Disusun Oleh:
Yeni Rahma Desty
20120310019
Pembimbing:
Dr. Awang Wimbo Y, Sp.M
Disusun oleh:
Yeni Rahma Desty
20120310019
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: Jum’at, 15 September 2017
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn.M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 63 tahun
Alamat : Banjaran cengklik 35/7 ds.Cukilan kc.Suruh dt.Semarang
Pekerjaan : Petani
Tanggal periksa : 19 Juli 2017
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa perih.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa perih disertai
mengganjal, mata kemerahan, pandangan kabur, selalu berair / nerocos,
dan terasa silau. Gejala dirasakan sudah 7 hari. Pada awalnya pasien
merasakan mata kanan merah, gatal kemudian pasien mengucek matanya.
Riwayat pengobatan ke mantri diberi obat tetes mata tetapi belum ada
perbaikan ternyata pasien juga sering beli obat tetes mata di apotik tanpa
resep dokter yaitu alletrol.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan bahwa sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan
seperti ini. Pasien tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus, hipertensi,
ataupun alergi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan serupa.
Riwayat DM dan hipertensi dari keluarga juga disangkal.
e. Riwayat Personal Sosial
Tn. M seorang petani dan peternak sapi, beliau perokok aktif dan
berhenti sejak sakit. Konsumsi rutin obat-obatan tertentu khususnya
steroid yaitu alletrol.
STATUS OFTALMOLOGIS
OD OS
1/300 Visus Tanpa Koreksi 6/7
Tidak dikoreksi Visus Dengan Koreksi Tidak dikoreksi
Bebas ke segala arah Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah
Palpasi (normal) Tekanan Bola Mata Palpasi (normal)
Edema (+) Palpebra Tenang
Injeksi Konjunctiva Konjunctiva Tenang
Keruh, infiltrate (+), Kornea Jernih
edema, ulkus sentral
4x3 mm, perforasi (-)
Injeksi siliar Sklera Tenang
Dalam, hipopion (+) COA Dalam
Iris, pupil sulit dinilai Iris/Pupil Iris coklat hitam, pupil
bulat, diameter 3mm,
refleks pupil (+)
Sulit dinilai Lensa Jernih
Tidak dilakukan Fundus Media Papil Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Retina Tidak dilakukan
DOKUMENTASI
VI. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa
o Vigamox (Moxifloxacin) 8 x gtt I OD
o Cendo tropin 2 x gtt I OD
o Ciprofloxacin 2 x Tab 1
o Vitamin C 2 x Tab I
o Terramycin (Oxytetracycline) 1 x oc I OD
VII. PROGNOSIS
- Ad vitam/penglihatan : dubia ad malam
- Ad sanam/penyembuhan : dubia ad malam
- Ad vitam/hidup : Bonam
- Ad kosmetikum : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Embriologi Kornea
Pada akhir dari minggu ke 6 gestasional, kornea telah terdiri dari 3 lapis,
yaitu lapisan epitel skuamosa superfisial dengan sel basal yang
berbentuk kubus, lapisan stroma dan lapisan set endotel. Pada bulan ke empat,
lapisan Bowman dan descement mulai terlihat. Saat lahir ukuran diameter kornea
mencapai 10,00 mm dan terus berkembang kemudian berhenti ketika telah
berusia 1 tahun.
1. Lapisan epitel
- Tebalnya 40 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
- Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari lapisan
fibril kolagen yang tersusun secara random.
- Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila terjadi luka yang
mengenai bagian ini maka akan digantikan dengan jaringan parut karena
tidak memiliki daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
- Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai
15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma. Jenis kolagen yang dibentuk
adalah tipe I, III danVI.
- Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air
distroma sebesar 78%
4. Membran Descement
5. Endotel
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.
dalam waktu 3 bulan.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak
dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh.
Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan
larut air sekaligus.3
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka
akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif.
Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Trauma kimia
asam adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang disebabkan
karena adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat
menyebabkan kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan
segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan visus permanen
baik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya
akan mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun
bila penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus. Asam
sulfat merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia
asam. Asam bereaksi dengan air mata yang melapisi kornea dan
mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel
kornea. Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi dan
mengendapkan protein. Sel-sel terkoagulasi pada permukaan
berfungsi sebagai penghalang relatif pada penetrasi asam yang lebih
parah. Protein jaringan juga memiliki efek buffer pada asam,
yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar asam.
Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat
akan terjadi penghancuran kolagen kornea. Trauma basa
biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat
mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel membran dan
masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Sementara
trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan,
dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar asam tidak penetrasi
lebih dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda dapat
menyebabkan kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi
secara cepat, dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat
menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema kornea karena
adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan
endotel, sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk ke
dalam kornea. Selain itu karena adanya iskemia limbus suplai
nutrisi berkurang sehingga menyebabkan tidak terjadinya
reepitelisai kornea dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada
kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan
mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur
film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada
epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena
kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di
saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun,
misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi
lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure) Dapat timbul pada situasi apapun
dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan dilindung
oleh palpebra.
Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion
Gaseri. Pada keadaan ini kornea atau mata menjadi
anestetik dan reflek mengedip hilang. Benda asing pada
kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada itu
kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan daya tahan
tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan stroma kornea
sehingga menjadi ulkus kornea.
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
SLE
Rheumathoid arthritis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea(serpiginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokokus pneumonia
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi
sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu
reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyebaran
kedalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam,
gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan
berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik
mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.
Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat
berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes
simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin
yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada
kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,
ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.
Gambar 2.8 Ulkus Kornea Dendritik
A. Ulkus Marginal
B. Ulkus Mooren
C. Ring Ulcer
6. Patofisologi
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebral (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
7. Manifestasi klinis
a. Gejala subyektif
2. Sekret mukopurulen
4. Pandangan kabur
5. Mata berair
7. Silau
8. Nyeri
1. Injeksi siliar
3. Hipopion
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Pemeriksaan slit-lamp
d. Keratometri (pengukuran kornea)
e. Respon reflek pupil
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
Gambar 2.14 Ulkus Kornea dengan fluoresensi
g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan
spatulakimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop
dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi
dengan biopsy jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltose.
9. Penatalaksanaan Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani
oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada
kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan
obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus, antijamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengan steroid.
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat
memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
- Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
- Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih
- Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1) Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasanya timbul pada orang dengan
keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya
harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini
diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas
sembuh.
2) Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-
baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik.
Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan. Infeksi pada mata harus diberikan:
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2
minggu. Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai
daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat.
Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis
sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas
dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan
tetes pantokain,atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau
yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes
atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan
erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya: topikal
amphotericin B 1,2,5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilame: topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast): amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis antibiotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala,
sikloplegik, antibiotic spektrum luas untuk infeksi sekunder
analgetik bila terdapat indikasi.Untuk herpes simplex diberikan
pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferoninducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang
diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
1. Kauterisasi
a. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter
atautermophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
3. Keratoplasti
PEMBAHASAN
BAB III
KESIMPULAN
Gejala dari ulkus kornea adalah: mata merah, sakit mata ringan hingga
berat, fotofobia, penglihatan menurun serta kekeruhan bewarna putih pada kornea.
Gejala yang dapat menyerupai adalah terdapatnya penipisan kornea, lipatan
descemet, reaksi jaringan kornea (akibat gangguan vaskularisasi iris), berupa suar,
hipopion, hifema, dan sinekia posterior.