PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hepatitis fulminan banyak dikenal sebagai gagal hati fulminan atau
gagal hati akut. Hepatitis fulminan didefinisikan sebagai akibat nekrosis hepatosit
masif atau gangguan fungsional hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya
tidak menderita penyakit hati (Suchy, 2000; Liu dkk, 2001; Sass, 2005).
Perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait dengan
nekrosis masif dan submasif sel hati, terjadi pada kira-kira 1% kasus hepatitis B
dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A. Penderita koinfeksi
hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang lebih besar dibanding yang
dengan hepatitis B saja. Angka kematian jenis ini tinggi. Pasien yang bertahan
hidup mengalami regenerasi hati normal dan tidak menderita penyakit hati kronik
(Chandrasoma, 2006).
I. TINJAUAN PUSTAKA
B. ANATOMI HEPAR
Hepar terbagi dalam dua belahan utama, yaitu sinistra dan dextra.
Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan
bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transfersus. Permukaannya
dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hepar. Fisura
longitudinal memisahkan sinistra dan dextra di permukaan bawah, sedangkan
ligamen falciformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hepar.
Selanjutnya hepar dibagi kembali menjadi 4 belahan (dextra, sinistra, kaudata,
kwadrata) dan setiap belahan atau lobus terdiri dari lobulus. Lobulus ini
berbentuk polihedral dan terdiri dari sel hepatosit berbentuk kubus, dan cabang-
cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hepar. Hepar mempunyai 2
jenis persediaan darah yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui
vena porta (Pearce, 2006).
Pada hampir 95% pengidap tidak disertai riwayat penyakit hepatitis dan
baru terdeteksi saat pemeriksaan donor darah (Markum, 1991). Anak dengan
hepatitis fulminan biasanya sebelumnya sehat dan paling tidak mempunyai faktor
risiko terhadap penyakit hati seperti hepatitis atau pajanan produk darah. Ikterus
progresif, bau (fetor) hepatikus, demam, nafsu makan menurun, muntah, dan
nyeri abdomen sering terjadi. Penurunan cepat ukuran hati tanpa perbaikan klinis
merupakan tanda yang kurang baik. Diatesis hemoragis dan asites bisa timbul.
Penderita harus diawasi dengan ketat terhadap ensefalopati hepatik, yang pada
awalnya ditandai dengan gangguan minor kesadaran atau fungsi motorik.
Iritabilitas, makan sulit, dan perubahan pada irama tidur mungkin merupakan
satu-satunya temuan pada bayi; asteriksis mungkin bisa ditunjukkan pada anak
yang lebih besar. Penderita sering somnolen atau bingung atau bangun mendadak
dan akhirnya bisa menjadi berespon hanya pada rangsangan nyeri. Penderita
dapat dengan cepat dalam kondisi buruk pada stadium koma yang lebih dalam
dimana respon ekstensor dan postur deserebrasi serta dekortikasi muncul.
Respirasi biasanya meningkat pada awalnya, tetapi gagal respirasi bisa terjadi
pada koma stadium IV. Selain ensefalopati yang biasa terjadi pada hepatitis
fulminan yaitu hipoglikemi dan koagulopati (Suchy, 2000).
Tabel 1. Stadium Ensefalopati Hati
Stadium
I II III IV
Gejala Periode Ngantuk, Struppor Koma
letargi, perilaku tapi bisa IVa
euforia; tidak dibangunk respons
tidur sesuai, an, terhadap
terbalik gelisah, bingung, rangsanga
antara irama, bicara n beracun
siang dan perasaan kacau IVb tidak
malam; lebar, berespons
mungkin disorientas
sadar i
Tanda Sulit Asteriksis, Asteriksis, Arefleksia
menggamb bau hiperefleks , tanpa
ar gambar, hepatikus, is, refleks asteriksis,
melakukan inkontinen ekstensor, lunglai
tugas sia kaku
mental
Elektroens Normal Lambat Tak Tak
efalogram seluruhnya normal normal
, mencolok, bilateral
gelombang gelombang lambat,
θ trifasik gelomban
g δ,
elektrik
korteks
tenang
Pada hepatitis fulminan terjadi nekrosis hati masif. Pada awalnya hati
tampak agak besar, tegang dan merah akibat bendungan dan edema. Kemudian
setelah berhari-hari, daerah nekrotik menjadi kuning sampai merah atau hijau,
bergantung pada jumlah lemak, perdarahan dan empedu bocor yang tampak. Bila
banyak sel hepatosit yang hilang, maka hati menjadi mengecil dan lunak akibat
kolaps kerangka retikulin. Sel hepatosit kebanyakan hilang dengan susunan
parenkim yang masih utuh, yaitu vena centralis yang masih di tengah lobulus
letaknya dan sinusoid yang tersusun radier. Retikulin masih utuh. Sel Kupffer dan
histiosit dapat mengandung lipofucsin yang dilepaskan dari sel hati yang rusak.
Daerah portal mengandung sebukan sel radang. Sisa sel hati yang tidak rusak
biasanya hanya tampak pada tepi lobulus dan kadang menunjukkan kolestasis
intrasel. Setelah terjadi kerusakan, maka lazimnya segera terjadi regenerasi
beberapa sel yang masih utuh, namun pada hepatitis fulminan tidak tampak
regenerasi sel hati karena sel utuh yang dapat membelah diri tidak ada. Proses
terjadi nekrosis terjadi secara cepat dan dapat terjadi tidak diketahui dengan pasti
karena terjadi infeksi yang keras sekali sehingga mematahkan pertahanan tubuh
dengan cepat atau resistensi hati rendah sekali. Perjalanan mikroskopis
menunjukkan serangan yang ditujukan kepada sel hati terjadi serentak dan
menyebabkan disintegrasi. Tidak tampak sel hati yang rusak dan menghilang
secara perlahan. Bagian nekrotik yang tertinggal (sisa) dibawa oleh sirkulasi darah
atau dilarutkan atau diabsorbsikan. Reaksi radang sedikit sekali karena proses
yang pendek dan cepat atau sel Kupffer telah rusak. Sebukan radang yang tampak
di dalam dan di sekitar vena centralis diduga terisi dengan sisa sel. Beberapa sel di
antaranya mengandung lipofucsin yang berasal dari sel hati nektrotik (Darmawan,
1973).
Transplantasi hati harus dilakukan pada semua anak dengan stadium III
atau IV ensefalopati. Kondisi penderita yang harus segera dilakukan transplantasi
hati adalah (Suchy, 2000; Arief, 2005) :
a. Waktu protrombin > 60 detik
b. Penurunan kadar transaminase
c. Peningkatan bilirubin >17,5 mg/dl
d. Penurunan ukuran hati
e. pH < 7,3
f. Hipoglikemia < 70 mg/dl
g. Ensefalopati stadium II-III
Terdapat 2 macam transplantasi hati, orthotopic liver transplantatiom
(OLT) dari donor meninggal, kekurangannya adalah kurangnya persediaan organ
sehingga memerlukan waktu tunggu yang lama. Living related liver transplantion
organ berasal dari donor hidup, diambil lobus kiri donor dewasa sehingga dapat
memperpendek waktu tunggu. Kontraindikasi transplantasi adalah sepsis,
metabolik asidosis yang tak terkoreksi, hipotensi yang memerlukan dosis presor
tinggi, dan perfusi otak dibawah 40 mmHg walau sudah pengobatan (Suchy,
2000; Arief, 2005).
K. KOMPLIKASI
a. Ensefalopati Hepatis
Ensefalopati hepatis adalah gangguan fungsi otak akibat gangguan fungsi
hati akut, dapat timbul dengan adanya faktor pencetus seperti sepsis,
perdarahan saluran cerna, gangguan elektrolit, pemberian sedasi terutama
benzodiazepin (Arief, 2005).
b. Edema Otak
Penyebab utama kematian pada gagal hati akut ditujukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi ini. Edema otak dapat timbul pada ensefalopati stadium
III dan IV, timbul dalam hitungan jam setelah koma yang ditandai dengan
perubahan neurologis seperti pupil anisokor, rigiditas otot, klonus dan kejang
lokal serta hilangnya refleks batang otak. Juga dapat terjadi gangguan pola
pernapasan, bradikardia, peningkatan tekanan darah. Edema otak terjadi bila
terdapat kenaikan tekanan intrakranial > 30 mmHg. Penyebab dari edema otak
tidak diketahui, tetapi faktor iatrogenik seperti kelebihan cairan, gangguan
kadar glukosa darah menyebabkan metabolisme otak anaerob sehingga terjadi
perubahan aliran cairan otak, kegagalan sirkulasi sistemik menyebabkan
iskemia otak dan edema (Arief, 2005).
c. Perdarahan
Gangguan hemostasis disebabkan kegagalan sintesis faktor pembeku dan
faktor fibrinolitik oleh hati, penurunan jumlah dan fungsi trombosit dan
terjadinya koagulasi intravaskular. Faktor koagulasi yang diproduksi hati
adalah faktor I (fibrinogen), II (protrombin), V, VII, IX, X. Penurunan sintesis
menyebabkan pemanjangan waktu protrombin dan partial thromboplastin
time. Waktu protrombin sangat bermanfaat untuk mengukur kemampuan
sintesis faktor pembekuan oleh hati (Arief, 2005).
d. Komplikasi kardiovaskular
Terjadi peningkatan cardiac output karena terjadi penurunan tahanan
vaskular karena endotoksin atau zat berasal dari jaringan hati yang rusak dan
A-V shunting. Terjadi hipotensi tetapi didapatkan akral yang hangat.
Hipotensi disebabkan perdarahan, bakteremia, peningkatan permeabilitas
kapiler. Terjadi sinus takikardi pada 75% penderita, sedang bradikardi
merupakan gejala lanjut dan dihubungkan dengan peningkatan tekanan
intrakranial mencerminkan kegagalan mekanisme regulasi sentral. Kombinasi
hipotensi, vasodilatasi perifer, dan asidosis metabolik merupakan gejala
terminal (Arief, 2005).
e. Komplikasi sistem pernafasan
Sering terjadi gangguan ventilasi dan respon minimal terhadap pemberian
obat-obatan. Pada stadium II-III ensefalopati terjadi hiperventilasi
menyebabkan alkalosis respiratorik. Pada stadium IV terjadi hipoventilasi,
hipoksia, dan hiperkapnea. Kadang terjadi edema paru karena vasodilatasi dan
penurunan integritas vaskuler. Komplikasi lain adalah aspirasi pneumoni,
efusi pleural. Perdarahan paru terjadi pada stadium akhir (Arief, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Liu, M., et all. 2001. Fulminant Viral Hepatitis : Molecular And Cellular Basis, and
Clinical Implication. Expert Reviews. Cambridge University Press. pp 1-19.
Markum, A. H, dkk. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit FK UI : Jakarta.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sadikin, Darmawan. 1973. Patologi. Jakarta. Penerbit Bagian Patologi Anatomik FK
UI.
Sass, David A., Shakil, A. O. 2005. Fulminant Hepatic Failure. Article. CAQ Corner.
Volume 11. pp 594-605.
Sibernagl, S., Lang, F. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.