Anda di halaman 1dari 100

HAKIKAT FISIKA

Peta Konsep

HAKIKAT FISIKA, METODE ILMIAH,


BESARAN, PENGUKURAN, DAN ANGKA
PENTING

Metode Besaran - Besaran Angka Penting dan


Hakikat Fisika Pengukuran
Ilmiah Fisika Notasi Ilmiah

• Pengertian Fisika • Pengertian Metode • Besaran - Besaran Pokok • Mengukur


• Tujuan Pembelajaran Ilmiah dan Dimensinya Besaran Panjang • Angka Penting
Fisika • Unsur - Unsur Metode • Besaran - Besaran • Mengukur
Ilmiah Turunan dan Dimensinya • Notasi Ilmiah
• Hakikat Fisika sebagai : Besaran Massa
- produk • Kriteria Metode Ilmiah • Besaran Skalar • Mengukur
- proses • Karakteristik Metode • Besaran Vektor Besaran Waktu
- sikap Ilmiah
• Ruang Lingkup Fisika • Langkah - Langkah
Metode Ilmiah

1. Indikator Keberhasilan:
1. Siswa dapat menyebutkan komponen hakikat fisika
2. Siswa dapat mendefinisikan pengertian fisika
3. Siswa dapat menyebutkan contoh-contoh fisika sebagai produk
4. Siswa dapat menyebutkan contoh-contoh fisika sebagai proses
5. Siswa dapat menyebutkan contoh-contoh fisika sebagai sikap ilmiah
6. Siswa dapat menyebutkan ruang lingkup fisika
7. Siswa dapat menjelaskan besaran – besaran fisika dan pengukuran
2. Uraian Materi
A. HAKIKAT FISIKA
1. Pengertian Fisika
 Fisika berasal dari bahasa Yunani yaitu physikos yang artinya “alamiah”.

 Fisika adalah bidang ilmu yang banyak membahas tentang alam dan gejalanya,
dari yang bersifat riil (terlihat secara nyata) hingga yang bersifat abstrak atau
bahkan hanya berbentuk teori yang pembahasannya melibatkan kemampuan
imajinasi atau keterlibatan gambaran mental yang kuat (Sutarto, 2008).

2. Tujuan Pembelajaran Fisika


• Memahami ilmu yang membicarakan di mana mereka hidup.

• Membangkitkan dan menumbuhkan perhatian terhadap fisika, dicapai melalui :

1. Menggunakan metode belajar yang sesuai.

2. Mengajarkan konsep- konsep fisika.

3. Menunjukkan hubungan antara fisika dan lingkungannya.


1
• Membangkitkan sikap ingin tahu, dicapai melalui :

1. Mengajukan banyak persoalan pada siswa.

2. Merangsang anak didik mengadakan pengamatan atau percobaan.

• Mengajarkan anak didik berpikir ilmiah.

• Menumbuhkan keterampilan dasar tertentu yang diperlukan pada penyelidikan


sederhana.

• Menekankan adanya hubungan antara fisika dengan bidang ilmu lain (Druxes,
1984).

3. Hakikat Fisika
Hakikat fisika adalah sebagai produk (“a body of knowledge”), fisika sebagai
sikap (“a way of thinking”), dan fisika sebagai proses (“a way of investigating”). Berikut
ini akan dikemukakan lebih rinci mengenai hakekat fisika itu.

Kemampua
Proses
n
Pengetahu
Produk
an

Sikap Kemauan

a) Fisika sebagai Produk


Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara manusia
dengan alam lingkungannya. Interaksi itu memberikan pembelajaran kepada manusia
sehinga menemukan pengalaman yang semakin menambah pengetahuan dan
kemampuannya serta berubah perilakunya. Dalam wacan ilmiah, hasil-hasil penemuan
dari berbagai kegiatan penyelidikan yang kreatif dari pada ilmuwan dinventarisir,
dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan yang
kemudian disebut sebagai produk atau “a body of knowledge”. Pengelompokkan hasil-
hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan
yang kemudian disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan
pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model.
Fakta
Konsep
Hukum dan prinsip
Rumus
Teori
Model 2
 Fakta

Fakta adalah keadaan atau kenyataan yang sesungguhnya dari segala peristiwa
yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar bagi konsep, prinsip, hukum, teori
atau model. Sebaliknya kita juga dapat menyatakan bahwa, konsep, prinsip,
hukum, teori, dan model keberadaannya adalah untuk menjelaskan dan
memahami fakta.
 Konsep

Konsep adalah abstraksi dari berbagai kejadian, objek, fenomena dan fakta.
Konsep memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu. Menurut Bruner,
Goodnow dan Austin (collette dan chiappetta : 1994) konsep memiliki lima
elemen atau unsur penting yaitu nama, definisi, atribut, nilai (value), dan contoh.
Yang dimaksud dengan atribut itu misalnya adalah warna, ukuran, bentuk, bau,
dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan intelektual anak, keabstrakan dari
setiap konsep adalah berbeda bagi setiap anak. Menurut Herron dan kawan-
kawan (dalam Collette dan Chiappetta 1994), konsep fisika dapat dibedakan atas
konsep yang baik contoh maupun atributnya dapat diamati, konsep yang
contohnya dapat diamati tetapi atributnya tidak dapat diamati, dan konsep yang
baik contoh maupun atributnya tidak dapat diamati.
 Hukum dan prinsip

Istilah prinsip dan hukum sering sering digunakan secara bergantian karena
dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta atau fakta-
fakta dan konsep atau konsep-konsep. Ini sangat perlu dipahami bahwa, hukum
dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam (fakta), melainkan kejadian
alam (fakta) yang dijelaskan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.
 Rumus

Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum,
dan teori. Dalam rumus kita dapat melihat saling keterkaitan antara konsep-
konsep dan variable-variabel. Pada umumnya prinsip dan hukum dapat
dinyatakan secara matematis.
 Teori

Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak dapat
langsung diamati, misalnya teori atom, teori kinetik gas, teori relativitas. Teori
tetaplah teori tidak mungkin menjadi hukum atau fakta. Teo bersifat tentatif
sampai terbukti tidak benar dan diperbaiki. Hawking (1988) yang dikutip oleh
Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “kita tidak dapat
membuktikan kebenaran suatu teori meskipun banyak hasil eksperimen
mendukung teori tersebut, karena kita tidak pernah yakin bahwa pada waktu
yang akan dating hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori tersebut,
sedangkan kita dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan
hanya satu bukti yang menyimpang.Jadi, teori memiliki fungsi yang berbeda
dengan fakta, konsep maupun hukum”
 Model

Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak dapat
dilihat.. Model sabgat berguna untuk membantu memahami suatu fenomena
alam, juga berguna untuk membantu memahami suatu teori. Sebagai contoh,
model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom (Sutrisno, 2006).

3
b) Fisika sebagai Proses

• Fenomena Keterampilan Proses Sains :


• Dugaan • Mengamati
• Pengamatan • Mengklarifikasi
• Pengukuran • Mengukur
• Penyelidikan • Mengajukan pertanyaan
• Publikasi • Merumuskan hipotesis
• Menrencanakan penyelidikan
• Menafsirkan
• Mengkomunikasikan

IPA sebagai proses atau juga disebut sebagai “a way of investigating”


memberikan gambaran mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melakukan
penemuan-penemuan, jadi IPA sebagai proses memeberikan gambaran mengenai
pendekatan yang digunakan untuk menyusun pengetahuan. Dalam IPA dikenal banyak
metoda yang menunjukkan usaha manusia untuk menyelesaikan masalah. Para
ilmuwan astronomi misalnya, menyusun pengetahuan mengenai astronomi dengan
berdasarkan kepada observasi dan prediksi.Ilmuwan lain banyak yang menyusun
pengetahuan dengan berdasarkan kepada kegiatan laboratorium atau eksperimen yang
terfokus pada hubungan sebab akibat.
Sampai pada tahap ini kiranya cukup jelas bahwa, untuk memahami fenomena
alam dan hukum-hukum yang berlaku, perlu dipelajari objek-objek dan kejadian-
kejadian di alam itu. Objek-objek dan kejadian-kejadian alam itu harus diselidiki
dengan melakukan eksperimen dan observasi serta dicari penjelasannya melalui proses
pemikiran untuk mendapatkan alas an dan argumentasinya. Jadi pemahaman fisika
sebagai proses adalah pemahaman mengenai bagaimana informasi ilmiah dalam fisika
diperoleh, diuji, dan divalidasikan.
Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa pemahaman fisika sebagai
proses sangat berkaitan dengan kata-kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan,
pengukuran, penyelidikan, dan publikasi. Pemebelajaran yang merupakan tugas guru
termasuk ke dalam bagian mempublikasikan itu. Dengan demikian pembelajaran fisika
sebagai proses hendaknya berhasil mengembangkan keterampilan proses sains pada
diri siswa (Sutrisno, 2006).
c) Fisika sebagai Sikap

• Mau tahu
• Peduli
• Bertanggung jawab “Sikap Ilmiah”
• Terbuka
• Bekerja sama

4
Dari penjelasan mengenai hakekat fisika sebagai produk dan hakekat fisika
sebagai proses di atas, tampak terlihat bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali
dengan kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan penyelidikan
atau percobaan, yang kesemuanya itu memerlukan proses mental dan sikap yang
berasal dan pemikiran. Jadi dengan pemikirannya orang bertindak dan bersikap,
sehingga akhirnya dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah itu. Pemikiran-pemikiran
para ilmuwan yang bergerak dalam bidang fisika itu menggambarkan, rasa ingin tahu
dan rasa penasaran mereka yang besar, diiringi dengan rasa percaya, sikap objektif,
jujur dan terbuka serta mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap itulan
yang kemudian memaknai hakekat fisika sebagai sikap atau “a way of thinking”. Oleh
para ahli psikologi kognitif, pekerjaaan dan pemikian para ilmuwan IPA termasuk
fisika di dalmnya, dipandang sebagai kegiatan kreatif, karena ide-ide dan penjelasan-
penjelasan dari suatu gejala alam disusun dalam fikiran. Oleh sebab itu, pemikiran dan
argumentasi para ilmuwan dalam bekerja menjadi rambu-rambu penting dalam
kaitannya dengan hakekat fisika sebagai sikap (Sutrisno, 2006).

4. Ruang Lingkup Fisika


Materi yang dipelajari dalam fisika mempunyai ruang lingkup yang cukup luas.
a) Ruang Lingkup Aktivitas Makhluk Hidup dan Tak Hidup
Ruang lingkup ini meliputi tingkah laku dan aktivitas yang dilakukan oleh
makhluk hidup maupun tak hidup. Fokus yang diteliti berupa perhitungan besar –
besaran (sesuatu yang dapat dihitung) yang terkait dengan aktivitas yang terjadi.
Contohnya, pengamatan terhadap jenis gerak dan nilai gerakan yang dilakukan
oleh seekor rusa. Contoh lainnya seperi besar energi kinetic ketika sebuah batu
menggelinding dari atas bukit.
b) Ruang Lingkup Kondisi Fisik Makhluk Hidup dan Tak Hidup
Ruang lingkup ini mencakup kondisi fisika yang dapat dijangkau dengan besaran
– besaran yang terkait dengan Fisika. Contohnya, kondisi fisik sebuah besi yang
sedang dipanaskan. Dalam proses ini terdapat perubahan fisik dari benda berupa
pemuaian panjang maupun lebar (Pujianto,2016).

B. METODE ILMIAH
1. Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah proses eksperimen yang dilakukan untuk melahirkan
sebuah hukum atau teori melalui pengamatan dan penelitian sebagai dasar.
Pengetahuan dapat disebut ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Obyektif :sesuai dengan obyek bukan persepsi peneliti atau orang
lain.
2. Metodik :pengetahuan yang diperoleh melalui cara cara tertentu
secara teratur dan terkontrol.
3. Sistematik :yang tersusaun dalam sistem yang saling berkaitan
dengan pengetahuan lain sehingga dapat menjelaskan sesuatu secara
menyeluruh.
4. Berlaku Umum :pengetahuan tersebut berlaku untuk semua manuasia
dan dapat dibuktikan dengan langkah langkah yang sama.
Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya
untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis
tersebut diuji dengan mmelakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis benar atau
lolos diuji berkali kali maka hipotesis tersebut dapat menjadi teori Ilmiah.
Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan tentang suatu kebenaran.
2. Unsur unsur Metode Ilmiah:

5
a. Karakterisasi, pengamatan dan pengukuran
b. Hipotesis
c. Prediksi
d. Eksperimen
e. Evaluasi dan Pengulangan
3. Kriteria Metode Ilmiah
a. Berdasarkan Fakta
b. Bebas dari Prasangka
c. Menggunakan Prinsip prinsip analisis
d. Perumusan Masalah
e. Menggunakan Ukuran Obyektif
f. Menggunakan teknik Kuantitatif dan Kualitatif
4. Karakteristik Metode Ilmiah
a. Bersifat Kritis dan Analistis
b. Bersifat Logis
c. Bersifat Obyektif
d. Bersifat Empiris
e. Bersifat Konseptual.
5. Langkah - langkah Metode Ilmiah
Adalah suatu prosedur /urutan yang harus dilakukan untuk melakukan suatu
proyek ilmiah (science project ) yaitu :
a. Observasi Awal , guna mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan topik
tersebut melalui konsultasi dengan pakar ahli dibidangnya, pengalaman dan
berbagai sumber ilmu pengetahuan,yaitu :
1. Gunakan Referensi
2. Kumpulkan Informasi dari Ahli
3. Lakukan Eksplorasi.
b. Mengidentifikasi Masalah
Permasalahan merupakan pertanyaan ilmiah yang harus diselesaikan ,dengan
cara :
1. Batasi permasalahan agar tidak meluas
2. Pilih permasalahan yang penting
3. Pilih permasalahan yang dapat diselesaikan secara eksperimen
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara dalam suatu proyek ilmiah yang perlu
diuji kebenarannya melalui penelitian ilmiah dengan cara seksama. Perlu
dicatat bahwa hipotesis yang tidak benar bukan berarti penelitian yang
dilakukan salah.
1. Gunakan pengalaman dan pengamatan
2. Rumuskan Hipotesis sebelum memulai proyek eksperimen.
d. Melakukan Eksperimen
Eksperimen dirancang dan dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan.
1. Dalam eksperimen usahakan menggunakan variabel bebas
2. Pertahankan kondisi yang tetap pada variabel variabel yang diasumsikan
konstan
3. Lakukan eksperimen berkali kali untuk variasi hasil
4. Catat hasil Eksperimen secara lengkap.
e. Menyimpulkan Hasil Eksperimen
Kesimpulan proyek merupakan ringkasan hasil proyek eksperimen dan
pernyataan bagaimana hubungan antara hasil eksperimen dan hipotesis.
1. Jangan ubah hipotesis
2. Jangan abaikan hasil eksperimen
3. Berikan alasan yang masuk akal kenapa tidak sesuai
4. Berikan cara cara yang mungkin dilakukan selanjutnya.
6
5. Lakukan eksperimen sekali lagi atau susun ulang eksperimen.

C. BESARAN – BESARAN FISIKA


1. Besaran – Besaran Fisika

a) Besaran Pokok dan Dimensinya

Besaran pokok adalah besaran yang berdiri sendiri dengan satuan tertentu dan
tidak tersusun oleh besaran lain. Besaran pokok dapat digunakan untuk menyusun
besaran turunan. Jadi, sifat besaran pokok adalah mandiri dan tidak tersusun dari
besaran lain.
N Besaran Pokok Sistem Internasional Dimensi
o (SI)
1 Massa kilogram (kg) [M]
2 Panjang meter (m) [L]
3 Waktu sekon (s) [T]
4 Suhu kelvin (k) [θ]
5 Kuat arus listrik ampere (a) [I]
6 Intensitas cahay candela (cd) [J]
7 Kuantitas (banyak) zat mole (mol) [N]

Dimensi adalah cara penulisan suatu besaran menggunakan symbol (lambang)


besaran pokok. Dimensi besaran pokok dinyatakan dengan lambang huruf tertentu
dan diberi kurung persegi [ ].
Selain besaran pokok, terdapat dua besaran tambahan yang tidak berdimensi
seperti tabel :
N Besaran Tambahan Sistem Internasional (SI)
o
1 Sudut bidang datar radian (rad)
2 Sudut ruang steradian (sr)

b) Besaran Turunan dan Dimensinya


Besaran turunan adalah besaran yang tersusun dari besaran lain, baik tersusun
langsung dari besaran pokok maupun besaran turunan yang lain. Dengan semikian
satuan besaran turunan tersusun juga dari satuan besaran penyusunnya.

7
c) Besaran Skalar

Besaran skalar adalah besaran yang mempunyai nilai atau besar saja. Contoh
besaran skalar yaitu massa, waktu, suhu, usaha, energi, massa jenis, luas, volume,
dan daya.
d) Besaran Vektor

Besaran vektor adalah besaran yang mempunyai besar dan arah. Contoh besaran
vektor adalah kecepatan gerak benda, momentum, percepatan, dan gaya.

D. PENGUKURAN
Pengukuran adalah proses mengukur suatu besaran menggunakan alat ukur dan
satuan besaran tertentu. Proses mengukur sendiri melibatkan aktivitas membandingkan
atau menguji atau mencoba, atau mengira nilai suatu besaran menggunakan alat ukur
terhadap objek yang sedang diukur.
1. Mengukur Besaran Panjang
Alat ukur besaran panjang yang biasa digunakan antara lain mistar, rol meter
(pita pengukur), jangka sorong, dan mikrometer sekrup.
a) Mengukur Panjang Menggunakan Jangka Sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang benda maksimum 10
cm dengan tingkat ketelitian 0,01 cm. Bagian terpenting dari jangka sorong
sebagai berikut:
a. Rahang tetap, memiliki skala panjang yang disebut skala utama
b. Rahang geser (rahang sorong), memiliki skala pendek yang disebut nonis
atau vernier
Pembagian skala mengakibatkan ketelitian jangka sorong adalah 0,01 cm
1
sehingga ketidakpastian jangka sorong 0,005 cm yaitu dari nilai
2
ketelitian.

8
Gambar 1. Jangka Sorong
Gambar 1 menunjukkan pengukuran menggunakan jangka sorong yang
menghasilkan bacaan 2,15 cm. Cara mendapatkan bacaan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Bacaan skala utama yang berdekatan dengan nol skala nonius adalah
antara 2,1 cm dan 2,2 cm
b. Skala nonius yang berimpit dengan satu tanda garis skala utama adalah
skala angka lima
c. Bacaan jangka sorong yang dilaporkan adalah (2,150 + 0,05) cm = 2,15
cm
d. Pengukuran jangka sorong yang dilaporkan adalah (2,150 ± 0,005) cm
b) Mengukur Panjang Menggunakan Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur panjang benda maksumhm
25 mm. Mikrometer mempunyai dua skala, yaitu skala utama dan skala nonius
(skala putar). Skala nonius biasanya terdiri atas 50 skala.
Jika selubung luar diputar lengkap sekali, rahang geser dan juga selubung
akan maju atau mundur 0,5 mm. Satu kali putaran lengkap selubung luar sama
dengan jarak maju atau mundur rahang geser sejauh 0,5 mm/50 = 0,01 mm.
Jadi ketidakpastian mikrometer sekrup adalah 0,005 mm.

Gambar 2. Mikrometer Sekrup

Gambar 2 menunjukkan pengukuran menggunakan mikrometer sekrup


yang menghasilkan bacaan 4,97 mm. Cara mendapatkan bacaan tersebut
sebagai berikut:
a. Bacaan skala utama yang berdekatan dengan tepi selubung luar adalah 4,5
mm
b. Garis selubung luar yang berimpit tepat dengan garis mendatar skala
utama adalah garis ke-47

9
c. Bacaan mikrometer sekrup adalah (4,5 mm + 47 bagian) = (4,5 + 0,47)
mm = 4,97 mm
d. Pengukuran mikrometer sekrup yang dilaporkan adalah (4,970 ± 0,005)
mm
2. Mengukur Besaran Massa
Mengukur besaran massa suatu benda dapat menggunakan neraca atau
timbangan. Contoh alat ukur ini yaitu neraca ohauss, neraca sama lengan, dan
timbangan dacin. Mengukur massa suatu benda menggunakan neraca yaitu
membandingkan massa benda yang diukur dengan massa yang telah terukur yang
disebut anak timbangan.
3. Mengukur Besaran Waktu
Besaran waktu dapat diukur menggunakan jam atau stopwatch. Ada dua jenis
stopwatch yaitu stopwatch pegas dan digital (elektronik). Stopwatch digital lebih
teliti jika dibandingkan dengan stopwatch pegas.

E. ANGKA PENTING DAN NOTASI ILMIAH


Setelah melakukan pengukuran, Anda pasti akan memperoleh hasil pengukuran.
Semua angka yang Anda peroleh dari hasil pengukuran disebut angka penting. Apabila
hasil pengukuran yang Anda peroleh terlalu besar atau terlalu kecil, Anda dapat
menyederhanakan hasil pengukuran tersebut ke dalam notasi ilmiah. Berikut
penjelasan angka penting dan notasi ilmiah.
1. Angka Penting
a) Angka Penting dan Angka Eksak
Angka penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Angka penting terdiri atas angka pasti dan angka taksiran (angka yang
diragukan). Aturan-aturan angka penting sebagai berikut:
a. Semua angka bukan nol adalah angka penting. Contoh 145,789 mempunyai
6 angka penting
b. Angka nol yang terletak di antara angka-angka bukan nol adalah angka
penting. Contoh 20006 mempunyai 5 angka penting
c. Angka nol disebelah kanan angka bukan nol termasuk angka penting,
kecuali ada penjelasan lain. Penjelasan dapat berupa garis bawah atau
ditebalkan pada angka terakhir. Contoh 1000 mempunyai 4 angka penting,
0,456000 mempunyai 6 angka penting
d. Angka nol dibelakang koma adalah angka penting. Contoh 1,000
mempunyai 4 angka penting
e. Angka nol yang terletak disebelah kiri angka bukan nol bukan angka
penting. Contoh 0,006 mempunyai 1 angka penting dan 0,000500000
mempunyai 6 angka penting
Bilangan yang terduru atas angka-angka penting disebut bilangan penting,
sedangkan bilangan eksak yaitu bilangan yang pasti. Perbedaan antara bilangan
penting dan bilangan eksak sebagai berikut:
a. Bilangan penting diperoleh melalui pengukuran, sedangkan bilangan eksak
diperoleh dengan membilang
b. Pada bilangan penting, banyak angka penting terbatas sesuai dengan
ketelitian alat ukur yang digunakan. Adapun pada bilangan eksak, banyak
angka penting tidak terbatas.
b) Aturan-aturan Pembulatan dalam Proses Berhitung
Aturan-aturan pembulatan dalam fisika sebagai berikut:
a. Angka lebih dari 5 dibulatkan keatas. Contoh: 6,427 dibulatkan menjadi
6,43
b. Angka kurang dari 5 dibulatkan kebawah. Contoh: 6,423 dibulatkan menjadi
6,42
10
c. Angka tepat sama dengan 5 dibulatkan keatas jika angka sebelumnya ganjil
dan dibulatkan kebawah jika angka sebelumnya genap. Contoh: 5,475
dibulatkan menjadi 5,48 dan 5,645 dibulatkan menjadi 5,64.
c) Aturan-aturan dalam Proses Berhitung
Beberapa aturan berhitung yang melibatkan bilangan penting.
a. Hasil penjumlahan atau pengurangan bilangan penting hanya boleh
mengandung satu angka taksiran.
Contoh: 18. 4 00 → angka 4 taksiran
4.85 0 → angka 0 taksiran
+
23.2 5 0 g menjadi 23.2 00 g
b. Hasil perkalian dan pembagian bilangan-bilangan penting memiliki angka
penting sebanyak bilangan penting yang memiliki angka penting paling
sedikit.
Contoh: 3,22 cm→ 3 angka penting
2,1 cm→ 2 angka penting
x
6,762 cm2 menjadi 6,8 cm2 (2 angka penting)
c. Hasil penjumlahan dan pengurangan serta perkalian dan pembagian antara
bilangan penting dan bilangan eksak atau sebaliknya, memiliki angka
penting sebanyak angka penting dari bilangan penting.
Contoh: 8, 9 5 cm→ 3 angka penting
17 cm→ bilangan eksak
x
15 2, 15 cm menjadi 152 cm (3 angka penting)
d. Hasil pemangkatan suatu bilangan penting memiliki banyak angka penting
yang sama dengan bilangan penting yang dipangkatkan.
Contoh: (2,5 m)2 = 15,625 m2 menjadi 16 m2 (2 angka penting)
e. Hasil menarik akar suatu bilangan penting memiliki banyak angka penting
yang sama dengan bilangan penting yang ditarik akarnya.
Contoh: √ 225 m2=1,50 m (3 angka penting)
2. Notasi Ilmiah
Notasi ilmiah atau notasi baku merupakan cara penulisan bilangan secara
ilmiah dalam bentuk bilangan sepuluh berpangkat. Penggunaan notasi ilmiah ini
bertujuan untuk mempermudah penulisan bilangan yang sangat besar atau yang
sangat kecil. Dalam notasi ilmiah, angka-angka hasil pengukuran dinyatakan
dengan bilangan diantara 1 dan 10 dikalikan dengan bilangan 10 berpangkat.
Notasi ilmiah biasa ditulis: a ×10 n
Dalam notasi ini, 1≤ a< 10 dan n bilangan bulat, a menunjukkan bilangan atau
angka penting dan 10n menunjuk orde.
Aturan penulisan hasil pengukuran dengan notasi ilmiah sebagai berikut:
1. Pindahkan koma desimal sampai hanya tersisa satu angka dikiri
2. Hitunglah banyaknya angka yang dilewati koma desimal dan gunakan angka
tersebut sebagai pangkat dari 10
Misal massa bumi sekitar 6.370.000.000.000.000.000.000.000 kg, ditulis dengan
notasi ilmiah 6,37 ×1024 kg. Dalam hal ini 6,37 adalah angka penting dan
24
10 adalah orde.
Penulisan dengan notasi ilmiah mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Mempermudah dalam menentukan banyaknya angka penting yang terdapat pada
hasil pengukuran
2. Mempermudah dalam menentukan orde besaran yang diukur
3. Mempermudah dalam melaksanakan perhitungan aljabar
Perhatikan simbolisasi dan penamaan notasi ilmiah dalam Tabel 1. Berikut ini
11
Tabel 1. Penggunaan Awalan dalam Satuan SI
Bilangan Orde Nama Simbol
18
1.000.000.000.000.000.000 10 eksa E
15
1.000.000.000.000.000 10 peta P
1.000.000.000.000 1012 tera T
9
1.000.000.000 10 giga G
1.000.000 106 mega M
3
1.000 10 kilo k
100 102 hekto h
1
10 10 deka da
0,1 10 −1
desi d
0,001 10
−2
senti c
0,0001 10−3 mili m
0,000 001 10
−6
mikro µ
0,000 000 001 10−9 nano n
0,000 000 000 001 10
−12
piko p
0,000 000 000 000 001 10−15 emto f
0,000 000 000 000 000 001 10
−18
atto a

VEKTOR DAN SKALAR

Indikator : Membedakan vector dan skalar

Skalar
● simbol: A
● Kuantitas yang hanya memiliki besaran saja.
● Memenuhi aljabar biasa

Vektor
● Simbol: A atau A
● Kuantitas yang memiliki besaran dan arah
● Memenuhi aljabar vektor
● Diagram: Gambar panah
● Panjang panah: besarnya vektor
● Arah panah: Arah vektor

Contoh : Pesawat bergerak dengan laju 700 km/jam dalam arah 10° ke ten

Contoh vektor

12
● posisi, kecepatan, percepatan, momentum

Contoh skalar

waktu, energi, temperatur

ANALISIS PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN VEKTOR

Untuk keperluan penghitungan tertentu, kadangkadang sebuah vektor yang terletak dalam
bidang koordinat sumbu x dan sumbu y harus diuraikan menjadi komponen-komponen yang
saling tegak lurus (sumbu x dan sumbu y). Komponen ini merupakan nilai efektif dalam suatu
arah yang diberikan. Cara menguraikan vektor seperti ini disebut analisis. Misalnya, vektor A
membentuk sudut αterhadap sumbu x positif, maka komponen vektornya adalah:

Ax = A cos α

Ay = A sin α

Besar (nilai) vektor A dapat diketahui dari persamaan:

Sementara itu, arah vektor ditentukan dengan persamaan:

PENJUMLAHAN VEKTOR

Indikator : memahami penjumlahan vector

Penjumlahan dua buah vektor ialah mencari sebuah vektor yang komponen-komponennya
adalah jumlah dari kedua komponen-komponen vektor pembentuknya.

13
Dengan kata lain untuk “menjumlahkan dua buah vektor”adalah “mencari resultan”. Untuk
vektor-vektor segaris, misalnya vektor A dan B dalam posisi segaris dengan arah yang sama
seperti tampak pada gambar (a) berikut maka resultan (jumlah) vektor dituliskan:

R=A+B

Pada kasus penjumlahan vektor yang lain, seperti yang ditunjukkan gambar (b) diatas terdapat
dua vektor yang tidak segaris yang mempunyai titik pangkal sama tetapi dengan arah yang
berbeda, sehingga membentuk sudut tertentu. Untuk vektor-vektor yang membentuk sudut á ,
maka jumlah vektor dapat dilukiskan dengan menggunakan metode

tertentu. Cara ini disebut dengan metode jajaran genjang.

Cara melukiskan jumlah dua buah vektor dengan metode jajaran genjang sebagai berikut:

a. titik tangkap A dan B dibuat berimpit dengan memindahkan titik tangkap A ke titik
tangkap B, atau sebaliknya;

b. buat jajaran genjang dengan A dan B sebagai sisi-sisinya;

c. tarik diagonal dari titik tangkap sekutu, maka A + B = R adalah diagonal jajaran genjang.

Metode Jajaran Genjang Untuk Penjumlahan Vektor

14
Gambar diatas menunjukkan penjumlahan dua vektor A dan B. Dengan menggunakan
persamaan tertentu, dapat diketahui besar dan arah resultan kedua vektor tersebut. Persamaan
tersebut diperoleh dengan menerapkan aturan cosinus pada segitiga OPR, sehingga
dihasilkan:

(OR)2 = (OP)2+ (PR)2 – 2 (OP)(PR) cos (180o– α)

= (OP)2+ (PR)2– 2 (OP)(PR)(–cos α)

(OR)2 = (OP)2+ (PR)2+ 2 (OP)(PR)cos α

Diketahui bahwa OP = A, PR = OQ = B, OR = R, sehingga:

R adalah diagonal panjang jajaran genjang, jika α lancip. Sementara itu, α adalah sudut
terkecil yang dibentuk oleh A dan B.

Sebuah vektor mempunyai besar dan arah. Jadi setelah mengetahui besarnya, kita perlu
menentukan arah dan resultan vektor tersebut. Arah R dapat ditentukan oleh sudut
antara R dan A atau R dan B.

Misalnya sudut θ merupakan sudut yang dibentuk R dan A, maka dengan menggunakan
aturan sinus pada segitiga OPR akan diperoleh:

Sehingga :

Dengan menggunakan persamaan tersebut, maka besar sudut θ dapat diketahui.

Metode Segitiga Untuk Penjumlahan Vektor

15
Metode segitiga merupakan cara lain untuk menjumlahkan dua vektor, selain metode jajaran
genjang. Dua buah vektor A dan B, yang pergerakannya ditunjukkan metode segitia (a)diatas,
akan mempunyai resultan yang persamaannya dituliskan:

R=A+ B

Resultan dua vektor akan diperoleh dengan menempatkan pangkal vektor yang kedua pada
ujung vektor pertama. Resultan vektor tersebut diperoleh dengan menghubungkan titik
pangkal vektor pertama dengan ujung vektor kedua.

Pada metode segitiga (b)diatas pergerakan dimulai dengan vektor B dilanjutkan dengan A,
sehingga diperoleh persamaan:

R=B+A

Jadi, A + B = B + A

Hasil yang diperoleh ternyata tidak berubah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penjumlahan
vektor bersifat komutatif. Tahapan-tahapan penjumlahan vektor dengan metode segitiga
adalah sebagai berikut:

a) pindahkan titik tangkap salah satu vektor ke ujung berikutnya,

b) hubungkan titik tangkap vektor pertama ke ujung vektor kedua yang menunjukkan resultan
kedua vektor tersebut,

c) besar dan arah R _ dicari dengan aturan cosinus dan sinus.

16
Jika penjumlahan lebih dari dua buah vektor, maka dijumlahkan dulu dua buah vektor,
resultannya dijumlahkan dengan vektor ke-3 dan seterusnya. Misalnya, penjumlahan tiga
buah vektor A, B, dan C yang ditunjukkan pada penjumlahan lebih dari 2 vektor berikut.

Penjumlahan 2 Vektor

Pertama-tama kita jumlahkan vektor A dan B yang akan menghasilkan vektor V. Selanjutnya,
vektor V tersebut dijumlahkan dengan vektor C sehingga dihasilkan resultan R, yang
dituliskan:

R = (A + B) + C = V + C

Cara lain yaitu dengan menjumlahkan vektor B dan C untuk menghasilkan W, yang
kemudian dijumlahkan dengan vektor A, sehingga diperoleh resultan R, yaitu:

R = A + (B + C) = A + W

Jika banyak vektor, maka penjumlahan vektor dilakukan dengan menggunakan metode
poligon (segi banyak) seperti berikut.

Metode Poligon Untuk Penjumlahan Vektor

PENGURANGAN VEKTOR

17
Indikator : memahami pengurangan vektor

1. Sebuah vektor jika dikalikan -1, besarnya tetap tetapi arahnnya berbalik 180
derajad.

2. Pengurangan vektor berdasarkan operasi penjumlahan vektor.

VEKTOR SATUAN

Indikator : Mengetahui vector satuan

Vektor dapat dituliskan dalam vektor-vektor satuan. Sebuah vektor satuan mempunyai
magnitudo/ukuran yang besarnya sama dengan satu (1). Vektor satuan dalam sistem koordinat
kartesis dinyatakan dengan i, j dan k yang saling tegaklurus.

Vektor A dapat ditulis:

y

A  Ax iˆ  Ay ˆj  Az kˆ
atau
A  Ax i  Ay j  Az k
A
j

k x
i 18

z
MEMADUKAN VEKTOR

Indikator : memahami operasi perkalian titik dan silang

Perkalian titik (Dot Product)

A.B = AB cos 

A.B = A B + A B + A B
x x y y z z


A
C Perkalian Silang (Cross Product)

C=AxB

C = AB sin 

 19

A
POSISI DAN PERPINDAHAN

Indikator : membedakan posisi dan perpindahan

● Diberikan suatu sistem koordinat, kita dapat menentukan suatu titik dalam ruang dengan suatu
“vektor posisi”

r  x iˆ  y ˆj  z kˆ

● r dalam notasi koordinat: (x,y,z)


● Tinjau 2 vektor posisi: r , r
1 2
y
   r
r  r2  r1
 xiˆ  y ˆj  z kˆ x
● Perpindahan adalah perbedaan antara 2 vektor posisi

KECEPATAN

Indikator : memahami pengertian kecepatan

Kecepatan : perpindahan benda dalam selang waktu tertentu.

Kecepatan rata-rata: perubahan kedudukan dibagi selang waktu

r x y z
v vx  vy  vz 
t t t t
Persamaan kecepatan rata-rata

v̄=v̄ x i+ v̄ y j+ v̄ z k

20
Besar kecepatan rata-rata

√ 2 2
|v̄|= ( v̄ x ) + ( v̄ y ) + ( v̄ z )
2

Arah kecepatan rata-rata

vy
tan θ=
vx

KECEPATAN SESAAT

Indikator : memahami pengertian kecepatan sesaat

Kecepatan sesaat: Kecepatan benda pada saat tertentu

r dr
v  lim 
t t dt

0
dx dy dz
v x= v y= v z=
dt dt dt

Persamaan kecepatan sesaat

dx dy dz
v= i+ j+ k v =v x i+v y j+v z k
dt dt dt

Besar kecepatan sesaat

√ 2 2
|v|= ( v x ) + ( v y ) + ( v z )
2

Arah kecepatan sesaat

vy
tan θ=
vx

Menentukan kedudukan dari fungsi kecepatan

dx
v x= v x dt=dx
dt
x t y t

∫ dx =∫ v x dt ∫ dy =∫ v y dt
x0 0 y0 0

21
t t
x+x 0 =∫ v x dt y + y 0 =∫ v y dt
0 0

t t
x=x 0 +∫ v x dt y= y 0 +∫ v y dt
0 0

pada sumbu z dapat diperoleh dengan cara yang sama

Percepatan: Perubahan kecepatan per satuan waktu

Percepatan rata-rata: Perubahan kecepatan dalam selang waktu tertentu

Δv Δv x Δv y Δv z
ā= ā x = ā y= ā z =
Δt Δt Δt Δt

Persamaan percepatan rata-rata

ā=ā x i+ ā y j+ ā z k

Besar percepatan rata-rata

√ 2 2
|ā|= ( ā x ) + ( ā y ) + ( ā z )
2

Arah percepatan rata-rata

ā y
tan θ=
ā x

Menentukan kecepatan dari fungsi percepatan

dv x
ax= a x dt=dv x
dt

v t v t

∫ dv x =∫ a x dt ∫ dv y =∫ a y dt
v0 0 v0 0

t t
v x +v 0 x=∫ a x dt v y + v 0 y =∫ a y dt
0 0

t t
v x=v 0 x +∫ a x dt v y=v 0 y +∫ a y dt
0 0

GERAK LURUS BERATURAN

22
Suatu benda dikatakan melakukan gerak lurus beraturan jika kecepatannya selalu konstan.
Kecepatan konstan artinya besar kecepatan alias kelajuan dan arah kecepatan selalu konstan.
Karena besar kecepatan atau kelajuan dan arah kecepatan selalu konstan maka bisa dikatakan
bahwa benda bergerak pada lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Misalnya sebuah mobil
bergerak lurus ke arah timur dengan kelajuan konstan 10 m/s. Ini berarti mobil bergerak lurus
ke arah timur sejauh 10 meter setiap sekon. Karena kelajuannya konstan maka setelah 2
sekon, mobil bergerak lurus ke arah timur sejauh 20 meter, setelah 3 sekon mobil bergerak
lurus ke arah timur sejauh 30 mete dan seterusnya.

Perhatikan bahwa ketika dikatakan kecepatan, maka yang dimaksudkan adalah kecepatan
sesaat. Demikian juga sebaliknya, ketika dikatakan kecepatan sesaat, maka yang
dimaksudkan adalah kecepatan.

Ketika sebuah benda melakukan gerak lurus beraturan, kecepatan benda sama dengan
kecepatan rata-rata. Dalam gerak lurus beraturan (GLB) kecepatan benda selalu konstan.
Kecepatan konstan berarti besar kecepatan (besar kecepatan = kelajuan) dan arah kecepatan
selalu konstan. Besar kecepatan atau kelajuan benda konstan atau selalu sama setiap saat
karenanya besar kecepatan atau kelajuan pasti sama dengan besar kecepatan rata-rata.

Contoh GLB

Grafik Gerak Lurus Beraturan

Grafik sangat membantu kita dalam menafsirkan suatu hal dengan mudah dan cepat. Untuk
memudahkan kita menemukan hubungan antara Kecepatan, perpindahan dan waktu tempuh
maka akan sangat membantu jika digambarkan grafik hubungan ketiga komponen tersebut.

Grafik Kecepatan terhadap Waktu (v-t)

perhatikan grafik kecepatan terhadap waktu (v-t) di atas

23
Besar kecepatan benda pada grafik di atas adalah 3 m/s. 1, 2, 3 dstnya adalah waktu
tempuh (satuannya detik). Amati bahwa walaupun waktu berubah dari 1 detik sampai 5, besar
kecepatan benda selalu sama (ditandai oleh garis lurus).

Luas daerah yang diarsir pada grafik di atas sama dengan besar perpindahan yang ditempuh
benda. Jadi, untuk mengetahui besarnya perpindahan, hitung saja luas daerah yang diarsir.
Tentu saja satuan perpindahan adalah satuan panjang, bukan satuan luas.

Dari grafik di atas, v = 5 m/s, sedangkan t = 3 s. Dengan demikian, besar perpindahan yang
ditempuh benda = (5 m/s x 3 s) = 15 m. Cara lain menghitung besar perpindahan adalah
menggunakan persamaan GLB. s = v t = 5 m/s x 3 s = 15 m.

Persamaan GLB yang kita gunakan untuk menghitung besar perpindahan di atas berlaku jika
gerakan benda memenuhi grafik tersebut. Pada grafik terlihat bahwa pada saat t = 0 s, maka v
= 0. Artinya, pada mulanya benda diam, baru kemudian bergerak dengan kecepatan sebesar 5
m/s. Padahal dapat saja terjadi bahwa saat awal kita amati benda sudah dalam keadaan
bergerak, sehingga benda telah memiliki posisi awal s0. Untuk itu lebih memahami hal ini,
pelajari grafik di bawah ini.

Gerak Parabola dan Gerak Melingkar


Kompetensi Dasar :
1. Menganalisis gerak parabola dengan menggunakan vektor, berikut makna fisisnya
dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menganalisis konsep dan prinsip gerak melingkar

Indikator :
1.1 Mengidentifikasi besaran-besaran pada gerak parabola dan hubungan besaran-besaran
tersebut

1.2 Mengklasifikasikan gerak parabola pada arah horizontal dan arah vertikal

1.3 Menganalisis karakteristik gerak parabola pada arah horizontal dengan arah vertical

2.1 Menjelaskan pengertian gerak melingkar

2.2 Menentukan besaran-besaran fisika yang berkaitan dengan gerak melingkar

2.3 Mendiskripsikan jenis-jenis gerak melingkar

2.4 Memformulsikan hubungan antara besaran – besaran fisika dalam gerak melingkar

24
2.5 Menyebutkan beberapa contoh penerapan gerak melingkar dalam bidang teknologi
atau dalam kehidupan sehari-hari.

A. Gerak Peluru

1. Pengertian Gerak Peluru

Gerak peluru merupakan suatu jenis gerakan benda yang pada awalnya
diberi kecepatan awal lalu menempuh lintasan yang arahnya sepenuhnya
dipengaruhi oleh gravitasi.

Karena gerak peluru termasuk dalam pokok bahasan kinematika (ilmu


fisika yang membahas tentang gerak benda tanpa mempersoalkan penyebabnya),
maka pada pembahasan ini, Gaya sebagai penyebab gerakan benda diabaikan,
demikian juga gaya gesekan udara yang menghambat gerak benda. Kita hanya
meninjau gerakan benda tersebut setelah diberikan kecepatan awal dan bergerak
dalam lintasan melengkung di mana hanya terdapat pengaruh gravitasi.
Dinamakan gerak peluru karena mungkin jenis gerakan ini mirip gerakan peluru
yang ditembakkan.

2. Jenis-Jenis Gerak Melingkar

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa jenis gerak parabola.

a. Pertama, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal


dengan sudut teta terhadap garis horisontal, sebagaimana tampak pada gambar
di bawah. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak gerakan benda yang
berbentuk demikian. Beberapa di antaranya adalah gerakan bola yang
ditendang oleh pemain sepak bola, gerakan bola basket yang dilemparkan ke
ke dalam keranjang, gerakan bola tenis, gerakan bola volly, gerakan lompat
jauh dan gerakan peluru atau rudal yang ditembakan dari permukaan bumi.

25
b. Kedua, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal
pada ketinggian tertentu dengan arah sejajar horisontal, sebagaimana tampak
pada gambar di bawah. Beberapa contoh gerakan jenis ini yang kita temui
dalam kehidupan sehari-hari, meliputi gerakan bom yang dijatuhkan dari
pesawat atau benda yang dilemparkan ke bawah dari ketinggian tertentu.

c. Ketiga, gerakan benda berbentuk parabola ketika diberikan kecepatan awal dari
ketinggian tertentu dengan sudut teta terhadap garis horisontal, sebagaimana
tampak pada gambar di bawah.

3. Menganalisis Gerak Parabola

26
Galileo menjelaskan bahwa gerak peluru dapat dipahami dengan
menganalisa komponen-komponen horisontal dan vertikal secara terpisah. Gerak
peluru adalah gerak dua dimensi, di mana melibatkan sumbu horisontal dan
vertikal. Jadi gerak parabola merupakan superposisi atau gabungan dari gerak
horisontal dan vertikal. Kita sebut bidang gerak peluru sebagai bidang koordinat
xy, dengan sumbu x horisontal dan sumbu y vertikal. Percepatan gravitasi hanya
bekerja pada arah vertikal, gravitasi tidak mempengaruhi gerak benda pada arah
horisontal.

Percepatan pada komponen x adalah nol (ingat bahwa gerak peluru hanya
dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Pada arah horisontal atau komponen x,
gravitasi tidak bekerja). Percepatan pada komponen y atau arah vertikal bernilai
tetap (g = gravitasi) dan bernilai negatif /-g (percepatan gravitasi pada gerak
vertikal bernilai negatif, karena arah gravitasi selalu ke bawah alias ke pusat
bumi).

Gerak horisontal (sumbu x) kita analisis dengan Gerak Lurus Beraturan,


sedangkan Gerak Vertikal (sumbu y) dianalisis dengan Gerak Jatuh Bebas.

Untuk memudahkan kita dalam menganalisis gerak peluru, mari kita tulis
kembali persamaan Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Jatuh Bebas (GJB).

4. Komponen-Komponen Gerak Peluru

a. Pertama, gerakan benda setelah diberikan kecepatan awal dengan sudut teta
terhadap garis horisontal.

27
Kecepatan awal (vo) gerak benda diwakili oleh v0x dan v0y. v0x merupakan
kecepatan awal pada sumbu x, sedangkan v0y merupakan kecepatan awal pada
sumbu y. vy merupakan komponen kecepatan pada sumbu y dan vx merupakan
komponen kecepatan pada sumbu x. Pada titik tertinggi lintasan gerak benda,
kecepatan pada arah vertikal (vy) sama dengan nol.

b. Kedua, gerakan benda setelah diberikan kecepatan awal pada ketinggian


tertentu dengan arah sejajar horisontal.

Kecepatan awal (vo) gerak benda diwakili oleh v0x dan v0y. v0x merupakan
kecepatan awal pada sumbu x, sedangkan Kecepatan awal pada sumbu vertikal
(voy) = 0. vy merupakan komponen kecepatan pada sumbu y dan vx merupakan
komponen kecepatan pada sumbu x.

5. Menganalisis Komponen Gerak Parabola secara Terpisah

Sekarang, mari kita turunkan persamaan untuk Gerak Peluru. Kita nyatakan
seluruh hubungan vektor untuk posisi, kecepatan dan percepatan dengan

28
persamaan terpisah untuk komponen horisontal dan vertikalnya. Gerak peluru
merupakan superposisi atau penggabungan dari dua gerak terpisah tersebut

a. Komponen kecepatan awal

Terlebih dahulu kita nyatakan kecepatan awal untuk komponen gerak


horisontal v0x dan kecepatan awal untuk komponen gerak vertikal, v0y.

Catatan : gerak peluru selalu mempunyai kecepatan awal. Jika tidak ada
kecepatan awal maka gerak benda tersebut bukan termasuk gerak peluru.
Walaupun demikian, tidak berarti setiap gerakan yang mempunyai kecepatan
awal termasuk gerak peluru.

Karena terdapat sudut yang dibentuk, maka kita harus memasukan


sudut dalam perhitungan kecepatan awal. Mari kita turunkan persamaan
kecepatan awal untuk gerak horisontal (v0x) dan vertikal (v0y) dengan bantuan
rumus Sinus, Cosinus dan Tangen. Dipahami dulu persamaan sinus, cosinus
dan tangen di bawah ini.

Berdasarkan bantuan rumus sinus, cosinus dan tangen di atas, maka kecepatan
awal pada bidang horisontal dan vertikal dapat kita rumuskan sebagai berikut :

29
Keterangan : v0 adalah kecepatan awal, v0x adalah kecepatan awal pada sumbu
x, v0y adalah kecepatan awal pada sumbu y, teta adalah sudut yang dibentuk
terhadap sumbu x positip.

b. Kecepatan dan perpindahan benda pada arah horizontal

Kita tinjau gerak pada arah horisontal atau sumbu x. Sebagaimana yang
telah dikemukakan di atas, gerak pada sumbu x kita analisis dengan Gerak
Lurus Beraturan (GLB). Karena percepatan gravitasi pada arah horisontal = 0,
maka komponen percepatan ax = 0. Huruf x kita tulis di belakang a (dan
besaran lainnya) untuk menunjukkan bahwa percepatan (atau kecepatan dan
jarak) tersebut termasuk komponen gerak horisontal atau sumbu x. Pada gerak
peluru terdapat kecepatan awal, sehingga kita gantikan v dengan v0.

Dengan demikian, kita akan mendapatkan persamaan Gerak Peluru untuk


sumbux:

Keterangan : vx adalah kecepatan gerak benda pada sumbu x, v 0x adalah


kecepatan awal pada sumbu x, x adalah posisi benda, t adalah waktu tempuh,
x0 adalah posisi awal. Jika pada contoh suatu gerak peluru tidak diketahui
posisi awal, maka silahkan melenyapkan x0.

c. Perpindahan horisontal dan vertikal

30
Kita tinjau gerak pada arah vertikal atau sumbu y. Untuk gerak pada
sumbu y alias vertikal, kita gantikan x dengan y (atau h = tinggi), v dengan vy,
v0 dengan voy dan a dengan -g (gravitasi). Dengan demikian, kita dapatkan
persamaan Gerak Peluru untuk sumbu y :

Keterangan : vy adalah kecepatan gerak benda pada sumbu y alias vertikal, v0y
adalah kecepatan awal pada sumbu y, g adalah gravitasi, t adalah waktu
tempuh, y adalah posisi benda (bisa juga ditulis h), y0 adalah posisi awal.

Berdasarkan persamaan kecepatan awal untuk komponen gerak


horisontal v0x dan kecepatan awal untuk komponen gerak vertikal, v0y yang
telah kita turunkan di atas, maka kita dapat menulis persamaan Gerak Peluru
secara lengkap sebagai berikut :

Setelah menganalisis gerak peluru secara terpisah, baik pada komponen


horisontal alias sumbu x dan komponen vertikal alias sumbu y, sekarang kita
menggabungkan kedua komponen tersebut menjadi satu kesatuan. Hal ini
membantu kita dalam menganalisis Gerak Peluru secara keseluruhan, baik
ditinjau dari posisi, kecepatan dan waktu tempuh benda. Persamaan untuk
menghitung posisi dan kecepatan resultan dapat dirumuskan sebagai berikut.
31
Pertama, vx tidak pernah berubah sepanjang lintasan, karena setelah diberi
kecepatan awal, gerakan benda sepenuhnya bergantung pada gravitasi. Nah,
gravitasi hanya bekerja pada arah vertikal, tidak horisontal. Dengan demikian
vx bernilai tetap.

Kedua, pada titik tertinggi lintasan, kecepatan gerak benda pada bidang vertikal
alias vy = 0. pada titik tertinggi, benda tersebut hendak kembali ke permukaan
tanah, sehingga yang bekerja hanya kecepatan horisontal alias v x, sedangkan vy
bernilai nol. Walaupun kecepatan vertikal (vy) = 0, percepatan gravitasi tetap
bekerja alias tidak nol, karena benda tersebut masih bergerak ke permukaan
tanah akibat tarikan gravitasi. jika gravitasi nol maka benda tersebut akan tetap
melayang di udara, tetapi kenyataannya tidak teradi seperti itu.

Ketiga, kecepatan pada saat sebelum menyentuh lantai biasanya tidak nol.

6. Waktu untuk Mencapai Nilai Tertinggi

Waktu yang diperlukan untuk mencapai titik tertinggi dapat dihitung Kecepatan
komponen arah vertikal VY = 0 sehingga t dapat dihitung dengan persamaan

VY = V sin α –g.t

0 = VO sin α –g.t

VO sin α =g.t

Jadi waktu yang diperlukan adalah:

V 0 sinα
t=
g

32
7. Pembuktian Matematis Gerak Peluru = Parabola

Sekarang kita ingin menunjukkan bahwa jalur yang ditempuh gerak peluru
merupakan sebuah parabola, jika kita mengabaikan hambatan udara dan
menganggap bahwa gravitasi alias g bernilai tetap. Untuk menunjukkan hal ini
secara matematis, kita harus mendapatkan y sebagai fungsi x dengan
menghilangkan/mengeliminasi t (waktu) di antara dua persamaan untuk gerak
horisontal dan vertikal, dan kita tetapkan x0 = y0 = 0.

Kita subtitusikan nilai t pada persamaan 1 ke persamaan 2

Dari persamaan ini, tampak bahwa y merupakan fungsi dari x dan mempunyai
bentuk umum

y = ax – bx2

Di mana a dan b adalah konstanta untuk gerak peluru tertentu. Persamaan ini
merupakan fungsi parabola dalam matematika.

B. Gerak Melingkar

1. Pengertian Gerak Melingkar

Gerak melingkar adalah gerakan suatu benda atau partikel pada lintasan
yang berbentuk lingkaran. Pada gerak melingkar jarak benda ke suatu titik acuan,
yang merupakan titik pusat lingkaran selalu tetap. Arah kecepatan pada gerak
melingkar selalu menyinggung lintasan. Ini artinya bahwa pada gerak melingkar
arah kecepatannya selalu tegak lurus dengan jari-jari lingkaran.
Selain itu, pada gerak melingkar juga terdapat percepatan sentripetal atau
sering disebut percepatan radial yang arahnya selalu menuju pusat lingkaran.
33
Adanya percepatan sentripetal ini memunculkan sebuah gaya yang disebut sebagai
gaya sentripetal. Percepatan sentripetal menyebabkan kecepatan linier pada benda
yang bergerak melingkar selalu berubah-ubah. Contoh penerapan gerak melingkar
dalam kehidupan sehari-hari yaitu komidi putar, jarum jam, kipas angin,
rollcoaster, katrol dan lain-lain.

2. Perbandingan antara Besaran-Besaran dalam Gerak Lurus dengan Gerak


Melingkar

Besaran gerak lurus dan melingkar


Gerak lurus Gerak melingkar
Besaran Satuan (SI) Besaran Satuan (SI)
poisisi M sudut Rad
kecepatan
kecepatan m/s rad/s
sudut
percepatan percepatan
m/s2 rad/s2
sudut
- - perioda S
- - radius M

3. Gerak Melingkar Beraturan

Gerak melingkar beraturan yaitu gerak suatu partikel atau benda pada
lintasan yang berbentuk lingkaran dengan laju konstan dan arah kecepatannya
tegak lurus terhadap arah percepatan. Dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada gerak melingkar beraturan hanya kelajuan yang konstan tetapi


kecepatan tidak konstan. Hal ini karena kecepatan memiliki arah yang selalu
berubah-ubah. Dalam gerak melingkar beraturan terdapat hubungan antara
besaran-besaran linier dan besaran-besaran sudut yang akan dibahas lebih lanjut.

a. Hubungan antara Posisi Sudut θ dengan Panjang Lintasan s

34
Dari gambar di atas kita dapat mencari hubungan antara posisi sudut
dengan panjang lintasan. Kita misalkan bahwa P bergerak dari titik A ke
titik B dengan menempuh lintasan busur sejauh s dan sudut yang terbentuk
sebesar θ , maka akan diperoleh hubungan :

s
θ= atau s=θ R .
R

Dengan : θ = posisi sudut (rad)


s = busur lintasan (meter)
R = jari-jari lingkaran (meter)

b. Hubungan antara Kecepatan Linier v dan Kecepatan Sudut ω

Kecepatan linier dan kecepatan sudut dapat ditentukan dengan


menggunakan hubungan antara posisi sudut dengan panjang lintasan.
Dengan mengansumsikan bahwa posisi sudut, panjang lintasan dan selang
waktu yang sangat kecil maka persamaan () menjadi :

Δs = Δ θ . R

Kemudian persamaan tersebut dibagi dengan selang waktu Δt, maka


diperoleh:
Δ s Δθ
= R
Δ t Δt
Jika Δt kecil maka persamaannya menjadi :

ds dθ
= R
dt dt


Dimana ω= atau ω=2 πf
T
dengan:
v = kecepatan linier (m/s)
ω = kecepatan sudut (rad/s)
R = jari-jari lintasan (m)

c. Percepatan Sentripetal (a s)

Percepatan sentripetal merupakan percepatan yang arahnya selalu


menuju pusat lingkara, dapat dituliskan sebagai berikut :
35
v 2−v 1 ∆ v
a s= =
∆t ∆t
Dimana ∆ v adalah perubahan kecepatan dalam selang waktu
∆ t yang pendek. Pada akhirnya, kita akan mempertimbangkan situasi
di mana Δt mendekati nol, sehingga akan diperoleh percepatan sesaat.
Untuk menentukan percepatan sentripetal diperlukan analisis
geometri dan juga penjabaran yang sedikit rumit. Berikut ini disajikan
gambar untuk memudahkan kita dalam mendapatkan persamaan
percepatan sentripetal.

Pada Gambar (a), selama selang waktu Δt , partikel bergerak dari


titik A ke titik B dengan menempuh jarak Δs menelusuri busur yang
membuat sudut Δθ. Perubahan vektor kecepatan adalah v 2−v 1=∆ v
yang ditunjukkan pada Gambar (b).
Jika kita tentukan Δt sangat kecil (mendekati nol), maka Δs dan Δ θ
juga sangat kecil dan v 2 hampir paralel dengan v 1 , dan Δv akan
tegak lurus terhadap keduanya. Dengan demikian Δv menuju ke arah pusat
lingkaran. Karena a s , menurut definisi di atas mempunyai arah yang
sama dengan Δv , a s juga harus menunjuk ke arah pusat lingkaran.
Dengan demikian, percepatan ini disebut percepatan sentripetal
(percepatan “yang mencari pusat”) atau percepatan radial (karena
mempunyai arah sepanjang radius, menuju pusat lingkaran), dan diberi
notasi a s .
Bagaimana cara menentukan percepatan sentripetal (a s) ? Karena
CA tegak lurus terhadap v 1 dan CB tegak lurus v 2 , berarti Δθ yang
didefinisikan sebagai sudut antara CA dan CB, juga merupakan sudut
antara v 1 dan v 2 . Dengan demikian, vektor v 2 , v 1 , dan Δ v ,
tampak seperti
pada Gambar (b), membentuk segitiga yang sama secara geometris dengan
segitiga ABC pada Gambar (a). Dengan mengambil Δθ yang kecil
(dengan memakai Δt sangat kecil) dapat dituliskan :
∆v ∆ s
=
v R
Kita telah menentukan v =v 2=v 1 , karena besar kecepatan dianggap
tidak berubah. Persamaan tersebut tepat jika Δt mendekati nol, karena
dengan demikian panjang busur Δs sama dengan panjang tali busur AB.
Untuk memperoleh percepatan sesaat, di mana Δt mendekati nol, kita
tuliskan persamaan di atas dalam bentuk :
v
∆ v= ∆ s
R
36
Untuk mendapatkan petcepatan sentripetal ( a s ),kita bagi
∆ v dengan ∆t :
∆v v ∆ s
a s= =
∆t R ∆t

∆s
Dan karena adalah laju linier ' v ' dari benda itu, maka :
∆t
v2
a s=
R
dengan:
m/s
a s = percepatan sentripetal (¿¿ 2)
¿
v = kecepatan linier (m/s)
R= jari-jari lintasan (m)

MOMENTUM DAN IMPULS

Indikator :

 Menguraikan materi ajar momentum dan impuls berorientasi proses sains dengan
kedalaman dan keluasan sesuai rumusan kompetensi dan capaian indicator.

 Menentukan konsep esensial matei ajar.

 Melakukan identifikasi miskonsepsi pada siswa atau mahasiswa.

Momentum dan Impuls dalam pemebahasan fisika adalah sebagai satu kesatuan karena
Momentum dan Impuls dua besaran yang setara. Dua besaran dikatakan setara seperti
Momentum dan Impuls bila memiliki satuan Sistem Internasional (SI) sama atau juga dimensi
sama seperti yang sudah dibahas dalam besaran dan satuan.

A. MOMENTUM

Momentum merupakan sebagai ukuran kesungkaran sesuatu benda di gerakan maupun di


berhentikan. momentum sering disebut sebagai jumlah gerak. Momentum suatu benda yang
bergerak didefinisikan sebagai hasil perkalian antara massa dengan kecepatan benda. Secara
matematis dirumuskan :

p = m. v

Keterangan :

37
● p : momentum (kg m/s)

● m : massa benda (kg)

● v : kecepatan benda (m/s)

Jika kita perhatikan persamaan di atas maka kita dapat menentukan jenis besaran momentum.
massa m merupakan besaran skalar dan kecepatan v adalah besaran vektor, berarti momentum
merupakan besaran vektor. Dimana arah p searah dengan arah vector kecepatan (v). Jadi
momentum adalah besaran yang dimiliki oleh sebuah benda atau partikel yang bergerak.

Contoh soal :

1. Sebuah benda bermassa 1 ton, bergerak dengan kecepatan 90 km/jam. Berapa


momentum yang dimiliki benda tersebut?

Jawab:

Diketahui: m = 1 ton → 1000 kg

V = 90 km/jam → 25 m/s

p = ......?

p = m .v

= 1000 . 25

= 25.000 Ns

2. Ada sebuah benda yaitu benda A bermassa 2 kg, bergerak kekanan dengan kelajuan 10
m/s. Benda B yang bermassa 7 kg bergerak kekiri dengan kelajuan 4 m/s.

Tentukan:

a. Momentum benda A

b. Momentum benda B

c. Momentum total benda A dan B

Jawab:

Diketahui: Benda A → m = 2 kg

V = 10 m/s

38
Benda B → m = 7 kg

V = 4 m/s

a. Momentum benda A

p=m.v

= 2 . 10

= 20 Ns

b. Momentum benda B

p=m.v

=7.4

= 28 Ns

c. Momentum total benda A dan B

p total = pA + pB

= 20 + 28

= 48 Ns

B. IMPULS

Impuls adalah peristiwa gaya yang bekerja pada benda dalam waktu hanya sesaat atau
Impuls adalah peristiwa bekerjanya gaya dalam waktu yang sangat singkat. Secara matematis
dapat ditulis:

I = F . ∆t

Keterangan:

●I : Impuls (Ns)

●F : Gaya (N)

● ∆t : Waktu (s)

Besar gaya disini konstan, bila besar gaya tidak konstan maka penulisannya akan
berbeda (akan dipelajari nanti). Oleh karena itu dapat menggambarkan kurva yang

39
menyatakan hubungan antara F dengan t. Bila pada benda bekerja gaya konstan F dari selang
waktu t1 ke t2 maka kurva antara F dan t adalah :

Luasan yang diarsir sebesar F x (t2 – t1) atau I, yang sama dengan Impuls gaya. Impuls gaya
merupakan besaran vektor, oleh karena itu perhatikan arahnya.

Contoh soal :

1. Sebuah bola bergerak dengan kecepatan 20 m/s kemudian dipukul dengan pemukul
bola dengan gaya 2000 newton selama 0,001 sekon. Tentukan besarnya Impuls gaya
pada bola.

Diketahui :

v = 20 m/s

F = 2 000 N

t = 0,001 s

Ditanya : I ?

Jawab :

Besarnya Impuls :

I = F . ∆t

= 2000 newton x 0,001 sekon

= 2 N.s

C. IMPULS SAMA DENGAN PERUBAHAN MOMENTUM

40
Dari persamaan p = m. v tampak bahwa momentum (p) berbanding lurus dengan
massa (m) dan kecepatan (v). Semakin besar kecepatan benda, maka semakin besar juga
momentum sebuah benda. Demikian juga, semakin besar massa sebuah benda, maka
momentum benda tersebut juga bertambah besar. Perlu anda ingat bahwa momentum adalah
hasil kali antara massa dan kecepatan. Jadi walaupun seorang berbadan gendut, momentum
orang tersebut = 0 apabila dia diam alias tidak bergerak. Jadi momentum suatu benda selalu
dihubungkan dengan massa dan kecepatan benda tersebut. kita tidak bisa meninjau
momentum suatu benda hanya berdasarkan massa atau kecepatannya saja. Jika Partikel
dengan massa m bergerak sepanjang garis lurus, gaya F pada partikel dianggap tetap dengan
arah sejajar gerak partikel jadi Jika kecepatan (v) partikel pada t = 0 adalah Vo maka
kecepatan pada waktu t adalah :

v = vo + at

(v) m = ( vo + at ) m

v.m = vo. m + m.at

m.v = m.vo. + F.t

m.v – m.vo = F.t

Perubahan momentum linear = m.v – m.vo

Impuls gaya = F.t

Dalam suatu tumbukan, misalnya bola yang dihantam tongkat pemukul, tongkat bersentuhan
dengan bola hanya dalam waktu yang sangat singkat, sedangkan pada waktu tersebut tongkat
memberikan gaya yang sangat besar pada bola. Gaya yang cukup besar dan terjadi dalam
waktu yang relatif singkat ini disebut Impuls.

Tampak bahwa gaya impulsif tersebut tidak konstan. Dari hukum ke-2 Newton
diperoleh :

F = dp/dt

∫ F dt = ∫ dp

I = F dt = p = Impuls

Jika dilihat dengan grafik, impuls dapat dicari dengan menghitung luas daerah di bawah kurva
F(t) (yang diarsir). Bila dibuat pendekatan bahwa gaya tersebut konstan, yaitu dari harga rata-
ratanya, Fr , maka:

I = F t = ∆p
41
Fr = I /t = p/∆t

“ Impuls dari sebuah gaya sama dengan perubahan momentum partikel “.

D. HUKUM KEKALAN MOMENTUM LINEAR

Pada pokok bahasan Momentum dan Impuls, kita telah berkenalan dengan konsep
momentum serta pengaruh momentum benda pada peristiwa tumbukan. Pada kesempatan ini
kita akan meninjau momentum benda ketika dua buah benda saling bertumbukan. Ingat ya,
momentum merupakan hasil kali antara massa benda dengan kecepatan gerak benda tersebut.
Jadi momentum suatu benda selalu dihubungkan dengan massa dan kecepatan benda. Kita
tidak bisa meninjau momentum suatu benda hanya berdasarkan massa atau kecepatannya saja.

Hukum Kekekalan Momentum Tidak peduli berapapun massa dan kecepatan benda
yang saling bertumbukan, ternyata momentum total sebelum tumbukan = momentum total
setelah tumbukan. Hal ini berlaku apabila tidak ada gaya luar alias gaya eksternal total yang
bekerja pada benda yang bertumbukan. Jadi analisis kita hanya terbatas pada dua benda yang
bertumbukan, tanpa ada pengaruh dari gaya luar. Sekarang perhatikan gambar di bawah ini :

Jika dua benda yang bertumbukan diilustrasikan dengan gambar di atas, maka secara
matematis,hukum kekekalan momentum dinyatakan dengan persamaan :Momentum sebelum
tumbukan = momentum setelah tumbukan

m1v1 + m2v2 = m1v’1 + m2v’2

Keterangan :

m1 = massa benda 1,

m2 = massa benda 2,

v1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan,

v2 = kecepatan benda 2 sebelum tumbukan,


42
v’= kecepatan benda 1 setelah tumbukan,

v’2 = kecepatan benda 2 setelah tumbukan

Jika dinyatakan dalam momentum, maka :

m1v1 = momentum benda 1 sebelum tumbukan,

m2v2 = momentum benda 2 sebelum tumbukan,

m1v’1 = momentum benda 1 setelah tumbukan,

m2v’2 = momentum benda 2 setelah tumbukan

E. TUMBUKAN

Tumbukan adalah pertemuan dua benda yang relatif bergerak. Pada setiap jenis tumbukan
berlaku hukum kekekalan momentum tetapi tidak selalu berlaku hukum kekekalan energi
mekanik. Sebab disini sebagian energi mungkin diubah menjadi panas akibat tumbukan atau
terjadi perubahan bentuk macam tumbukan yaitu :

• Tumbukan elastis sempurna, yaitu tumbukan yang tak mengalami perubahan energi.
Koefisien restitusi e = 1

• Tumbukan elastis sebagian, yaitu tumbukan yang tidak berlaku hukum kekekalan energi

• Mekanik sebab ada sebagian energi yang diubah dalam bentuk lain, misalnya panas.
Koefisien restitusi 0 < e < 1.

• Tumbukan tidak elastis , yaitu tumbukan yang tidak berlaku hokum kekekalan energi
mekanik dan kedua benda setelah tumbukan melekat dan bergerak bersama-sama. Koefisien
restitusi e = 0.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa menyaksikan benda-benda saling


bertumbukan. Banyak kecelakaan yang terjadi di jalan raya sebagiannya disebabkan karena
tabrakan (tumbukan) antara dua kendaraan, baik antara sepeda motor dengan sepeda motor,
mobil dengan mobil maupun antara sepeda motor dengan mobil. Demikian juga dengan kereta
api atau kendaraan lainnya. Hidup kita tidak terlepas dari adanya tumbukan. Tanpa tumbukan,
permainan billiard tidak akan pernah ada.

Pada pembahasan mengenai momentum dan impuls, kita telah meninjau hubungan
antara momentum benda dengan peristiwa tumbukan. Hukum Kekekalan Momentum yang
telah diulas sebelumnya juga selalu ditinjau ketika dua benda saling bertumbukan. Pada

43
kesempatan ini kita akan mempelajari peristiwa tumbukan secara lebih mendalam dan
mencoba melihat hukum-hukum fisika apa saja yang berlaku ketika benda-benda saling
bertumbukan.

1. TUMBUKAN LENTING SEMPURNA

Tumbukan lenting sempurna terjadi jika Momentum dan Energi Kinetik kedua benda
sebelum tumbukan = momentum dan energi kinetik setelah tumbukan. Dengan kata lain, pada
tumbukanlenting sempurna berlaku Hukum Kekekalan Momentum dan Hukum Kekekalan
Energi Kinetik.Hukum Kekekalan Momentum dan Hukum Kekekalan Energi Kinetik berlaku
pada peristiwa tumbukan lenting sempurna karena total massa dan kecepatan kedua benda
sama, baik sebelummaupun setelah tumbukan. Hukum Kekekalan Energi Kinetik berlaku
pada Tumbukan lentingsempurna karena selama tumbukan tidak ada energi yang hilang.
Benda-benda yang mengalami Tumbukan Lenting Sempurna tidak menghasilkan bunyi,panas
atau bentuk energi lain ketika terjadi tumbukan. Tidak ada Energi Kinetik yang hilang selama
proses tumbukan. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa pada peritiwa Tumbukan
Lenting Sempurna berlaku Hukum Kekekalan Energi Kinetik.

Dua benda, benda 1 dan benda 2 bergerak saling mendekat. Benda 1 bergerak dengan
kecepatan v1 dan benda 2 bergerak dengan kecepatan v2. Kedua benda itu bertumbukan dan
terpantul dalamarah yang berlawanan. Perhatikan bahwa kecepatan merupakan besaran vektor
sehingga dipengaruhi juga oleh arah.

Sesuai dengan kesepakatan, arah ke kanan bertanda positif dan arahke kiri bertanda
negatif. Karena memiliki massa dan kecepatan, maka kedua benda memiliki momentum (p =
mv) dan energi kinetik (EK = ½ mv2). Total Momentum dan Energi Kinetikkedua benda
sama, baik sebelum tumbukan maupun setelah tumbukan. Secara matematis, Hukum
Kekekalan Momentum dirumuskan sebagai berikut :

m v + m v = m v' +m v' → Persamaan 1

Keterangan :

m1 = massa benda 1,

44
m2 = massa benda 2

v1 = kecepatan benda sebelum tumbukan dan

v2 = kecepatan benda 2 Sebelum tumbukan

v’1 = kecepatan benda Setelah tumbukan,

v’2 = kecepatan benda 2 setelah tumbukan

Jika dinyatakan dalam momentum,

m1v1 = momentum benda 1 sebelum tumbukan,

m1v’1 = momentum benda 1 setelah tumbukan

m2v2 = momentum benda 2 sebelum tumbukan,

m2v’2 = momentum benda 2 setelah tumbukan

Pada Tumbukan Lenting Sempurna berlaku juga Hukum Kekekalan Energi Kinetik.
Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

1/2m₁v₁² - 1/2m₂v₂² = 1/2m₁v'₁² - 1/2m₂v'₂² Persamaan 2

Keterangan :

12m₁v₁² = EK benda 1 sebelum tumbukan

12m₂v₂² = EK benda 2 sebelum tumbukan

12m₁v'₁² = EK benda 1 setelah tumbukan

12m₂v'₂² = EK benda 2 setelah tumbukan

Kita telah menurunkan 2 persamaan untuk Tumbukan Lenting Sempurna, yakni


persamaan Hukum Kekekalan Momentum dan Persamaan Hukum Kekekalan Energi Kinetik.
Ada suatu halyang menarik, bahwa apabila hanya diketahui massa dan kecepatan awal, maka
kecepatansetelah tumbukan bisa kita tentukan menggunakan suatu persamaan lain. Persamaan
ini diturunkan dari dua persamaan di atas.

m₁ v₁+m₂v₂ = m₁v'₁+m₂v'₂

m₁ v₁- m₂v₂ = m₁v'₁-m₂v'₂

m₁(v₁-v'₁) = m₂(v'₂-v₂) → Persamaan 3

Ini merupakan salah satu persamaan penting dalam Tumbukan Lenting sempurna,
selain persamaan Kekekalan Momentum dan persamaan Kekekalan Energi Kinetik.
45
Persamaan 3 menyatakan bahwa pada Tumbukan Lenting Sempurna, laju kedua benda
sebelum dan setelah tumbukan sama besar tetapi berlawanan arah, berapapun massa benda
tersebut. Dengan kata lain kecepatan relatif kedua benda sebelum tumbukan sama dengan
harga minus dari kecepatan relatif kedua benda setelah tumbukan. Untuk keperluan lebih
lanjut didefinisikan :

berlaku jika v1, v’1, v2, v’2 pada satu arah sumbu yang sama. Harga v yang dimasukkan
disini harus memperhatikan arah (tanda + atau -). Symbol e ini yang kemudian disebut
koefisien restitusi.

Untuk tumbukan lenting (sempurna) e = 1

Untuk tumbukan tidak lenting sebagian 0 < e < 1

Untuk tumbukan tidak lenting sempurna e = 0

2. TUMBUKAN TIDAK LENTING SEBAGIAN

Pada jenis tumbukan ini berlaku Hukum kekekalan momentum dan tidak berlaku hukum
kekekalan energi kinetik karena terjadi perubahan Ek koefisien restitusi e adalah pecahan.

Hukum kekekalan momentum

m1 v1 + m2 v2 = m1 v’1 + m2 v’2 dan 0 < e < 1

Tidak berlaku hukum kekekalan energi, berarti ada energi kinetik yang hilang selama proses
tumbukan sebesar ∆Ek.

∆Ek = (1/2m₁v₁² +1/2m₂v₂²) – (1/2m₁v'₁² + 1/2m₂v'₂)

3. TUMBUKAN TIDAK LENTING SEMPURNA

Pada jenis tumbukan ini berlaku Hukum kekekalan momentum dan tidak berlaku hukum
kekekalan energi kinetik karena terjadi perubahan Ek. koefisien restitusi e = 0.

Dimana kecepatan akhir kedua benda sama dan searah. Berarti kedua benda bergabung dan
bergerak bersama-sama. Besar energi kinetik yang hilang ∆Ek :

46
∆Ek = (1/2m₁v₁² +1/2m₂v₂²) – (1/2m₁v'₁² + 1/2m₂v'₂) dimana v’1 = v’2.

Contoh Soal :

1. Dua buah benda A dan B masing-masing bermassa 2 kg dan 4 kg bergerak saling mendekat
dengan kecepatan berturut-turut 4 m/s dan 3 m/s. Setelah tumbukan, massa A bergerak
berlawanan dengan arah semula dengan kecepatan 5 m/s. tentukan:

a. Kecepatan benda B setelah tumbukan

b. Koefisien restitusinya

c. Energi kinetik sistem yang hilang selama tumbukan

Diketahui :

mA = 2 kg v’A = - 5 m/s

mB = 4 kg

vA = 4 m/s

vB = - 3 m/s

Jawab :

Ambil arah kekanan sebagai arah positif

a. Kecepatan benda B setelah tumbukan:

mA vA + mB vB = mA v’A + mB v’B

2 kg . 4 m/s + 4 kg . (-3 m/s) = 2 kg (-5 m/s) + 4 kg v’B

4 kg v’B = 6 kg m/s

v’B = 1,5 m/s

Tanda positif menyatakan bahwa arah kecepatan benda B setelah tumbukan ke kanan.

b. Koefisien restitusi e
47
Ambil arah ke kanan sebagai arah positif

−(vb−va)
e=
(vb−va)

pada rumus ini, harus diperhatikan tanda (+) atau (-) pada kecepatan.

−(1.5−(−5 ) )
e= = 0.93
(−3−4 )

perhatikan tanda sistem plus dan minusnya

c. Energi kinetik yang hilang selama tumbukan

∆Ek = (1/2m₁v₁² +1/2m₂v₂²) – (1/2m₁v'₁² + 1/2m₂v'₂)

= ( 1/2.2.42 + ½.4.32 ) – ( 1/2.2.52 + 1/2.4. 1,52)

= 34 – 29.5

= 4.5 joule

ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE

A. INDIKATOR

1. Menyebutkan perbedaan antara benda elastis dan benda plastis.

2. Mendeskripsikan sifat elastisitas suatu bahan.

3. Menentukan tegangan, regangan, dan modulus elastisitas suatu bahan.

4. Menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari menggunakan konsep


elastisitas.

5. Menyebutkan bunyi hukum Hooke.

6. Menggambarkan susunan pegas seri-paralel.

7. Menghitung konstanta pegas seri-paralel.

8. Mendeskripsikan energi potensial pegas.

9. Menyebutkan aplikasi hukum Hooke dalam kehidupan sehari-hari.

10. Menyelesaikan persoalan fisika menggunakan hukum Hooke.

48
B. MATERI
1. Elastisitas
Pada bab ini kita akan mempelajari tentang elastisitas atau kemampuan benda untuk
kembali ke bentuknya semula. Ambillah penggaris dari plastik, peganglah ujungnya
kemudian ayunkan ke bawah dan lepaskan. Apa yang terjadi? Penggaris akan terayun
ke bawah kemudian ke atas dan ke bawah lagi berulang-ulang. Penggaris selalu
berusaha ke keadaan semula. Pernahkah kalian meloncat di atas spring bed? Apa yang
terjadi? Bila kalian akan menekan spring bed ke bawah, kalian akan mendapat gaya
yang membuat kalian terpental ke atas. Ada gaya yang seolah menolak kalian. Gejala-
gejala tadi menunjukkan elastisitas. Elastisitas sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari. Perhatikan gambar penggaris di bawah, penggaris mampu melengkung tanpa
patah karenapenggaris memiliki elastisitas. Gaya yang kalian keluarkancukup besar
maka penggaris akan patah.

Gambar 1 Sebuah batang penggaris yang dijepitdan ujung yang lain diayunkan.

Jembatan dari baja akan melengkung jika terbebani atau terjadi perubahan
panjang , dan akan kembali ke bentuk semula jika bebannya tidak ada. Namun jika
beban kecil seringkali kita tidak melihat perubahan panjang atau kelengkungan
jembatan. Mengapa pada jembatan bisa terjadi kelengkungan? Secara umum mengapa
suatu materi bisa meregang? Suatu materi dapat kita anggap tersusun dari pegas-pegas.
Jika kita menarik pegas maka akan terjadi regangan,jika kita menghilangkan tarikan
pegas akan kembali seperti semula. Gaya yang dikerjakan oleh pegas serupa dengan
gaya antaratom dalam molekul-molekul zat padat. Tersebut dapat bergetar seperti
gerakan massa yang terikat pada pegas.

2. Tegangan dan Regangan

49
Mari kita tinjau batang penghapus yang terbuat dari karet.Jika batang
penghapus tadi kita tarik kedua ujungnya apakah yang terjadi? Batang penghapus akan
memanjang. Jika tarikan kita dihentikan maka batang penghapus tadi kembali seperti
semula. Benda seperti batang penghapus kita sebut benda elastis.Benda padat yang
dipengaruhi oleh gaya dari luar misalnyabenda ditarik, digeser, atau ditekan maka
bentuk benda akan berubah. Bila bentuk benda kembali seperti semula setelah gaya
luarnya dihilangkan maka benda dikatakan elastik. Sebagian besar benda bersifat
elastik sampai batas tertentu.Bagaimana kalau benda diberi gaya melebihi batas
elastisnya? Jika diberi gaya yang melebihi batas elastisnya maka benda tidak kembali
ke bentuk semula, tetapi akan berubah bentuk secara permanen.
Lihatlah Gambar 2.(a.b), sebuah batang tegar dipengaruhioleh gaya tarikan
sebesar F ke kanan di ujung kanan dan kekiri di ujung kiri. Mari kita perhatikan bagian
kecil dari batang yang panjangnya L. Bagian kecil batang ini dalam keadaan
setimbang karena gaya di bagian kanan sama dengan gaya dibagian kirinya. Gaya-
gaya baik di bagian kiri maupun di bagian kanan didistribusikan secara merata pada
luasan penampang A. Perbandingan gaya F terhadap luasan penampang dinamakan
tegangan tarik. F tegak lurus kuasa A.

Gaya-gaya yang bekerja pada batang berusaha membuat bahan meregang.


Perubahan panjang per panjang dinamakan regangan.Misalkan karena gaya sebesar
ΔL.

Bagaimana hubungan antara regangan dan tegangan pada batang padat? Mari
kita lihat grafik Gambar (2.c).

50
Gambar.2 (a.b) Sebuah batang karet ditarik dengan gaya F akan menyebabkan terjadi
perubahan panjang. (c) Grafik hubungan antara tegangan dan regangan.

Tegangan dan regangan sebanding sampai titik A. Bila tegangan terus


diberikan sampai titik B antara tegangan dan regangan tidak linear lagi dan akan patah
di titik C.Grafik di atas menunjukkan hubungan antara regangan dengan tegangan.
Grafik tersebut linear sampai titik A. Hasil regangan yang berubah secara linear
terhadap tegangan dikenalsebagai hukum Hooke. Pada daerah ini bila gaya dilepas
atautegangan dihentikan maka batang akan kembali seperti semula. Apabila tegangan
diperbesar maka antara regangan dan tegangan tidak linear lagi. Jika gaya diperbesar
lagi atautegangan diperbesar maka akan mencapai titik B,titik B adalahbatas elastik
bahan. Batang ditarik melampaui B maka batang tidak akan kembali ke panjang
semula, tetapi berubah bentuk secara permanen. Seandainya gaya diperbesar lagi
makabatang akan mencapai titik C, batang akhirnya patah. Titik C dinamakan titik
patah. Perbandingan tegangan terhadap regangan pada daerah grafik yang linear
adalah konstan. besarnya konstanta dinamakan Modulus Young diberi simbol Y atau
sering disebut modulus elastis.

Satuan tegangan adalah satuan gaya per satuan luas atau N/m 2. Regangan tidak
bersatuan. Sedangkan satuan Modulus Young adalah Newton permeter persegi atau
N/m2.

Modulus benda ( Bulk Modulus )


Perbandingan (negatif) perubahan tekanan terhadap volume yang dihasilkan
−∆ P
B=
∆ V /V
1
Modulus kompresibilitas : K=
B

3. Tegangan dan Regangan Geser


Bagaimana jika gaya diberikan sejajar terhadap luas permukaan seperti gambar
(3).Gaya semacam itu dinamakan gaya geser. Perbandingan ya geser terhadap luas A
dinamakantegangan geser.

51
Tegangan geser akan mengubah bentuk benda sepertigambar (3). Perbandingan

∆X
dinamakan regangan geser
L

Perbandingan antara tegangan geser terhadap regangan geser dinamakan


modulus geser

Modulus ini hampir konstan untuk tegangan geser yang kecil, yang berarti
regangan geser berubah secara linear untuk tegangan kecil. Dengan demikian hukum
Hooke berlaku untuk tegangan geser. Modulus geser sering juga disebut sebagai
modulus torsi.

Gambar 3 Gaya sejajar dengan permukaan akan menyebabkan permukaan benda


bergeser sehingga timbul tegangan geser. Gaya yang dikerahkan tangan menuju ke
kanan.

4. Deformasi Elastis dan Plastis


Elastisitas:Adalah sifat zat /bahan yang memungkinkan benda kembali pada
ukuran semula setelah gaya yang mendeformasinya dihilangkan.

52
Batas Elastisitas: Nilai tegangan paling kecil yang dapat menimbulkan deformasi
permanen dalam benda.
Deformasi plastis : Deformasi yang tidak kembali ke bentuk semula, setelah gaya
yang mendeformasinya dihilangkan.
Bahan rapuh : Bahan yang bila diberi gaya melewati batas elastisitasnya akan
menjadipatah / putus (daerah plastisnya kecil /sempit).
Bahan kenyal : Bahan yang memberikan deformasi plastis hingga titik putusnya, dan
mempunyai daerah plastis yang cukup lebar.

5. Hukum Hooke
Hukum Hooke merupakan hukum mengenai gaya dalam bidang ilmu fisika
yang terjadi karena sifat elastisitas dari sebuah pegas. Suatu benda yang dikenai gaya
akan mengalami perubahan bentuk (volume dan ukuran). Misalnya, suatu pegas akan
bertambah panjang dari ukuran semula apabila dikenai gaya sampai batas tertentu.Hal
tersebut dapat terjadi karena sifat elastisitas pada sebuah pegas.Jika sebuah pegas
ditarik dengan gaya tertentu, maka panjangnya akan berubah. Semakin besar gaya
tarik yang bekerja, semakin besar pula pertambahan panjang pegas tersebut. Ketika
gaya tarik dihilangkan, pegas akan kembali ke keadaan semula.

F’

Gambar 4. Skema Pertambahan Panjang pada Pegas


Gambar 4menunjukkan sebuah pegas yang ditarik dengan gaya sebesar F’, sehingga
pegas tersebut akan mengalami pertambahan panjang sebesar (∆x). Semakin besar
gaya yang diberikan, maka akan semakin besar pula pertambahan panjang (∆x).
Demikian pula sebaliknya.
Jika beberapa pegas ditarik dengan gaya yang sama, pertambahan panjang
setiap pegas akan berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh karakteristik setiap pegas.
Karakteristik suatu pegas dinyatakan dengan konstanta pegas (k). Hukum Hooke
menyatakan bahwa jika pada sebuah pegas bekerja gaya (F), maka pegas tersebut akan

53
mengalami pertambahan panjang (∆x) yang sebanding dengan besar gaya yang bekerja
padanya. Secara matematis, hubungan antara besar gaya yang bekerja dengan
pertambahan panjang pegas dapat dituliskan sebagai berikut.
F=−k ∆ x

Keterangan:
F = gaya yang bekerja (N)
k = konstanta pegas (N/m)
∆x = pertambahan panjang pegas (m)

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa :


“Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastisitas pegas, maka pertambahan
panjang pegas berbanding lurus (sebanding) dengan gaya tariknya”.

Pernyataan tersebut dikemukakan pertama kali oleh Robert Hooke, seorang


arsitek yang ditugaskan untuk membangun kembali gedung-gedung di London yang
mengalami kebakaran pada tahun 1666. Oleh karena itu, pernyataan di atas dikenal
sebagai bunyi hukum Hooke. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa
konstanta pegas menunjukkan perbandingan antara gaya (F) dengan pertambahan
panjang (∆x). Selama gaya tidak melampaui titik patah, maka besarnya gaya
sebanding dengan perubahan panjang pegas. Semakin besar gaya yang dilakukan
untuk meregangkan pegas, maka semakin besar pula gaya yang dikerahkan pegas.
Semakin besar kita menekan pegas, semakin besar pula gaya yang dilakukan oleh
pegas. Sifat pegas seperti yang dinyatakan oleh hukum Hooke tidak terbatas pada
pegas yang diregangkan. Pada pegas yang dimampatkan juga berlaku hukum Hooke,
selama pegas masih pada daerah elastisitas. Sifat pegas seperti itu banyak digunakan
di dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada neraca pegas, bagian-bagian tertentu
mesin, dan peredam kejut pada kendaraan bermotor.
Grafik pada Gambar 5 menunjukkan besarnya gaya F yang sebanding dengan
pertambahan panjang ∆x. Pada bagian ini, pegas dikatakan meregang linier. Jika F
diperbesar lagi, hingga melampaui titik A, garis tidak lurus lagi. Hal tersebut
menandakan bahwa batas linieritasnya sudah terlampaui, tetapi pegas masih bisa
kembali ke bentuk semula.

54
Gambar 5 Grafik Hubungan Gaya dengan Pertambahan Panjang Pegas

Apabila gaya F diperbesar terus sampai melewati titik B, maka pegas


bertambah panjang dan tidak kembali ke bentuk semula setelah gaya dihilangkan. Hal
ini disebut batas elastisitas atau kelentingan pegas. Jika gaya terus diperbesar lagi
hingga di titik C, maka pegas akan putus. Jadi, batas elastisitas mempunyai batas
elastisitas. Jika gaya yang diberikan melebihi batas elastisitasnya, maka pegas tidak
mampu lagi menahan gaya sehingga tidak bisa kembali ke bentuk semula atau pegas
akan putus.
Untuk menarik pegas dibutuhkan gaya F’ yang sama besar, tetapi berlawanan
arah dengan gaya F yang dilakukan oleh pegas pada kita. Gaya yang dikenakan pada
pegas menjadi F’ = kx dan usaha yang dilakukan oleh gaya ini untuk menarik pegas
sehingga ujungnya berpindah dari x1 ke x2.
x2 x2
1 1
W 12=∫ F ( x ) dx =∫ ( kx ) dx= k x 22− k x21
'

x 1 x 1
2 2
Jika diambil x1= 0 dan x2 = x maka diperoleh :
1
1
W =∫ ( kx ) dx= k x2
0 2
Rumus di atas adalah usaha yang dilakukan untuk merentangkan pegas
sehingga ujungnya pindahdari posisi tak terentangkan ke posisi x. Usaha untuk
menekan pegassejauh x sama besar dengan usaha untuk menarik pegas sejauh x,
karena dalam persamaan di atas, pergeseran x dikuadratkan, apapun tanda x akan
memberikan harga positif bagi W. Integral ini dapat juga dipecahkan dengan
menghitungluas diantara kurva gaya pergeseran dan sumbu-x dari x = 0 sampai x = x.
Dalam gambar tersebut daerah ini digambarkan dengan daerah yang diarsir, bentuknya
segitiga dengan alas x dan tinggi k ∆x, sehingga luasnya sesuai dengan persamaan di
atas, yaitu:

55
1 1
( ∆ x )( k ∆ x ) = k ∆ x 2
2 2

Gambar 6. Grafik F terhadap x

Seluruh usaha (W) yang dilakukan oleh gaya F tersimpan menjadi energi
potensial elastisitas pegas karena tidak terjadi perubahan energi kinetik pegas. Oleh
karena itu, sebuah pegas yang memiliki konstanta pegas k dan terentang sejauh ∆x dari
keadaan setimbangnya, memiliki energi potensial sebesar Ep.
1
E p= k ∆ x2
2
Contoh penggunaan gaya pegas adalah ketapel. Jika ketapel diregangkan,
kemudian dilepaskan, maka ketapel dapat melontarkan batu. Dalam hal ini, energi
potensial elastisitas berubah menjadi energi kinetik batu.
E p ketapel= Ek batu
1 1
k ∆ x 2= m v 2
2 2

Keterangan :
k = konstanta pegas karet ketapel (N/m)
∆ x = pertambahan panjang pegas (m)
m = massa benda (kg)
v = kecepatan benda (m/s)

6. Susunan Pegas
Pegas memiliki beberapa macam susunan, diantaranya yaitu:

a.Susunan Seri
Hal-hal yang berkaitan dengan pegas pengganti dari susunan seri yaitu:
 Gaya yang menarik pegas pengganti sama besar (F1=F2=F).

56
 Pertambahan panjang pegas pengganti sama dengan jumlah pertambahan
panjang masing-masing pegas (x=x1+x2)
 Tetapan penggantinya
F=W
W =F 1 + F2
F=F1 + F 2
∆ x=∆ x 1 +∆ x 2
−F −F −F
= +( )
ks k1 k2
1 1 1
= +
ks k1 k 2
Dimana ks adalah konstanta pegas pengganti susunan seri. Susunan pegas
seri dapat dilihat pada Gambar 7.

F’
Gambar 7. Susunan Seri Pegas

b.Susunan Paralel
Hal-hal yang berkaitan dengan pegas pengganti dari susunan paralel yaitu:
 Gaya yang menarik pegas pengganti sama dengan jumlah gaya yang menarik
masing-masing pegas (F= F1+F2).
 Pertambahan panjang pegas (x=x1=x2)
 Tetapan penggantinya
W =2 F
W =F 1 + F2
F=F1 + F 2
k . ∆ x=k 1 . ∆ x=k 2 . ∆ x
∆ x sama sehingga :
k p =k 1 +k 2
Di mana k p adalah konstanta pegas pengganti susunan paralel. Susunan pegas
paralel dapat dilihat pada Gambar 8.

57
F’

Gambar 8. Susunan Paralel Pegas


c.Susunan Seri dan Paralel
Hal-hal yang berkaitan dengan pegas pengganti dari susunan pegas gabungan seri
paralel adalah :
 Gaya pengganti adalah (F1+F2=F3).
 Pertambahan panjang pegas (x=x1+x2)atau (x=x2+x3)
1 1 1
 Tetapan penggantinya : k = k + k + k
total 1 2 3

Susunan pegas pengganti seri paralel dapat dilihat pada Gambar 9.

F’

Gambar 9. Susunan Pegas Gabungan Seri dan Paralel

7. Penerapan Elastisitas dan Hukum Hooke

Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan elastisitas dalam kehidupan sehari hari:
1.Alat Ukur Gaya Tarik Kereta Api
Alat ini dilengkapi dengan sejumlah pegas yang disusun sejajar. Pegas-pegas ini
dihubungkan ke gerbong kereta api saat kereta akan bergerak. Hal ini dilakukan
untuk mengukur gaya tarik kereta api sesaat sebelum meninggalkan stasiun.

2.Peredam Getaran atau Goncangan pada Mobil

58
Penyangga badan mobil selalu dilengkapi pegas yang kuat sehingga goncangan
yang terjadi pada saat mobil melewati jalan yang tidak ratadapat diredam. Dengan
demikian, keseimbangan mobil dapat dikendalikan.

3.Peranan Sifat Elastis dalam Rancang Bangun


Untuk menentukan jenis logam yang digunakan dalam membangun sebuah
jembatan, pesawat, rumah, dan sebagainya, maka modulus Young, tetapan pegas,
dan sifat elastisitas logam secara umum harus diperhitungkan.

4.Peranan Sifat Elastis dalam Olahraga


Di bidang olahraga, sifat elastis bahan diterapkan, antara lain pada papan loncatan
pada cabang olahraga loncat indah dan tali busur pada olahraga panahan. Karena
adanya papan yang memberikangaya Hooke pada atlet, maka atlet dapat meloncat
lebih tinggi daripada tanpa papan,sedangkan tali busur memberikan gaya pegas
pada busur dan anak panah.

5. Jam kasa atau kronometer, yang dimanfaatkan untuk menentukan garis atau posisi
kapal yang berada di laut.

6. Sambungan tongkat-tongkat persneling kendaraan baik mobil maupun sepeda motor

7. Ayunan Pegas

GETARAN HARMONIS
Rumusan Masalah

1. Apa saja peristiwa getaran harmonik dalam kehidupan sehari-hari?

2. Apa yang dimaksud getaran harmonik sederhana.?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi getaran harmonik.?

4. Bagaimana persamaan getaran harmonik.

Indikator :

1. Menyebutkan peristiwa getaran harmonik dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menjelaskan getaran harmonik sederhana.

3. Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi getaran harmonik.

4. Mengidentifikasi persamaan getaran harmonik.


59
A. Gerak Melingkar Beraturan

Perhatikan Gambar 2! Kedudukan a, c, dan e merupakan kedudukan setimbang.


Kedudukan b dan f merupakan kedudukan terbawah sedangkan kedudukan d merupakan
kedudukan tertinggi. Saat benda melakukan satu kali getaran maka benda tersebut bergerak
dari titik terbawah sampai titik terbawah lagi. Waktu yang digunakan untuk melakukan
satu kali getaran dinamakan periode (T). Jumlah getaran sempurna yang dilakukan tiap
satuan waktu (sekon) disebut frekuensi (f) dan dinyatakan dengan satuan hertz (Hz) atau
cycles per second (cps). Jika banyaknya getaran adalah n setelah getaran selama t sekon,
maka dapat dirumuskan:

B. Getaran Harmonik Sederhana


Jika sebuah roda disorot sinar, pada layar akan tampak bayangan seperti pada
Gambar 4.3. Pada saat roda diputar, maka bayangan engkol akan bergerak naik-turun
melalui titik seimbang. Gerakan bayangan engkol pada layar ini merupakan suatu getaran.
Berdasarkan peristiwa ini dapat dinyatakan bahwa getaran merupakan proyeksi dari gerak
melingkar.

60
Getaran yang dihasilkan dari proyeksi gerak melingkar beraturan merupakan
getaran harmonik sederhana. Anda tentu masih ingat pada gerak melingkar beraturan
frekuensinya tetap. Dengan demikian frekuensi pada getaran harmonik juga tetap, dan
inilah yang merupakan ciri dari getaran harmonik sederhana. Coba perhatikan lagi Gambar
4.3! Sebuah benda mula-mula berada di titik seimbang O. Dengan kecepatan awal v0
benda bergetar harmonik sederhana. Gerakan O – A – O – B – O disebut sebagai 1 getaran.
Gerakan
O A; A O; O B; dan B O, masing-masing merupakan ¼ getaran.
Untuk memahami arah-arah v, a, dan F, perhatikan penjelasan berikut!
1. v0 adalah kecepatan awal getaran dimana benda bergetar dimulai dari titik
setimbang O. Pada gambar 4.3 permulaan getaran dari O menuju A.

2. Pada fase ¼ getaran pertama (dari O ke A) maka:

a. Kecepatan vt makin kecil dan menjauhi titik setimbang O. Pada saat di A, vt =


0 menunjukkan benda mulai akan membalik.

b. Percepatan getar a bernilai negatif (arah ke bawah) dan menuju titik setimbang.

c. Arah gaya getar F selalu sama dengan arah percepatan getar a.

Jadi pada fase ini, gaya memiliki arah ke bawah dan menuju titik setimbang.

3. Pada fase ¼ getaran kedua (dari A ke O).

a. Kecepatan vt makin besar dan menuju titik setimbang O. Arah vt ke bawah


(bernilai negatif).

b. Percepatan getar a bernilai negatif dan menuju titik setimbang.

c. Gaya getar F juga bernilai negatif dan menuju titik setimbang.

4. Pada fase ¼ getaran ketiga (dari O ke B).

a. Kecepatan vt makin kecil, menjauhi titik setimbang, dan bernilai negatif (arah
ke bawah).

61
b. Percepatan getar a bernilai positif dan menuju titik setimbang.

c. Gayat getar F juga bernilai positif dan menuju titik setimbang.

5. Pada fase ¼ getaran keempat (dari B ke O).

a. Kecepatan vt makin besar, menuju titik setimbang, dan bernilai positif.

b. Percepatan getar a, bernilai positif dan menuju titik setimbang.

c. Gaya getar F juga bernilai positif dan menuju titik setimbang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Arah percepatan getar a dan arah gaya getar F selalu menuju titik setimbang.
Gaya getar inilah yang menyebabkan benda selalu tertarik ke titik setimbang sehingga
terjadi getaran.

2. Kecepatan getar benda vt, makin kecil pada saat benda menjauhi titik
setimbang. Pada saat ini, arah vt berlawanan dengan arah a.

3. Kecepatan getar benda vt makin besar pada saat benda menuju titik setimbang.
Pada saat ini arah vt searah dengan a.

Bandul Sederhana

F=−mgsinθ
F y
sinθ= =
mg l
−mg
F= y
l
F=−ky
Periode
k
ω2 =
m
2
4π k
=
T2 m
T =2 π
m
k √

m
T =2 π
mg
l
T =2 π
l
g √
62
Periode dan Frekuensi
Periode ( T ), Benda yang bergerak harmonis sederhana pada ayunan sederhana
memiliki periode atau waktu yang dibutuhkan benda untuk melakukan satu getaran secara
lengkap. Benda melakukan getaran secara lengkap apabila benda mulai bergerak dari titik
di mana benda tersebut dilepaskan dan kembali lagi ke titik tersebut.
Frekuensi getaran adalah jumlah getaran yang dilakukan oleh sistem dalam satu
detik, diberi simbol f. Satuan frekuensi adalah 1/sekon atau s-1 atau disebut juga hertz.

1 1
f= atau T =
T f

63
1. Simpangan Getaran
Apa yang dimaksud dengan simpangan getaran? Simpangan getaran
adalah jarak benda yang sedang bergetar terhadap titik setimbang. Perhatikan
Gambar 4.4! Pada bagian kiri adalah sebuah lingkaran yang bergerak
melingkar beraturan, sedangkan bagian lain merupa-kan proyeksinya.
Proyeksi ini merupakan contoh getaran harmonik seperti telah dijelaskan di
depan. Ketika lingkaran telah berputar sejauh θ , maka pada proyeksinya akan
terlihat simpangan (y), yang nilainya dapat ditentukan sebagai berikut.

Berdasarkan gambar segitiga di samping, nilai y = R sin ø . Coba


Anda cermati lagi jari-jari R pada GMB! Jika diproyeksikan dalam getaran
harmonik akan menjadi amplitudo (A), sehingga nilai simpangannya adalah
sebagai berikut.

2. Kecepatan Getaran
Perhatikan Gambar 4.6! Proyeksi v pada sumbu y biasa disebut
sebagai vy yang
merupakan kecepatan getaran, secara analitis dapat kita jabarkan
vy = v sin (90 +θ) atau vy = v cos θ

64
Pada GMB kecepatan v = ω R, atau jika diterapkan pada getaran
dimana R = A,
akan diperoleh v = ω A. Jadi, kecepatan getaran dapat dituliskan
sebagai
berikut.
vy = ω A cos ø. Karena ø = ω t, maka:
vy = ω A cos ω t atau vy = 2 πfA cos 2π ft
Persamaan ini berlaku jika getaran dimulai dari titik setimbang.

3. Percepatan Getaran

Perhatikan Gambar 4.7! Gambar tersebut melukiskan vektor


percepatan sentripetal (as) pada GMB. Bila vektor as ini dilukiskan secara
tersendiri, maka akan diperoleh seperti Gambar 4.8. Proyeksi as pada sumbu
y biasa disebut dengan ay yang merupakan percepatan getaran, secara analitis
dapat kita jabarkan sebagai berikut.

Coba cermati kembali Gambar 4.8! Arah as selalu menuju pusat


lingkaran, sehingga pada gerak harmonik ay juga selalu menuju titik
setimbang. Karena as = w ²R atau dalam getaran harmonik dimana R = A,
maka as = w ²A sehingga diperoleh persamaan berikut.

65
Persamaan ini juga berlaku untuk getaran yang dimulai dari titik
setimbang.

4. Gaya Getaran

Mengapa benda yang bergetar cenderung kembali ke titik setimbang?


Ingat kembali Hukum II Newton (F = m a). Pada pembahasan sebelumnya,
Anda telah mengenal percepatan getar (ay) yang selalu mengarah ke titik
setimbang. Coba pikirkan lagi! Jika pada benda bergetar massa benda
diperhitungkan. Apa yang akan muncul jika ada percepatan (ay) dan ada
massa (m) yang bergetar? Dengan memanfaatkan Hukum II Newton, kita
akan menemukan besar gaya F dimana F = m a. Hal ini juga terjadi pada
kasus getaran harmonik. Besarnya gaya yang meyebabkan benda selalu
tertarik ke arah titik setimbang adalah sebagai berikut.

5. Energi pada Getaran Harmonik

Energi yang dimiliki oleh benda yang bergetar harmonik terdiri dari
energi kinetik, energi potensial dan energi mekanik. Energi kinetik
disebabkan adanya kecepatan, energi potensial disebabkan adanya simpangan
atau posisi yang berubah-ubah dan energi mekanik
merupakan jumlah energi kinetik dan energi potensial.

6. Energi Kinetik (Ek)


Energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak, bila massa benda m
dan kecepatan benda v maka energi kinetik benda tersebut adalah

Kecepatan yang dimiliki oleh getaran harmonik adalah v = A w cos


(wt) . Sehingga energi kinetik getaran harmonik adalah sebagai berikut

66
Apabila getaran harmonis terjadi pada pegas maka k = m w2 sehingga
energi kinetiknya dapat dinyatakan sebagai berikut.

7. Energi Potensial (Ep)


Pada saat pegas disimpangkan sejauh x, maka pegas mempunyai
energi potensial.

Simpangan yang dimiliki oleh getaran harmonik adalah x = Asin ( w t).


Sehingga energi potensial getaran harmonik dapat dinyatakan sebagai berikut

Kita ketahui k = m w2, maka energi potensial getaran harmonik


menjadi seperti berikut

Keterangan :
Ep : energi potensial getaran harmonik (J)
k : konstanta getaran (N/m)

8. Energi Mekanik (Em)


Energi mekanik adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial.

Karena cos²( ω t) + sin²( ω t) =1 , maka energi mekanik getaran


harmonik dapat dinyatakan sebagai berikut

67
DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA
TEGAR

Indikator :
1. Menentukan kecepatan angular dan percepatan angular benda pada gerak
rotasi.
2. Menentukan percepatan tangensial, percepatan tangensial, dan percepatan
sentripetal benda pada gerak rotasi.
3. Menentukan torsi pada gerak rotasi.
4. Menentukan pusat massa benda.
5. Mengetahui momen inersia benda.
6. Menentukan momentum angular benda.
7. Mengetahui hukum kekekalan momentum angular benda.
8. Menentukan percepatan benda pada gerak menggelinding.
9. Mengetahui macam-macam kesetimbangan benda tegar.

URAIAN MATERI
1. Kecepatan angular dan percepatan angular benda pada gerak rotasi.
Perpindahan sudut pada gerak melingkar memerlukan konsep yang sama
seperti pada gerak linear. Pada gerak melingkar
juga diperlukan sebuah sistem acuan tetap (garis)
hanya saja yang digunakan pada gerak melingkar
adalah sistem koordinat polar.
Jika pada gerak linear kita memiliki persamaan:
 Perpindahan
∆ r =r f −
ri
 Kecepatan
∆ r
v =
∆t
 Percepatan
a.

Gambar 1. Diagram Gerak


Perpindahan sudut
melingkar

68
Setiap titik pada benda yang bergerak melingkar terhadap titik O.

s
Secara umum, sudut diukur dengan persamaan θ= , sementara
r
untuk elemen-elemen pada benda sudut diukur dengan menggunakan

ds i
persamaan berikut, d θ=
ri
Perpindahan pada gerak melingkar dinamakan perpindahan sudut
(perpindahan angular) yang didefinisikan sebagai sudut yang dibuat
Gambar 2. Diagram Gerak
oleh benda yang
melingkar
berotasi selama
selang waktu
tertentu. Persamaan perpindahan angular adalah
∆ θ=θf −θi
Setiap titik dalam piringan mengalami perpindahan sudut yang sama
dalam selang waktu tertentu. Perpindahan sudut tidak bergantung pada
jari-jari lingkaran, sehingga partikel yang memiliki jari-jari kecil
dengan partikel yang memiliki jari-jari besar pada satu benda yang
bergerak melingkar tetap akan memiliki perpindahan angular yang
sama.

b. Kecepatan sudut (Kecepatan angular)


Sudut yang ditempuh oleh garis radial pada benda merupakan
karakteristik benda sebagai suatu kesatuan yang dinyatakan sebagai


laju perubahan sudut. Laju perubahan sudut terhadap waktu
dt
adalah sama untuk semua partikel cakram. Ini dinamakan kecepatan
angular (ω)

ω=
dt
Kecepatan sudut sesaat didefinisikan sebagai limit dari laju rata-rata
dengan selang waktu mendekati nol.
∆θ d θ
ω= lim =
∆ t → 0 ∆t dt

69
Besarnya kecepatan angular dinamakan kelajuan angular, satuannya
adalah radian/detin (rad/s). ω bernilai positif untuk rotasi yang
berlawanan dengan perputaran jarum jam ( θ bertambah) dan
negatif untuk rotasi yang searah perputaran jarum jam ( θ
berkurang).

c. Percepatan sudut (Percepatan angular)


Laju perubahan kecepatan angular terhadap waktu disebut percepatan
angular (α)
d ω d2θ
α= = 2
dt dt
Percepatan sudut sesaat didefinisikan sebagai limit dari kecepatan
sudut dengan selang waktu mendekati nol.
∆ω dω
α = lim =
∆ t →0 ∆ t dt
α bernilai positif jika ω bertambah, dan bernilai negatif jika ω
berkurang.
Ketika sebuah benda tegar berotasi terhadap sumbu tetap tertentu, tiap
bagian dari benda tersebut memiliki kecepatan angular dan percepatan
angular yang sama. Benda tergar adalah benda yang ketika diberi gaya,
benda tersebut tidak akan mengalami perubahan bentuk.

2. Kecepatan tangensial, percepatan tangensial, dan percepatan sentripetal


benda pada gerak rotasi.
a. Kecepatan tangensial
Kecepatan tangensial adalah kecepatan pada gerak melingkar yang
arahnya selalu menyinggung lingkaran, tegak lurus dengan jari-jari
lingkaran dan mengikuti arah gerak benda sepanjang lintasan
lingkaran.
ds dθ
v it = i =r i =r i ω
dt dt
b. Percepatan tangensial
Percepatan tangensial pada gerak melingkar didefinisikan sebagai
perubahan kecepatan tangensial dalam selang waktu tertentu dimana
arah percepatan tangensial selalu menyinggung lintasan gerak benda
yang berebntuk lingkaran. Percepatan tangensial ini yang

70
mempengaruhi kecepatan dan memberikan kemampuan benda untuk
bergerak.
dv dω
ait = i =r i =r i α
dt dt
c. Percepatan sentripetal
Percepatan sentripetal adalah percepatan sebuah benda yang
menyebabkan benda tersebut bergerak melingkar. Percepatan
sentripetal arahnya selalu tegak lurus dengan kecepatan tangensialnya
dan mengarah ke pusat lingkaran.
r
(¿¿ i ω)2
=r i ω 2
ri
v2
a ic= i =¿
ri
Berikut adalah analogi gerak linear dan gerak rotasi

Gerak Linear Gerak Rotasi

x θ
v ω
a α
v =v 0 +at ω=ω 0+ α t
1 2 1 2
x=x 0 +v 0 t+ at θ=θ 0 +ω 0 t + α t
2 2
2 2 2 2
v =v 0 +2 ax (x−x 0) ω =ω0 +2 αθ (θ−θ0 )

3. Torsi
Torsi didefinisikan sebagai perkalian cross antara vektor gaya yang
bekerja pada benda (F) dengan lengan gayanya (l). Untuk memahami
konsep torsi, mari kita perhatikan gambar dibawah ini.

71
Gambar 3. Torsi

Sebuah gaya F dikenakan pada titik berjarak l dari titik P yang merupakan
pusat massa benda, maka torsi yang dialami benda tersebut dapat
ditentukan dengan persamaan

τ =l× F

gaya dan lengan gaya merupakan besaran vektor, sehingga perkalian cross
keduanya menghasilkan torsi yang juga merupakan besaran vektor yang
memiliki arah dan kuantitas. Arah dari torsi dapat ditentukan dengan
menggunakan aturan sekrup putar kanan.

Jika komponen gaya F kita uraikan menjadi gaya dalam arah radial dan
arah tegak lurus, maka gaya dalam arah radial adalah

Fir =Fi cosθ

Namun gaya ini tidak menyebabkan benda mengalami gerak rotasi.

Sedangkan gaya dalam arah tegak lurus adalah

Fit =Fi sinθ

Komponen gaya inilah yang menyebabkan benda mendapatkan torsi


sehingga mengalami gerak rotasi.

Sehingga torsi benda dapat dirumuskan sebagai

τ =l Fsinθ

Jika kita tarik garis tegak lurus antara garis kerja gaya dengan titik P, yaitu
pada gambar di atas merupakan garis d, dimana
d=lsinθ
Persamaan torsi menjadi
τ =Fd
Dengan
τ : torsi (Nm)
F : besar gaya yang dikerjakan pada benda (N)
d : jarak tegak lurus garis kerja gaya ke pusat rotasi (m)

Mgcosθ 72
Gambar 4. Torsi pada benda tegar

Selanjutnya kita akan membahas torsi yang bekerja pada benda tegar.
Misal sebuah partikel P pada benda tegar mengalami torsi seperti
digambarkan pada gambar 2. Gaya yang menyebabkan torsi pada partikel
P adalah gaya berat partikel tersebut serta lengan gayanya adalah d.
Komponen gaya berat partikel W diuraikan menjadi dua komponen yaitu
komponen radial
W ir =M i gcosθ

Namun gaya berat dalam komponen ini tidak menghasilkan torsi pada
partikel karena gayanya ditiadakan oleh gaya kohesi. Sedangkan
komponen tegak lurus menghasilkan

W it =M i gsinθ

Komponen gaya inilah yang menghasilkan torsi pada partikel sehingga


partikel mengalami gerak rotasi.

maka torsi partikel tersebut adalah

τ i=li W it

i
τ¿
¿

Benda tegar tersusun dari banyak partikel, sehingga torsi total yang
dialami benda jika benda di asumsikan sebagai sistem diskrit adalah
penjumlahan torsi total yang dialami partikel-partikel dalam benda. Secara
matematis dituliskan sebagai

τ =Σ l i W it

τ =Σ l i M i gsinθ

τ =g Σ l i M i sinθ

4. Pusat Massa
Pusat massa dari suatu benda adalah suatu titik dimana jumlah momen
massa dari benda tersebut terhadap titik sama dengan nol.

CM

73
Gambar 5. Diagram Pusat Massa Benda dari Suatu Benda
Σmi r i=0
m1 r 1−m2 r 2=0
m1 r 1=m2 r 2
r 1 : r 2=m 2 :m 1

Cara menentukan pusat massa untuk benda dua dimensi adalah dengan
menggantung benda pada beberapa titik bergantian dan menggambarkan
garis vertikalnya dari titik yang dijadikan sumbu. Perpotongan garis
vertikal tersebut merupakan pusat massa benda tersebut.

Gambar 6. Diagram untuk mencari Pusat Massa Benda Dua Dimensi


y

Garis Simetri I

Garis Simetri II

x
Garis Simetri

x o m=x1 m1+ x 2 m2 y o m= y 1 m1 + y 2 m2
x m +x m y m +y m
x o= 1 1 2 2 y o= 1 1 2 2
m m
Keterangan:
Serba sama  m V
Bidang  V A
Maka,
x1 A 1 + x 2 A 2
x o=
A1 + A2
y 1 A 1+ y A2
y o=
A 1 + A2

74
Untuk sumbu z pada benda tiga dimensi, persamaannya adalah
Σ zi W i
z 0=
ΣWi
Untuk benda relative kecil, nilai gravitasi tetap sehingga W m
Jika m=ρV ; serba sama  m V
Bidang  V A
Panjang  V l
5. Momen Inersia
Momen inersia (I) adalah ukuran resistansi atau kelembaman sebuah benda
terhadap perubahan dalam gerak rotasi. Momen inersia dipengaruhi oleh massa
benda, bentuk benda, dan jari-jari rotasinya. Momen inersia dianalogikan dengan
massa pada gerak translasi.
a. Sistem Diskrit
Untuk benda sebagai sistem diskrit, momen inersia ditentukan dengan
persamaan
I =mr 2
Dengan
I : momen inersia (kgm2)
m : massa (kg)
r : jarak partikel ke sumbu rotasi (m)

Gambar 7. Momen inersia sistem yang terdiri dari dua partikel

Misal sebuah sistem partikel terdiri dari dua buah partikel seperti pada
gambar3, momen inersia sistem adalah penjumlahan momen inersia yang
dialami oleh masing-masing partikel
2
I =Σm r

I =m1 r 12 +m2 r 22

b. Sistem Kontinu
Untuk benda sebagai sistem kontinu, benda diasumsikan terdiri dari
banyak elemen, momen inersia dapat ditentukan dengan persamaan :
I =∫ x 2 dm
dengan
dm : elemen massa (kg)
x : jarak elemen massa ke sumbu rotasi (m)
Gambar 8. Batang serba sama dengan panjang L

Misal kita akan menentukan momen inersia batang serba sama dengan
panjang L seperti pada gambar 4.

Elemen massa batang


dm=ρAdx

I =∫ x 2 dm
I =∫ x 2 ρAdx
I =ρA ∫ x 2 dx
Jika batang berotasi dengan sumbu rotasi y (melalui pusat massa), maka
berlaku batas integral
−1 1
x 1= L dan x 2= L
2 2
1
L
2

I =ρA ∫ x2 dx
−1
L
2

[( ) ( ) ]
1 1 3 −1 3
I =ρA L − L
3 2 2

−1
L
8
(¿ ¿3)
1 3
L −¿
8
1
I =ρA ¿
3

1 1
I =ρA [ L3 ]
3 4
1
I= ρALL2
12

Ingat bahwa ρAL=M

1
I= ML 2
12

Jika benda berotasu dengan sumbu y’ sebagai pusat rotasi (sumbu rotasi di
salah satu ujung batang), maka batas integral dalam menentukan momen
inersia benda berubah, yaitu x 1=0 dan x 2=L
L
¿ ρA ∫ x 2 dx
0

1
I=ρA
3
[ ( L )3−0 ]

1 3
I=ρA L
3

1 2
I = ρALL
3

Ingat bahwa ρAL=M

1 2
I = ML
3
Berbagai bentuk benda tegar dapat ditentukan momen inersianya dengan
cara yang sama seperti mencari momen inersia batang serba sama seperti
contoh diatas.
Gambar 9. Momen inersia berbagai benda tegar

6. Momentum Angular
Benda yang bermassa dan bergerak dengan kecepatan tertentu akan memiliki
besaran yang disebut sebagai momentum, yaitu hasil kali perkalian antara massa
benda dengan kecepatannya. Pada benda yang bergerak translasi, benda akan
memiliki momentum linear
p=mv

Pada gerak rotasi, karena benda juga bergerak dengan kecepatan anguler
(kecepatan sudut) tertentu maka benda juga mengalami momentum yaitu yang
disebut dengan momentum anguler atau momentum sudut.
Gambar 10. Momentum anguler sebuah partikel yang bergerak dalam sebuah
lingkaran

Momentum anguler sebuah partikel didefinisikan sebagai hasil perkalian besarnya


momentum linear dengan jari-jari rotasinya. Momentum anguler (L) merupakan
besaran vektor.

L=m v r

Karena v =ωr , maka momentum sudut dapat dituliskan

L=m ( ωr ) r

Pada benda tegar berlaku

I =mr 2

Sehingga momentum anguler dapat dirumuskan sebagai

L=Iω

dengan
L : momentum anguler(kgm2/s)
m : massa partikel/benda (kg)
v : kecepatan linear (m/s)
r : jari—jari rotasi (m)
ω : kecepatan sudut (rad/s)

Hukum II Newton untuk gerak rotasi dapat dinyatakan dalam persamaan

d L d (Iω)
τ= =
dt dt
Untuk benda tegar, momen inersia adalah konstan, sehingga persamaannya
menjadi

d (ω)
τ =I =Iα
dt

Bila torsi yang bekerja pada benda adalah nol, maka

dL
=0
dt
Sehingga
L=konstan

Persamaan diatas adalah pernyataan hukum kekekalan momentum anguler,


yaitu “jika torsi yang bekerja pada sebuah sistem adalah nol, maka mometum
anguler total sistem adalah konstan”
L=konstan

I 1 ω1 =I 2 ω2

7. Gerak Menggelinding

F
R

Gambar 11. Diagram gaya


f yang menyebabkan benda bergerak translasi dan rotasi

Penyebab gerak translasi  F - f


F−f =ma
f =F−ma
Penyebab gerak rotasi  Rf
Rf =Iα

f=
R

f =f

F−ma=
R
a
I T
R
F−ma=
R
Jika a=aT  menggelinding
a< aT  selip
a> aT  tergelincir
Ia
F−ma= 2
R
Ia
F= 2
+ma
R
I
(
F= 2 + m a
R )
F
a=
I
+m
R2
Persamaan diatas adalah persamaan percepatan untuk gerak menggelinding.

Contoh gerak menggelinding

mgc
osθ
mgsinθ mg

Gambar 12. Diagram Gerak Menggelinding


Misalkan terdapat tiga benda, yaitu (A) silinder besi. (B) roda kayu, dan (C) bola
pejal, manakah dari ketiga benda tersebut yang sampai di daar bidang miring
terlebih dahulu?
Gaya yang bekerja pada bola adalah F=mgsinθ
Sementara untuk mencari percepatan pada gerak menggelinding adalah dengan

F
a=
menggunakan persamaan I
2
+m
R
mgsinθ
a=
Maka I
+m
R2
(A) Silinder Besi
1
I = m R2
2
mgsinθ
a=
1
mR 2
2
+m
R2
2 mgsinθ 2
a= = gsinθ
3m 3
(B) Roda Kayu
a( A) =a(B)
(C) Bola Pejal
2
I = m R2
5
mgsinθ
a=
2
mR 2
5
+m
R2
5 mgsinθ 5
a= = gsinθ
7m 7
Maka, urutan benda yang sampai terlebih dahulu pada dasar bidang miring adalah
(C) Bola pejal kemudian disusul (A) silinder besi dan (B) roda kayu secara
bersamaan.

8. Kesetimbangan Benda
Macam-macam kesetimbangan benda :
1. Jika resultan gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol, maka benda
dalam keadaan setimbang.
(Σ F=0)
2. Jika resultan torsi yang bekerja pada benda sama dengan nol, maka benda
dalam keadaan setimbang.
(Σ τ=0)

FLUIDA
A. Fluida Statis
Indikator :
1. Menjelaskan pengertian tekanan.
2. Menerapkan konsep tekanan untuk menyelesaikan soal.
3. Menjelaskan pengertian tekanan hidrostatis.
4. Menyebutkan aplikasi tekanan hidrostatis dalam kehidupan sehari- hari.
5. Menerapkan konsep tekanan hidrostatis untuk menyelesaikan soal.
6. Menjelaskan bunyi hukum Pascal.
7. Menyebutkan aplikasi hukum pascal dalam kehidupan sehari- hari.
8. Menerapkan persamaan hukum pascal untuk menyelesaikan soal.
9. Menjelaskan bunyi hukum Archimedes.
10. Menerapkan konsep Hukum Archimedes dan persamaannya untuk
menyelesaikan soal.
11. Menjelaskan pengertian tegangan permukaan.
12. Menerapkan konsep tegangan permukaan untuk menyelesaikan soal.
13. Mendiskripsikan konsep viskositas.
14. Menerapkan persamaan viskositas untuk menyelesaikan soal.

Materi Pembelajaran
Fluida adalah istilah yang digunakan untuk menyebut segala jenis zat yang
dapat mengalir. Fluida memiliki sifat tidak menolak terhadap perubahan bentuk
dan kemampuan untuk mengalir (atau umumnya kemampuan untuk mengambil
bentuk dari wadah mereka).
Fluida identik dengan dua besaran yaitu kompresibilitas dan viskositas.
Kompresibilitas berkaitan dengan pengaruh gaya yang bekerja terhadap
perubahan volume suatu fluida. Kemampuan suatu fluida untuk bisa dikompresi
biasanya dinyatakan dalam bulk compressibility modulus.Viskositas menunjukkan
resistensi suatu lapisan untuk meluncur (sliding) diatas lapisan lainnya. Definisi
lain dari viskositas dikaitkan dengan ada tidaknya geseran (shear). Viskositas
berhubungan langsung dengan besarnya friksi dan tegangan geser yang terjadi
pada partikel-partikel fluida.

Fluida berdasarkan kompresibilitas dan viskositasnya, dibedakan menjadi


dua yaitu :
a. Fluida merupakan zat cair apabila kompresibilitasnya rendah sedangkan
viskositasnya tinggi.
b. Fluida merupakan zat gas apabila kompresibilitasnya tinggi sedangkan
viskositasnya rendah.

Suatu fluida yang kompresibilitas dan viskositasnya diabaikan, maka


fluida tersebut dinyatakan sebagai fluida ideal.

1. Fluida Statis
Fluida statis adalah zat alir yang berada dalam kondisi diam dan tidak
bergerak. Pada bahasan fluida statis, akan membicarakan tentang konsep gaya
dan tekanan dalam fluida.

2.1 Tekanan
Tekanan didefinisikan sebagai gaya normal yang bekerja pada suatu
bidang dibagi luas bidang tersebut. Pada fluida, tekanan disebabkan oleh
dua faktor yaitu tekanan yang disebabkan berat fluida sendiri, dan tekanan
yang disebabkan oleh pengaruh luar.
Konsep tekanan mendasari adanya hukum utama tekanan hidrostatik
yang menyatakan bahwa “tekanan hidrostatik di setiap titik pada bidang
datar dalam fluida sejenis yang berada pada kesetimbangan, besarnya
sama”.
(Gambar 1.1)

Untuk memahami hal tersebut, diberikan fakta sebagai berikut :

A B C D
(Gambar 1.2)
Dari gambar 1.2 di atas, dikatakan bahwa besar tekanan di bejana A, B, C,
dan D adalah sama ( P A = PB = PC = PD ). Bukti dari
pernyataan tersebut adalah fluida yang berada di bejana A, B, C, dan D tidak
saling berpindah satu sama lain.
Fluida dalam bejana tidak berpindah maka besar tekanannya sama
sehingga ketinggiannya juga sama namun volumenya berbeda. Karena
tekanannya sama luas permukaannya berbeda maka gaya yang bekerja pada
masing - masing bejana tidak sama. Pernyataan tersebut menghasilkan gaya
paradoks hidrostatik (“gaya yang bekerja pada bejana hanya bergantung
pada luas permukaan bejana”). Contoh penerapan prinsip paradoks yaitu
pembuatan gelas yang dibentuk sedemikian rupa agar dapat dipegang dan
tidak mudah lepas.
Secara matematis, tekanan dinyatakan sebagai :

F
P= A
Adapun penurunan persamaan untuk tekanan hidrostatik dapat dituliskan
sebagai berikut :

Volume zat cair dalam balok (V) =


p .l . h

Massa zat cair dalam balok :

h m=ρ . V =ρ . p . l . h

Berat zat cair dalam balok (F) = m g

F = ρ . p . l. h . g

(Gambar 1.3)

Tekanan zat cair dalam luas bidang tersebut :

F ρ. p .l . h . g
P= = = ρhg
A pl

Tekanan hidrostatis : Ph=ρ g h

Nilai tekanan yang diukur oleh alat pengukur tekanan adalah tekanan
gauge. Tekanan yang sesungguhnya disebut tekanan mutlak. Tekanan mutlak
= tekanan gauge + tekanan atmosfer ( P=Ph + Patm ).

Jika tekanan hidrostatik zat cair pada kedalaman h adalah ρgh


dan tekanan pada permukaan zat cair adalah tekanan atmosfer P0 ,
tekanan mutlak pada kedalaman h dinyatakan sebagai : P=P0 + ρ g h

2.2 Hukum Pascal


Hukum Pascal menyatakan bahwa “tekanan yg diberikan pada fluida pada
ruang tertutup akan diteruskan sama rata ke segala arah”.

Gambar di samping
menunjukkan bahwa tekanan yang
diberikan pada air dalam plastik,
tekanan diteruskan ke segala arah
sama besar yaitu melalui lubang –
lubang plastik.
(Gambar 1.4)

Penurunan matematis persamaan pada hukum Pascal :

(Gambar 1.5)

Sebuah gaya dengan F1 diberikan pada sebuah piston kecil pada luas
daerah A 1 . Tekanan diteruskan ke benda cair yang idak dapat ditekan ke

sebuah piston yang lebih besar luasnya, A 2 . Oleh karena tekanan harus
sama di kedua sisinya, maka :

F 1 F2
P= =
A1 A2

A2
Maka, gaya F2 > F1 sebesar faktor .
A1

Jika penampang dongkrak hidrolik berbentuk silinder dengan diameter yang


diketahui. Misal A 1 berdiameter D 1 dan A 2 berdiameter D2 Maka
2
π D 12 π D 22 A2 D2
A 1=
4
dan A 2=
4
sehingga
A1
= ( )
D1
. Jadi,

2
F2 D2
F1
= ( ) D1
.

Contoh Peralatan yang menggunakan prinsip ini antara lain : pompa hidrolik,
mesin pengangkat (forklift) , dan rem hidrolis.

2.3 Hukum Archimedes


Gaya angkat ke atas dari fluida yang bekerja pada benda – benda yang
ditenggelamkan disebut dengan gaya apung. Bunyi hukum Archimedes
yaitu “besar gaya apung selalu sama dengan berat fluida yang dipindahkan
oleh benda tersebut “.

Pernyataan tersebut dibuktikan dengan fakta berikut :


Zat cair yang ditinjau disini (lihat Gb. 1.6) tidak turun
karena ada gaya yang meniadakan, apabila ruangan ini
ditempati benda lain (kayu) berarti zat cair pada posisi
semula dipindah sebesar volume kayu, kayu juga
mendapat gaya angkat (Fa), apabila suatu benda tercelup
pada zat cair, maka benda akan mendapat gaya ke atas
sebesar berat zat cair yang dipindahkan tersebut.
F a = m g=ρf V g
(Gambar 1.6)
Dengan V adalah volume fluida yang didesak.

Pada Hukum Archimedes akan dibahas kasus benda tenggelam, terapung, dan
melayang.

(Gambar 1.7) (Gambar 1.9)


Benda Tenggelam
(Gambar 1.8)
Pada kasus benda tenggelam berat benda (w) lebih besar dari gaya ke atas (
F a ), karena menekan dasar seharusnya ada gaya normal sehingga :

W benda = F a+ N

Volume fluida yang ditekan = Volume benda

Massa benda kali percepatan gravitasi lebih besar daripada massa fluida kali
percepatan gravitasi.

m b g> m f g

ρ b g > ρf g

ρb > ρ f

Benda Terapung

Pada kasus benda terapung biasanya dinyatakan bahwa berat benda (w) lebih
kecil dari gaya ke atas ( F a ). Ini merupakan miskonsepsi, jika hal ini
terjadi maka benda akan terbang karena gaya angkatnya lebih besar.

Faktanya :
W benda =
Fa

V b >V f

ρb g V b=ρ f g V f

sehingga , ρb < ρ f

ρb
Vf= V
ρf b
Diperoleh :

Dengan V f menyatakan volume benda yang tercelup dalam fluida.


Ketika kita berenang dikolam renang, gaya keatas membesar karena volume
yang masuk semakin besar dan melebihi gaya berat.

Benda Melayang

Faktanya :
W benda =
Fa

V b=V f

ρb g V b=ρ f g V f

sehingga , ρb= ρ f

2.4 Tegangan Permukaan


Bila sebuah piring diletakkan di atas permukaan air, kemudian piring
diangkat vertikal ke atas maka piring akan susah ke angkat daripada ketika
piring di geser ke arah horisontal. Peristiwa tersebut menunjukkan adanya
pengaruh tegangan permukaan zat cair. Tegangan Permukaan zat cair
dinyatakan sebagai kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang
sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis.
Secara teliti ada percobaan kawat kotak dimasukkan ke air sabun, apabila
bagian bawah tidak diberi beban makan kawat bagian bawah akan terangkat
oleh selaput sabun keatas.

(Gambar
1.10)
Jumlah gaya yang bekerja pada kawat bagian bawah sebesar berat kawat yang
))
diberikan, bekerja pada garis kawat yang bersinggungan sepanjang 2l .
Sehingga didapatkan ( F /2 l ) = γ
Apabila kawat bergeser sejauh d maka kawat mengalami usaha. Apabila ada
jarum sepanjang l diletakkan dipermukaan zat cair ternyata jarum tidak
tenggelam maka w=γ 2l . Apabila yang dicelupkan adalah cincin dengan
jari – jari r maka

F=γ 4 πr

Apabila berbentuk cakram maka :

F=γ 2 πr

2.5 Viskositas
Viskositas dalam aliran fluida kental sama dengan gesekan pada gerak benda
padat. Untuk fluida, viskositas η = 0, sehingga selalu dianggap bahwa benda
yang bergerak dalam fluida ideal tidak mengalami gesekan oleh fluida.
Bila benda bergerak dengan kelajuan tertentu dalam fluida kental, gerak
benda akan dihambat oleh gaya gesekan fluida pada benda tersebut. Besar
gaya gesekan pada fluida : F f = k η v .
Koefisien k bergantung bentuk geometris benda. Untuk bentuk benda berupa
bola dengan jari – jari r, besar k = 6�r. Sehingga : F f = 6�r η v.
Suatu benda yang jatuh bebas dalam fluida kental, kecepatan makin
membesar sampai mencapai suatu kecepatan terbesar yang tetap. Kecepatan
terbesar yang tetap tersebut dinamakan kecepatan terminal.
Benda bergerak makin cepat sampai mencapai kecepatan terminal yang
konstan. Saat kecepatan terminal vT tercapai , gaya – gaya yang bekerja
pada benda adalah seimbang.

∑F = 0
+mg - F a - F f = 0
F f = mg - F a
6�r η T = ρb V b g - ρf V b g
v
6�r η v T = V b g ( ρb - ρf ¿
Kecepatan terminal dalam fluida kental :

V b g ( ρb - ρf
v T =¿ ¿
6 πr η
Contoh Soal :
1. Seekor ikan berenang di dasar laut yang dapat dianggap airnya tenang. Besar
tekanan yang dirasakan ikan akan bergantung dari ...
(1) massa jenis air laut
(2) berat ikan tersebut
(3) kedalaman posisi ikan dari permukaan
(4) luas permukaan kulit ikan tersebut
Dari empat pernyataan di atas, yang benar adalah ...
A. (1), (2), dan (3) C. (2) dan (4)
B. (1) dan (3) D. Semua benar
Pembahasan :
Tekanan mutlak : P=P0 + ρ g h
P0 = tekanan udara di permukaan air laut
ρ = massa jenis fluida (air laut)
g = percepatan gravitasi
h = kedalaman posisi
Jadi , besar tekanan yang dirasakan ikan bergantung dari massa jenis air laut
dan kedalaman ikan dari posisi permukaan.
Jawaban : B
2. Pengaruh tegangan permukaan, maka zat cair cenderung untuk ...
A. memperluas permukaannya
B. bersifat kompressibel
C memperkecil luas permukaannya
D. memperkecil sudut kontaknya
Pembahasan :
Pengaruh tegangan permukaan, maka zat cair cenderung untuk memperkecil
permukaannya.
Jawaban : C
3. Pengisap masukan dari sebuah mesin pengepres hidrolik memiliki diameter
20 mm, dan pengisap keluaran memiliki diameter 10 cm. Berapakah gaya
keluaran yang akan dihasilkan oleh sebuah gaya masukan sebesar 10 N ?

Pembahasan :
Berlaku hukum Pascal
P1 = P 2
F1 F 2
=
A 1 A2
F1 F2
2
= 2
D1 D2
10 F
2
= 2 2  F2 = 250 N
20 100
Jadi , besar gaya keluarannya adalah 250 N
3
4. Sebuah patung emas dengan massa 9,65 kg (massa jenis 19,3 x 10 kg/
m3 ) akan diangkat dari sebuah kapal yang tenggelam. Berapakah tegangan
pada kabel pengangkat ketika patung masih tercelup seluruhnya dalam air ?
Pembahasan :
Massa patung m = 9,65 kg
Massa jenis emas ρb=¿ 19,3 x 103 kg/ m3
Massa jenis air laut ρf =¿ 1,03 x 103 kg/ m3
Percepatan gravitasi g = 10 m/ s 2
Gaya apung pada patung :
Fa ¿ ρf V b g
¿
Fa 3 3 2
¿ (1,03 x 10 kg/ m ¿ ¿ 9,65 kg / 19,3 x 10 kg/ m ) (10 m/ s )
3 3

Fa ¿ 5,15 N
Pada keadaan setimbang berlaku :
∑F = 0
+T + F a - w = 0
T = w - Fa
T = mg - F a
T = (9,65 kg )(10 m/ s 2 ) – (5,15 N)
T = 91,35 N
Jadi, tegangan pada kabel pengangkat ketika patung masih tercelup seluruhnya dalam
air yaitu sebesar 91,35 N

B. Fluida Dinamis
Indikator :
1. Mengidentifikasi tentang fluida dinamis.
2. Memahami konsep azas kontinuitas.
3. Memformulasikan hubungan antara kecepatan dengan luas penampang pada
azas kontinuitas.
4. Memformulasikan hubungan antara kecepatan dengan tekanan pada azas
bernoulli.
5. Menyebutkan contoh penerapan azas bernoulli dalam kehidupan sehari-hari.

Materi Pembelajran :
Fluida dinamis merupakan fluida yang bergerak. Oleh karena gerakan
fluida yang sesungguhnya sangatlah rumit dan tidak sepenuhnya dimengerti,
maka dibuatlah beberapa asumsi pendekatan yaitu fluida ideal. Fluida ideal
adalah fluida yang kompresibelitas dan viskositasnya diabaikan. Adapun contoh
yang mendekati fluida ideal adalah gas ideal yaitu gas pada tekanan rendah dan
suhu rendah. Secara detail ciri-ciri dari fluida ideal adalah sebaga berikut :
1. Fluidanya tidak kental. Dalam fluida yang tidak kental (nonviskos),
gesekan internal diabaikan.
2. Alirannya stasioner. Aliran yang memiliki kecepatan pada setiap titik adalah
konstan.
3. alirannya tidak dapat ditekan. Massa jenis dari fluida yang tidak dapat
ditekan (nonkompresibel) adalah konstan.

Ketika fluida bergerak alirannya dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis


yaitu:
1. Jika kita lihat dalam suatu tabung aliran, ternyata setiap bagian fluida yang
mengalir memiliki kecepatan yang sama maka disebut aliran stasioner.
Contoh yang mendekati aliran ini adalah aliran air dalam keran.
2. Jika setiap bagian fluida yang mengalir dengan kecepatan yang berbeda
maka disebut aliran laminer. Contohnya adalah sirup, yang apabila dituang
maka yang akan mengalir terlebih dahulu adalah pada bagian tengah karena
memiliki kecepatan paling besar. Sedangkan contoh lainnya adalah pada
sungai yang dalam, jika semakin ke tengah arusnya semakin besar. Hail ini
disebabkan karena aliran fluida yang kental.
3. Jika setiap bagian fluida mengalir dengan kecepaan yang tinggi maka ada
pengaruh gesekan sehingga terdapat aliran balik hal ini disebut aliran
turbulensi. contohnya apabila seseorang yang merokok dalam sebuah
angkutan umum yang berjalan, maka asap rokoknya tidak keluar tetapi masuk
kedalam.
Dalam aliran fluida bergerak juga dikenal Besaran debit aliran/ laju
aliran/ fluks volume Q yang menyatakan jumlah volume zat cair yang berpindah
setiap satuan waktu, atau yang biasanya dirumuskan dengan persamaan :
Q= A . v
V
¿ (pers. 2.1)
t
Keterangan :
m2
Q : debit aliran s )
¿
A : luas penampang (m2)
m
v : kelajuan ( )
s
V : volume fluida (m3)
t : waktu (s)

Hukum Kontinnuitas
Dengan mengasumsikan fluida ideal dan menggunakan aliran stasioner pada
gambar dibawah ini :

Apabila fluida pada bagian 1 bergerak dari posisi a ke posisi a’ (x 1) maka


pada posisi 2 fluida akan bergerak dari posisi b ke posisi b’ (x 2) dimana hal ini
menunjukkan bahwa:
volume yang masuk (V1) = x1 . A1 (pers. 2.2)
volume yang keluar (V2) = x2 . A2 (pers. 2.3)
Karena daya tampung pipa tidak berubah berarti volume fluida yang
bergerak masuk dan volume fluida yang bergerak keluar dalam saat yang sama
nilainya adalah sama atau dikatakan memiliki nilai debit yang sama.
Untuk menentukan nilai x :
 apabila bergerak x1 dengan keceptan v1 berarti :
x1 = v1 . t (pers. 2.4)
 apabila bergerak x2 dengan keceptan v2 berarti :
x2 = v2 . t (pers. 2.5)
Secara mamatematis untuk mendapatkan persamaan hukum kontinuitas dapat
dituliskan secara runtut dengan mensubtitusikan pers. 2.3 dan pers. 2.4 ke pers.
2.1 dan 2.2 seperti berikut ini :
V1 = V2
x1 . A1 = x2 . A2
v1 . t . A1 = v2 . t . A2
v1 . A1 = v2 . A2 (pers. 2.6)
atau dapat dituliskan bahwa
v . A = konstan (pers. 2.7)
pers. 2.5 dan 2.6 inilah yang dinamakan hukum kontinuitas. Hukum kontinuitas
ini nantinya akan digunakan untuk membahas hukum bernoulli.

Hukum Bernoulli
Mengapa pipa digambarkan seperti diatas?
Hal ini ada dasarnya, agar kita dapat memperoleh 2 permukaan atau 2 tempat
yang mempunyai variabel yang berbeda, yaitu berbeda luas penampangnya dan
berbeda posisinya.
Apabila fluida bergerak ke kanan, pada bagian 1 ada gaya yang
mendorong fluida yang dituliskan dengan F1 yang memiliki arah kekanan
sehingga fluida akan berpindah sejauh v1 . t. Hal ini mengakibatkan pada bagian 2
fluida bergerak sejauh v2 . t dengan menggunakan prinsip debit tetap karena daya
tampung tetap tidak berubah, artinya dalam waktu yang bersamaan yang masuk
dan yang keluar volumenya sama. Sedangkan gaya yang bekerja pada bagian 2 F 2
memiliki arah kekiri (masuk). Adapun usaha yang dilakukan pada bagian 1
adalah :
W1 = F1 . x1
= (P1 . A1) . (v1 . t)
V
= (P1 . . t)
t
= P1 . V (Pers. 2.8)
Sedangkan usaha yang dilakukan pada bagian 2 adalah
W2 = - F2 . x2
= - (P2 . A2) . (v2 . t)
V
= - (P2 . . t)
t
= - P2 . V (Pers. 2.9)
Usaha pada bagian 2 W2 bernilai negatif karena arah gaya yang bekerja pada pipa
berlawanan dengan arah kelajuan fluida. Sehingga didapatkan nilai usaha total
yang diberikan pada selang waktu t adalah
W = W1 + W2
W = (P1 - P2) V (Pers. 2.10)
Hukum kontinuitas jelas mengatakan apabila A1 = A2 maka v1 = v2. Jadi,
apabila kita mengambil nilai massa zat cair tertentu dari fluida bagian 1 dan
bagian 2 mengalami perubahan kecepatan maka terjadi perubahan energi kinetik.
1 2 1 2
∆ K = mv 2 − mv 1 (Pers. 2.11)
2 2
Selain itu dari permukaan 1 dan permukaan 2 posisinya memiliki
ketinggian yang berbeda, hal ini berarti dari permukaan 1 ke permukaan 2 terjadi
perubahan energi potensial.
∆ U =mg h2−mg h1 (Pers. 2.12)
Usaha total yang dilakukan oleh fluida diluar segmen sama dengan perubahan
energi mekanik
W =∆ K +¿ ∆U
1 1
( )
(P1−P2 )V = m v 22− m v 21 +(mg h2−mg h1 )
2 2
m
Kedua ruas dibagi dengan V dan mengganti nilai dengan ρ akan
V
didapatkan hasil akhir
1 1
P1+ ρ v 21+ mgh1 =P2+ ρ v 22+ mgh2 (Pers. 2.13)
2 2
Pers. 2.13 dinamakan persamaan hukum bernoulli dimana nilai tekanan akan
berubah jika kelajuannya bertambah.

Implementasi Hukum Bernoulli


1. Air yang mengalir pada pipa yang diberi lubang (toricelli)
Sebuah bejana yang berukuran besar diisi zat cair. Pda dinding bejana
terdapat lubang kebocoran kecil yang berjarak h dari permukaan zat cair. Zat
cair mengalir pad alubang dengan kecepatan v. tekanan di titk A pada lubang
sama dengan tekanan di titik B pada permukaan zat cair sama dengen
tekanan udara luar (B). karena lubang kebocoran kecil, permukaan zat cvair
dalam bejana turun perlahan-lahan, sehingga v2 dpat di anggap nol, dan
dapat di rumuskan :
v =√ 2 gh (Pers. 2.14)
Keterangan :
v : kecepatan zat cair keluar dari lubang (m/s)
h : jarak permukaan zat cair terhadap lubang (m)
g : percepatan gravitasi (m/s2)
Hubungan itu disebut teori Torricelli kecepatan aliran zat cair dari
lubang sama dengan kecepatan yang akan di peroleh benda jika jatuh bebas
dari ketinggian h. hal itu merupakan suatu hal yangf istimewa dari persamaan
Bernouli.
Waktu yang diperlukan zat cair keluar dari lubang hingga menyentuh
lantai ditentukan dengan konsep benda jatuh bebas. Dapat di rumuskan :

Keterangan :

t=
2 h1
g
(Pers. 2.15)

t : waktu zat cair dari lubang sampai ke lantai (s)


h1 : tinggi lubang dari lantai(m)

2. Gaya angkat pesawat

Gaya angkat pesawat terbang dapat dijelaskan dengan menerapkan


hokum Bernoulli. Apabila sayap ini bergerak di dalam udara menurut
arah anak panah, udara mengalir di sekitarnya dengan arah berlawanan
dengan arh gerak pesawat. Karena bentuknya, sebagian besar udara mengalir
dengan aliran garis arus.
Pada bagian bawah sayap tidak ada pemampatan garis arus, tetapi pada
bagian atas terdapat pemampatan garis arus. Udara di bagian atas bergeak
lebih cepat daripada udara di bagian bawah sayap. Perbedaan kecepatan itu
mengakibatkan timbulnya perbedaan tekanan di kedua sisi sayap. Sisi
atas sayap adalah daerah kecepatan tinggi sehingga tekanan rendah,
sedangkan sisi bawah sayap tekannya hampir sama dengan tekann udara
(atmosfer).
Dari penjelasan di atas itu, terlihat bahwa tekanan udar di bawah
sayap menjadi lebih besar dibandingkan dengan tekanan udara di atas sayap.
Selisih tekanan anatra sisi atas dan bawah sayap itulah yang menimbulkan
gaya angkat pada sayap. Semakin besar selisih tekanan udara antara kedua sisi
itu semakin besar gaya angkat yang di hasilkan.

3. Pipa ventur
Venturimeter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran zat cair dalam
pipa.

Zat cair yang massa jemisnya ρ1 mengalir melalui sebuah pipa


yang luas penampangnya A. Pada bagain yang sempit, luas penampangnya A.
Misalnya manometer berisi zat cair denan massa jenis ρ2 maka
persamaan kontinuitas dapat di tulis sebagai breikut :
A
v 2= v 1 (Pers. 2.16)
a
Penggunaan venturimter yang kita jumpai sehari-hari ialah karburator
kendaraan bermotor. Lubang masuk untuk udara (fluida) pada karburator
berbentuk tabung venture. Penghisapan (torak) udara melalui lubang
karburator di ‘kerongkongan’ venturi, udara bergerak lebih cepat daripada di
tempat yang lain, disini tekananya lebih rendah oleh karena itu, bahan bakar
(bensin) tertarik pada kerongkongan venturi dan masuk ke dalam silinder
pembakaran

4. Pipa pitot
Tabung pitot di gunakan untuk mengukur kecepatan aliran gas.
Misalnya udara mengalir melalui tabung A. tabung itu sejajar dengan arah
aliran udara, sehingga kecepatan dan tekanan di luar tabung memiliki nilai-
nilai arus bebas.
v=
√ 2 ρ' gh
ρ
(Pers. 2.17)

Keterangan :
ρ ' : massa jenis zat (kg/m2)
ρ : massa jenis zat cair dalam manometer (kg/m2)

Anda mungkin juga menyukai