29
30
didaerah ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Suin (2012), bahwa setiap jenis
terdapat perbedaan persebaran yang tidak merata dan dapat disebabkan oleh
keberadaan bahan organik kurang, sehingga pasokan makanan bagi jenis
tersebut tidak terpenuhi.
Indeks keanekaragaman serangga juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Serangga memiliki kisaran suhu
tertentu dimana ia dapat hidup. Serangga merupakan hewan yang berdarah
dingin atau bersifat poikilotemik, yaitu suhu tubuh meningkat dan menurun
sesuai dengan lingkungan sekitarnya (Borror et al., 1992). Umumnya kisaran
suhu yang efektif adalah suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC, dan suhu
maksimum 45oC. Pada suhu optimum, kemampuan serangga untuk
menghasilkan keturunan besar dan kematian sebelum batas umur akan sedikit
(Hamama, 2017).
Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies
yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat
sedikit spesies dan hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka
keanekaragaman jenisnya rendah. Tingginya keanekaragaman jenis
menunjukkan bahwa komunitas tersebut memiliki kompleksitas yang tinggi,
karena dalam komunitas tersebut terjadi interaksi spesies yang tinggi pula. Jadi
dalam suatu komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis tinggi akan
terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi (rantai makanan),
predasi, kompetisi dan pembagian relung yang secara teoritis lebih komplek
(Soegianto, 1994).
Menurut Odum (1996), apabila Indeks Simpson (C) berkisar antara 0-0,5
maka dominansi tergolong rendah artinya keadaan yang telah mengalami
gangguan, bila C > 0,5-0,75 maka dominansi tergolong sedang yang artinya
keadaan telah mulai stabil, dan apabila C > 0,75-1 maka dominansi tergolong
tinggi artinya keadaan belum mengalami gangguan dan pencemaran. Jika dilihat
pada gambar 4.2 nilai indeks dominansi serangga permukaan tanah berkisar
0,12-0,31 artinya indeks dominansi pada perkebunan sawit Desa Kepenuhan
Tengah, Kabupaten Rokan Hulu tergolong rendah. Rendahnya dominansi
menunjukkan bahwa jumlah jenis pada lokasi pengambilan sampel
penyebarannya merata, penyebaran serangga permukaan tanah disuatu daerah
menunjukkan bahwa lokasi tersebut memiliki kondisi yang baik untuk
kelangsungan berbagai macam jenis serangga permukaan tanah. Suin (2012)
menambahkan bahwa dominansi serangga permukaan tanah dikatakan sedang
karena di daerah tersebut tergantung ada faktor fisika-kimia lingkungan dan sifat
biologis hewan itu sendiri.
Tabel 4.4 Nilai Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Relatif, dan Indeks Nilai Penting pada
perkebunan kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu
No Lokasi Nama Spesies KR (%) FR (%) INP (%)
1 Stasiun I Camponotus sp 6,82 5,96 12,78
Odontoponera sp 14,77 12,25 27,02
Paratrechina sp 10,23 19,21 29,43
Anoplolepis sp 12,50 11,59 24,09
Anochetus sp 4,55 2,65 7,19
Gryllus sp 9,09 4,64 13,73
Xyleborus sp 10,23 14,90 25,13
Pseudoparonella sp 11,36 10,93 22,29
Isotomurus sp 5,68 5,96 11,64
Entomobrya sp 7,95 8,28 16,23
Forficula sp 6,82 3,64 10,46
2 Stasiun II Odontoponera sp 14,29 16,32 30,60
Paratrechina sp 12,09 29,50 41,59
Anochetus sp 15,38 11,30 26,68
Gryllus sp 13,19 5,44 18,63
Xyleborus sp 8,79 2,93 11,72
Entomobrya sp 7,69 3,14 10,83
Isotomorus sp 9,89 6,07 15,96
Pseudoparonella sp 9,89 22,38 32,28
Forficula sp 8,79 2,93 11,72
3 Stasiun III Odontoponera sp 12,62 16,52 29,15
Paratrechina sp 4,85 2,04 6,90
Anoplolepis sp 14,56 21,98 36,54
Anochetus sp 11,65 10,05 21,70
Gryllus sp 13,59 10,90 24,50
Xyleborus sp 13,59 10,05 23,64
Sphenophorus sp 0,97 0,34 1,31
Harpalus sp 4,85 2,04 6,90
Entomobrya sp 0,97 0,34 1,31
Isotomorus sp 4,85 1,36 6,22
Pseudoparonella sp 11,65 21,98 33,63
Forficula sp 5,83 2,39 8,21
4 Stasiun IV Odontoponera sp 12,87 4,37 17,24
Paratrechina sp 2,97 0,58 3,55
Anoplolepis sp 14,85 46,36 61,21
Anochetus sp 5,94 1,07 7,01
Gryllus sp 11,88 3,98 15,87
Xyleborus sp 11,88 7,48 19,36
Lophyra sp 6,93 1,75 8,68
Pseudoparonella sp 13,86 29,74 43,60
Entomobrya sp 3,96 0,68 4,64
Isotomorus sp 6,93 1,55 8,49
Forficula sp 7,92 2,43 10,35
Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun I pada penelitian adalah dari jenis
Paratrechina sp yaitu 29,43%, kemudian serangga permukaan tanah yang
mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun II yaitu jenis
Paratrechina sp dengan nilai 41,59%, kemudian serangga permukaan tanah
yang mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun III yaitu jenis
Anoplolepis sp dengan nilai 36,54%, sedangkan serangga permukaan tanah yang
mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun IV yaitu dari Anoplolepis
sp dengan nilai 61,21%. Yang artinya bahwa ke-4 spesies setiap stasiun tersebut
mendominasi di lokasi penelitian. Jenis Paratrechina dan Anoplolepis
mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi tetapi masih terbilang memiliki
dominansi yang rendah, hal tersebut seperti di paparkan dalam Suin (2012),
Indeks Nilai Penting pada keempat stasiun semuanya memiliki dominansi yang
rendah karena INP < 100, rendahnya INP dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Robo (2016) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya INP dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan bagi serangga permukaan tanah. Indeks Nilai Penting dari
keempat stasiun yang paling tinggi yaitu pada Famili Formicidae hal ini
dikarenakan famili Formicidae hidup berkelompok-kelompok dan berkasta-
kasta. Hal ini dipaparkan oleh Suin (2012), yaitu serangga tanah yang ditemukan
dengan Indeks Nilai Penting yang tinggi dikarenakan jenis-jenis tersebut
berkelompok atau berkoloni contohnya, yaitu famili Formicidae yang hidupnya
berkelompok atau berkoloni. Sehingga mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap Indeks Nilai Penting.
Indeks nilai penting dikatakan tinggi (mendominansi) berarti secara
ekologi hewan tersebut berhasil dan mampu menjaga kondisi yang diperlukan
untuk pertumbuhan hidupnya. Suatu jenis yang lebih melimpah dibandingkan
jenis lainnya akan mengkonsumsi makanan lebih banyak, menempati lebih
banyak tempat untuk reproduksi dan lebih memerlukan banyak ruang, sehingga
pengaruhnya lebih besar. Sebaliknya jika indeks nilai penting dikatakan rendah
berarti memiliki jenis tunggal atau suatu kelompok jenis yang mendominasi
lingkungan (Rachmasari dkk, 2016).
38
artinya genus yang ditemukan pada keempat stasiun adalah berbeda. Rendahnya
indeks kesamaan dua lahan (Cs) ini dikarenakan lokasinya berada di perkebunan
kelapa sawit yang merupakan ekosistem yang dikelola oleh manusia yang mana
hanya memiliki satu atau dua jenis tumbuhan yang mengakibatkan serangga di
wilayah tersebut memiliki jenis yang rendah ditambah dengan keadaan faktor
fisika-kimia di wilayah tersebut yang sudah tidak alami karena adanya
pengelolaan oleh manusia dengan memanfaatkan pestisida, sehingga menekan
jumlah serangga permukaan tanah. Hal ini didukung oleh Gestriantuti dkk (2016)
Variasi organisme terjadi karena adanya beberapa faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa sinar matahari, cahaya, makanan,
suhu, dan kelembaban. Sedangkan faktor internal berupa adanya pengaruh
lingkungan.
Faktor penentu serangga permukaan tanah didasarkan oleh faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangbiakan serangga permukaan
tanah. Pengukuran faktor fisika dan kimia dapat dilakukan pada masing-masing
stasiun. Hasil pengukuran faktor fisika kimia lingkungan pada perkebunan
kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu dapat dilihat
pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil pengukuran fisika dan kimia lingkungan pada perkebunan kelapa sawit
di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu
pH
No Area Penelitian Suhu Tanah (oC) Kelembaban Tanah
Tanah
1 Stasiun I 27 13 7,0
2 Stasiun II 28,33 51 6,6
3 Stasiun III 27,33 69 6,6
4 Stasiun IV 27,33 60 6,5
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat
menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, karena suhu tanah akan
menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah yang menjadi sumber
nutrisi bagi serangga. Banyaknya serangga permukaan tanah yang didapatkan
karena lingkungannya yang sesuai untuk mendukung kehidupannya dan
pengaruh komponen pendukung dalam ekosistem yang ada disekitar lahan
tersebut. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa suhu pada area penelitian
40
mendekati netral maka jumlah individu juga semakin tinggi (Fauziah, 2016).
Kondisi asam ini dipengaruhi oleh kadar air tanah, bahan organik, kandungan K
dan Ca lebih tinggi (Rahmawati, 2004). Akan tetapi, pH ini cukup bagus dalam
menunjang kehidupan serangga. Jenis serangga yang ditemukan di lokasi
penelitian pada semua stasiun merupakan kelompok serangga yang tergolong
Asidofil, yaitu serangga yang tahan akan keadaan asam sehingga semakin jelas
keterdukungan hidup serangga di area tersebut (Rachmasari dkk, 2016).
Kehidupan serangga permukaan tanah di suatu daerah sangat tergantung
habitatnya, karena keberadaan dan kelimpahan populasi suatu jenis serangga
permukaan tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah
tersebut. Dengan kata lain keberadaan dan kelimpahan populasi suatu jenis
serangga di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu
lingkungan biotik dan abiotik.
Serangga permukaan tanah berperan sangat besar dalam perbaikan
kesuburan tanah. Serangga-serangga yang ditemukan pada perkebunan kelapa
sawit di Desa Kepenuhan Tengah Kabupaten Rokan Hulu, terdapat spesies-
spesies yang berperan sebagai polinator, dekomposer, predator, parasitoid, dan
bioindikator. Adapun spesies-spesies yang ditemukan adalah sebagai berikut :
a. Camponatus sp
b. Odontoponera sp
Odontoponera sp ini memiliki kelimpahan yang tinggi dalam areal
pemukiman karena jenis ini mudah beradaptasi dan beraktivitas di daerah
terganggu yang berdekatan dengan aktivitas manusia (Latumahina dkk, 2014).
Menurut Suin (2012), kaki dan mandibula kemerahan, panjangnya sekitar 15
mm. Seluruh permukaan tubuh kasar/kesat. Abdomen bergaris memanjang,
konstruksi antara segmen-segman basal terlihat jelas. Pedicel 1 besar sama
tingginya dengan momentum, bagian depan oval/bulat, bagian belakang agak
cekung.
c. Paratrechina sp
Paratrechina sp tergolong semut invasif. Jenis semut ini menghasilkan
bahan feromon yang mengandung asam formik dengan kepekatan yang tinggi
43
d. Anoplolepis sp
Anoplolepis sp diketahui memiliki prilaku agresif dan mengganggu jenis
semut lain yang ada di sekitarnya (Ikbal dkk, 2014). Jenis semut ini banyak
ditemukan pada habitat yang terganggu, pemukiman, daerah perkotaan,
perkebunan, padang rumput, savana, dan areal hutan yang menyebar melalui
tanah, kayu, dan bahan kemasan (Holldobler dan Edward, 1990). Anoplolepis
sp mencari makan di tanah sepanjang hari dan malam. Anoplolepis sp juga
memiliki wilayah mencari makan yang luas, sehingga disebut predator
pemulung karena memangsa berbagai fauna di serasah dan kanopi (Isopoda
44
e. Anochetus sp
Berdasarkan hasil pengamatan didapati ciri-ciri antara lain, memiliki
panjang tubuhnya 9 mm berwarna merah hitam, antena 1 pasang, kepala persegi,
capit panjang, kaki 3 pasang, 1 ruas sekat meruncing antara toraks dan badomen,
dan abdomen silindris.
besar dan kuat dengan ujungnya yang datar. Pedicel 1, nodusnya tinggi, berduri
runcing dibagian atas. Mata kecil dan terletak agak di bagian bawah. Spesies ini
merupakan semut teresterial. Membuat sarang di sekitar tegakan pohon terutama
pada akar tanaman paku-pakuan (Suin, 2012).
f. Gryllus sp
Spesies ini hidup di berbagai habitat baik lingkungan basah ataupun
kering, terutama yang dinaungi rumput-rumput. Juga ditemukan di lapangan-
lapangan terbuka, sepanjang sisi-sisi jalan, di rumah-rumah, sisa-sisa tanaman
yang masih lembab (jerami), di pertanaman kopi, teh, karet, dan ketela pohon.
Telur diletakkan di tanah atau disisipkan ke tanaman. Beberapa jenis pandai
bernyanyi, suara yang dihasilkan dari saling menyentuhkan tegmina bersama-
sama, aktif pada malam hari. Famili ini mampu bergerak dan melompat dengan
cepat. Hampir semua dewasa nimpha bertindak sebagai predator (Borror et al.,
1992).
g. Xyleborus sp
Spesies ini dari bentuk tubuhnya masih tergolong kumbang yang masuk
dalam ordo Coleoptera, memiliki ciri-ciri berwarna cokelat sampai hitam dan
memiliki sungut yang sangat pendek yang sesuai dengan ciri-ciri dari famili
Scolytidae, kumbang ini memakan bagian dari pohon (Borror et al., 1992).
h. Sphenoporus sp
Spesies ini termasuk dalam ordo Coleoptera, hidup di dalam tanah, di
dalam jaringan tanaman atau dalam biji-bijian, beberapa jenis hidup di kulit
kayu atau batang yang telah mati. Sebelum bertelur induk akan menggali
tanah/jaring tanaman dengan moncongnya, sama dengan cara makan. Larva
tidak begitu aktif, merusak akar, jaringan tanaman, pucuk, tunas, serta biji-
bijian. Berpupa di sekitar bagian yang dirusak atau dalam biji yang telah kosong.
Dewasa aktif siang hari, dalam merusak sering menimbulkan suara bising
(Lilies, 1991).
47
i. Harpalus sp
Spesies ini hidup di darat, ditemukan di bawah batu-batuan, kayu, daun-
daun, atau di liang dalam tanah. Siang hari berlindung dan aktif pada malam
hari, sedikit yang tertarik cahaya. Baik larva maupun dewasa hampir semua
bersifat predator (Borror et al., 1992).
Toraks terbagi menjadi tiga ruas, tiga pasang kaki panjang. Abdomen enam ruas,
elytra menebal dengan garis-garis vertikal, dan ujung abdomen terlihat panjang,
panjang seluruh tubuh adalah 12 mm. Sungut timbul agak di sebelah lateral,
pada sisi-sisi kepala antara mata dan mandibel.
j. Lophyra sp
Spesies ini termasuk ordo Coleoptera, memiliki warna yang sangat
mencolok dari biru, merah totol putih, hal ini sesuai dengan ciri-ciri dari famili
Cicindelidae. Ditemukan di areal yang terbuka dan banyak terkena sinar
matahari. Larva hidup dalam celah-celah tegak di tanah kering/ladang/tanah
berpasir. Dewasa menangkap mangsa dengan mandibula yang berbentuk sabit.
Menunggu mangsa di dinding liang, setelah berhasil menangkap mangsa,
mangsa dibawa ke dasar liang untuk kemudian dilahap. Serangga ini sebagai
predator, memangsa berbagai jenis serangga kecil. Tetapi dengan adanya liang-
liang yang dibuat pada tanaman, dapat mengakibatkan kerusakan tanaman.
Spesies ini memangsa berbagai serangga yang ditemukan di permukaan tanah
(Lilies, 1991).
k. Pseudoparonella sp
Pseudoparonella sp termasuk dalam famili Paronellidae. Famili ini
ditandai dengan memiliki antena yang sangat panjang, furca, dan memiliki 4
segmen abdomen. Beberapa Paronellidae berwarna cerah, hidup di pohon,
semak, epifit, rumput, atau di lapisan dangkal serasah daun, dan di gua-gua
(Hopkin, 1997).
a b
l. Entomobrya sp
Entomobrya sp termasuk dalam famili Entomobryidae. Entombrya sp
dapat ditemukan di seluruh dunia di berbagai habitat, tetapi sebagian besar
spesies hidup di antara serasah daun, di permukaan tanah, di bawah kulit pohon,
di kanopi hutan, atau di gua. Famili Entomobryidae ditandai dengan memiliki
50
segmen perut keempat lebih besar dari segmen ketiga, dan antena memiliki 4
segmen/ruas, tidak ada garis memanjang pada sepertiga anterior segmen
abdominal keempat, batas posteriornya berwarna hitam, panjang 2-3 mm
(Heckman, 2001).
a b
Gambar 4.12 Entomobrya sp
Sumber : a. Dokumentasi pribadi, b. Literatur (Heckman, 2001)
m. Isotomurus sp
Spesies ini sebagian besar hidup di tanah, di celah-celah di pantai, dan
air tawar. Isotomurus sp adalah salah satu Collembola yang paling luas dan
paling sering ditemukan di antara vegetasi tambak dan sungai. Famili ini
51
ditemukan di seluruh dunia, beberapa habitat ekstrim seperti gurun, dan antartika
(Hopkin, 1997).
a b
Gambar 4.13 Isotomorus sp
Sumber : a. Dokumentasi pribadi, b. Literatur (Mikhail, 2018)
n. Forficula sp
Spesies ini memiliki struktur tubuh dengan ekor capit yang digolongkan
ke dalam ordo Dermaptera, memiliki ciri-ciri khusus berupa ekor yang bercabit,
tubuh memanjang, ramping yang menjadikannya masuk dalam golongan cocopet
famili Forficulidae. Biasanya terdapat di lahan kering dan bersarang dalam tanah
pada pangkal batang tanaman. Aktif pada malam hari, sebagai predator, rata-rata
dapat memangsa 20-30 ekor mangsa/hari (Lilies, 1991).
52
dengan produk yang akan dikembangkan. Adapun materi yang digunakan oleh
peneliti dalam pengembangan produk yaitu materi ekosistem dimana dalam
kurikulum 2013 terkhusus pada materi komponen-komponen ekosistem, peserta
didik lebih dianjurkan untuk melakukan pengamatan terhadap lingkungan
sekitarnya berdasarkan materi ekosistem. Maka dari itu, peneliti memilih materi
tersebut karena sesuai dengan produk yang akan dikembangkan yaitu buku saku
komunitas serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit yang di
dalamnya berisi materi komunitas serangga permukaan tanah disertai dengan
contoh gambar, serta klasifikasi serangga permukaan tanah.
2. Perancangan
a. Perancangan RPP
Sebelum buku saku di buat, dirancang terlebih dahulu RPP yang sesuai
dengan materi pembelajaran Ekosistem. RPP dirancang sesuai dengan hasil
analisis terhadap kurikulum 2013. Rancangan RPP dapat dilihat pada lampiran 6.
b. Desain Buku Saku
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka media pembelajaran
yang dirancang peneliti berupa buku saku komunitas serangga permukaan tanah
perkebunan kelapa sawit yang sesuai dengan hasil penelitian di Desa Kepenuhan
Tengah, Kabupaten Rokan Hulu. Buku saku komunitas serangga permukaan
tanah yang dimaksud adalah buku yang berukuran 10x14 cm yang di dalamnya
berisi gambar serangga serta penjelasannya, klasifikasi, dan deskripsinya. Desain
buku saku dapat dilihat secara rinci pada lampiran 7. Adapun rancangan buku
saku komunitas serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit yaitu
sebagai berikut:
1) Cover (judul, pokok bahasan, dan penulis)
Desain tampilan cover atau sampul buku komunitas serangga permukaan
tanah pada perkebunan kelapa sawit menggunakan gambar yang mewakili isi di
dalam buku saku. Warna sampul didesain full colour dengan warna dasar hijau
dan ditambah karakteristik pendukung sampul yang terdiri dari beberapa
komponen seperti judul, nama penulis, dan keterangan lainnya.
55