan model pembelajaran yang
digunakan oleh tenaga pengajar di SMP Negeri 3 Batang terkesan masih
menggunakan model pembelajaran lama dan belum ada penyegaran yang nampak
signifikan dalam proses pelaksanaannya.
Pada dasarnya, konsep Standar Isi di dalamnya mencakup lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai lulusan minimal pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender
pendidikan. Namun, berdasarkan studi kasus diatas wakil kepala sekolah SMP
Negeri 3 Batang, Bapak Budi, konsep standar isi pada kurikulum 2013 mengalami
perubahan dari konsep standar isi KTSP pada beberapa bagiannya. Seperti materi
pembelajaran yang pada kurikulum 2013 lebih menerapkan pada materi tematik-
integratif, kemudian ada pula perubahan pada jumlah mata pelajaran dan beberapa
mata pelajaran yang mengalami penambahan jam pelajaran setiap minggunya.
Selanjutnya, standar isi juga mengalami perubahan pendekatan pembelajarannya yang
pada kurikulum 2013 ini lebih mengutamakan pendekatan scientific yaitu pendekatan
ilmiah dalam proses pembelajaran yang meliputi menggali informasi melaui
pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu,
sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap
menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-
sifat nonilmiah.
Jika dilihat dari standar isi, maka dapat dikatakan bahwa kurikulum 2013
telah benar-benar siap dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik, namun
seharusnya standar isi yang baik harus diikuti oleh kesesuaian isi yang baik pula.
Kesesuaian isi tersebut dapat dikaji melalui pengadaan buku ajar dan kesesuaian
konsepnya dengan silabus yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, faktanya
adalah buku ajar yang sampai di sekolah justru tidak sesuai dengan silabus yang
diberikan tersebut, misalnya pada buku ajar Bahasa Indonesia kelas VII, sehingga
guru masih harus melakukan penggandaan lembaran-lembaran materi yang
sebenarnya tidak bisa dikatakan efektif karena tidak dijadikan dalam kesatuan buku
yang utuh.
Pencarian materi yang dilakukan secara mandiri oleh guru yang kemudian
digandakan sebagai pedoman untuk siswa, sebenarnya merupakan tindakan kreatif
yang telah dilakukan oleh guru SMP Negeri 3 Batang dalam memaksimalkan tugas
utamanya sebagai mengajar untuk memberikan pemahaman terhadap siswa secara
optimal. Sepertinya harus ada penyegaran dalam metode penyampaian materi agar
siswa sebagai objek didik tidak merasa bosan dan mampu menyerap materi yang
disampaikan dengan optimal sehingga memperoleh hasil yang maksimal pula pada
akhir pembelajaran.
Berbicara mengenai hasil siswa, maka tidak akan terlepas dari aspek
penilaian terhadap siswa. Aspek penilaian tersebut didasarkan pada panduan
pelaksanaan Kurikulum 2013, Kemendikbud yang menjelaskan bahwa yang menjadi
sasaran penilain ialan proses dan hasil belajar siswa. Penilain proses meliputi
aktivitas mengamati, menanya; mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan. Yang termasuk aktivitas dalam mengamati adalah menyimak,
membaca, dan melihat. Selain dua aspek tersebut, ada pula aspek penilaian sikap.
Menurut data observasi kasus diatas keterangan salah satu guru mata pelajaran Ibu
Endah, aspek penilaian tersebut meliputi aspek penilaian terhadap diri sendiri,
terhadap teman sebaya, dan penilaian guru terhadap siswa. Aspek penilaian itu
dituntut untuk dilakukan pada setiap akhir pertemuan setiap mata pelajaran. Namun,
hal tersebut dinilai terlalu banyak menyita waktu dan dapat mengurangi porsi
pembelajaran. Sehingga, dalam pelaksanaannya, khususnya pada pembelajaran
Bahasa Indonesia, proses penilaian terhadap diri sendiri dan teman sabaya ini
dilakukan hanya satu kali sepanjang semester.
Beralih pada pelaksanaan pembelajaran, tentu akan tidak terlepas dari sarana
dan prasarana. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 dan Nomor 40 Tahun 2008 tentang standar sarana
dan prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsalawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008 tentang standar sarana dan prasarana
untuk Sekolah Luar Biasa, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap satuan pendidikan
wajib memiliki sarana yang meliputi prabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku, dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Selain itu, setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboraturium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat
bermain, tempat berkreasi, dan ruang atau tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Jika ditelaah
berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut maka dapat dikatakan bhawa SMP Negeri
3 Batang telah benar-benar menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan oleh
pemerintah. Hanya berkaitan dengan sarana saja yang masih sedikit terkendala, yaitu
pengadaan buku sebagai penunjang proses pembelajaran. Namun, proses pengadaan
buku tersebut tentu bukan kesalahan dari pihak SMP Negeri 3 Batang. Pemerintah
saja yang mungkin bisa dinilai kurang siap dalam mengimplementasikan kurikulum
2013. Harusnya, jika pemerintah hendak memberlakukan sebuah ketetapan baru,
maka pemerintah juga harus memikirkan hal-hal yang diperlukan atau menunjang
terkait pelaksanaan ketetapan tersebut, sehingga nantinya tidak ada kendala berarti
yang banyak ditemukan di lapangan. Meskipun dalam keterbasan demikian, tetapi
SMP Negeri 3 Batang telah berusaha mengoptimalkan pelayanan utamanya untuk
mencerdaskan setiap peserta didik dengan berbagai strategi dan cara untuk
meminimalisasi keterbatasan tersebut.
Aspek lain dalam sebuah pelaksanaan kurikulum, adalah terkait dengan
pendanaan baik dari pihak pemberi mandat, yaitu pemerintah maupun dari instansi-
istansi lain yang terkait dalam pelaksanaan kurikulum baru ini. Pemerintah sendiri
telah menyiapkan banyak dana untuk pelaksanaan kurikulum 2013 ini. pembiayaan
Kurikulum 2013 akan didanai melalui tiga sumber, yakni Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) pusat, bantuan operasional sekolah (BOS), dan dana alokasi khusus
(DAK). Pos-pos anggaran itu akan difokuskan untuk penggandaan buku dan
pelatihan guru. Menurut Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang
Pendidikan, penggandaan buku akan menggunakan dana BOS dan sebagian dari
DAK. Sedangkan untuk pelatihan guru, sebagian besar akan menggunakan dana dari
DIPA pusat. Dalam kurikulum 2013 ini ada sumber dana yang dihilangkan dari
sumber dana yang dapat diperoleh sekolah. Sumber dana tersebut adalah sumber dana
yang berasal dari orang tua/wali siswa dalam pembiayaan berbagai macam
operasional sekolah. Sekolah tidak lagi diperkenankan memungut biaya dari orang
tua/wali siswa dengan alasan operasional. Hal ini tentu menimbulkan beragam
masalah baru bagi sekolah dalam berbagai pengelolaan. Begitu pula kondisinya di
SMP Negeri 3 Batang. Bapak Budi, selaku wakil kepala sekolah, menyatakan bahwa
SMP Negeri 3 Batang mengalami kesulitan dengan perubahan pengelolaan dana
tersebut, namun sekali lagi SMP Negeri 3 Batang tetap berupaya untuk
memaksimalkan pelayanan meskipun dengan pendanaan yang terbatas. Tidak ada
satu hal pun yang pengelolaannya berubah, apalagi dikurangi, meskipun dana untuk
pengelolaannya mengalami perubahan.
Terakhir adalah aspek pemahaman guru terhadap kurikulum 2013. Aspek ini
diantaranya meliputi pemahaman konsep pada kurikulum 2013, aspek penguasaan
materi yang harus disampaikan, pemahaman pada standar isi kurikulum 2013,
pemahaman tentang konsep penilaian, dan lain sebagainya. Berdasarkan data
observasi melalui dapat memperoleh kesimpulan bahwa guru belum begitu
menguasai konsep pada kurikulum 2013. Ada pula masalah lain, guru masih bingung
atau merasa kesulitan serta mengeluhkan tentang sistem penilaian yang dituntut oleh
kurikulum 2013. Sebenarnya, masalah semacam ini tidak hanya dirasakan oleh para
guru SMP Negeri 3 Batang saja, tetapi masih menjadi masalah umum di Indonesia.
Alasannya, pemerintah kurang memberikan penyuluhan serta diklat untuk melatih
pelaksanaan kurikulum 2013. Waktu yang diberikan pemerintah untuk pelatihan atau
penyuluhan semacam itu masih sangat terbatas. Terlebih, tidak seluruh guru
mendapatkan diklat, hanya beberapa guru yang ditunjuk pemerintah saja yang diberi
kesempatan untuk mengikuti diklat. Namun, sesungguhnya Kemendikbud sudah
berusaha mengurangi masalah tersebut dengan membuka klinik khusus agar para
guru bisa berkonsultasi dengan LPTK tentang semua hal mengenai kurikulum 2013.
SMP Negeri 3 Batang juga telah berupaya untuk mengurangi masalah semacam itu
dengan melakukan MGMP tingkat sekolah dimana guru mata pelajaran berkumpul
dan berdiskusi tentang kurikulum 2013 yang menyangkut di bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://abdulhalimsolkan.blogspot.com/2013/11/telaah-dan-analisis-
kurikulum-2013_7450.html
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/standar-pendidikan/2013-07-08-
08-24-43
http://gurupembaharu.com/home/penilaian-hasil-belajar-dalam-pelaksanaan-
kurikulum-2013/
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/standar-pendidikan/2013-07-08-
08-10-34
http://blogindonesiagita.blogspot.co.id/2014/12/permasalahan-implementasi-
kurikulum.html

Anda mungkin juga menyukai