Anda di halaman 1dari 7

STRUKTUR KOMUNITAS KEANEKARAGAMAN BIOTA AIR

DI PERAIRAN SUNGAI SUBAYANG DAN SUNGAI GEMA


KAMPAR KIRI HULU
Indah Susilawati
E-mail: indah.susilawati@Student.unri.ac.id, Phone: +62852-6521-0643

Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA


Universitas Riau 28293

ABSTRAK

Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan ukuran populasi
yang hidup dalam habitat tertentu. Keragaman spesies yang tinggi menunjukan bahwa suatu
komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies
yang tinggi pula dan melibatkan transfer energi (jaring makanan), predasi, kompetisi dan
pembagian relung). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Struktur komunitas
keanekaragaman Biota air yang terdapat di Sungai Subayang dan Sungai Gema, Kampar
Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Pada pencuplikan plankton di lakukan dengan menggunakan
Plankton Net, sedangkan pada pencuplikan bentos dilakukan dengan menggunakan Jala
Surber. Pengambilan sampel air dilakukan pada 7 stasiun berbeda, adapun parameter yang
diamati adalah komposisi jenis, kepadatan/kelimpahan, indeks keanekaragaman jenis,
dominansi jenis, dan kemerataan. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa
keanekaragaman biota air pada perairan Sungai Subayang dan Sungai Desa Gema, Kampar
Kiri Hulu sangat bervariasi dimana terdapat 16.55 indeks keanekaragaman (H’) plankton 1.64
indeks keanekaragaman (H’) Benthos hal ini menunjukkan bahwa komunitas Sungai
Subayang dan Sungai Desa Gema, Kampar Kiri Hulu memiliki indeks keanekaragaman
spesies yang tinggi, serta memiliki nilai TTS yang baik.

Keywords : Air, Biota air, Komunitas, Organisme Akuatik

PENDAHULUAN

Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan


ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu. Komunitas merupakan satu
kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi
metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem. Keragaman spesies yang tinggi
menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam
komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi pula dan melibatkan transfer energi
(jaring makanan), predasi, kompetisi dan pembagian relung). Dalam siklus hidupnya,
ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan perairan karena ikan memiliki pola
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan fisik maupun kimia (Azmi.2015).
Air adalah zat yang keberadaanya sangat dibutuhkan oleh semua organisme.
Karakteristik air meliputi faktor fisika, kimia dan biologis yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas air. Kualitas air tidak terbatas pada karakteristik air, tetapi lebih
dinamis yang merupakan hasil dari proses faktor-faktor lingkungan dan proses
biologi. Oleh karena itu untuk menghasilkan kualitas air yang baik maka perlu ada
kegiatan monitoring yang rutin. Kebutuhan kualitas air tiap spesies berbeda bahkan
dalam setiap tahap perubahan dalam satu siklus hidup dalam satu spesies. Sehingga
kondisi air media harus diuji terlebih dahulu sebelum membuat keputusan dan
mengambil tindakan selanjutnya. Oleh karena itu setiap pembudidayaan harus
memahami hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian ketika akan dan sedang
melakukan budidaya (Maniagasi et.al, 2013).
Ditinjau dari faktor kimia, organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan
yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai
basa lemah, yaitu 7 sampai 8,5. Kondisi asam atau basa suatu perairan akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme tersebut karena dapat menyebabkan
gangguan metabolisme dan respirasi. Kandungan unsur nutrisi, plankton dari jenis
fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia
bahan nutrisi yang paling penting seperti nitrat dan fosfat. Nitrat dan fosfat diperlukan
fitoplankton sebagai unsur hara yang menunjang pertumbuhannya. DO (Dissolved
Oxygen) yang baik untuk kehidupan biota perairan berkisar antara nilai 4,45 - 7,00
mg/l, sedangkan kadar BOD (Biology Oxygen Demand) yang baik antara 10 mg/l –
20 mg/l yang mempengaruhi perkembangan dan produktivitas dari plankton itu
sendiri (Yazwar, 2008).

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Sungai Subayang, Gema, Kampar Kiri Hulu, Kabupaten
Kampar pada tanggal 17 Maret 2018. Metode yang digunakan dalam percobaan ini
adalah metode eksperimen dan observasi langsung. Pengambilan sampel dilakukan
pada 7 stasiun berbeda dengan masing-masing dilakukan 3 kali pengulangan.

Pencuplikan Plankton dilakukan dengan menggunakan Plakton net.


Pencuplikan Bentos dilakukan dengan menggunakan Jala Surber. Pengukuran Total
Suspended Soil (TSS) dilakukan dngan menyaring sampel air dari setiap stasiun
sebanyak 1 liter dengan menggunakan kertas saring. Alat dan bahan yang digunakan
adalah Plankton Net, Jala Surber, botol koleksi, plastik sampel, alkohol, pipet tetes,
bola pimpong, benang/tali, DO-meter, PH-meter dan alat tulis. Selanjutnya, hasil
pencuplikan plankton dan bentos diidentifikasi di Laboratorium Pendidikan Biologi
FKIP Universitas Riau. Alat dan bahan yang digunakan dalam identifikasi adalah
hasil pencuplikan plankton dan bentos, saringan bentos, air, botol koleksi, mikroskop,
lup, object glass, cover glass, pipet tetes, dan buku identifikasi plankton dan bentos.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengukuan Faktor Fisika dan Kimia
Tabel 1. Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia
Stasiun Pengamatan
Parameter
I II III IV V VI VII
pH 7,03 7,58 7,02 7,42 6,98 7,09 7,59
Suhu (oC) 26,2 28,3 20,5 27,2 27,1 27,4 27,4
DO (mg/L) 3,4 2,7 2,4 1,4 1,9 1,6 1,3
Kuat arus (m/s) 0,38 0,11 0,88 0,49 0,32 0,47 0,69

Suhu perairan pada ketujuh stasiun pengambilan contoh berkisar 20-28oC


dengan suhu terendah terdapat di stasiun III dan suhu tertinggi pada stasiun II. Suhu
pada tujuh stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuasi secara berlebihan,
karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu relatif sama, sehingga suhu tidak
mengalami perubahan. Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
waktu dan pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitar perairan tersebut
diduga menghalangi penetrasi sinar matahari yang masuk kedalam perairan. Dari
hasil pengamatan, nilai kisaran suhu keempat stasiun tersebut masih tergolong dalam
kisaran suhu normal dan masih layak bagi organisme perairan. Berdasarkan Effendi
(2003), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan nekton di perairan adalah 20- 30 oC.
Nilai pH di sungai Subayang Kampar Kiri Hulu selama penelitian berkisar
antara 6-7. Menurut Effendi (2003), kisaran nilai tersebut termasuk dalam perairan
alami. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH yang didapat tidak menunjukkan
perbedaan yang cukup besar. Kisaran pH tersebut menurut Effendi (2003) masih
berada pada kisaran nilai yang baik untuk kehidupan biota perairan. Organisme air
dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH dengan kisaran toleransi
antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme
air. Pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat
sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi
(Barus, 2002). Dikaitkan dengan pH yang ada pada lokasi Penelitian maka pH yang
ditunjukan sangat cocok, ideal bagi keberlangsungan organisme (ikan) yang akan
dibudidayakan.
Kadar DO yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/l. Nilai DO
terendah terdapat pada stasiun VII yang diduga oleh banyaknya rawa dan juga
vegetasi tumbuhan serta merupakan outlet. Berdasrkan Siagian (2009) kandungan
oksigen sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisme
perairan. Okigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi
nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya.
2. Pengukuran Faktor Biologi
Tabel 2. Hasil pengamatan pencuplikan plankton

Stasiun Pengamatan
Parameter Jumlah
I II III IV V VI VII
Jumlah Individu 60 23 14 25 18 27 17 164
Kelimpahan 4331.25 1660.31 1010.63 1804.69 1299.38 1949.06 1227.19 13282,51
Indeks
-16.087 1.762 0.629 -0.020 -0.577 -2.689 0.432 -16,55
Keanekaragaman
Dominansi Jenis 63.89 2.88 0.10 2.16 4.94 9.08 1.18 84,14
Komposis Jenis 66.667 85.714 8.571 26.667 66.667 37.500 30.769 1
Kemerataan -11.604 0.984 0.572 -0.015 0.000 -2.448 0.312 -12,243

Berdasarkan tabel hasil pencuplikan plankton diatas ditemukan 2 jenis plankton


yang mendominasi pada sungai tersebut diantaranya yaitu Gonatozygon sp dengan
jumlah total individu yang dapat ditemukan sebesar 139 dan Closterium parectum
dengan jumlah total individu yang dapat ditemukan sebesar 20.
Berdasarkan nilai keanekaragaman setiap stasiun (kecuai stasiun II) rata-rata
memiliki nilai keanekaragaman kurang dari 1. Apabila nilai keanekaragaman berada
dibawah 1 atau kurang dari 1 (H’<1) maka keanekaragaman jenis yang ada di suatu
wilayah masih rendah dengan tingkat pencemaran berat dan kualitas air buruk. Bila
nilai keanekaragaman jenis lebih besar dari 3 (H’>3) maka keanekaragaman jenis
yang ada di suatu wilayah sudah terhitung tinggi dengan tidak terjadinya pencemaran
serta kualitas air baik. (Fazat, 2015)
Stasiun ini sendiri memiliki kisaran suhu, ph yang normal. Hal ini sesuai
dengan Barus (2002) yang menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam
suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam
lemah sampai basah lemah. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun
sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.

Tabel.3 Hasil Pengamatan Pencuplikan Benthos


Stasiun Pengamatan
Parameter Jumlah
I II III IV V VI VII
Jumlah Individu 6 5 7 7 4 2 2 33
Kepadatan 6666.67 5555.56 7777.78 7777.78 4444.44 2222.22 2222.22 36666,67
Indeks
0.170 -0.608 -0.347 1.733 0.000 0.693 0.000 1,64
Keanekaragaman
Dominansi Jenis 3.00 3.25 4.75 2.25 2.00 0.50 1.00 16,75
Komposis Jenis 200.00 100.00 200.00 300.00 100.00 100.00 50.00 1
Kemerataan 0.123 -0.877 -0.250 0.967 0.000 1.000 0.000 0,96
Berdasarkan Tabel.3 Menunjukkan nilai indeks keanekaragaman (H’),
kemerataan (E), dan dominansi (C) benthos. Nilai H’ tertinggi berada pada stasiun
IV dan terendah pada stasiun 2 dan 3. Hal ini diduga adanya variasi dari jumlah
spesies yang tetangkap tiap stasiun menurut Brower dkk. (1990) menyatakan bahwa
suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila
terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif
merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit
spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut
mempunyai keanekaragaman rendah.
Indeks keanekaragaman jenis (H’) bentos pada tiap-tiap stasiun berkisar -0,347-
1,733, hal tersebut menandakan bahwa keanekaragaman plankton sungai subayang
tergolong rendah. Hal ini sesuai literatur krebs (1989) yang mengklasifikasikan nilai
indeks keanekaragaman sebagai berikut : 0<H’<2,032 = keanekaragaman rendah,
2,302<H’<6,907 = keanekaragaman sedang, H’>6,907 = keanekaragaman tinggi.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Total Suspended Soil (TSS)

STASIUN AWAL AKHIR JUMLAH TSS RERATA

I 0,05 1,26 1,21


ST I II 0,05 1,56 1,51 1,39
III 0,05 1,5 1,45
I 0,05 - -
ST II II 0,05 - - 1,46
III 0,05 - -
I 0,05 1,6 1,55
ST III II 0,05 1,57 1,52 1,54
III 0,05 1,59 1,54
I 0,05 - -
ST IV II 0,05 - - 1,39
III 0,05 - -
I 0,05 1,22 1,17
ST V II 0,05 1,47 1,42 1,24
III 0,05 1,18 1,13
I 0,05 - -
ST VI II 0,05 - - 1,25
III 0,05 - -
I 0,05 1,4 1,35
ST VII II 0,05 1,18 1,13 1,26
III 0,05 1,35 1,3
Berdasarkan tabel hasil perhitungan TSS yang diperoleh dari setiap stasiun
maka diketahui bahwa nilai TSS terendah adalah 1,24 mg/l sedangkan yang paling
tinggi adalah 1,54 mg/l. Nilai ini masih tergolong baik. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan Effendi (2003) bahwa kandungan TSS pada perairan tidak bersifat toksik
tetapi jika berlebihan menyebabkan kekeruhan dan menghalangi masuknya sinar
matahari ke dalam perairan dan berpengaruh pada proses dalam air. Suatu perairan
akan memberi pengaruh tidak baik bagi perikanan jika nilai TSS lebih besar dari 400
mg/l.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkam bahwa
keanekaragaman biota air pada perairan Sungai Subayang dan Sungai Desa Gema,
Kampar Kiri Hulu sangat bervariasi dimana terdapat 16.55 indeks keanekaragaman
(H’) plankton 1.64 indeks keanekaragaman (H’) Benthos hal ini menunjukkan bahwa
komunitas Sungai Subayang dan Sungai Desa Gema, Kampar Kiri Hulu memiliki
indeks keanekaragaman spesies yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Azmi,Nurul.et.al.2015.Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Desa


Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat (Community Structure
of Nekton in Pondok Lapan Lake’s Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat North Sumatera).Universitas Sumatera Utara.
Barus, T.A., 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,
Jakarta.
Brower, J.E.,J.H.Zar dan C.N.Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods For
General Ecology. 3nd ed. W.M.C. Brown Publisers, USA.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Periaran. Kanisius: Yogyakarta
Fazat, Nur., Laili S., Syauqi A. 2015. Uji Kualitas Perairan dan Pengaruhnya
Terhadap Indeks Keanekaragaman Makrofauna di DAS Jangjang Madura. E-
Jurnal Ilmiah Biosaintropis (Bioscience-Tropic). Vol 1(1) Tahun 2015. ISSN: (e)-
2338-2805(p). Hal.46-53
Maniagasi, Richard., Sipriana S. Tumembouw dan Yoppy Mundeng.2013. Analisis
kualitas fisika kimia air di areal budiday a ikan Danau Tondano Provinsi
Sulawesi Utara. Budidaya Perairan, 1 (20) : 29-37
Siagian, C. 2009. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya
Dengan Kualitas Perairan Di Danau Toba Baliga Sumatera Utara. Prog
Walandow, L. O. W. 1997. Beberapa Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Danau
Linou. Skripsi. FPIK. Unsrat. Manado. 37 hal.
Yazwar. 2008. Keanekargaman Plankton dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di
Parapat Danau Toba. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai