Seorang laki-laki umur 21 tahun datang ke tempat praktek dokter gigi mengeluh malu
saat tersenyum karena gigi depan atas berlubang, ngilu bila terkena minuman dingin, dan
belum pernah ada keluhan sakit cekot-cekot dan spontan. Pasien menginginkan untuk
dilakukan penambalan sewarna gigi. Hasil pemeriksaan klinis tampak gigi 13 karies
profunda klas IV klasifikasi menurut GV Black. Tes vitalitas positif, tes perkusi dan
tekanan negatif, tidak ada kegoyangan, dan kondisi gigi masih bisa dipertahankan.
Pemeriksaan radiografik tidak ada resorbsi tulang alveolar. Diagnosa klinis gigi 13 adalah
pulpitis reversibel. Dokter gigi merencanakan penumpatan pada gigi 13 dengan restorasi
plastis sandwich.
STEP 1
STEP 2
1. Apakah tujuan dari restorasi plastis sandwich ?
2. Apa saja indikasi restorasi plastis sandwich ?
1
3. Apakah teknik restorasi plastis sandwich hanya dapat diaplikasikan pada pulpitis
reversible ? bagaimana jika pulpitis irreversible ?
4. Apakah amalgam dapat diaplikasikan dalam restorasi plastis sandwich ?
5. Apa saja macam – macam dari restorasi plastis sandwich ?
6. Bagaimana tahapan dalam restorasi plastis sandwich ?
STEP 3
2. 1. Lesi dimana terdapat satu atau lebih margins pada dentin (misal pada cervical
lesions)
2. Karies yang disebabkan abrasi pada daerah servikal ataupun lesi kelas V, menurut
klasifikasi G.V. Black, ditemukan pada Manula, pada orang yang kurang baik dan benar
cara menyikat giginya, serta pada kasus di mana preparasi jaringan sehat gigi kurang
memungkinkan. Akibatnya, preparasinya diusahakan untuk tidak mengambil jaringan
yang sehat.
3. Restorasi komposit class II
4. Pertimbangan ekonomis juga menjadi alasan pemilihan teknik restorasi laminasi.
Kendala ekonomis untuk pembutan restorasi indirek menjadi pertimbangan untuk
pembuatan restorasi laminasi. Teknik ini juga memungkinkan pengurangan pemakaian
resin komposit, sehingga biaya dapat ditekan.
3. Teknik restorasi plastis sandwich tidak hanya dapat diaplikasikan pada pulpitis
reversible. Teknik restorasi ini juga dapat diaplikasikan pada kasus pulpitis irriversibel
dengan melakukan perawatan pendahuluan terlebih dahulu berupa perawatan saluran
akar, setelah selesai dilakukan perawatan pendahuluan tersebut, pemilihan restorasi
plastis dengan teknik sandwich juga dapat dilakukan dengan pertimbang – pertimbangan
tertentu.
2
4. Penggunaan amalgam dalam kedokteran gigi kini mulai dihilangkan karena
banyaknya dampak negative yang ditimbulkan. Penggunaan amalgam dalam teknik
restorasi sandwich, dapat menimbulkan arus galvano yang dimiliki oleh logam.
a. Restorasi laminasi terbuka merupakan indikasi pada kavitas kelas II dan kelas V
dengan batas dinding gingiva melewati cementum enamel junction (CEJ). Glass ionomer
diaplikasikan pada restorasi bagian proksimal dan resin komposit dilapiskan diatasnya,
membemtuk restorasi kelas II pada restorasi ini, glass ionomer pada bagian proksimal
tidak terlindungi oleh resin komposit dan berhubungan langsung dengan lingkungan
rongga mulut.
b. Sedangkan pada restorasi laminasi tertutup, glass ionomer dibuat sebagai basis
pengganti dentin pada kavitas yang ncukup dalam. glass ionomer terlindung oleh resin
komposit diatasnya dan oleh dinding dinding kavitas.
3
yang berkilau sebelum digunakan. Warna semen harus dipilh agar sesuai dengan warna
dentin. Pengerasan semen yang dianjurkan adalah dalam waktu 5 menit.
4. Preparasi Semen Tepi Enamel
Setelah mengeras selama 5 menit, semen yang berlebihan dilepaskan dari tepi-tepi
enamel dan dikamfer ke dinding dentin.
5. Pemberian Resin Bonding
Salah satu bonding yang dipakai adalah agen bonding. Resin liquid dioleskan segera ke
basis semen dan dinding-dinding kavitas. Harus hati-hati untuk memastikan bahwa
lapisan tersebut tipis. Sistem visible light cured dianjurkan karena pengerasan yang cepat
dari agen bonding adalah penting untuk menjamin semen dan permukaan enamel tidak
terkontaminasi.
6. Pemberian Resin Komposit
Tumpatan resin dimasukkan dan dikontur ke posisinya. Bahan tersebut tidak boleh
berlebihan, dan adaptasi yang tepat dapat dicapai dengan pemakaian matriks plastik
bening.
7. Penyelesaian
Setelah disinari, restorasi tersebut diselesaikan dengan bur diamond rata atau bur karbid.
Pemolesan restorasi dapat diselesaikan dengan menggunakan “cup polishing” karet
abrasif dan bubuk aluminium oksida yang halus.
STEP 4
MAPPING
RESTORASI
RIGID PLASTIS
AMALGAM KOMPOSIT GI
INDIKASI KELEBIHAN
4
RESTORAS SANDWICH
DAN DAN
KONTRAINDIKASI PROSEDUR KEKURANGAN
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
Klasifikasi
5
Adapun jenis resin komposit biasanya dibagi atas tiga ukuran, jumlah dan komposis dari
bahan pengisi anorganiknya, yaitu :
Resin komposit ini umumnya terdiri dari 75-80% dari berat bahan pengisi anorganiknya.
Ukuran rata-rata partikel dari resin komposit konvensional ini pada tahun 1980. Karena
partikel pengisin=annya relative besar dank eras sekali, resin komposit konvensional
memperlihatkan tekstur permukaan yang kasar, sehingga sesuai dengan gigi posterior.
Sayangnya, tipe permukaan yang kasar tersebut menyebabkan restorasi lebih mudah
mengalami perubahan warna akibat adanya ekstrinsik stain.
Bahan ini dipernalkan pada tahun 1972 dan didesain untuk menggantikan karakteristik
resin komposit konvensional yang permukaannya kasar dengan permukaan yang halus
yang hamper sama seperti enamel gigi. Resin komposit ini mengandung partikel koloida
silica yang terdiri dari kira-kira 35%-60% dari berat bahan pengisi anorganiknya. Ukuran
partikel kecil menghasilkan permukaan yang halus setelah restorasi di polishing.
Sehingga pengaruh perlekatan plak dan ektrinsik stai dapat dimanipulasikan.
Resin komposit ini dikembangkan untuk mendapatkan karakteristik fisik dan mekasin
yang baik dari resin komposit konvensional dengan permukaan yang halus yang dapat
merupakan sifat dari resin komposit mikrofiller. Resin ini mengandung kira-kira 75%-
85% dari berat bahan pengisi anorganiknya. Bahan pengisinya merupakan campuran
antara mikrofiller dan makrofiller
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1154/1/10E00020.pdf)
Kontraindikasi utama dari penggunaan resin komposit sebagai material restorasi
adalah berhubungan dengan faktor-faktor yang muncul seperti isolasi, oklusi dan
operator. Jika gigi tidak dapat diisolasi dari kontaminasi cairan mulut maka resin
komposit atau bahan bonding lainnya tidak dapat digunakan. Hal ini terjadi karena resin
6
komposit bersifat sangat sensitif dan memerlukan ketelitian. Bila terkontaminasi cairan
mulut, kemungkinan restorasi akan lepas (Summitt dkk., 2006).
Jika semua kontak oklusi terletak pada bahan restorasi maka resin komposit
sebaiknya tidak digunakan. Hal ini karena resin komposit kekuatan menahan tekanan
oklusi lebih rendah dibandingkan amalgam. Diperlukan memperkuat sisa struktur gigi
yang tidak dipreparasi dengan prosedur restorasi komposit. Adanya perluasan restorasi
hingga mencapai permukaan akar, menyebabkan adanya celah pada pertemuan komposit
dengan akar. Penggunaan liner pada area permukaaan akar dapat mengurangi kebocoran,
celah dan sekunder karies. Tumpatan menggunakan komposit pada gigi posterior akan
cepat rusak pada pasien dengan tenaga pengunyahan yang besar atau bruxism, karena
bahan komposit mudah aus. Pasien dengan insidensi karies tinggi serta kebersihan mulut
tidak terjaga juga dianjurkan untuk tidak menggunakan tumpatan resin komposit (Baum,
et al., 1995).
7
samping itu, resin komposit juga telah berkembang dengan pesat sehingga menjadi
tumpatan plastis anterior yang paling banyak dipakai. Walaupun demikian, pemakaian
glass ionomer tetap meningkat, khususnya karena bahan ini beradhesi ke dentin dan
email. Sejak pertama kali diperkenalkan, bahan ini dapat diperoleh dalam tipe yang
mengeras lebih cepat, tidak mudah larut, lebih translusens, dan estetikanya dapat
diterima. Semen glass ionomer terbentuk karena reaksi antara bubuk kaca alumino-silikat
yang khusus dibuat dengan asam poliakrilat. Setelah tercampur, pasta semen ini
ditumpahkan ke kavitas pada saat bahan masih belum mengeras. Semen glass ionomer
yang berisi logam perak dalam bubuknya telah dikembangkan serta dikenal dalam nama
generiknya, yaitu cermet. Semen semacam ini mempunyai ketahanan terhadap abrasi dan
keradiopakannya, sehingga dapat digunakan pada gigi posterior. Walaupun demikian,
penggunaannya hanya pada kavitas yang masih terlindung, karena semen ini tidak sekuat
amalgam. Keunikan lain dari bahan semen glass ionomer adalah kemampuannya untuk
berikatan dengan dentin dan sifat khas melepas fluor sehingga bersifat antikaries. Dengan
demikian, bahan ini direkomendasikan untuk digunakan secara luas pada abrasi serviks,
tanpa harus melakukan preparasi kavitas. Keadaan ini, misalnya, terjadi pada siatusi tidak
adanya email untuk retensi resin komposit, atau kalaupun ada hanya sedikit sekali. Semen
glass ionomer dapat digunakan sebagai restorasi tunggal atau dapat dipakai dengan basis
dan di atasnya dilapisi oleh resin komposit (teknik sandwich) (Philip, 1996).
Menurut Mujiono, cit Mc. Lean et al (1985) dan Tyas et al (1989), semen glass
ionomer juga dapat meningkatkan resin komposit, yaitu sebagai perantara untuk
menambahkan retensi tumpahan komposit. Dengan cara memberikan etsa asam pada
semen glass ionomer, akan terjadi erosi dan permukaan semen menjadi kasar. Kekasaran
permukaan ini dapat memberi retensi mekanis terhadap resin komposit (Philip, 1996).
Di samping itu, semen glass ionomer juga dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan perlekatan amalgam dengan jaringan dentin gigi, terutama pada karies di
bagian interproksimal. Di bagian ini pengangkatan jaringan keras sebagai retensi kurang
memungkinkan, karena dapat menyebabkan melemahnya struktur gigi akibat jaringan
sehat tinggal sedikit. Semen glass ionomer dapat ditumpatkan di kavitas yang dalam
tanpa mengiritasi pulpa, sekalipun tanpa diberi pelapik. Namun, agar tidak timbul reaksi
yang tidak diinginkan pada kavitas dengan dentin, sebaiknya tetap digunakan pelapik.
Biokompabilitas dari bahan ini sangat tinggi walaupun semennya bersifat sangat asam.
8
Hal ini mungkin disebabkan oleh besarnya molekul palyanion sehingga asam tidak dapat
memasuki tubulus. Namun peradangan tetap timbul jika semen langsung diletakkan di
atas pulpa yang terbuka (Philip, 1996).
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari bahan tumpatan ini, harus dijaga
kontaminasi antara bahan ini dengan saliva selama penumpatan dan sebelum semen
mengeras sempurna. Kontaminasi dengan saliva akan sangat berbahaya karena semen
akan mudah larut dan daya adhesinya akan menyusut. Untuk itu, kavitas harus dijaga
agar tetap kering dengan mengusahakan isolasi yang efektif. Setelah selesai penumpatan,
tumpatan sebaiknya ditutup dengan lapisan pernis yang kedap air selama beberapa jam
setelah penumpatan dilakukan. Hal ini untuk mencegah desikasi karena hilangnya cairan
atau semen melarut karena menyerap air (Philip, 1996).
Karena adanya beberapa keunggulan dari bagian tersebut itulah maka semen glass
ionomer saat ini secara luas digunakan oleh dokter gigi, terutama pada kavitas servikal
yang sering terjadi pada manula dan orang yang menyikat gigi dengan cara yang kurang
baik dan benar, serta pada karies yang pengambilan jaringan gigi yang sehat sebagai
retensi kurang memungkinkan (Philip, 1996).
Semen glass ionomer merupakan bahan tumpatan baru di bidang ilmu konservasi
gigi yang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini. Semen glass ionomer
digunakan sebagai bahan restorasi tetap di kedokteran gigi sejak 1972, serta
disempurnakan dari tahun ke tahun sehingga menjadi bahan restorasi yang memenuhi
persyaratan baik estetik maupun kekuatan serta keawetan (Philip, 1996).
9
yang baru erupsi dan lesi karies pada akar gigi terbuka ( resesi gingiva). Fuji® VII white
untuk merawat hipersensitifitas permukaan akar yang terbuka.
Fuji® VII dapat diaplikasikan pada daerah yang sulit dilakukan kontrol saliva,
oleh karena itu dapat digunakan untuk merawat gigi molar yang baru erupsi dan masih
tertutup sebagian oleh jaringan gingiva. Viskositas bahan ini rendah sehingga mudah
diaplikasikan, dan dapat digunakan sebagai perlindungan fissure, pencegahan dan kontrol
hipersensitifitas, perlindungan permukaan akar serta sebagai sealing endodontik
intermediate.
Semen Ionomer Kaca Fuji® IX umumnya digunakan untuk alternatif usia lanjut,
perbaikan restorasi, untuk restorasi gigi posterior dan sebagai basis restorasi sandwich.
Keunggulan bahan ini adalah dapat digunakan untuk mengurangi sensitivitas gigi,
memperpanjang waktu pemakaian dan aplikasinya tidak memerlukan penyinaran.
Kekuatan tekan restorasi sandwich berbasis semen ionomer kaca FUJI® IX lebih
besar daripada semen ionomer kaca FUJI® II. Sehingga kebanyakan basis restorasi
Sandwich menggunakan semen ionomer kaca FUJI® IX.
10
disebabkan proses degenerasi. Karies yang terdapat pada akar juga ditemukan pada
orang-orang yang cara menyikat giginya kurang baik dan benar, sehingga menyebabkan
abrasi pada daerah servikal. Oleh sebab itu, bahan semen glass ionomer diunggulkan
sebagai bahan tumpatan pada kasus tersebut, karena bahant umpatan semen glass
ionomer merupakan bahan restorasi yang memenuhi persyaratan estetika, bersifat adhesi,
serta mempunyai sifat biokompabilitas (Philip, 1996).
Bahan tumpatan yang memenuhi persyaratan estetika adalah yang sewarna atau
hampir mendekati warna gigi, baik gigi anterior maupun posterior tanpa
mengesampingkan faktor kekautan, keawetan dan biokompabilitas dari bahan tersebut.
Di samping itu, bahan tumpatan semen glass ionomer mempnyai estetik yang lebih baik
dibandingkan dengan tumpatan semen silikat, meskipun jika dibandingkan dengan resin
komposit faktor estetik dari bahan ini masih kurang baik. Dewasa ini dengan
berkembangnya bahan tersebut, faktor estetik tidak lagi menjadi masalah. Penggunaan
semen glass ionomer dengan sinar juga mulai banyak digunakan. Hal ini akan
menghemat waktu dokter gigi, waktu tindakan klinik lebih singkat, serta mempunyai
peningkatan PH yang relatif tetap cepat. Karena itu, bahan ini juga direkomendasikan
sebagai bahan yang dapat meningkatkan perlekatan amalgam dengan jaringan gigi
(Philip, 1996).
11
bahan ini sebagai basis atau liner pada kavitas sebelum ditumpat amalgam. Dengan
demikian, bahan ini dapat menghambat kerusakan tepi, mengurangi preparasi jaringan
sehat gigi, meningkatkan dukungan mahkota gigi, serta resistensi terhadap fraktur (Philip,
1996).
3. Dental Alamgam
Merupakan bahan paling banyak digunakan oleh dokter gigi, khususnya untuk
tumpatan gigi posterior. Sejak pergantian abad ini, formulasinya tidak banyak berubah,
yang mencerminkan bahwa bahan tambahan lain tidak ada yang seideal amalgam.
Kelemahan utama amalgam terletak pada warnanya dan tidak adanya adhesi terhadap
jaringan gigi. Walaupun sifat fisik dan kimia bahan tumpatan amalgam sebagian besar
telah memenuhi persyaratan ADA specification no. I, perlekatannya dengan jaringan
dentin gigi secara makromekanik seperti retention and resistence form, dan undercut
tidak dapat melekat secara kimia (Philip, 1996).
Prinsip retention and resistance form (dove tail, box form dan retention groove)
pada lesi karies daerah interproksimal, selain mengangkat karies juga mengangkat
jaringan yang sehat untuk memperoleh retensi pada kavitas. Pada kavitas kelas II dengan
isthmus dan garis sudut bagian dalam yang lebar, akan melemahkan kekuatan terhadap
beban kunyah. Akibatnya, pasien banyak yang mengeluh karena seringkali adanya fraktur
pada tumpatan kelas II, baik pada tumbatan MO (Mesial Oklusal), DO (Distal-, Oklusal),
maupun MOD (Mesial-Oklusal-Distal) (Philip, 1996).
Amalgam dapat disimpan lama dan dibandingkan dengan bahan restorasi lain.
Bahan ini tidak begitu mahal dan sampai tingkat tertentu kesalahan dalam manipulasi
masih menghasilkan tumpatan yang baik. Jika dibuat oleh operator yang trampil dan
lingkungannya mendukung, bahan tumpatan ini dapat tahan lama, namun umur kliniknya
rata-rata 5 tahun. Amalgam cenderung mudah korosi di dalam lingkungan mulut karena
strukturnya yang heterogen, permukaannya yang kasar, dan adanya lapisan senyawa
oksida yang belum sempurna. Amalgam memerlukan beberapa jam untuk mencapai
kekerasan penuhnya jika ini telah dicapai, kekuatan kompresifnya akan menyamai dentin
(Philip, 1996).
a. Definisi :
12
• Sandwich adalah suatu restorasi yang menggunakan material glass-ionomer atau
flowable composite sebagai liner/basis dibawah restorasi komposit (studervant, 2002)
Komposisi :
SiO2 = translusensi
c. OPEN SANDWICH
13
Kasus karies klas II
d. CLOSED SANDWICH
• Semua bagian dari GIC tertutupi oleh bahan tumpatan komposit sehingga GIC
tidak terekspos
14
e. TUJUAN RESTORASI SANDWICH
1. Untuk mendapatkan suatu restorasi yang monolitik antara kedua bahan restorasi
dan jaringan keras gigi (Liebenberg, 2007).
3. Untuk mendapatkan fungsi estetik didapatkan dari bahan resin komposit karena
resin komposit memiliki translusensi yang lebih tinggi dari SIK.
4. Untuk fungsi pengunyahan juga bisa didapatkan dari bahan resin komposit, untuk
meningkatkan kekuatan tekan dalam menahan beban kunyah yang berat.
5. Untuk mencegah celah mikro, maka digunakan SIK sebagai basis. SIK dapat
melepaskan flour untuk mencegah karies sekunder. Dengan didapatkannya basis dan
tumpatan yang baik, maka akan menambah kekuatan gigi.
15
5. Direct restorasi
6. Gigi vital dan gigi yang telah dilakukan perawatan endodontik
preparasi linning
Perawatan
permukaan
pemberian semen
16
Glass ionomer
preparasi
pemberian
penyelesaian
semen
resin
komposit
bonding
Prosedur restorasi sandwich
17
2. perawatan permukaan
3. Pemberian semen
I. bubuk dibagi menjadi dua porsi dengan jumlah yang sama banyak.
II. porsi pertama disatukan dengan cairan, kemudian dicampur dengan menggunakan
spatula dengan gerakan rolling (melipat) dengan tujuan hanya untuk membasahi
permukaan partikel bubuk dan menghasilkan campuran encer. langkah ini dilakukan
selama 10 detik
III. kemudian porsi kedua disatukan dengan adukan pertama. pengadukan terus
dilanjutkan dengan gerakan yang sama dengan daya yang ringan sampai seluruh partikel
terbasahi. luas daerah pengadukan diusahakan untuk tidak meluas dan adukan selalu
dikumpulkan menjadi satu. dianjurkan untuk tidak melakukan gerakan memotong
adukan, karena tujuan pengadukan hanya untuk membasahi permukaan partikel bubuk.
18
ada dua cara pengaplikasian GIC, cara pertama GIC diaplikasikan secukupnya
dan langsung dibentuk basis. sedangkan cara kedua adalah dengan mengisi penuh kavitas
dengan GIC.
Setelah mengeras selama 5 menit dinding dinding yang tertutup dengan GIC
harus dipreparasi kembali untuk mendapatkan permukaan dentin dan email yang halus,
sehingga dapat diperoleh retensi resin komposit yang baik.
seluruh permukaan GIC yang akan berkontak dengan resin komposit dan dinding
dinding kavitas (dentin dan email) di etsa selama 15- 20 detik. kemudian kavitas dibilas
dengan air, tanpa tekanan, selama 1- 2 menit. keringkan kavitas dengan chip- blower.
salah satu bonding yang dipakai adalah agen bonding resin liquid dioleskan segera pada
basis semen dan dinding- dinding kavitas, aplikasikan bonding agen pada seluruh
permukaan yang di etsa diamkan selama 10 detik agar zat pelarutnya menguap, semprot
perlahan dengan chip- blower, kemudian dipolimerisasi dengan penyinaran (light cured).
lakukan langkah ini sebanyak dua kali.
7. penyelesaian
setelah disinari, restorasi tersebut diselesaikan dengan bur diamond rata atau bur
karbid. pemolesan restorasi dapat diselesaikan dengan menggunakan "cup polishing"
karet abrasif dan bubuk aluminium oksida yang halus.
19
salah satu kunci keberhasilan restorasi laminasi antara lain bergantung pada
pemilihan bahan yang sesuai dengan indikasinya, manipulasi serta teknik aplikasi bahan
bahan tersebut.
terdapat beberapa tipe GIC yang ada dipasaran, khusus untuk restorasi laminasi,
bahan yang dipakai adalah GIC tipe III atau RMGIC untuk restorasi gigi posterior, dan
tipe II untuk gigi anterior. GIC tipe III dan RMGIC auto cure mengeras dengan cepat.
sedangkan ligth activated RMGIC akan langsung mengeras setelah diaktivasi dengan
sinar.GIC tipe III sebagai basis dan untuk membentuk inti dicampur dengan rasio bubuk
cairan 3:1.sedangkan untuk tipe RMGIC diaduk sesuai dengan petunjuk pabrik. RMGIC
lebih dianjurkan karena mempunyai kekuatan tekanan yang lebih baik, lebih tahan
terhadap pelarutan dan erosi, serta memiliki modulus elastisitas yang mendekati dentin.
untuk restorasi laminasi pada gigi anterior, umumnya pada restorasi kelas V bahan
bahan tersebut diatas dapat juga digunakan.tetapi karena pertimbangan estetika dan
kecilnya daya oklusal yang diterima oleh restorasi, maka dapat digunakan GIC tipe II
yang indikasinya untuk restorasi gigi. GIC tipe ini dibuat dalam beberapa gradasi warna
yang dapat disesuiakan dengan warna asli gigi yang memerlukan restorasi.
dikenal dua macam tekhnik restorasi laminasi (sandwich),yaitu restorasi laminasi terbuka
dan restorasi laminasi tertutup, atau sering disebut sebagai restorasi open sandwich dan
close sandwich.
restorasi laminasi terbuka merupakan indikasi pada kavitas kelas II dan kelas V
dengan batas dinding gingiva melewati cementum enamel junction (CEJ). glass ionomer
diaplikasikan pada restorasi bagian proksimal dan resin komposit dilapiskan diatasnya,
membemtuk restorasi kelas II pada restorasi ini, glass ionomer pada bagian proksimal
tidak terlindungi oleh resin komposit dan berhubungan langsung dengan lingkungan
rongga mulut.
20
sedangkan pada restorasi laminasi tertutup, glass ionomer dibuat sebagai basis
pengganti dentin pada kavitas yang ncukup dalam. glass ionomer terlindung oleh resin
komposit diatasnya dan oleh dinding dinding kavitas.
21
3. berbagai kegagalan dapat terjadi disebabkan oleh terlalu tipisnya lapisan semen,
pengetsaan semen yang terlalu cepat dan terlalu lama
DAFTAR PUSTAKA
• Lestari, Sri. “Kekuatan Tekan Restorasi Sandwich Berbasis Semen Ionomer Kaca
(Sik) Fuji® II dan Fuji® IX”. Jurnal Material Kedokteran Gigi. JMKG 2012;1(2):139-
144.
• Lestari, Sri. “Kebocoran Tepi Restorasi Semen Ionomer Kaca Dengan Bahan
FUJI® II, FUJI®VII (White) dan FUJI® VII (Pink)”. Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 9
No. 1 2012: 23-27.
• Andlaw, R. J. 1992. Perawatan Gigi Anak (A Manual of Pedodontics) Edisi 2,
Alih bahasa: Agus Djaya. Jakarta : Widya Medika.
• Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1997. Buku Ajar Ilmu
Konservasi Gigi, Edisi III. Jakarta : EGC.
• http://drgdondy.blogspot.com/2009/11/tanya-jawab-tentang-amalgam.html
• http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/d30f518393aad96931b1cd883b76a91
94eb22313.pdf
• http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1154/1/10E00020.pdf
• Pickard, H.M., Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N. 2002. Manual Konservasi
Restoratif Menurut Pickard Edisi 6, Alih bahasa : Narlan Sumawinata. Jakarta : Widya
Medika.
22
• Mount, GJ., Hume, WR.Preservation and Restoration of Tooth Structure, Edisi 2.
Brighton: Knowledge Books and Software. 2005. hal. 164-197.
• Mount GJ. An Atlas of Glass-Ionomer Cements,A Clinician¶s Guide. Edisi
3.London: Martin Dunitz. 2002.
• Summitt JB, Robbins JW, Schwartz RS. Fundamentals of Operative
Dentistry,ACont emporary Approach. Edisi 2. Illinois: Quintessence Publishing Co,Inc.
2001.
• Hunt PR. Glass Ionomer Cements. Dalam: Dale BG., Aschheim KW.Est het i c
Dentistry,A ClinicalApproach to Techniques and Materials. Pennsylvania: Lea &
Febiger. 1993. hal 69-79.
• Powers JM, Sakaguchi RL(Editor).Craig¶s Restorative Dental Materials. Edisi
12. New York: Mosby Elsevier. 2006.
• Hörsted-Bindlev P., Amussen E. Esthetic Restoration. Dalam :Hörsted-Bindlev P.,
Mjör IA (Editor). Modern Concepts in Operative Dentistry, Copenhagen: Munksgaard.
1988.
• Liebenberg, W. Return to the Resin Modified Glass-Ionomer Cement Sandwich
Technique. Journal of Canadian DentalAssociation. 2005; 71(10): 743-747.
Dalamwww.cda-adc.ca/jcda/ vol-71/issue-10. Diakses 9 Mei 2007
• Heymann, HO., Bayne, SC. Current Concepts in Dentin Bonding: Focusing on
Dentinal Adhesion Factors. Journal ofAmerican DentalAssociation. 1993; 124: 27-35.
• Nakabayashi, N., Pashley, H. Hybridization of Dental Hard Tissues. Tokyo:
Quintessence Publishing Co. 1998.
• Hashimoto, M., dkk. In vivo degradation of resin-dentin bonds in humans over 1
to 3 years. Journal of Dental Research. 2000; 79(6) : 1385-1391
• De Munck, J., dkk. Four-year water degradation of total-etch adhesives bonded to
enamel. Journal of Dental Research. 2003; 82(2) : 136-140
• Swift Jr. EJ., Perdigão J., Heymann HO. Bonding to enamel and dentin: A brief
history and state of the art,1995. Special Report. Quintessence International. 1995; 26(2):
95-106
• ADA Council on Scientific Affair. Direct and indirect restorative material.
Journal ofAmerican DentalAssociation. 2003; 134(April); 463-472
23
• Zanata, RL., dkk. Bond Strength Between Resin Composite and Etched and Non-
etched Glass Ionomer. Brazil Dental Journal. 1997; 8(2) : 73-78. Dalam
www.forp.usp.br/bdj/t6282.html . Diakses 9 Mei 2007
• Andersson-Wendert IE., van Dijken, JWV, Hörsted, P. Modified Class II open
sandwich restoration: Evaluation of interfacial adaptation and influences of different
restoration techniques. European Journal of Oral Sciences. 2002; 110(3); 270-275.
Dalamwww.blacwel l-synergy.com. Diakses 11 Mei 2007. (abstrak).
• Albers HF. Tooth Colored Restoratives, Santa Rosa: Alto Books.1996
24