PEMBAHASAN
30
plasenta akan mengalami pelepasan. Tapak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari
plasenta. Dengan melebarnya isthmusnya uteri menjadi segmen bawah uterus,
maka plasenta yang berimplantasi ditempat tersebut akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Sewaktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas.
Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal
yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta.
Jika plasenta terletak di atas ostium uteri internum, pembentukan segmen
bawah uterus dan pembukaan ostium uteri internum akan menyebabkan robekan
tempat perlekatan plasenta yang diikuti oleh perdarahan pembuluh darah uterus.
Perdarahan diperberat oleh ketidakmampuan serat-serat miometrium pada segmen
bawah uterus dan beretraksi untuk menekan pembuluh darah yang terputus.
Perdarahan plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi
pergeseran antara plasenta dan dinding uterus. Oleh karena itu regangan dinding
uterus dan tarikan serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan regangan
bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru. Darah terutama berasal dari
ibu adalah ruangan intervillosa, tapi dapat juga berasal dari janin jika jonjot
terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka.
Dalam kasus ini pasien berusia 17 tahun. Penelitian didapatkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan kejadian plasenta previa. Wanita
yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko
yang tinggi mengalami plasenta previa. Menurut Manuaba implantasi plasenta di
segmen bawah uterus disebabkan kondisi endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi. Selain hal tersebut juga disebabkan oleh endometrium yang
tipis, sehingga diperlukan perluasan plasenta nutrisi.
Pada pemeriksaan Leopold didapatkan kesimpulan janin tunggal hidup
dengan presentasi kepala, punggung kanan, kepala janin belum masuk PAP, TFU
29 cm dan DJJ 158x/menit. Dari pemeriksaan biasanya bagian terendah janin
sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah uterus sehingga bagian
terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.
31
Pemeriksaan serviks dengan jari seperti demikian tidak diperbolehkan,
kecuali perempuan tersebut berada di dalam ruang operasi dengan persiapan
lengkap untuk pelahiran caesar segera dan bahkan dengan sentuhan jari yang
paling lembut sekalipun dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Selain itu
jenis pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan kecuali direncanakan untuk pelahiran
karena dapat menyebabkan perdarahan yang mengharuskan pelahiran segera.
Pemeriksaan dalam hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala karena
pada letak sungsang bagian terendahnya adalah bokong (bagian lunak) sehingga
susah untuk membedakan dari jaringan lunak plasenta. Pemeriksaan dalam hanya
dilakukan apabila akan dilakukan terapi aktif, yaitu apabila kehamilan akan
diterminasi. Kecurigaan klinis harus ditingkatkan pada semua wanita dengan
perdarahan pervaginam setelah 20 minggu kehamilan.
Pada pasien ini dilakukan SC cito. management elektif melalui operasi
caesar pada wanita tanpa gejala tidak disarankan sebelum kehamilan 38 minggu
untuk plasenta previa, atau sebelum kehamilan 36-37 minggu untuk dugaan
plasenta akreta. Pelahiran caesar diperlukan pada semua perempuan yang
mengalami plasenta previa. Pada sebagian besar kasus, insisi melintang pada
uterus dapat dilakukan. Namun karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi
melintang yang menembus plasenta anterior, insisi vertikal terkadang dilakukan.
Akan tetapi bahkan jika insisi mengiris plasenta, kesejahteraan ibu atau janin
jarang terganggu. Ward menggambarkan teknik bedah alternatif dengan membuat
bidang pemotongan setelah insisi uterus. Operator meraba bagian bawah plasenta
menuju tepi terdekat hingga ketuban teraba dan kemudian dipecahkan, janin
dilahirkan di sebelah plasenta yang utuh. Pendekatan ini belum dievaluasi pada
penelitian terkontrol
Karena sifat bawah uterus yang kurang dapat berkontraksi, dapat terjadi
perdarahan tidak terkontrol setelah pengangkatan plasenta. Apabila perdarahan
dari alas plasenta tidak dapat dikendalikan dengan cara konservatif, metode lain
dapat dicoba. Penjahitan tepi-tepi robekan (oversewing) di lokasi implantasi
dengan benang kromik-0 dapat membantu hemostasis. Cho, dkk mendeskripsikan
penjahitan terputus (interrupted) dengan benang kromik-0 dengan interval 1 cm
32
hingga menghasilkan jahitan berbentuk lingkaran di sekitar daerah segmen bawah
yang berdarah. Metode ini berhasil mengendalikan perdarahan pada kedelapan
perempuan yang menjalani ini. Druzin memaparkan 4 kasus yang berhasil
dihentikan perdarahannya menggunakan kasa yang dipadatkan dalam segmen
bawah uterus. Kasa yang dipadatkan tersebut dikeluarkan melalui vagina 12 jam
kemudian.
33