ُصيَّة ِ ض َر اَ َح َد ُك ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن تَ َر َك َخي ًْران ْال َو َ علَ ْي ُك ْم اِ َذا َح َ ُِكت
َ ب
َعلَى ْال ُمت َّ ِقيْن
َ ف َحقًّا ِ ِل ْل َوا ِل َدي ِْن َو ْاْلَ ْق َر ِبينَ ِب ْال َم ْع ُر ْو
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda-
tanda maut, jika dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk
ibu-bapak dan karib kerabatnya dengan cara yang baik. Ini adalah
kewajiban atas orang-orang yang taqwa( QS Al-Baqarah : 180 )
Makna dari hadist ini adalah bahwa yang demikian ini merupakan
suatu keberhati-hatian, sebab kemungkinan orang yang berwasiat itu mati
secara tiba-tiba.
Asy-Syafi’i berkata:
Hukumnya :
Ini dilihat dari segi harus dilaksanakan atau harus ditinggalkan
wasiat itu, maka para ulama telah berbeda pendapat, berikut beberapa
pendapat dari mereka:
Pendapat pertama
Pendapat ini memandang bahwa wasiat itu wajib bagi setiap orang
yang meninggalkan harta, baik harta itu banyak ataupun sedikit. Pendapat
ini dikatakan oleh Az-Zuhri dan Abu Majlaz dalilnya:
“ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan
tanda-tanda maut, jika dia meninggalkan harta yang banyak berwasiat
untuk ibu bapak dan kerabatnya secara baik. Ini adalah kewajiban atas
orang-orang yang bertaqwa”.( QS Al-Baqarah : 180)
Pendapat Kedua
Pendapat ini memandang bahwa wasiat kepada kedua orang tua
dan karib kerabat yang tidak mewarisi dari si mayat itu wajib hukumnya.
Ini berdasarkan mazhab Masruq, Iyas, Qatadah, Ibnu Jarir dan Az-Zuhri
Pendapat Ketiga
Yaitu pendapat empat orang imam dan aliran Zaidiyah yang
menyatakan bahwa wasiat itu bukanlah kewajiban atas setiap orang-orang
meninggalkan harta seperti pendapat pertama dan ke dua, akan tetapi
wasiat itu berbeda-beda hukumnya menurut keadaan masing-masing.
Hikmahnya :
Rasulullah saw. Bersabda: