Anda di halaman 1dari 27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Jenis Serangga Permukaan Tanah


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, terdapat perbedaan
komposisi jenis serangga permukaan tanah pada setiap stasiun penelitian. Dari
empat stasiun, serangga permukaan tanah yang didapatkan terdiri dari 5 ordo, 10
famili dan 14 spesies. Hasil pengamatan terhadap komposisi serangga permukaan
tanah pada perkebunan kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten
Rokan Hulu disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel. 4.1 Komposisi jenis dan jumlah serangga permukaan tanah pada perkebunan
kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu.
Stasiun Proporsi
No Spesies Jumlah
I II III IV (100%)
1 Hymenoptera
Camponotus sp 18 0 0 0 18 0,75
  Odontopnera sp 37 78 97 45 257 10,67
  Paratrechina sp 35 141 12 6 194 8,06
  Anoplolepis sp 58 54 129 477 718 29,82
  Anochetus sp 8 0 59 11 78 3,24
  Total 156 273 297 539 1265 52,53
2 Orthoptera
  Gryllus sp 14 26 64 41 145 6,02
3 Coleoptera
Xyleborus sp 45 14 59 77 195 8,10
  Sphenophorus sp 0 0 2 0 2 0,08
  Harpalus sp 0 0 12 0 12 0,50
  Lophyra sp 0 0 0 18 18 0,75
  Total 45 14 73 95 227 9,43
4 Collembola
Pseudoparonella sp 25 15 2 7 49 2,03
  Entomobrya sp 33 107 129 306 575 23,88
  Isotomurus sp 18 29 8 16 71 2,95
  Total 76 151 139 329 695 28,86
5 Dermaptera
  Forficula sp 11 14 14 25 64 2,66
  Total Keseluruhan 302 478 587 1029 2396 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa Ordo Hymenoptera memiliki proporsi lebih


tinggi di bandingkan dengan jenis lainnya yaitu 52,53%. Jumlah individu yang
ditemukan dari Ordo Hymenoptera berjumlah 1265 individu yang terdiri atas 5
spesies. Banyaknya jumlah individu yang diperoleh menurut Suterisni, dkk (2018)

29
30

disebabkan karena ordo Hymenoptera merupakan jenis yang hidup berkoloni.


Dengan hidup secara berkoloni peluang individu dalam kelompok untuk
mempertahankan hidup semakin meningkat (Hamama, 2017). Sehingga saat
dilakukan pengambilan dengan mengunakan pitfall trap diperoleh jumlah terbesar
dihuni oleh famili Formicideae contohnya: semut yang dapat hidup di semua
tempat, seperti juga dalam penelitian Suwondo dkk (2015) menyatakan ordo
Hymenoptera ditemukan di daerah persawahan, hutan, dan daerah terbuka
sehingga jumlahnya sangat banyak, selain itu ketersedian bahan makanan serta
habitat yang cocok juga mempengaruhi jumlah semut yang ada diarea
perkebunan. Hymenoptera lebih banyak di jumpai pada stasiun 4 yang merupakan
daerah perkebunan sawit yang berumur 20 tahun, yang mana pohon kelapa sawit
tersebut memiliki tutupan tajuk yang tidak rapat dan memiliki kondisi lingkungan
yang terbuka. Hal ini di dukung oleh Rizali dkk (2002) yang menyatakan bahwa
Serangga dari Ordo Hymenoptera merupakan serangga karnivor sehingga lebih
menyukai daerah terbuka dengan serasahnya yang tipis untuk memudahkan
mencari makan.
Ordo Collembola ditemukan dengan jumlah terbanyak kedua setelah ordo
Hymenoptera yaitu berjumlah 695 individu yang terdiri dari 3 spesies. Hal
tersebut juga terlihat pada hasil penelitian Ma’arif dkk (2014), Salmiah (2019),
Rahmi (2015) yaitu serangga permukaan tanah yang paling banyak ditemukan
salah satunya adalah ordo Collembola. Hal ini karena stasiun I, II, III, dan IV
memiliki pH yang rendah sehingga tergolong asam. Suin (2012) menyatakan
bahwa ordo Collembola sangat toleran terhadap asam sehingga dijumpai dalam
jumlah yang banyak pada pH asam. Pada stasiun IV dijumpai Collembola dalam
jumlah paling banyak. Hal ini karena stasiun IV memiliki pH yang lebih rendah
yaitu 6,5. Selain itu, stasiun IV juga memiliki kelembaban yang lebih tinggi yaitu
6,9. Hal ini di dukung oleh Hopkin (1997) menyatakan bahwa kelembaban
mempunyai peranan penting dalam menentukan pola distribusi Collembola.
Kelembaban tersebut berpengaruh terhadap kelangsungan hidup Collembola.
Abdurrachman (2013), kehadiran Collembola sangat penting untuk
mendekomposisi bahan organik.
31

Jumlah Ordo dan individu serangga permukaan tanah dari Ordo


Hymenoptera dan Collembola lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan ordo
yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena serangga permukaan tanah tersebut
merupakan serangga permukaan tanah yang umum beraktivitas di permukaan
tanah (Borror et al., 1992). Sedangkan ordo serangga permukaan tanah lainnya
coleoptera, orthoptera, dan Dermaptera ditemukan dalam jumlah sedikit karena
bersifat mobile atau tidak permanen sehingga sering berpindah tempat (Suwondo
dkk, 2015).
Ketahanan hidup suatu organisme dalam suatu ekosistem ditentukan oleh
faktor lingkungan fisik maupun faktor organisme lain yang berinteraksi.
Keberhasilan organisme dalam memanfaatkan kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan dan menghindarkan diri dari kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan, tergantung pada seberapa besar kemampuan organisme untuk
melakukan kegiatan (Hamama, 2017).

B. Struktur Komunitas Serangga Permukaan Tanah


Struktur komunitas serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa
sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu, dalam penelitian ini
hanya dibahas 4 Indeks yaitu indeks keanekaragaman, indeks dominansi, indeks
nilai penting, dan indeks kesamaan. Data hasil analisis struktur komunitas
serangga permukaan tanah dapat dilihat pada lampiran 4 dan pembahasannya
adalah sebagai berikut:
1. Indeks Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah
Hasil analisis data diketahui indeks keanekaragaman serangga
permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah,
Kabupaten Rokan Hulu tergolong sedang karena jumlah jenis tergolong tidak
terlalu banyak yang masuk dalam kategori 1 < H’ < 3 sesuai dengan pernyataan
Odum (1996) yaitu semakin besar nilai H’ maka semakin banyak jenis yang
akan didapatkan dan keanekaragaman akan merata dengan jumlah individu
jenisnya relatif seragam. Nilai indeks keanekaragaman serangga permukaan
tanah tersebut yaitu dengan rata-rata 1,9125. Nilai indeks keanekaragaman
32

serangga permukaan tanah dengan kategori sedang tersebut dapat disebabkan


oleh beberapa faktor misalnya karakteristik habitat dan ekosistem, luasan area,
dan cara pengelolaan habitat atau ekosistem. Berdasarkan hasil dilapangan
diketahui bahwa karakteristik habitat dan ekosistem pada penelitian ini
merupakan buatan manusia. Karakteristik habitat atau ekosistem ini
mempengaruhi terhadap nilai keanekaragaman dengan kategori sedang karena
pada ekosistem buatan, kondisi ekosistem yang cenderung homogen sehingga
jenis serangga yang ditemukan memiliki keanekaragaman yang kecil ataupun
sedang. Indeks keanekaragaman serangga permukaan tanah pada setiap stasiun
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai Indeks Keanekaragaman pada perkebunan kelapa sawit di Desa
Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu
Stasiun Nilai Indeks Keanekaragaman (H’)
I 2,25
II 1,88
III 2,01
IV 1,51

Berdasarkan Tabel 4.2 nilai indeks keanekaragaman (H’) serangga


permukaan tanah dari ke-empat stasiun yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada
stasiun I yaitu 2,25 yang termasuk golongan sedang artinya kondisi ekosistem
cukup untuk mendukung kehidupan dari serangga permukaan tanah (Gestriantuti
dkk, 2016). Hal ini dikarenakan stasiun I merupakan perkebunan kelapa sawit
berbuah pasir berumur 4 tahun yang memiliki tutupan tajuk yang luas sehingga
terdapat banyak vegetasi bawah yang menjadi sumber makanan bagi serangga
permukaan tanah seperti rumput pahit (Paspalum sp), sekeduduk (Melastoma sp),
dan putri malu (Mimosa pudica L). Lebih lanjut Wibowo & Sylvia (2014),
menjelaskan bahwa banyaknya tumbuhan bawah (rumput-rumputan) menjadi
sumber makanan bagi serangga tanah.
Nilai indeks keanekaragaman serangga permukaan tanah pada stasiun II
yaitu 1,88 yang termasuk golongan sedang. Hal ini dikarenakan stasiun II terdapat
keanekaragaman vegetasi bawah yang cukup rendah sehingga jumlah
keanekaragaman serangganya juga rendah. Hal ini didukung oleh Hasni (2009),
33

menyatakan bahwa keberadaan serangga permukaan tanah sangat tergantung pada


ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti
bahan organik, biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus
karbon dalam tanah, dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga
permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan
tanah akan berlangsung.
Nilai indeks keanekaragaman serangga permukaan tanah pada stasiun III
yaitu 2,01 yang termasuk golongan sedang. Hal ini dikarenakan jumlah
keanekaragaman vegetasi bawah yang menjadi sumber makanan serangga pada
stasiun III lebih tinggi dari pada stasiun II, sehingga semakin tinggi
keanekaragaman vegetasi pada suatu habitat maka semakin tinggi pula sumber
pakan bagi serangga dalam suatu habitat sehingga mempengaruhi indeks
keanekaragaman serangga permukaan tanah (Rachmasari dkk, 2016). Hal ini
juga dikarenakan perkebunan kelapa sawit pada stasiun III ini berumur 15 tahun
dan memiliki tutupan tajuk yang sempit serta disamping perkebunan ini terdapat
banyak pepohon-pohonan sehingga memiliki kelembaban yang lebih tinggi dari
keempat stasiun yaitu 6,9. Hal ini didukung oleh Hamama (2017) menyatakan
bahwa serangga-serangga tanah biasa ditemukan di tempat teduh, lembab,
sampah, padang rumput, di bawah kayu lapuk dan tempat lembab yang serupa
menyebabkan melimpahnya makanan, sehingga mampu mendukung
pertumbuhan jenis serangga.
Nilai indeks keanekaragaman serangga permukaan tanah yang paling
rendah pada stasiun IV yaitu 1,51. Hal ini dikarenakan stasiun IV merupakan
perkebunan kelapa sawit berumur 20 tahun yang memiliki tutupan tajuk yang
sempit, sehingga daerah ini lebih terbuka dan daerah ini berada di tepi sungai
Rokan yang termasuk dataran rendah dengan struktur tanah yang berpasir dan
sedikitnya tumbuhan vegetasi bawah yang menjadi sumber makan bagi
serangga. Sebagaimana Rachmasari dkk (2016) menyebutkan dalam laporannya
bahwa keanekaragaman vegetasi dalam suatu area secara langsung berpengaruh
terhadap keanekaragaman spesies dan keberlimpahan serangga pada daerah
tersebut. Hal ini menyebabkan hanya beberapa serangga yang mampu hidup
34

didaerah ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Suin (2012), bahwa setiap jenis
terdapat perbedaan persebaran yang tidak merata dan dapat disebabkan oleh
keberadaan bahan organik kurang, sehingga pasokan makanan bagi jenis
tersebut tidak terpenuhi.
Indeks keanekaragaman serangga juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Serangga memiliki kisaran suhu
tertentu dimana ia dapat hidup. Serangga merupakan hewan yang berdarah
dingin atau bersifat poikilotemik, yaitu suhu tubuh meningkat dan menurun
sesuai dengan lingkungan sekitarnya (Borror et al., 1992). Umumnya kisaran
suhu yang efektif adalah suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC, dan suhu
maksimum 45oC. Pada suhu optimum, kemampuan serangga untuk
menghasilkan keturunan besar dan kematian sebelum batas umur akan sedikit
(Hamama, 2017).
Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies
yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat
sedikit spesies dan hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka
keanekaragaman jenisnya rendah. Tingginya keanekaragaman jenis
menunjukkan bahwa komunitas tersebut memiliki kompleksitas yang tinggi,
karena dalam komunitas tersebut terjadi interaksi spesies yang tinggi pula. Jadi
dalam suatu komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis tinggi akan
terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi (rantai makanan),
predasi, kompetisi dan pembagian relung yang secara teoritis lebih komplek
(Soegianto, 1994).

2. Indeks Dominansi Serangga Permukaan Tanah


Nilai indeks dominansi digunakan untuk mengetahui ada atau tidak
spesies tertentu yang mendominansi pada suatu ekosistem. Berdasarkan hasil
analisis data indeks dominansi serangga permukaan tanah pada perkebunan
kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu tergolong
35

rendah, dengan nilai indeks dominansi C = 0,12-0,31. Indeks dominansi


serangga permukaan tanah pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Indeks Dominansi serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit
di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu

Stasiun Indeks Dominansi (C)


I 0,12
II 0,19
III 0,16
IV 0,31

Menurut Odum (1996), apabila Indeks Simpson (C) berkisar antara 0-0,5
maka dominansi tergolong rendah artinya keadaan yang telah mengalami
gangguan, bila C > 0,5-0,75 maka dominansi tergolong sedang yang artinya
keadaan telah mulai stabil, dan apabila C > 0,75-1 maka dominansi tergolong
tinggi artinya keadaan belum mengalami gangguan dan pencemaran. Jika dilihat
pada gambar 4.2 nilai indeks dominansi serangga permukaan tanah berkisar
0,12-0,31 artinya indeks dominansi pada perkebunan sawit Desa Kepenuhan
Tengah, Kabupaten Rokan Hulu tergolong rendah. Rendahnya dominansi
menunjukkan bahwa jumlah jenis pada lokasi pengambilan sampel
penyebarannya merata, penyebaran serangga permukaan tanah disuatu daerah
menunjukkan bahwa lokasi tersebut memiliki kondisi yang baik untuk
kelangsungan berbagai macam jenis serangga permukaan tanah. Suin (2012)
menambahkan bahwa dominansi serangga permukaan tanah dikatakan sedang
karena di daerah tersebut tergantung ada faktor fisika-kimia lingkungan dan sifat
biologis hewan itu sendiri.

3. Indeks Nilai Penting Serangga Permukaan Tanah


Indeks nilai penting merupakan indeks kepentingan yang
menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis dalam ekosistem. Apabila INP
suatu jenis bernilai tinggi, maka jenis ini sangat mempengaruhi kestabilan
ekosistem (Fachrul, 2012). Indeks Nilai Penting serangga permukaan tanah pada
setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.4.
36

Tabel 4.4 Nilai Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Relatif, dan Indeks Nilai Penting pada
perkebunan kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu
No Lokasi Nama Spesies KR (%) FR (%) INP (%)
1 Stasiun I Camponotus sp 6,82 5,96 12,78
  Odontoponera sp 14,77 12,25 27,02
  Paratrechina sp 10,23 19,21 29,43
  Anoplolepis sp 12,50 11,59 24,09
  Anochetus sp 4,55 2,65 7,19
  Gryllus sp 9,09 4,64 13,73
  Xyleborus sp 10,23 14,90 25,13
  Pseudoparonella sp 11,36 10,93 22,29
  Isotomurus sp 5,68 5,96 11,64
  Entomobrya sp 7,95 8,28 16,23
  Forficula sp 6,82 3,64 10,46
2 Stasiun II Odontoponera sp 14,29 16,32 30,60
  Paratrechina sp 12,09 29,50 41,59
  Anochetus sp 15,38 11,30 26,68
  Gryllus sp 13,19 5,44 18,63
  Xyleborus sp 8,79 2,93 11,72
  Entomobrya sp 7,69 3,14 10,83
  Isotomorus sp 9,89 6,07 15,96
  Pseudoparonella sp 9,89 22,38 32,28
  Forficula sp 8,79 2,93 11,72
3 Stasiun III Odontoponera sp 12,62 16,52 29,15
  Paratrechina sp 4,85 2,04 6,90
  Anoplolepis sp 14,56 21,98 36,54
  Anochetus sp 11,65 10,05 21,70
  Gryllus sp 13,59 10,90 24,50
Xyleborus sp 13,59 10,05 23,64
  Sphenophorus sp 0,97 0,34 1,31
  Harpalus sp 4,85 2,04 6,90
  Entomobrya sp 0,97 0,34 1,31
Isotomorus sp 4,85 1,36 6,22
  Pseudoparonella sp 11,65 21,98 33,63
  Forficula sp 5,83 2,39 8,21
4 Stasiun IV Odontoponera sp 12,87 4,37 17,24
  Paratrechina sp 2,97 0,58 3,55
  Anoplolepis sp 14,85 46,36 61,21
  Anochetus sp 5,94 1,07 7,01
  Gryllus sp 11,88 3,98 15,87
  Xyleborus sp 11,88 7,48 19,36
  Lophyra sp 6,93 1,75 8,68
  Pseudoparonella sp 13,86 29,74 43,60
  Entomobrya sp 3,96 0,68 4,64
    Isotomorus sp 6,93 1,55 8,49
    Forficula sp 7,92 2,43 10,35

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa besarnya nilai Kelimpahan


Relatif dan Frekuensi Relatif menunjukkan banyaknya jumlah dan jenis
serangga yang terdapat dalam habitat. Semakin banyak jumlah dan jenis
serangga yang tertangkap, maka akan semakin besar Indeks Nilai Pentingnya.
37

Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun I pada penelitian adalah dari jenis
Paratrechina sp yaitu 29,43%, kemudian serangga permukaan tanah yang
mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun II yaitu jenis
Paratrechina sp dengan nilai 41,59%, kemudian serangga permukaan tanah
yang mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun III yaitu jenis
Anoplolepis sp dengan nilai 36,54%, sedangkan serangga permukaan tanah yang
mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun IV yaitu dari Anoplolepis
sp dengan nilai 61,21%. Yang artinya bahwa ke-4 spesies setiap stasiun tersebut
mendominasi di lokasi penelitian. Jenis Paratrechina dan Anoplolepis
mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi tetapi masih terbilang memiliki
dominansi yang rendah, hal tersebut seperti di paparkan dalam Suin (2012),
Indeks Nilai Penting pada keempat stasiun semuanya memiliki dominansi yang
rendah karena INP < 100, rendahnya INP dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Robo (2016) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya INP dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan bagi serangga permukaan tanah. Indeks Nilai Penting dari
keempat stasiun yang paling tinggi yaitu pada Famili Formicidae hal ini
dikarenakan famili Formicidae hidup berkelompok-kelompok dan berkasta-
kasta. Hal ini dipaparkan oleh Suin (2012), yaitu serangga tanah yang ditemukan
dengan Indeks Nilai Penting yang tinggi dikarenakan jenis-jenis tersebut
berkelompok atau berkoloni contohnya, yaitu famili Formicidae yang hidupnya
berkelompok atau berkoloni. Sehingga mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap Indeks Nilai Penting.
Indeks nilai penting dikatakan tinggi (mendominansi) berarti secara
ekologi hewan tersebut berhasil dan mampu menjaga kondisi yang diperlukan
untuk pertumbuhan hidupnya. Suatu jenis yang lebih melimpah dibandingkan
jenis lainnya akan mengkonsumsi makanan lebih banyak, menempati lebih
banyak tempat untuk reproduksi dan lebih memerlukan banyak ruang, sehingga
pengaruhnya lebih besar. Sebaliknya jika indeks nilai penting dikatakan rendah
berarti memiliki jenis tunggal atau suatu kelompok jenis yang mendominasi
lingkungan (Rachmasari dkk, 2016).
38

Borror et al., (1992), menyatakan bahwa fauna tanah memperbaiki sifat


fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya. Suatu jenis dengan INP
tertinggi cenderung mendominasi habitat dikarenakan faktor lingkungan tersebut
cocok sebagai tempatnya. Selain itu, serangga permukaan tanah dengan nilai INP
tertinggi merupakan serangga dengan jumlah jenis yang sangat melimpah dan
aktif. Serangga memiliki peran yang penting dalam menyusun ekosistem, dimana
serangga tersebut akan saling berinteraksi untuk membentuk keseimbangan
ekosistem. Jumlah serangga yang mendominasi di daerah penelitian adalah
serangga yang berperan sebagai dekomposer, dimana serangga yang menjadi
sampel dalam penelitian adalah serangga permukaan tanah sehingga lebih
berperan pada proses dekomposisi

4. Indeks Kesamaan Serangga Permukaan Tanah


Indeks kesamaan dua lahan (Cs) dari Sorenser merupakan indeks untuk
melihat seberapa banyak kesamaan jenis individu yang berada pada dua lahan,
indeks kesamaan dua lahan (Cs) memiliki nilai kisaran antara 0 sampai 1. Odum
(1996) menyatakan bahwa semakin dekat dengan 1 berarti kondisi ekosistem
kedua contoh yang dibandingkan semakin berbeda, dengan kriteria nilai Cs <
0,75 dikategorikan kesamaan rendah dan nilai Cs > 0,75 maka kesamaannya
tinggi. Hasil pengukuran indeks kesamaan serangga permukaan tanah pada
perkebunan kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu
dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Indeks Kesamaan serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit di
Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu
 Stasiun I II III IV
I - 0,59 0,51 0,35
II - - 0,57 0,38
III - - - 0,55
IV - - - -
Berdasarkan tabel 4.5 pada hasil pengamatan di empat lokasi penelitian
didapatkan indeks kesamaan dua lahan (Cs) yaitu 0,35-0,59 yang termasuk
kategori rendah artinya didapatkan sedikit genus yang sama pada keempat stasiun,
39

artinya genus yang ditemukan pada keempat stasiun adalah berbeda. Rendahnya
indeks kesamaan dua lahan (Cs) ini dikarenakan lokasinya berada di perkebunan
kelapa sawit yang merupakan ekosistem yang dikelola oleh manusia yang mana
hanya memiliki satu atau dua jenis tumbuhan yang mengakibatkan serangga di
wilayah tersebut memiliki jenis yang rendah ditambah dengan keadaan faktor
fisika-kimia di wilayah tersebut yang sudah tidak alami karena adanya
pengelolaan oleh manusia dengan memanfaatkan pestisida, sehingga menekan
jumlah serangga permukaan tanah. Hal ini didukung oleh Gestriantuti dkk (2016)
Variasi organisme terjadi karena adanya beberapa faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa sinar matahari, cahaya, makanan,
suhu, dan kelembaban. Sedangkan faktor internal berupa adanya pengaruh
lingkungan.
Faktor penentu serangga permukaan tanah didasarkan oleh faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangbiakan serangga permukaan
tanah. Pengukuran faktor fisika dan kimia dapat dilakukan pada masing-masing
stasiun. Hasil pengukuran faktor fisika kimia lingkungan pada perkebunan
kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu dapat dilihat
pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil pengukuran fisika dan kimia lingkungan pada perkebunan kelapa sawit
di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan Hulu
pH
No Area Penelitian Suhu Tanah (oC) Kelembaban Tanah
Tanah
1 Stasiun I 27 13 7,0
2 Stasiun II 28,33 51 6,6
3 Stasiun III 27,33 69 6,6
4 Stasiun IV 27,33 60 6,5

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat
menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, karena suhu tanah akan
menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah yang menjadi sumber
nutrisi bagi serangga. Banyaknya serangga permukaan tanah yang didapatkan
karena lingkungannya yang sesuai untuk mendukung kehidupannya dan
pengaruh komponen pendukung dalam ekosistem yang ada disekitar lahan
tersebut. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa suhu pada area penelitian
40

berkisar 27-28,33 oC. Kisaran tersebut merupakan suhu yang menguntungkan


bagi serangga permukaan tanah (Suterisni dkk, 2018). Hal ini dukung oleh
Hamama (2017) yang menyatakan bahwa umumnya kisaran suhu yang efektif
adalah suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC, dan suhu maksimum 45oC.
Pada suhu optimum, kemampuan serangga untuk menghasilkan keturunan besar
dan kematian sebelum batas umur akan sedikit. Suhu dapat berpengaruh
terhadap suatu ekosistem karena suhu merupakan komponen yang diperlukan
organisme untuk berlangsungnya hidup (Aditama dan Nia, 2013).
Menurut Suterisni dkk (2018) menyatakan bahwa kelembaban
dipengaruhi oleh tegakkan pohon dengan tajuk yang rapat sehingga cahaya yang
masuk kepermukaan tanah sedikit maka kelembaban tanah tinggi dan akan
menguntungkan bagi kehidupan serangga permukaan tanah. Dari hasil faktor
abiotik area perkebunan sangat mendukung. Kelembaban tanah berpengaruh
langsung terhadap kehidupan serangga permukaan tanah (Rahmawati, 2004).
Dimana kelembaban tanah akan mempengaruhi ketersediaan bahan-bahan
organik tanah. Kelembaban merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
penyebaran, aktivitas, dan perkembangan serangga. Pada kelembaban yang
sesuai akan membuat serangga lebih tahan terhadap suhu ekstrim. Kelembaban
tanah di lokasi penelitian adalah 13-69%. Kelembaban tersebut berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup serangga permukaan tanah. Hal ini didukung oleh
Salmiah (2019) yang menyatakan bahwa jika kondisi kelembaban terlalu tinggi
maka Arthropoda tanah dapat mati atau berimigrasi ke tempat lain. Kelembaban
yang rendah akan merangsang Arthropoda permukaan tanah untuk bergerak
ketempat yang memiliki kelembaban optimum, sehingga memungkinkan
terbentuknya kelompok-kelompok.
Sama halnya dengan suhu, pH tanah juga memiliki pengaruh signifikan
terhadap hidup serangga. Hasil pengukuran pH pada keempat stasiun
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pH yang cukup signifikan, pH
antara keempat stasiun yakni berkisar pada pH 6,5-7,0 (Tabel 4.6). Hal ini
menunjukkan bahwa area pengamatan termasuk dalam kategori asam-netral
karena pH di bawah 7 sampai dengan 7. Apabila pH semakin tinggi (asam)
41

mendekati netral maka jumlah individu juga semakin tinggi (Fauziah, 2016).
Kondisi asam ini dipengaruhi oleh kadar air tanah, bahan organik, kandungan K
dan Ca lebih tinggi (Rahmawati, 2004). Akan tetapi, pH ini cukup bagus dalam
menunjang kehidupan serangga. Jenis serangga yang ditemukan di lokasi
penelitian pada semua stasiun merupakan kelompok serangga yang tergolong
Asidofil, yaitu serangga yang tahan akan keadaan asam sehingga semakin jelas
keterdukungan hidup serangga di area tersebut (Rachmasari dkk, 2016).
Kehidupan serangga permukaan tanah di suatu daerah sangat tergantung
habitatnya, karena keberadaan dan kelimpahan populasi suatu jenis serangga
permukaan tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah
tersebut. Dengan kata lain keberadaan dan kelimpahan populasi suatu jenis
serangga di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu
lingkungan biotik dan abiotik.
Serangga permukaan tanah berperan sangat besar dalam perbaikan
kesuburan tanah. Serangga-serangga yang ditemukan pada perkebunan kelapa
sawit di Desa Kepenuhan Tengah Kabupaten Rokan Hulu, terdapat spesies-
spesies yang berperan sebagai polinator, dekomposer, predator, parasitoid, dan
bioindikator. Adapun spesies-spesies yang ditemukan adalah sebagai berikut :
a. Camponatus sp

Gambar 4.1 Camponatus sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan spesies ini memiliki tubuh berwarna


cokelat kehitaman, abdomen dan kepala berwarna hitam, pada perut terdapat
beberapa segmen, terdapat cakar kecil dan tajam pada kaki semut, pada seluruh
bagian tubuh terdapat buku-buku yang halus, antena panjang, torak melengkung,
nodus berbentuk kerucut dan kepala oval.
42

Biasa dinamai semut merah, memiliki kepala oval, toraks melengkung


jelas, pronotum dekat kapala agak kecil, bagian atas cembung. Pedicel 1, nodus
berbentuk kerucut. Spesies ini ditemukan hampir di semua tempat, di bangkai,
pertanaman, rongga/celah-celah di dalam bangunan atau tanah, Camponotus sp
biasanya menggunakan remah-remah sebagai sumber makanannya. Selain itu
semut ini juga dapat memakan serangga lain yang telah mati (Suin, 2012).

b. Odontoponera sp
Odontoponera sp ini memiliki kelimpahan yang tinggi dalam areal
pemukiman karena jenis ini mudah beradaptasi dan beraktivitas di daerah
terganggu yang berdekatan dengan aktivitas manusia (Latumahina dkk, 2014).
Menurut Suin (2012), kaki dan mandibula kemerahan, panjangnya sekitar 15
mm. Seluruh permukaan tubuh kasar/kesat. Abdomen bergaris memanjang,
konstruksi antara segmen-segman basal terlihat jelas. Pedicel 1 besar sama
tingginya dengan momentum, bagian depan oval/bulat, bagian belakang agak
cekung.

Gambar 4.2 Odontoponera sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan spesies ini memiliki ciri-ciri antara lain


yaitu panjang tubuh 9 mm berwarna hitam, antena 1 pasang dengan 12 ruas,
kepala persegi, memiliki mulut tipe penggigit, mata terletak disisi lateral,
diantara toraks dan abdomen terdapat pembatas yang sangat jelas.

c. Paratrechina sp
Paratrechina sp tergolong semut invasif. Jenis semut ini menghasilkan
bahan feromon yang mengandung asam formik dengan kepekatan yang tinggi
43

sebagai pertahanan apabila diganggu oleh organisme lain. Paratrechina sp.


umumnya ditemukan di pinggiran hutan dan dikenali sebagai semut gila karena
sifatnya yang akan melarikan diri tanpa tujuan apabila diancam atau diganggu.
Jenis ini bersarang dalam tanah atau di bawah daun yang gugur. Paratrechina
sp. memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di daerah yang sangat terganggu,
kering, dan agak lembab. Paratrechina sp. merupakan omnivor yang
mengkonsumsi serangga baik hidup maupun mati, embun madu, buah, dan
eksudat tanaman serta beberapa jenis makanan yang terdapat pada pemukiman
(Latumahina dkk, 2014).

Gambar 4.3 Paratrechina sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan pengamatan didapatkan ciri-ciri yaitu tubuh berwarna


cokelat, abdomennya berwarna cokelat dengan garis-garis putih, kepalanya bulat
dan kecil, antena 1 pasang, antena dan kaki panjang, mata terlihat jelas agak di
tengah-tengah bagian kepala depan, tungkai 3 pasang, memiliki panjang tubuh 4
mm.

d. Anoplolepis sp
Anoplolepis sp diketahui memiliki prilaku agresif dan mengganggu jenis
semut lain yang ada di sekitarnya (Ikbal dkk, 2014). Jenis semut ini banyak
ditemukan pada habitat yang terganggu, pemukiman, daerah perkotaan,
perkebunan, padang rumput, savana, dan areal hutan yang menyebar melalui
tanah, kayu, dan bahan kemasan (Holldobler dan Edward, 1990). Anoplolepis
sp mencari makan di tanah sepanjang hari dan malam. Anoplolepis sp juga
memiliki wilayah mencari makan yang luas, sehingga disebut predator
pemulung karena memangsa berbagai fauna di serasah dan kanopi (Isopoda
44

kecil, ekor miyriapoda, moluska, arakhnida, dan serangga tanah) (Latumahina


dkk, 2014).

Gambar 4.4 Anoplolepis sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan didapati ciri-ciri antara lain, panjang


tubuhnya 3 mm berwarna merah kehitaman, antena 1 pasang, mata terlihat jelas
agak di tengah-tengah bagian kepala depan, mulut tipe penggigit, tungkai 3
pasang, 2 ruas sekat diantara toraks dan abdomen (1 sekat mengerucut), dan
abdomen bulat telur. Kepala seperti segitiga, kaki dan antena panjang.

e. Anochetus sp
Berdasarkan hasil pengamatan didapati ciri-ciri antara lain, memiliki
panjang tubuhnya 9 mm berwarna merah hitam, antena 1 pasang, kepala persegi,
capit panjang, kaki 3 pasang, 1 ruas sekat meruncing antara toraks dan badomen,
dan abdomen silindris.

Gambar 4.5 Anochetus sp


Sumber : Dokumentasi Pribadi

Anochetus sp memiliki kepala besar dan lebar, persegi panjang.


Tubuhnya hitam kemerahan, panjangnya sekitar 9 mm. Mandibulata terletak
dibagian tengah puncak kepala, sejajar, ujungnya melengkung ke dalam,
bergerigi dipinggir dalamnya, dua gerigi ujungnya lebih panjang, satu gerigi
45

besar dan kuat dengan ujungnya yang datar. Pedicel 1, nodusnya tinggi, berduri
runcing dibagian atas. Mata kecil dan terletak agak di bagian bawah. Spesies ini
merupakan semut teresterial. Membuat sarang di sekitar tegakan pohon terutama
pada akar tanaman paku-pakuan (Suin, 2012).

f. Gryllus sp
Spesies ini hidup di berbagai habitat baik lingkungan basah ataupun
kering, terutama yang dinaungi rumput-rumput. Juga ditemukan di lapangan-
lapangan terbuka, sepanjang sisi-sisi jalan, di rumah-rumah, sisa-sisa tanaman
yang masih lembab (jerami), di pertanaman kopi, teh, karet, dan ketela pohon.
Telur diletakkan di tanah atau disisipkan ke tanaman. Beberapa jenis pandai
bernyanyi, suara yang dihasilkan dari saling menyentuhkan tegmina bersama-
sama, aktif pada malam hari. Famili ini mampu bergerak dan melompat dengan
cepat. Hampir semua dewasa nimpha bertindak sebagai predator (Borror et al.,
1992).

Gambar 4.6. Gryllus sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan didapati ciri-ciri antara lain, memiliki


warna tubuh hitam kecokelatan, kepala kecil dan pendek tegak lurus, toraks
ditumbuhi rambut-rambut halus, antena panjang dan halus seperti rambut, mulut
tipe mengunyah, terdapat tiga tungkai (pada tungkai belakang membesar), tibia
belakang hampir selalu dengan duri-duri yang panjang, sayap berkembang
dengan baik, bisa menghasilkan suara, panjang keseluruhan tubuh 20 mm, jenis
jantan mempunyai gambaran cincin di sayap depan, pada betina mempunyai
ovipositor panjang berbentuk jarum atau silindris.
46

g. Xyleborus sp
Spesies ini dari bentuk tubuhnya masih tergolong kumbang yang masuk
dalam ordo Coleoptera, memiliki ciri-ciri berwarna cokelat sampai hitam dan
memiliki sungut yang sangat pendek yang sesuai dengan ciri-ciri dari famili
Scolytidae, kumbang ini memakan bagian dari pohon (Borror et al., 1992).

Gambar 4.7 Xyleborus sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan didapati ciri-ciri antara lain, spesies ini


berwarna cokelat dengan tubuh silindris diselimuti rambut-rambut halus, mulut
seperti moncong, bentuk kepala segitiga, kepala menghadap ke bawah dan di
bawah pronotum, toraks terbagi menjadi tiga ruas, antena pendek seperti tidak
ada, terdapat tiga pasang kaki, empat ruas pada setiap kaki, pada ujungnya
terdapat kuku tarsus (claw), femur besar, abdomen lima ruas, keseluruhan tubuh
famili ini memiliki panjang 2 mm.

h. Sphenoporus sp
Spesies ini termasuk dalam ordo Coleoptera, hidup di dalam tanah, di
dalam jaringan tanaman atau dalam biji-bijian, beberapa jenis hidup di kulit
kayu atau batang yang telah mati. Sebelum bertelur induk akan menggali
tanah/jaring tanaman dengan moncongnya, sama dengan cara makan. Larva
tidak begitu aktif, merusak akar, jaringan tanaman, pucuk, tunas, serta biji-
bijian. Berpupa di sekitar bagian yang dirusak atau dalam biji yang telah kosong.
Dewasa aktif siang hari, dalam merusak sering menimbulkan suara bising
(Lilies, 1991).
47

Gambar 4.8 Sphenoporus sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan ciri-ciri yaitu memiliki warna


tubuh cokelat hitam atau hitam, memiliki tubuh yang keras dan tebal, tekstur
tubuhnya ada yang halus, berkerut, berbintik-bintik, atau bersisik atau berambut.
Ukuran panjang keseluruhan tubuhnya 10 mm, mempunyai moncong/rostrum
yang panjang dengan ukuran 3 mm, tubuh tidak banyak rambut, antena pendek
muncul di pertengahan moncong, memiliki mata menonjol, mulut tumpul.

i. Harpalus sp
Spesies ini hidup di darat, ditemukan di bawah batu-batuan, kayu, daun-
daun, atau di liang dalam tanah. Siang hari berlindung dan aktif pada malam
hari, sedikit yang tertarik cahaya. Baik larva maupun dewasa hampir semua
bersifat predator (Borror et al., 1992).

Gambar 4.9 Harpalus sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan spesies ini memiliki cii-ciri, tubuh


cembung bulat telur berwarna hijau kehitaman, mengkilat, kepala berbentuk
segitiga, mulut lancip, mata besar dan terletak di samping. Antena 13 ruas.
48

Toraks terbagi menjadi tiga ruas, tiga pasang kaki panjang. Abdomen enam ruas,
elytra menebal dengan garis-garis vertikal, dan ujung abdomen terlihat panjang,
panjang seluruh tubuh adalah 12 mm. Sungut timbul agak di sebelah lateral,
pada sisi-sisi kepala antara mata dan mandibel.

j. Lophyra sp
Spesies ini termasuk ordo Coleoptera, memiliki warna yang sangat
mencolok dari biru, merah totol putih, hal ini sesuai dengan ciri-ciri dari famili
Cicindelidae. Ditemukan di areal yang terbuka dan banyak terkena sinar
matahari. Larva hidup dalam celah-celah tegak di tanah kering/ladang/tanah
berpasir. Dewasa menangkap mangsa dengan mandibula yang berbentuk sabit.
Menunggu mangsa di dinding liang, setelah berhasil menangkap mangsa,
mangsa dibawa ke dasar liang untuk kemudian dilahap. Serangga ini sebagai
predator, memangsa berbagai jenis serangga kecil. Tetapi dengan adanya liang-
liang yang dibuat pada tanaman, dapat mengakibatkan kerusakan tanaman.
Spesies ini memangsa berbagai serangga yang ditemukan di permukaan tanah
(Lilies, 1991).

Gambar 4.10 Lophyra sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil pengamatan pada spesies ini memiliki ciri-ciri yaitu


spesies ini memiliki warna yang mencolok merah biru dan memiliki pola bulat
putih di tubuhnya menyerupai macan, panjang tubuh keseluruhan spesies ini
adalah 15 mm, terdapat tiga tungkai kaki dan sepasang antena dengan panjang 5
mm. Serangga ini memiliki tubuh lunak, ramping, memanjang, kadang-kadang
ada yang membulat. Pronotum lebih sempit dari pada kepala atau sayap depan.
49

k. Pseudoparonella sp
Pseudoparonella sp termasuk dalam famili Paronellidae. Famili ini
ditandai dengan memiliki antena yang sangat panjang, furca, dan memiliki 4
segmen abdomen. Beberapa Paronellidae berwarna cerah, hidup di pohon,
semak, epifit, rumput, atau di lapisan dangkal serasah daun, dan di gua-gua
(Hopkin, 1997).

a b

Gambar 4.11 Pseudoparonella sp


Sumber : a. Dokumentasi pribadi, b. Literatur (Azhari, 2014)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada spesimen ini didapati hasil


spesies ini memiliki ciri-ciri berwarna coklat, terdapat sepasang antena beruas 4,
mempunyai mata dan berpigmen, furkula panjang, tubuh berukuran 2-5 mm.
Pseudoparonella sp merupakan kelompok yang besar dengan
keanekaragaman yang tinggi. Beberapa peneliti bahkan masih menganggapnya
sebagai subfamili dari famili entomobryidae, tetapi sekarang sudah berdiri
sendiri dan merupakan salah satu famili dengan super famili entomobryodea.
Ciri umum tubuh panjangnya 2-8 mm, warna tubuh bervariasi, antena panjang
0,5-3 kali panjang tubuhnya (Suhardjono dkk, 2012).

l. Entomobrya sp
Entomobrya sp termasuk dalam famili Entomobryidae. Entombrya sp
dapat ditemukan di seluruh dunia di berbagai habitat, tetapi sebagian besar
spesies hidup di antara serasah daun, di permukaan tanah, di bawah kulit pohon,
di kanopi hutan, atau di gua. Famili Entomobryidae ditandai dengan memiliki
50

segmen perut keempat lebih besar dari segmen ketiga, dan antena memiliki 4
segmen/ruas, tidak ada garis memanjang pada sepertiga anterior segmen
abdominal keempat, batas posteriornya berwarna hitam, panjang 2-3 mm
(Heckman, 2001).

a b
Gambar 4.12 Entomobrya sp
Sumber : a. Dokumentasi pribadi, b. Literatur (Heckman, 2001)

Berdasarkan pengamatan pada spesies Entomobrya sp didapatkan hasil


antara lain, spesies ini memiliki warna berseling (kuning dan coklat), terdapat
antena dibagian depan tubuhnya dan memiliki panjang antena sama dengan
panjang tubuh, tubuh berbentuk bulat melonjong dan panjang keseluruhan
tubuhnya adalah sekitar 2 mm.
Ciri-ciri entomobrya yaitu ruas tubuh nampak mampat dan berlekatan
satu dengan yang lainnya. Tubuhnya kecil berwarna belang (kuning dan Coklat),
tidak bersayap dan antena terdiri 4 ruas dan memiliki ekor seperti pegas yang
dapat digunakan untuk melompat. Famili ini merupakan jenis yang besar
bentuknya menyerupai famili isotomidae tetapi memiliki satu ruas abdomen
yang besar, mempunyai sisik dan entena yang panjang. Habitat pada serasah
daun dan kayu yang lapuk (Borror et al.,1992).

m. Isotomurus sp
Spesies ini sebagian besar hidup di tanah, di celah-celah di pantai, dan
air tawar. Isotomurus sp adalah salah satu Collembola yang paling luas dan
paling sering ditemukan di antara vegetasi tambak dan sungai. Famili ini
51

ditemukan di seluruh dunia, beberapa habitat ekstrim seperti gurun, dan antartika
(Hopkin, 1997).

a b
Gambar 4.13 Isotomorus sp
Sumber : a. Dokumentasi pribadi, b. Literatur (Mikhail, 2018)

Berdasarkan pengamatan pada spesies Isotomurus sp. didapatkan ciri-ciri


sebagai berikut: memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil 1,9 mm berwarna
oranye, memiliki tubuh memanjang, memiliki sepasang antena. Protoraks tidak
berambut, terdapat ekor yang berfungsi sebagai alat gerak.
Isotomurus sp memiliki ukuran tubuh 1,9-2,3 mm. Warna tubuh oranye
cerah, area mata hitam, pangkal antena lebih pucat, bagian posterior kepala
dengan titik medial hitam besar. Antena dan kaki gelap, karakteristik lain dari
pola warna tubuh bervariasi. Kaki dengan cakar ramping dan panjang (Mikhail,
2018).

n. Forficula sp
Spesies ini memiliki struktur tubuh dengan ekor capit yang digolongkan
ke dalam ordo Dermaptera, memiliki ciri-ciri khusus berupa ekor yang bercabit,
tubuh memanjang, ramping yang menjadikannya masuk dalam golongan cocopet
famili Forficulidae. Biasanya terdapat di lahan kering dan bersarang dalam tanah
pada pangkal batang tanaman. Aktif pada malam hari, sebagai predator, rata-rata
dapat memangsa 20-30 ekor mangsa/hari (Lilies, 1991).
52

Gambar 4.14 Forficula sp


Sumber : Dokumentasi pribadi

Berdasarkan hasil penelitian spesies ini memiliki ciri-ciri yaitu memiliki


tubuh berwarna cokelat, memiliki panjang keseluruhan tubuh 12 mm, 1 pasang
antena dengan ruas 12-15 ruas, ujung antena terdapat bercak putih, memiliki 3
pasang kaki (seperti capit), mata terlihat jelas, pada bagian posterior tubuh
terdapat organ penjepit (forcep) sebagai pertahanan diri terhadap musuh, jenis
jantan mempunyai forcep yang lebih kasar dan nampak kuat, forcep membuka
atau ujungnya sedikit bersentuhan, jenis betina mempunyai forcep yang lebih
ramping dan umunya keduanya saling bersilang.

C. Perancangan Buku Saku Komunitas Serangga Permukaan Tanah Di


Perkebunan Kelapa Sawit
Hasil penelitian mengenai struktur komunitas serangga permukaan tanah
pada perkebunan kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kabupaten Rokan
Hulu dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar berupa buku saku
komunitas serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit untuk kelas
X SMA pada materi Ekosistem. Pada tahapan ini dapat dijadikan landasan dalam
merancang buku saku dalam pembelajaran Biologi SMA, sebagai berikut:
1. Analisis
a. Analisis Kurikulum
Berdasarkan hasil analisis kurikulum topik/tujuan yang berkaitan dengan
hasil penelitian, KD di mata pelajaran Biologi SMA yang dapat dilihat pada
lampiran. Hasil analisis kurikulum ada 8 Kompetensi Dasar di kurikulum 2013,
yang memiliki potensi sebagai rancangan media pembelajaran sesuai dengan
53

hasil penelitian yaitu KD 3.10 di kelas X yaitu menganalisis komponen-


komponen ekosistem dan interaksi-interaksi antar komponen tersebut. Konsep
yang ada di dalam buku saku harus sesuai dengan perminataan keruntutan
konsep pada Kompetensi Dasar (KD) yang ada dalam silabus permintaan
Kurikulum 2013. Silabus permintaan Kurikulum 2013 dapat dilihat pada
lampiran 5. Adapun urutan konsep materi ekologi sesuai permintaan Kurikulum
2013 adalah ekosistem, aliran energi, daur biogeokimia, dan interaksi dalam
ekosistem (Kemendikbud, 2017).
Hasil penelitian ini kemudian akan dikembangkan menjadi media
pembelajaran atau suplemen pembelajaran yaitu buku saku komunitas serangga
permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit yang sesuai ada pada konsep
ekologi. Buku saku ini dirancang semenarik mungkin dengan full colour, mudah
dibawa kemana-mana, ringan, dan gambar yang jelas serta menarik. Hal ini
sesuai dengan syarat yang harus dimiliki media pembelajaran berupa buku-buku
pelajaran. Buku-buku pelajaran harus dibuat menarik dengan disertai gambar-
gambar agar dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, karena salah
satu komponen motivasi adalah adanya perhatian dari peserta didik (Yazid,
2016). Tentu saja materi yang tergantung didalamnya bersifat ilmiah dan
kontekstual. Buku saku ini sangat cocok dengan model DL (Discoveri learning)
digunakan sebagai pendamping buku paket.
Selain itu, berdasarkan tuntutan Kompetensi Dasar (KD) 3.10 yaitu
menganalisis komponen-komponen ekosistem dan interaksi-interaksi antar
komponen tersebut. Peserta didik dituntut untuk lebih banyak membaca
referensi, selain buku paket yang digunakan oleh peserta didik. Oleh sebab itu,
buku saku yang dikembangkan dapat memfasilitasi permintaan KD tersebut.
Tuntutan KD 3.10 juga menyangkut peserta didik dapat memahami komponen-
komponen ekosistem yang terlibat dalam keseimbangan ekosistem.
b. Analisis Materi Pembelajaran
Analisis materi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan materi yang
tepat untuk digunakan dalam pengembangan produk. Analisis materi pada
penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi apa yang sesuai
54

dengan produk yang akan dikembangkan. Adapun materi yang digunakan oleh
peneliti dalam pengembangan produk yaitu materi ekosistem dimana dalam
kurikulum 2013 terkhusus pada materi komponen-komponen ekosistem, peserta
didik lebih dianjurkan untuk melakukan pengamatan terhadap lingkungan
sekitarnya berdasarkan materi ekosistem. Maka dari itu, peneliti memilih materi
tersebut karena sesuai dengan produk yang akan dikembangkan yaitu buku saku
komunitas serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit yang di
dalamnya berisi materi komunitas serangga permukaan tanah disertai dengan
contoh gambar, serta klasifikasi serangga permukaan tanah.

2. Perancangan
a. Perancangan RPP
Sebelum buku saku di buat, dirancang terlebih dahulu RPP yang sesuai
dengan materi pembelajaran Ekosistem. RPP dirancang sesuai dengan hasil
analisis terhadap kurikulum 2013. Rancangan RPP dapat dilihat pada lampiran 6.
b. Desain Buku Saku
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka media pembelajaran
yang dirancang peneliti berupa buku saku komunitas serangga permukaan tanah
perkebunan kelapa sawit yang sesuai dengan hasil penelitian di Desa Kepenuhan
Tengah, Kabupaten Rokan Hulu. Buku saku komunitas serangga permukaan
tanah yang dimaksud adalah buku yang berukuran 10x14 cm yang di dalamnya
berisi gambar serangga serta penjelasannya, klasifikasi, dan deskripsinya. Desain
buku saku dapat dilihat secara rinci pada lampiran 7. Adapun rancangan buku
saku komunitas serangga permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit yaitu
sebagai berikut:
1) Cover (judul, pokok bahasan, dan penulis)
Desain tampilan cover atau sampul buku komunitas serangga permukaan
tanah pada perkebunan kelapa sawit menggunakan gambar yang mewakili isi di
dalam buku saku. Warna sampul didesain full colour dengan warna dasar hijau
dan ditambah karakteristik pendukung sampul yang terdiri dari beberapa
komponen seperti judul, nama penulis, dan keterangan lainnya.
55

2) Kata pengantar, daftar isi, tingkatan kurikulum, panduan penggunaan


Kata pengantar dalam rancangan buku saku ini berisi pujian terhadap
Allah SWT, shalawat nabi, ucapan terimakasih dan permohonan kritik dan saran
pembaca serta tertanda penulis. Daftar isi merujuk kepada isi buku saku yang
telah dirancang. Tingkatan kurikulum melampirkan Kompetensi Inti,
Kompetensi Dasar, dan materi pokok jika digunakan dalam sekolah. Sedangkan
panduan penggunaan berisi tata cara menggunakan buku saku agar mudah
dipahami dan efisien dalam penggunaan.
3) Pendahuluan
Penjelasan secara umum tentang serangga permukaan tanah pada
perkebunan kelapa sawit di Desa Kepenuhan Tengah, Kecamatan Kepenuhan,
Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau dan prasyarat sebelum mempelajari isi
buku.
4) Isi (Keanekaragaman serangga permukaan tanah), sebelah kiri full gambar
dan klasifikasi sebelah kanan deskripsi)
Pada bagian isi, penulisan akan menampilkan gambar secara rinci,
klasifikasi, dan deskripsi tentang jenis serangganya. Kemudian bagian isi akan
ditata dan didesain semenarik mungkin agar tidak membosankan. Selain itu
sebelah kiri akan didesain full gambar dan klasifikasi dan sebelah kanan,
deskripsi.
5) Daftar pustaka
Bagian tambahan melampirkan daftar pustaka yang berisi daftar sumber
dari penulis.

Anda mungkin juga menyukai