Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Pembimbing :

dr. Ananingati, Sp.OG

Disusun Oleh :

Farizky Jati Ananto 201710401011030

Zahrina Dewi Ahadian 201710401011001

Rotsi Aftikha Athira K. 201710401011005

Ghina Arrum Mayasari 201710401011025

SMF OBSTETRI GINEKOLOGI RS BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Referat

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Disusun Oleh:

Farizky Jati Ananto 201710401011030

Zahrina Dewi Ahadian 201710401011001

Rotsi Aftikha Athira K. 201710401011005

Ghina Arrum Mayasari 201710401011025

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal : Maret 2018

Dosen Pembimbing:

dr. Ananingati, Sp.OG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul ”Perdarahan Antepartum” Referat
ini menguraikan tentang Perdarahan Antepartum ditinjau dari definisi sampai prognosisnya.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. dr. Ananingati, Sp.OG, selaku pembimbing dalam penulisan referat ini.


2. Staf medis fungsional bagian obstetri dan ginekologi RS Bhayangkara Kediri.
3. Kepada semua pihak dan teman-teman sejawat yang telah membantu penulisan referat
ini.
Penulis menyadari referat ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis membuka diri atas
kritik dan sarannya. Akhirnya semoga referat ini berguna bagi pembaca dan penulis
khususnya.

Kediri, Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

DAFTAR ISI. .....................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................1

1.2 Tujuan..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Plasenta Previa..............................................................3

2.2 Epidemiologi .............................................................................4


2.3 Anatomi ....................................................................................5
2.4 Etiologi ......................................................................................11
2.5 Klasifikasi .................................................................................12
2.6 Pencitraan dalam Sistem Saraf...................................................15
2.6.1 Modalitas Pencitraan............................................................15
2.6.2 CT-Scan................................................................................16
2.6.3 MRI......................................................................................19
2.7 Macam Tumor Otak...................................................................35
2.7.1 Astrocytoma........................................................................35
2.7.2 Glioblastoma Multiforme....................................................37
2.7.3 Ependimoma........................................................................42
2.7.4 Oligodendroglioma..............................................................44
2.7.5 Medulloblastoma.................................................................45
2.7.6 Meningioma .......................................................................47
2.7.7 Craniopharyngioma.............................................................49
2.7.8 Tumor Ptuitari ....................................................................51
2.7.9 Tumor Plexus Choroideus ..................................................52
2.7.10 Lymphoma Maligna .........................................................53
2.7.11 Tumor Sekunder ...............................................................54
2.7.12 Schwannoma.....................................................................56
2.7.13 Central Nuerocytoma .......................................................58
2.7.14 Pontin Glioma...................................................................59
2.7.15 Hemangioblastoma ...........................................................60
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................64
BAB 1

PENDAHULUAN

Perdarahan obstetri merupakan penyebab kematian ibu terbanyak di Indonesia.


Berdasarkan sumber Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI 2014 mencatat penyebab
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (30,3%), hipertensi dalam kehamilan (27,1%),
infeksi (7,3%), partus lama (0%) dan abortus (0%). Selain penyebab obstetrik, kematian ibu
juga disebabkan oleh penyebab lain-lain (non obstetrik) sebesar 40,8%. Perdarahan dalam
obstetri dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan obstetri dapat dibagi menjadi
perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus
gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain
plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28


minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan diatas 28
minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.

Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut yaitu perdarahan yang ada


hubungannya dengan kehamilan yaitu plasenta previa, solusi plasenta, perdarahan pada
plasenta letak rendah, pecahnya sinus marginalis dan vasa previa. Perdarahan yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan yaitu pecahnya varices vagina, perdarahan polip serviks,
perdarahan perlukan seviks, perdarahan karena keganasan serviks.

Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi
setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak
mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya
adalah plasenta previa. Oleh karena itu perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya
sebelum perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janin. Pada
umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang
yang mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak
tertentu, tanpa trauma. Sering disertai dengan kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut
bagian bawah janin tidak masuk ke dalam panggul, tetapi masih mengambang diatas pintu
atas panggul. Wanita yang menderita plasenta previa harus dibawa ke rumah sakit terdekat
tanpa melakukan pemeriksaan dalam karena tindakan tersebut dapat memprovokasi
perdarahan berlangsung cepat dan deras.

Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi ostium uteri internum baik sepenuhnya
atau sebagian atau yang meluas cukup dekat dengan leher rahim yang menyebabkan
pendarahan saat serviks berdilatasi (Hull et al., 2014). Plasenta previa merupakan salah satu
penyebab perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam
yang terjadi pada kehamilan diatas 28 minggu (Manuaba, 2014). Perdarahan antepartum
merupakan salah satu dari kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3-5% dari seluruh
persalinan. Penyebab perdarahan antepartum yang paling umum adalah plasenta previa
(31%), solusio plasenta (22%), dan penyebab lainnya (perdarahan sinus marginal, vasa
previa, servisitis, trauma genital dan infeksi).

Prevalensi kejadian plasenta previa di dunia diperkirakan sekitar 0.52%. Prevalensi


plasenta previa tertinggi terdapat wilayah Asia yaitu sekitar 1,22%, sedangkan untuk wilayah
Eropa lebih rendah yaitu 0,36%. Amerika Utara 0,29% dan Sub-Sahara Afrika 0,27%.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PLASENTA PREVIA

2.1.1 Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi ostium uteri internum baik sepenuhnya
atau sebagian atau yang meluas cukup dekat dengan leher rahim yang menyebabkan
pendarahan saat serviks berdilatasi.

Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala
satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini
berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalam masa antenatal maupun masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala
dalam asuhan antenatal maupun intranatal.

2.1.2 Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui


dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim.
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini bisa ditemukan pada:

1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek


2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.
Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh


menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan
mendekati atau menutupi ostoum uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.

2.1.3 Insiden

Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari
seluruh kasus perdarahan antepartum, Plasenta previa merupakan penyebab terbanyak.
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30
tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):


1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal,
karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap
tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa
dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun
tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.
Gambar Klasifikasi plasenta Previa:
2.1.5 Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:

1. Umur penderita
 Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
 Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
 Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
 Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
 Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
 Pada keadaan malnutrisi

2.1.6 Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga
lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di
situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation)
ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun
pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab
lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih
separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta
yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta
previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena
plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.

2.1.7 Gejala Klinis

Gejala yang paling menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus yang
keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri, di usia kehamilan > 22 minggu.5 Selain itu
darah yang keluar melalui vagina umumnya berwarna merah segar. Perdarahan biasanya
baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak
banyak dan berhenti sendiri, perdarahan akan kembali berulang tanpa sesuatu yang jelas dan
bertambah leih banyak dibanding pertama. Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru
terjadi pada waktu persalinan dimulai.

Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah uterus, maka pada palpasi abdomen
sering ditemui bagian terbawah janin yang masih tinggi di atas simfisis. Bagian terendah
janin tidak dapat masuk ke pintu atas panggul. yang tinggi disebabkan karena plasenta yang
menutupi ostium uteri internum. Pada perempuan dengan plasenta previa, sering dapat
ditemukan kelainan letak janin. Pada pemeriksaan lepolod, umumnya ditemukan letak janin
tidak dalam letak memanjang dikarenakan janin yang tidak dapat berotasi leluasa karena
adanya hambatan oleh plasenta yang terletak di bagian bawah uterus. Selain itu pada
plasenta previa, palpasi abdomen tidak akan membuat ibu merasa nyeri dan tidak tegang
yang membedakan plasenta previa dengan solusio plasenta.6

Tidak ditemukannya kontraksi uterus pada pasien dengan plasenta previa. Kondisi

janin bisa normal atau terjadi gawat janin.5

2.1.8 Diagnosis

a. Anamnesis. Terdapat beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada ibu mengenai
perdarahan, seperti sejak kapan, banyak, warna, konsistensi, dan karakteristik
dari perdarahan. Informasi mengenai nyeri seperti letak, sejak kapan,
frekuensi, dan keparahan nyeri juga dapat memperkuat diagnosis. Beberapa
pertanyaan seperti faktor pencetus, misalnya aktivitas seksual sebelumnya dan
trauma juga dapat membantu menyingkirkan diagnosis yang lain. Yang
didapatkan dari anamnesis plasenta previa ialah :
 Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
 Sifat perdarahan
 Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
 Tanpa sebab yang jelas
 Dapat berulang

Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin. 7
b. Pada inspeksi dijumpai:7
 Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
 Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
c. Pemeriksaan fisik ibu7
 Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
 Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
 Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
 Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
 Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
 Daerah ujung menjadi dingin
 Tampak anemis
d. Pemeriksaan khusus.7
 Pemeriksaan palpasi abdomen
 Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
 Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai
kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
 Pemeriksaan denyut jantung janin
Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
 Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk
segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
- Menegakkan diagnosis pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban

e. Pemeriksaan penunjang.
 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG). USG telah menjadi diagnosa gold
standard pada diagnosa plasenta previa. Transabdominal USG
memberikan kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan
tinggi hingga 96-98%. Transvaginal USG juga memiliki tingkat
ketepatan diagnosis yang tinggi hingga mencapai 98-100%. Selain
kedua jenis USG tersebut, terdapat transperineal USG yang juga
dapat membantu menegakkan diagnosis dengan tingkat ketepatan
90%.
 Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk
plasenta previa. Namun MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan
USG, terlebih dalam suasana yang mendesak. Selain itu, karena
masalah harga dan tidak banyak pusat kesehatan yang memiliki MRI,

USG tetap menjadi alat diagnosa yang dipilih.8


Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang
diterapi ekspektatif ditegakkan dengan pemeriksaan USG. Dengan
pemeriksaan USG transabdominal ketepatan diagnosisnya mencapai
95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal (translabial),
ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada
plasenta termasuk plasenta previa.2,3 Dengan bantuan USG, diagnosis
plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah dapat
ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester ketiga. Namun
dalam perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya
bukan plasenta yang berpindah tetapi dengan semakin berkembangnya
segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di situ) akan ikut
naik menjauhi ostium uteri internum.2

2.1.9 Komplikasi

- Komplikasi pada ibu 3

1. Anemia

Oleh karena pembentukan segmen rahim yang terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin
banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita
menjadi anemia bahkan syok.
2. Kelainan pada perlekatan plasenta
Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab
dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta
akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam
miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta
atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini
lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan plasenta
akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan
naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea.
3. Perdarahan
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu
sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika,
pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang sangat gawat
seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari
semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.

- Komplikasi pada janin 3

1. Kelainan letak

Pada plasenta previa lebih sering terjadi kelainan letak janin, hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
2. Kelahiran prematur dan gawat janin

Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan
amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi. Asfiksia yang bisa disebabkan oleh plasenta yang terlepas terlalu
awal dan adanya kompresi dari tali pusat. Kematian janin di dalam rahim
disebabkan oleh hipovolemia maternal dan syok.

2.1.10 Penatalaksanaan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester kedua atau
trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus
negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika
kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan
janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat
jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar
dengan segera kembali kerumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya
tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan pasien untuk di rawat di
rumah atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam
perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan
kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan
menjadi lebih serius.3

a. Tatalaksana Umum :

 Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCL 0,9% atau
Ringer Laktat).

 Lakukan penilaian jumlah perdarahan.

 Jika perdarahan banyak dan berlangsung aktif, persiapkan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan.

 Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur, pertimbangkan
terapi ekspektatif.
b. Tatalaksana Khusus

A. Terapi Konservatif, agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan
secara non-invasif.
Syarat terapi ekspektatif :

 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti


dengan atau tanpa pengobatan tokolitik.

 Belum ada tanda impart

 Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam kadar normal)

 Janin masih hidup dan kondisi janin baik

Terapi ekspektatif meliputi :


 Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
 Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
 Berikan tokolitik bila ada kontraksi : MgSO4 4g IV dosis awal dilanjutkan 4g
setiap 6 jam, atau Nifedipin 3x20mg/hari. Pemberian tokolitik dikombinasikan
dengan betamethason 12 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
 Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60mg
selama 1 bulan.
 Pastikan tersedianya sarana transfusi.
 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi
perdarahan.

B. Terapi Aktif
 Rencanakan terminasi kehamilan jika :

 Usia kehamilan cukup bulan

 Janin mati/atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi


kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)

 Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan
- Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi kepala,
maka dapat dilakukan pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam masih
dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea.
- Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari tempat
plasenta yang dilakukan ialah :
- Jahit lokasi perdarahan dengan benang.
- Pasang infus oksitosin 10 unit pada 500 mL cairan IV (NaCL 0,9% atau Ringer
Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit.
- Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai, seperti
ligasi arteri dan histerektomi.

Kriteria Tatalaksana Rawat Jalan untuk Pasien Plasenta Previa:


• 72 jam observasi di rumah sakit tanpa perdarahan vagina
• Hematokrit serial 35%.
• Hasil pemeriksaan NST reassuring saat keluar rumah sakit.
• Waktu dari rumah ke rumah sakit terdekat kurang dari 24 jam.
• Patuh untuk bed rest di rumah.
• Pasien dan keluarga paham tentang komplikasi yang dapat terjadi.
• Follow up setiap minggu sampai waktunya bersalin, termasuk pemeriksaan Hb dan usg
serial. 5

Guideline tatalaksana plasenta previa.

2.1.11 Prognosis

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di
samping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah
melahirkan dengan seksio sesaria atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialissasi
program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesaria. Karena kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan
konservatif dilakukan. Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif maka mortalitas
dan morbiditas ibu dan bayi tinggi. Sekarang penanganan bersifat operasi dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.3,4,9

Anda mungkin juga menyukai