Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hepatitis fulminan banyak dikenal sebagai gagal hati fulminan atau
gagal hati akut. Hepatitis fulminan didefinisikan sebagai akibat nekrosis hepatosit
masif atau gangguan fungsional hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya
tidak menderita penyakit hati (Suchy, 2000; Liu dkk, 2001; Sass, 2005).
Perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait dengan
nekrosis masif dan submasif sel hati, terjadi pada kira-kira 1% kasus hepatitis B
dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A. Penderita koinfeksi
hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang lebih besar dibanding yang
dengan hepatitis B saja. Angka kematian jenis ini tinggi. Pasien yang bertahan
hidup mengalami regenerasi hati normal dan tidak menderita penyakit hati kronik
(Chandrasoma, 2006).

Data epidemiologi secara internasional didapatkan hepatitis fulminan


yang terjadi pada kasus hepatitis A antara 0,1%-0,4%, hepatitis B 25%-75%,
hepatitis D 50%-70%, hepatitis C dan E jarang sekali terjadi (Suchy, 2000;
Whitington, 2001). Diagnosis hepatitis fulminan dapat ditegakkan berdasarkan
catatan riwayat penderita hepatitis virus, gejala klinis dan pemeriksaan klinis
(Suchy, 2000). Angka kematian hepatitis fulminan masih sangat tinggi yaitu 60-
90%. Pengidap terbanyak yaitu neonatus yaitu 95%, sedangkan pada anak dan
dewasa masing-masing 10% (Markum, 1991).

Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa hepatitis fulminan


merupakan perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang
terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati. Kondisi ini jika tidak
ditindaklanjuti dapat memperburuk kualitas hidup seseorang. Tindakan yang
tepat dapat dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor
risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari hepatitis fulminan.
Oleh karena itu, penulis mengangkat hepatitis fulminan sebagai tema prensentasi
agar mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini sehingga mampu
menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.
B. TUJUAN

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI HEPATITIS FULMINAN

Hepatitis fulminan yaitu perjalanan fulminan yang ditandai oleh


kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati
(Chandrasoma, 2006). Hepatitis fulminan didefinisikan secara ketat sebagai
sindrom klinik akibat nekrosis hepatosit masif atau gangguan fungsional
hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya tidak menderita penyakit hati.
Gangguan ini biasanya berkembang setelah masa kurang dari 8 minggu. Fungsi
sintesis, ekskretori, dan detoksikasi hati seluruhnya terganggu berat, dengan
ensefalopati hepatik suatu kriteria diagnostik yang sangat penting (Suchy, 2000).

B. ANATOMI HEPAR

Hepar terbagi dalam dua belahan utama, yaitu sinistra dan dextra.
Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan
bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transfersus. Permukaannya
dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hepar. Fisura
longitudinal memisahkan sinistra dan dextra di permukaan bawah, sedangkan
ligamen falciformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hepar.
Selanjutnya hepar dibagi kembali menjadi 4 belahan (dextra, sinistra, kaudata,
kwadrata) dan setiap belahan atau lobus terdiri dari lobulus. Lobulus ini
berbentuk polihedral dan terdiri dari sel hepatosit berbentuk kubus, dan cabang-
cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hepar. Hepar mempunyai 2
jenis persediaan darah yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui
vena porta (Pearce, 2006).

Gambar 1. Hepar dilihat dari atas


Gambar 2. Permukaan belakang hepar

Gambar 3. Diagram pembuluh darah yang masuk dan keluar hepar

Arteri hepatica yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima


darahnya kepada hepar; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%. Vena
porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterica superior,
mengantarkan empat perlima darahnya ke hepar; darah ini mempunyai kejenuhan
oksigen hanya 70% sebab beberapa oksigen telah diambil oleh limpa dan usus.
Darah vena porta membawa zat makanan ke hepar yang telah diabsorbsi oleh
mukosa usus halus. Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena cava
inferior. Di dalam vena hepatica tidak terdapat katup. Saluran empedu terbentuk
dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan empedu yang
mengumpulkan empedu dari sel hepatosit. Maka terdapat 4 pembuluh darah
utama yang menjelajahi seluruh hepar, 2 yang masuk ke hepar yaitu arteri
hepatica dan vena porta, dan 2 yang keluar dari hepar yaitu vena hepatica dan
saluran empedu (Pearce, 2006).
C. FISIOLOGI HEPAR

Fungsi hepar bersangkutan dengan metabolisme tubuh khususnya


mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah. Hepar merupakan pabrik kimia
terbesar dalam tubuh karena menjadi perantara metabolisme artinya mengubah zat
makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat di dalam
tubuh, guna dibuat sesuai untuk pemakaiannya di dalam jaringan. Hepar juga
mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dibuat mudah untuk ekskresi ke
saluran empedu dan urin. Hepar juga mempunyai fungsi glikogenik karena
dirangsang oleh kerja suatu enzim maka sel hepatosit menghasilkan glikogen dari
konsentrasi glukosa yang diambil dari makanan hidrat karbon. Zat ini disimpan
sementara oleh sel hepatosit dan diubah kembali menjadi glukosa oleh kerja
enzim bila diperlukan oleh jaringan tubuh. Karena fungsi ini maka hepar
membantu supaya kadar gula yang normal dalam darah yaitu 80-100 mg glukosa
setiap 100 cc darah dapat dipertahankan. Akan tetapi fungsi ini dikendalikan oleh
sekresi dari pankreas, yaitu insulin. Hepar juga dapat mengubah asa amino
menjadi glukosa (Pearce, 2006).
Beberapa dari unsur susunan empedu, misalnya garam empedu, dibuat
dalam hepar; unsur lain misalnya pigmen empedu dibentuk di dalam sistem
retikulo-endotelium dan dialirkan ke dalam empedu oleh hati. Hepar menerima
asam amino yang diabsorbsi oleh darah. Di dalam hati terjadi deaminasi oleh sel,
artinya nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino, dan amonia diubah menjadi
ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari daerah oleh ginjal dan diekskresikan ke
dalam urin (Pearce, 2006).
Hepar menyiapkan lemak untuk pemecahannya terakhir menjadi hasil
akhir asam karbonat dan air. Garam empedu yang dihasilkan oleh hati adalah
penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak. Kekurangan garam empedu
mengurangi absorbsi lemak dan karena itu dapat berjalan tanpa perubahan masuk
feses seperti yang terjadi pada beberapa gangguan pencernaan pada anak, pada
penyakit coeliac, seriawa tropik dan gangguan tertentu pada pankreas (Pearce,
2006).
Hepar juga bersangkutan dengan isi normal darah :
a) Hepar membentuk sel darah merah pada masa hidup janin
b) Hepar berperan dalam penghancuran sel darah merah
c) Menyimpan hematin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah
merah baru
d) Membuat sebagian besar dari protein plasma
e) Membersihkan bilirubin dari darah
f) Berkenaan dengan penghasilan protrombin dan fibrinogen yang perlu
untuk penggumpalan darah
Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak,
vitamin dan besi. Vitamin A dan D yang dapat larut lemak disimpan di dalam
hepar, maka itulah mengapa minyak hati merupakan sumber vitamin ini yang
begitu baik. Hepar membantu mempertahankan suhu tubuh sebab luasnya organ
dan banyaknya kegiatan metabolik yang berlangsung mengakibatkan darah yang
mengalir melalui organ itu naik suhunya. Hepar juga memiliki fungsi detoksikasi.
Beberapa obat tidur dan dan alkohol dapat dimusnahkan sama sekali oleh hepar;
tetapi dalam dosis besar obat bius dapat merusak sel hepar (Pearce, 2006).

D. ETIOLOGI HEPATITIS FULMINAN

Hepatitis fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus (A,


B, D, E , mungkin C, dan lain-lain). Risiko tinggi hepatitis fulminan yang tidak
biasa terjadi pada orang muda yang menderita infeksi campuran dengan hepatitis
virus B (HBV) dan hepatitis D. Mutasi pada daerah piranti (precore) DNA
hepatitis virus B (HBV) dihubungkan dengan hepatitis berat dan fulminan.
Hepatitis B juga menyebabkan beberapa kasus hepatitis fulminan yang tanpa
petanda serologis infeksi HBV tetapi dengan DNA HBV yang ditemukan dalam
hati. Hepatitis virus C dan E jarang menyebabkan hepatitis fulminan di Amerika
Serikat. Suatu tambahan, virus yang tidak dikenali menyebabkan sebagian besar
dari apa yang di masa lalu dikenal sebagai hepatitis fulminan non-A, non-B.
Bentuk ini mungkin merupakan penyebab yang paling sering dari hepatitis
fulminan pada anak. Penyakit ini terjadi secara sporadis dan biasanya tanpa faktor
risiko parenteral hepatitis B atau C. Infeksi virus Eipstein-Bar, virus herpes
simpleks, adenovirus, enterovirus sitomegalovirus, dan varisela zooster bisa
menyebabkan hepatitis fulminan pada anak (Suchy, 2000)

Berbagai obat dan bahan kimia hepatotoksik bisa juga menyebabkan


hepatitis fulminan, jejas hati yang bisa diramal adalah setelah pemaparan pada
karbon tetraklorid dan jamur Amanita phalloides atau setelah dosis asetaminofen
berlebihan. Kerusakan idiosinkrasi bisa pasca pemakaian obat-obatan seperti
halotan atau natrium valproat. Iskemia dan hipoksia akibat oklusi vaskuler
hepatik, gagal jantung kongestif, penyakit jantung sianotik kongenital, atau syok
sirkulasi bisa menyebabkan gagal hati. Gangguan metabolik yang terkait dengan
gagal hati adalah penyakit Wilson, triosinemia herediter, intoleransi fruktosa
herediter, penyakit penyimpanan besi neonatus, defek pada β-oksidasi asam
lemak, dan defisiensi pengangkutan elektron mitokondria (Suchy, 2000).

Pada penelitian Nazia Latif di Karachi (2010), penyebab terbesar yaitu


akibat dari hepatitis A (51%) dan selain itu karena penyebab non-viral, metabolik,
drug induced. Terdapat 8% pasien terkena hepatitis fulminan karena Wilson’s
disease, 2% karena hepatitis autoimun (Latif, 2010).

E. MANIFESTASI KLINIS HEPATITIS FULMINAN

Pada hampir 95% pengidap tidak disertai riwayat penyakit hepatitis dan
baru terdeteksi saat pemeriksaan donor darah (Markum, 1991). Anak dengan
hepatitis fulminan biasanya sebelumnya sehat dan paling tidak mempunyai faktor
risiko terhadap penyakit hati seperti hepatitis atau pajanan produk darah. Ikterus
progresif, bau (fetor) hepatikus, demam, nafsu makan menurun, muntah, dan
nyeri abdomen sering terjadi. Penurunan cepat ukuran hati tanpa perbaikan klinis
merupakan tanda yang kurang baik. Diatesis hemoragis dan asites bisa timbul.
Penderita harus diawasi dengan ketat terhadap ensefalopati hepatik, yang pada
awalnya ditandai dengan gangguan minor kesadaran atau fungsi motorik.
Iritabilitas, makan sulit, dan perubahan pada irama tidur mungkin merupakan
satu-satunya temuan pada bayi; asteriksis mungkin bisa ditunjukkan pada anak
yang lebih besar. Penderita sering somnolen atau bingung atau bangun mendadak
dan akhirnya bisa menjadi berespon hanya pada rangsangan nyeri. Penderita
dapat dengan cepat dalam kondisi buruk pada stadium koma yang lebih dalam
dimana respon ekstensor dan postur deserebrasi serta dekortikasi muncul.
Respirasi biasanya meningkat pada awalnya, tetapi gagal respirasi bisa terjadi
pada koma stadium IV. Selain ensefalopati yang biasa terjadi pada hepatitis
fulminan yaitu hipoglikemi dan koagulopati (Suchy, 2000).
Tabel 1. Stadium Ensefalopati Hati
Stadium
I II III IV
Gejala Periode Ngantuk, Struppor Koma
letargi, perilaku tapi bisa IVa
euforia; tidak dibangunk respons
tidur sesuai, an, terhadap
terbalik gelisah, bingung, rangsanga
antara irama, bicara n beracun
siang dan perasaan kacau IVb tidak
malam; lebar, berespons
mungkin disorientas
sadar i
Tanda Sulit Asteriksis, Asteriksis, Arefleksia
menggamb bau hiperefleks , tanpa
ar gambar, hepatikus, is, refleks asteriksis,
melakukan inkontinen ekstensor, lunglai
tugas sia kaku
mental
Elektroens Normal Lambat Tak Tak
efalogram seluruhnya normal normal
, mencolok, bilateral
gelombang gelombang lambat,
θ trifasik gelomban
g δ,
elektrik
korteks
tenang

F. PATOLOGI HEPATITIS FULMINAN

Pada hepatitis fulminan terjadi nekrosis hati masif. Pada awalnya hati
tampak agak besar, tegang dan merah akibat bendungan dan edema. Kemudian
setelah berhari-hari, daerah nekrotik menjadi kuning sampai merah atau hijau,
bergantung pada jumlah lemak, perdarahan dan empedu bocor yang tampak. Bila
banyak sel hepatosit yang hilang, maka hati menjadi mengecil dan lunak akibat
kolaps kerangka retikulin. Sel hepatosit kebanyakan hilang dengan susunan
parenkim yang masih utuh, yaitu vena centralis yang masih di tengah lobulus
letaknya dan sinusoid yang tersusun radier. Retikulin masih utuh. Sel Kupffer dan
histiosit dapat mengandung lipofucsin yang dilepaskan dari sel hati yang rusak.
Daerah portal mengandung sebukan sel radang. Sisa sel hati yang tidak rusak
biasanya hanya tampak pada tepi lobulus dan kadang menunjukkan kolestasis
intrasel. Setelah terjadi kerusakan, maka lazimnya segera terjadi regenerasi
beberapa sel yang masih utuh, namun pada hepatitis fulminan tidak tampak
regenerasi sel hati karena sel utuh yang dapat membelah diri tidak ada. Proses
terjadi nekrosis terjadi secara cepat dan dapat terjadi tidak diketahui dengan pasti
karena terjadi infeksi yang keras sekali sehingga mematahkan pertahanan tubuh
dengan cepat atau resistensi hati rendah sekali. Perjalanan mikroskopis
menunjukkan serangan yang ditujukan kepada sel hati terjadi serentak dan
menyebabkan disintegrasi. Tidak tampak sel hati yang rusak dan menghilang
secara perlahan. Bagian nekrotik yang tertinggal (sisa) dibawa oleh sirkulasi darah
atau dilarutkan atau diabsorbsikan. Reaksi radang sedikit sekali karena proses
yang pendek dan cepat atau sel Kupffer telah rusak. Sebukan radang yang tampak
di dalam dan di sekitar vena centralis diduga terisi dengan sisa sel. Beberapa sel di
antaranya mengandung lipofucsin yang berasal dari sel hati nektrotik (Darmawan,
1973).

G. PATOGENESIS HEPATITIS FULMINAN

Mekanisme yang menyebabkan hepatitis fulminan masih kurang


dimengerti. Belum diketahui mengapa hanya sekitar 1-2% penderita hepatitis
virus mengalami gagal hati. Destruksi masif hepatosit bisa menggambarkan efek
sitotoksik virus langsung dan respon imun terhadap antigen virus. Sepertiga
sampai setengah penderita dengan gagal hati akibat HBV menjadi negatif untuk
HbsAg serum dalam beberapa hari penyajian dan sering tidak dapat mendeteksi
HbeAg atau DNA HBV dalam serum. Penemuan ini mengesankan suatu respon
hiperimun terhadap virus yang mendasari nekrosis hati yang masif. Pembentukan
metabolit hepatotoksik yang melekat secara kovalen pada unsur pokok sel
makromolekul dilibatkan dalam jejas hati yang disebabkan oleh obat-obatan
seperti asetaminofen dan isoniazid; hepatitis fulminan bisa pasca pengosongan
substrat intraseluler yang terlibat pada detoksifikasi, terutama glutation. Apapun
penyebab awal jejas hepatosit, berbagai faktor bisa turut berperan pada
patogenesis gagal hati, termasuk gangguan regenerasi hepatosit, perubahan perfusi
parenkim, endotoksemia, dan penurunan fungsi retikuloendotelial hati (Suchy,
2000).
Patogenesis ensefalopati hati bisa berhubungan dengan kenaikan kadar
amonia serum, neurotransmitter palsu, amin, kenaikan aktivitas reseptor asam γ-
aminobutirat, atau kenaikan kadar senyawa seperti benzodiazepin endogen dalam
sirkulasi. Penurunan klirens (bersihan) hati dari bahan ini bisa menyebabkan
disfungsi sistem saraf sentral yang nyata (Suchy, 2000).

H. PATOFISIOLOGI HEPATITIS FULMINAN

Hepatitis fulminan memiliki berbagai akibat yang berbahaya.


Hipoalbuminemia akibat penurunan sintesis protein di hati sehingga dapat
menimbulkan asites dan dan edema. Asites dan edema menyebabkan volume
plasma yang berkurang sehingga menyebabkan hiperaldosteronisme sekunder dan
hipokalemia yang selanjutnya menimbulkan alkalosis (pembentukan NH4+ di
ginjal meningkat). Selain itu, berkurangnya kemampuan hati untuk mnsintesis
menyebabkan penurunan konsentrasi faktor pembekuan di dalam plasma.
Kolestasis yaitu penyumbatan aliran empedu dapat terjadi dan memicu
kencenderungan perdarahan karena kekurangan garam empedu akan menurunkan
pembentukan misel dan juga absorbsi vitamin K di usus sehingga karboksilasi-γ
dari faktor pembekuan II (protrombin), VII, IX, dan X yang tergantung vitamin K
berkurang (Sibernagl, 2007).

Hipertensi portal dapat terjadi pada hepatitis fulminan yang akan


menyebabkan asites dan akan lebih buruk karena terjadi penghambatan aliran
limfe yang selanjutnya menyebabkan trombositopenia akibat splenomegali dan
pembentukan varises esofagus. Defisiensi faktor pembekuan aktif,
trombositopenia, dan varises esofagus dapat menyebabkan perdarahan hebat.
Hipertensi portal dalam keadaan seperti ini dapat menyebabkan enteropati
eksudatif dan meningkatkan asites karena hilangnya albumin dari plasma, selain
memberi kesempatan pada bakteri di usus besar untuk diberi makan dengan
protein yang telah melewati lumen usus sehingga meningkatkan pelepasan
amonium yang bersifat toksik terhadap otak. Pada hipertensi portal, zat yang
bersifat toksik (seperti amin, fenol, asam lemak rantai pendek) terhadap otak akan
melewati hati dan tidak akan dibuang oleh hati seperti yang seharusnya sehingga
terjadi ensefalopati. Otak menghasilkan transmitter palsu (misalnya serotonin)
dari asam amino aromatik karena jumlahnya yang meningkat di dalam plasma
juga berperan dalam ensefalopati (Sibernagl, 2007).

Hiperamonemia yang berperan terhadap terjadinya ensefalopati (apatis,


memory gaps, tremor, akhirnya koma hepatikum) meningkat karena perdarahan
saluran cerna yang juga berperan dalam peningkatan suplai protein ke kolon, hati
tidak lagi mampu mengubah amonium (NH3, NH4+) menjadi urea, hipokalemia
yang menyebabkan asidosis intrasel yang mengaktifkan pembentukan amonium di
sel tubulus proksimal dan pada saat yang sama menyebabkan alkalosis sistemik
(Sibernagl, 2007).

I. DIAGNOSIS HEPATITIS FULMINAN

Pada anamnesis ditemukan keluhan perut membesar (asites), demam,


sakit perut, kulit gatal, mual, badan lemas, mengeluhkan air kemih berwarna
gelap. Jika pada bayi, alloanamnesis mengeluhkan bayi menjadi rewel, sulit
makanan, dan gangguan siklus tidur bayi. Bila hepatitis fulminan semakin lanjut,
akan ditemukan gangguan kesadaran kurang lebih dari 2 minggu setelah
terjadinya kuning. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan ikterus, asites, bisa
terdapat hepatomegali atau justru hati menjadi kecil, mungkin juga ditemukan
perdarahan gastrointestinal. Perhatikan juga gejala-gejala adanya edema serebral
yaitu adanya peningkatan dari tonus otot, hipertensi, kejang, dan agitasi. Penting
untuk mengetahui apakah hepatitis fulminan terjadi karena infeksi, pengaruh
obat-obatan dan penyingkiran penyakit hati metabolik. Diagnosis secara klinis
dicurigai pada pasien kuning yang perkembangan ensefalopati dalam waktu 8
minggu sejak onset penyakit kuning. Pemeriksaan biokimiawi didapatkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi (serum total bilirubin > 1,5 mg/dl), peningkatan
aminotransferase (>10.000 IU/L), peningkatan amonia plasma (> 100 IU/L),
koagulopati (protrombin > 40 detik), peningkatan fungsi hati (SGPT > 40 IU/L)
(Kelly, 1993; Suchy, 2000; Arief, 2005; Latif, 2010).

J. PENATALAKSANAAN HEPATITIS FULMINAN

Manajemen hepatitis fulminan hanya suportif, tidak ada terapi yang


diketahui mengembalikan jejas hepatosit atau meningkatkan regenerasi hepar.
Bayi atau anak dengan koma hepatikum yang lanjut harus ditangani dalam unit
perawatan intensif yang memungkinkan monitor terus-menerus fungsi vital.
Intubasi endotrakeal mungkin dibutuhkan untuk mencegah aspirasi, mengurangi
edema serebri dengan hiperventilasi, dan mempermudah perawatan paru.
Mekanisme ventilasi dan pemberian oksigen sering dibutuhkan pada koma yang
lanjut. Larutan glukosa dan elektrolit harus diberikan secara intravena untuk
mempertahankan keluaran urin, untuk mengoreksi atau mencegah hipoglikemia,
dan untuk mempertahankan kadar kalium serum normal. Hiponatremia sering ada
tetapi biasanya karena dilusi dan bukan akibat pengosongan natrium.
Penambahan kalsium, fosfor, dan magnesium parenteral mungkin dibutuhkan.
Koagulopati harus diobati dengan pemberian vitamin K parenteral dan mungkin
memerlukan plasma beku segar; koagulasi intravaskuler tersebar (DIC) bisa juga
terjadi. Plasmaferesis bisa memungkinkan koreksi sementara diatesis perdarahan
tanpa mengakibatkan beban volume berlebihan. Pemakaian antasid atau penyekat
reseptor H2 profilaksis atau keduanya harus dipertimbangkan karena risiko tinggi
terjadi perdarahan saluran cerna. Hipovolemia harus dihindari dan diobati dengan
infus cairan dan produk darah yang memadai. Disfungsi ginjal bisa terjadi akibat
dehidrasi, akibat nekrosis tubuler akut, atau akibat gagal ginjal fungsional
(sindrom hepatorenal). Penderita harus diawasi dengan ketat terhadap infeksi,
meliputi sepsis, pneumonia, peritonitis, dan infeksi saluran kemih. Sedikitnya
50% penderita mengalami infeksi serius. Organisme gram positif
(Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) adalah patogen yang paling
sering tetapi infeksi gram negatif dan jamur juga diamati. Edema serebral adalah
komplikasi yang sangat serius yang berespon jelek terhadap pemberian
kortikosteroid dan diuresis osmotik. Pemantauan tekanan intrakranial mungkin
berguna dalam mencegah edema serebral berat, dalam mempertahankan tekanan
perfusi serebral, dan dalam menentukan kenyamanan penderita untuk
transplantasi hati (Arief, 2005; Suchy, 2000).

Perdarahan saluran cerna, infeksi, konstipasi, sedasi, keseimbangan


elektrolit, dan hipovolemia bisa mempercepat ensefalopati dan harus dikenali dan
dikoreksi. Masukan protein harus dibatasi atau dihentikan. Usus harus
dibersihkan dengan enema. Laktulosa harus diberikan setiap 2-4 jam oral atau
dengan pipa nasogastrik dengan dosis 10-5-mL cukup untuk menyebabkan diare.
Dosis ini kemudian disesuaikan terhadap hasil beberapa gerakan usus asam,
longgar, tiap hari. Sirup laktulosa yang diencerkan dengan voume 1-3 volume air
bisa juga diberikan sebagai enema retensi setiap 6 jam. Laktulosa adalah
disakarida yang tidak bisa diabsorbsi, dimetabolisasi menjadi asam organik oleh
bakteri kolon; bahan ini mungkin menurunkan kadar amonia darah dengan
menurunkan produksi amonia mikroba dan melalui penjeratan amonia dalam
kandungan asam usus. Pemberian antibiotik yang tidak bisa diabsorbsi per oral
atau rektal seperti neomisin bisa mengurangi produksi amonia yang dihasilkan
bakteri usus. Flumazenil, suatu antagonis benzodiazepin bisa menyembuhkan
ensefalopati hepatik awal (Arief, 2005; Suchy, 2000).

Penelitian terkendali telah menunjukkan hasil yang paling jelek daripada


hepatitis fulminan pada penderita yang diobati dengan kortikosteroid. Berbagai
pendekatan telah digunakan untuk membantu hati dalam mengeluarkan toksin
neuroaktif seperti plasmaferesis atau perfusi plasma penderita melalui kolom
arang atau resin pengikat lain. Walaupun penderita bisa mengalami perbaikan
pada ensefalopati, ada sedikit bukti bahwa pengobatan ini memperbaiki
ketahanan hidup. Beberapa alat bantu hati yang mengandung biakan hepatosit
juga digunakan secara eksperimental dalam upaya memungkinkan regenerasi hati
penderita atau untuk sementara sampai donor organ yang cocok tersedia.
Transplantasi hati orthotopik mungkin menyelamatkan hidup para penderita yang
mencapai stadium koma hepatikum lanjut. Pengurangan ukuran alograf dan
transplantasi donor hidup adalah kemajuan yang penting dalam pengobatan bayi
dengan gagal hati (Suchy, 2000; Arief, 2005).

Transplantasi hati harus dilakukan pada semua anak dengan stadium III
atau IV ensefalopati. Kondisi penderita yang harus segera dilakukan transplantasi
hati adalah (Suchy, 2000; Arief, 2005) :
a. Waktu protrombin > 60 detik
b. Penurunan kadar transaminase
c. Peningkatan bilirubin >17,5 mg/dl
d. Penurunan ukuran hati
e. pH < 7,3
f. Hipoglikemia < 70 mg/dl
g. Ensefalopati stadium II-III
Terdapat 2 macam transplantasi hati, orthotopic liver transplantatiom
(OLT) dari donor meninggal, kekurangannya adalah kurangnya persediaan organ
sehingga memerlukan waktu tunggu yang lama. Living related liver transplantion
organ berasal dari donor hidup, diambil lobus kiri donor dewasa sehingga dapat
memperpendek waktu tunggu. Kontraindikasi transplantasi adalah sepsis,
metabolik asidosis yang tak terkoreksi, hipotensi yang memerlukan dosis presor
tinggi, dan perfusi otak dibawah 40 mmHg walau sudah pengobatan (Suchy,
2000; Arief, 2005).

K. KOMPLIKASI

a. Ensefalopati Hepatis
Ensefalopati hepatis adalah gangguan fungsi otak akibat gangguan fungsi
hati akut, dapat timbul dengan adanya faktor pencetus seperti sepsis,
perdarahan saluran cerna, gangguan elektrolit, pemberian sedasi terutama
benzodiazepin (Arief, 2005).
b. Edema Otak
Penyebab utama kematian pada gagal hati akut ditujukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi ini. Edema otak dapat timbul pada ensefalopati stadium
III dan IV, timbul dalam hitungan jam setelah koma yang ditandai dengan
perubahan neurologis seperti pupil anisokor, rigiditas otot, klonus dan kejang
lokal serta hilangnya refleks batang otak. Juga dapat terjadi gangguan pola
pernapasan, bradikardia, peningkatan tekanan darah. Edema otak terjadi bila
terdapat kenaikan tekanan intrakranial > 30 mmHg. Penyebab dari edema otak
tidak diketahui, tetapi faktor iatrogenik seperti kelebihan cairan, gangguan
kadar glukosa darah menyebabkan metabolisme otak anaerob sehingga terjadi
perubahan aliran cairan otak, kegagalan sirkulasi sistemik menyebabkan
iskemia otak dan edema (Arief, 2005).
c. Perdarahan
Gangguan hemostasis disebabkan kegagalan sintesis faktor pembeku dan
faktor fibrinolitik oleh hati, penurunan jumlah dan fungsi trombosit dan
terjadinya koagulasi intravaskular. Faktor koagulasi yang diproduksi hati
adalah faktor I (fibrinogen), II (protrombin), V, VII, IX, X. Penurunan sintesis
menyebabkan pemanjangan waktu protrombin dan partial thromboplastin
time. Waktu protrombin sangat bermanfaat untuk mengukur kemampuan
sintesis faktor pembekuan oleh hati (Arief, 2005).
d. Komplikasi kardiovaskular
Terjadi peningkatan cardiac output karena terjadi penurunan tahanan
vaskular karena endotoksin atau zat berasal dari jaringan hati yang rusak dan
A-V shunting. Terjadi hipotensi tetapi didapatkan akral yang hangat.
Hipotensi disebabkan perdarahan, bakteremia, peningkatan permeabilitas
kapiler. Terjadi sinus takikardi pada 75% penderita, sedang bradikardi
merupakan gejala lanjut dan dihubungkan dengan peningkatan tekanan
intrakranial mencerminkan kegagalan mekanisme regulasi sentral. Kombinasi
hipotensi, vasodilatasi perifer, dan asidosis metabolik merupakan gejala
terminal (Arief, 2005).
e. Komplikasi sistem pernafasan
Sering terjadi gangguan ventilasi dan respon minimal terhadap pemberian
obat-obatan. Pada stadium II-III ensefalopati terjadi hiperventilasi
menyebabkan alkalosis respiratorik. Pada stadium IV terjadi hipoventilasi,
hipoksia, dan hiperkapnea. Kadang terjadi edema paru karena vasodilatasi dan
penurunan integritas vaskuler. Komplikasi lain adalah aspirasi pneumoni,
efusi pleural. Perdarahan paru terjadi pada stadium akhir (Arief, 2005).

L. PROGNOSIS HEPATITIS FULMINAN

Anak-anak dengan hepatitis fulminan bisa menjadi lebih baik daripada


orang dewasa, tetapi angka kematian keseluruhan di atas 70%. Prognosis sangat
bervariasi tergantung pada penyebab dan derajat ensefalopati hepatikanya.
Dengan dukungan medis yang intensif angka ketahanan hidup 50-60% terjadi
pada gagal hati yang mengkomplikasi kelebihan dosis asetaminofen dan pada
infeksi virus hepatitis A dan B fulminan. Sebaliknya, penyembuhan dapat
diharapkan hanya pada 10-20% penderita dengan gagal hati yang disebabkan oleh
hepatitis non-A, non-B, non-C atau penyakit Wilson yang mulai akut. Pada
penderita yang keadaannya lebih buruk menjadi koma stadium IV prognosisnya
sangat jelek. Komplikasi utama seperti sepsis, perdarahan berat, atau gagal ginjal
meningkatkan mortalitas. Penelitian menunjukkan bahwa ikterus lebih dari 7 hari
sebelum mulai ensefalopati, waktu protrombin lebih dari 50 detik, dan bilirubin
serum lebih dari 17,5 mg/dL (300 µmol/L) menunjukkan prognosis jelek tidak
tergantung dari stadium awal koma hepatikum. Ketahanan hidup 50-70% bisa
dicapai pada penderita dengan prognosis yang paling jelek pasca transplantasi hati
orthotopik. Penderita yang membaik pada hepatitis fulminan dengan hanya
perawatan pendukung (suportif) biasanya tidak mengalami sirosis atau penyakit
hati kronis. Anemia aplastik adalah komplikasi yang lazim dan biasanya
mematikan pada hepatitis fulminan akibat dari hepatitis non-A, non-B, non-C
sporadis (Suchy, 2000).
II. KESIMPULAN

1. Hepatitis fulminan yaitu perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan


hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati .
2. Hepatitis fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus (A, B,
D, E , mungkin C, dan lain-lain). Terjadi pada kira-kira 1% kasus hepatitis B
dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A. Penderita koinfeksi
hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang lebih besar dibanding
yang dengan hepatitis B saja.
3. Gejala hepatitis fulminan yaitu ikterus progresif, bau (fetor) hepatikus,
demam, nafsu makan menurun, muntah, nyeri abdomen, penurunan cepat
ukuran hati, diatesis hemoragis, asites bisa timbul. Iritabilitas, makan sulit, dan
perubahan pada irama tidur mungkin merupakan satu-satunya temuan pada
bayi; asteriksis mungkin bisa ditunjukkan pada anak yang lebih besar.
Penderita sering somnolen atau bingung atau bangun mendadak dan akhirnya
bisa menjadi berespon hanya pada rangsangan nyeri. Penderita dapat dengan
cepat dalam kondisi buruk pada stadium koma yang lebih dalam dimana
respon ekstensor dan postur deserebrasi serta dekortikasi muncul. Respirasi
biasanya meningkat pada awalnya, tetapi gagal respirasi bisa terjadi pada
koma stadium IV.
4. Mekanisme yang menyebabkan hepatitis fulminan masih kurang dimengerti.
Belum diketahui mengapa hanya sekitar 1-2% penderita hepatitis virus
mengalami gagal hati. Destruksi masif hepatosit bisa menggambarkan efek
sitotoksik virus langsung dan respon imun terhadap antigen virus.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.
6. Manajemen hepatitis fulminan hanya suportif, tidak ada terapi yang diketahui
mengembalikan jejas hepatosit atau meningkatkan regenerasi hepar.
7. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu ensefalopati hepatis, edema otak,
perdarahan, komplikasi kardiovaskular, komplikasi sistem pernafasan.
8. Prognosis sangat bervariasi tergantung pada penyebab gagal hati dan derajat
ensefalopati hepatikanya. Dengan dukungan medis yang intensif angka
ketahanan hidup 50-60% terjadi pada gagal hati yang mengkomplikasi
kelebihan dosis asetaminofen dan pada infeksi virus hepatitis A dan B
fulminan. Sebaliknya, penyembuhan dapat diharapkan hanya pada 10-20%
penderita dengan gagal hati yang disebabkan oleh hepatitis non-A, non-B,
non-C atau penyakit Wilson yang mulai akut. Pada penderita yang keadaannya
lebih buruk menjadi koma stadium IV prognosisnya sangat jelek.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sjamsul. 2005. Tatalaksana Gagal Hati Akut. Surabaya.


Chandrasoma, Parakrama, Taylor, Clive R. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi
2. Jakarta. EGC.
Kelly, DA. 1993. Fulminant hepatitis and acute liver failure. Management of
Digestive and Liver Disorders in Infants and Children. Eds, JP Buts and EM
Sokal. Elsevier Science. pp 577-593
Latif, N., Mehmood, K. 2010. Risk Factor for Fulminant Hepatic Failure And Their
Relation With Outcome In Children. Original Article. J Pak Med Assoc. pp 175-
178.

Liu, M., et all. 2001. Fulminant Viral Hepatitis : Molecular And Cellular Basis, and
Clinical Implication. Expert Reviews. Cambridge University Press. pp 1-19.

Markum, A. H, dkk. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit FK UI : Jakarta.

Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sadikin, Darmawan. 1973. Patologi. Jakarta. Penerbit Bagian Patologi Anatomik FK
UI.
Sass, David A., Shakil, A. O. 2005. Fulminant Hepatic Failure. Article. CAQ Corner.
Volume 11. pp 594-605.
Sibernagl, S., Lang, F. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Suchy, Frederick J. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta. EGC.


Whitington, P. F.; Alonso, E. M. 2001. Fulminant Hepatitis in Children: Evidence
for an Unidentified Hepatitis Virus. Invited Review. Journal of Pediatric

Anda mungkin juga menyukai

  • KESEHATAN IBU DAN ANAK
    KESEHATAN IBU DAN ANAK
    Dokumen11 halaman
    KESEHATAN IBU DAN ANAK
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Adalah
    Diabetes Adalah
    Dokumen1 halaman
    Diabetes Adalah
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen31 halaman
    Bab I
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Hepatitis Hanny
    Hepatitis Hanny
    Dokumen21 halaman
    Hepatitis Hanny
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Lengkap Edit Dikit
    Lengkap Edit Dikit
    Dokumen48 halaman
    Lengkap Edit Dikit
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • BP Hanny
    BP Hanny
    Dokumen16 halaman
    BP Hanny
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Identitas Pasien
    Identitas Pasien
    Dokumen8 halaman
    Identitas Pasien
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • SN
    SN
    Dokumen15 halaman
    SN
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Identitas Pasien
    Identitas Pasien
    Dokumen10 halaman
    Identitas Pasien
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • SN
    SN
    Dokumen8 halaman
    SN
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • SN
    SN
    Dokumen15 halaman
    SN
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen30 halaman
    PPT
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Lengkap
    Lengkap
    Dokumen52 halaman
    Lengkap
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • GagalHatiFulminan
    GagalHatiFulminan
    Dokumen10 halaman
    GagalHatiFulminan
    Bachtiar Fanani
    Belum ada peringkat
  • GagalHatiFulminan
    GagalHatiFulminan
    Dokumen10 halaman
    GagalHatiFulminan
    Bachtiar Fanani
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Baruu 1
    Baruu 1
    Dokumen29 halaman
    Baruu 1
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Senin
    Senin
    Dokumen1 halaman
    Senin
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Baru
    Daftar Isi Baru
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi Baru
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen6 halaman
    Bab V
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Dhaneswara Adhyatama W 22010110120016 Bab2KTI
    Dhaneswara Adhyatama W 22010110120016 Bab2KTI
    Dokumen30 halaman
    Dhaneswara Adhyatama W 22010110120016 Bab2KTI
    Firmansyah
    Belum ada peringkat
  • 5.2 Saran 5.2.1 Saran Akademis
    5.2 Saran 5.2.1 Saran Akademis
    Dokumen1 halaman
    5.2 Saran 5.2.1 Saran Akademis
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Informed Consent
    Informed Consent
    Dokumen1 halaman
    Informed Consent
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • GagalHatiFulminan
    GagalHatiFulminan
    Dokumen10 halaman
    GagalHatiFulminan
    Bachtiar Fanani
    Belum ada peringkat
  • Jadi
    Jadi
    Dokumen10 halaman
    Jadi
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • LLL
    LLL
    Dokumen6 halaman
    LLL
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • SJRH
    SJRH
    Dokumen4 halaman
    SJRH
    hmhida
    Belum ada peringkat
  • Abcde DDD
    Abcde DDD
    Dokumen2 halaman
    Abcde DDD
    hmhida
    Belum ada peringkat