Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tentang

ASUHAN KEPERAWATAN pada KLIEN dengan


GIGITAN ULAR BERBISA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V
1. NUR AFIFAH YANNI NIM.1502183
2. PRISKA HERLINA NIM.1502185
3. RIRIN SAPITRI NIM.1502187

KELAS : III-B ILMU KEPERAWATAN

Dosen Pembimbing : Ns.Vino Rika Nofia, M.kep

STIKes SYEDZA SAINTIKA PADANG


S1 ILMU KEPERAWATAN
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Walaupun hasilnya masih jauh dari apa yang menjadi harapan pembimbing, namun
sebagai awal pembelajaran dan agar menambah semangat dalam mencari pengetahuan yang
luas dilapangan, bukan sebuah kesalahan jika kami mengucapkan kata syukur.

Terimakasih kami ucapkan kepada Dosen Keperawatan Gawat Darurat I yang telah
memberikan arahan terkait makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin kami tidak akan
dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang berlaku. Kesalahan yang terdapat
didalam jelas ada. Namun bukanlah kesalahan yang tersengaja melainkan karena kekhilafan.
Dari semua kelemahan kami kiranya dapat dimaklumi.

Terimaksih pula kami ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan banyak
saran dan pengetahuannya sehingga menambah hal baru bagi kami. Terutama dalam hal
material berupa referensi mengenai ASUHAN KEPERAWATAN pada KLIEN dengan
GIGITAN ULAR. Demikian harapan kami semoga hasil pengkajian ini dapat bermafaat bagi
kita semua. Dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.

Padang,8 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5

C. Tujuan ............................................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6

A. Anatomi Ular ................................................................................................................. 6

B. Pengertian Racun Ular ................................................................................................... 9

C. Etiologi Gigitan Ular Berbisa ........................................................................................ 9

D. Manifestasi Klinik ....................................................................................................... 10

E. Patofisiologi ................................................................................................................. 12

F. WOC ............................................................................................................................. 16

G. Komplikasi ................................................................................................................... 18

H. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik .......................................................................... 18

F.Penatalaksanaan Medik ................................................................................................. 18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GIGITAN ULAR....................................... 20

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 28

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 28

B. Saran ............................................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular tidak berbisa. Gigitan
ular yang berbisa mempunyai akibat yang beragam mulai dari luka yang sederhana sampai
dengan ancamannyawa dan menyebabkan kematian (BC&TLS, 2008).
WHO (World Health Organitation) menyebutkan sebanyak 5 juta orang setiap tahun
digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai 2,5 juta orang keracunan, sedikitnya
100.000 orang meninggal, dan sebanyak tiga kali lipat amputasi serta cacat permanen lain
(Bataviase, 2010).
Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di daerah dimana pekerjaan
utamanya adalah petani. Orang-orang yang digigit ular karena memegang atau bahkan
menyerang ular merupakan penyebab yang signifikan di Amerika Serikat. Diperkirakan ada
45.000 gigitan ular per tahun di Amerika Serikat, terbanyak pada musim panas, sekitar 8000
orang digigit ular berbisa. Di Amerika Serikat, 76% korban adalah laki-laki kulit putih.
Studi nasional di negara tersebut melaporkan angka perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada pada rentang usia 18-28 tahun. 96% gigitan
berlokasi pada ekstremitas, dengan 56% pada lengan (Andimarlinasyam,2009).
Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi
pernah dilaporkan dari pulau Komodo di Nusa Tenggara terdapat angka kematian 20 orang per
tahun yang disebabkan gigitan ular berbisa (Gunawan, 2009).
Di bagian Emergensi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu 1996-1998
dilaporkan sejumlah 180 kasus gigitan ular berbisa. Sementara di RSUD dr. Saiful Anwar
Malang pada tahun 2004 dilaporkan sejumlah 36 kasus gigitan ular berbisa. Estimasi global
menunjukkan sekitar 30.000-40.000 kematian akibat gigitan ular (Sudoyo, 2010).
Berdasarkan data Rekam Medik di RSUD Pacitan, selama kurun waktu 2009-2011 tercatat
88 kasus gigitan ular, 17 kasus dilakukan insisi pada luka dan 71 kasus tidak dilakukan insisi
dan sebagian besar disebabkan gigitan ular bandotan yang merupakan salah satu jenis
Viperidae. Ular berbisa yang menggigit melakukan envenomasi (gigitan yang menginjeksikan
bisa atau racun), bisa ular melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular,
dan akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular tersebut mengandung berbagai enzim seperti
hialuronidase, fosfolipase A, dan berbagai proteinase yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Bisa ular menyebar dalam tubuh melalui saluran kapiler dan limfatik superfisial
(Sartono, 2002). Efek lokal luka gigitan ular berbisa adalah pembengkakan yang cepat dan
nyeri (Sudoyo, 2010). Korban yang terkena gigitan ular berbisa harus segeramendapatkan
pertolongan. Prinsip pertolongan pertama terhadap gigitan ular adalah menghindarkan
penyebaran bisa dan yang kedua adalah mencegah terjadinya infeksi pada bagian yang digigit.
Dulu pernah dikenal cara perawatan ala John Wayne yaitu “iris, isap, dan muntahkan” (slice,
suck and spit) atau tindakan insisi, penghisapan dengan mulut dan dimuntahkan sebagai upaya
untuk mengeluarkan bisa dan mencegah penyebaran bisa ke seluruh tubuh (Networkbali,
2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu anatomi ular?
2. Apa pengertian dari racun ular?
3. Apa etiologi keracunan bisa ular?
4. Apa saja manifestasi klinik gigitan ular?
5. Bagaimana patofisiologi kasus gigitan ular?
6. Apa komplikasi gigitan ular?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang / diagnostik ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medik pada gigitan ular?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus gigitan ular?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi ular.
2. Untuk mengetahui pengertian dari racun ular
3. Untuk mengetahui etiologi keracunan bisa ular
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik gigitan ular
5. Untuk mengetahui patofisiologi kasus gigitan ular
6. Untuk mengetahui komplikasi gigitan ular
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang / diagnostik
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medik pada gigitan ular
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus gigitan ular
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Ular
1. Memiliki > 1 pasang gigi yang membesar pada rahang atas berupa taring
2. Kelenjar bisa : dikelilingi otot kompresor, terletak dibelkang bawah mata
3. Saluran bisa membuka kedalam pembungkus pada dasar taring bisa dialirkan ke
ujung melalui kanal.

Diagnosis dari spesies ular yang menggigit korban penting untuk diketahui. Bisa dilakukan
dengan mengidentifikasi ular yg sudah mati, ciri-cirinya atau dari manifestasi klinis yang
muncul. Dari 2500–3000 spesies ular yang tersebar di dunia kira-kira ada 500 ular yang
beracun. Famili Viperidae (vipers, adders, pit vipers, and mocassins), Elapidae (cobras,
mambas, kraits, coral snakes, Australasian venomous snakes, and sea snakes), Atractaspididae
(burrowing asps) — memiliki kemampuan untuk menyuntikkan bisa menggunakan gigi yang
telah termodifikasi (taring).

Viperidae Elapidae Atractaspididae


Gambar 1 : Jenis-jenis ular berbisa
Gambar 2 : Spesies Ular berbisa di Indonesia
Kategori 1 : Ular berbisa yang tersebar luas dan mengakibatkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian yang tinggi
Kategori 2 : Ular berbisa yang mengakibatkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian
yang tinggi tetapi berdasarkan data epidemiologi jarang terjadi karena habitat dan perilaku ular
yang jauh dari populasi manusia.
Bisa Ular
Bisa ular dihasilkan dan disimpan pada sepasang kelnjar di bawah mata dan dihubungkan
ke taring oleh Saluran racun menghubungkan kelenjar penghasil racun sampai dasar taring
(fang).

Gambar 3 : Anatomi kantong bisa ular dan saluran bisa


Sampai saat ini belum ada aturan baku untuk membedakan ular berbisa atau tidak.
Beberapa ular yang tidak berbisa telah berevolusi menyerupai ular beracun begitu pula
sebaliknya sehingga terlihat hampir sama. Meskipun dalam beberapa hal ular berbisa memiliki
ciri-ciri tertentu seperti ukuran dan bentuk tubuhnya, pola kulitnya, perilaku dan suara jika
dalam keadaan terancam. Sebagai contoh ular jenis kobra sudah dikenal luas akan menegakkan
tubuhnya, menyemburkan racun dan secara agresif mematuk lawannya jika dalam kondisi
terancam.
Ular penghasil bisa (snake venom) berbahaya, bisa yang dikeluarkannya 90% merupakan
protein sisanya merupakan nonenzim seperti protein nontoksis yang mengandung karbohidrat
dan logam. Bisa tersebut mengandung lebih dari 20 macam enzim yang berbeda termasuk
phospholipases A2, B, C, D hydrolases, phosphatases (asam sampai alkalis), proteases,
esterases, acetylcholinesterase, transaminase, hyaluronidase, phosphodiesterase,
nucleotidase dan ATPase serta nucleosidases (DNA & RNA).
Beberapa enzim yang terkandung dalam bisa ular antara lain :
 Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan
perdarahan.
 Procoagulant enzymes: Mengandung serine protease dan enzim prokoagulan yang
merupakan zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi
pembekuan darah dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah. Ironisnya proses
ini membuat darah menjadi sukar membeku karena hampir semua fibrin rusak dan faktor-
faktor pembekuan darah tersebuat akan berkurang dalam waktu sekitar 30 menit setelah
gigitan ular.
 Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit,
platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain,
menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan
antikoagulan.
 Acetylcholinesterase
 Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
 Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menybabkan edema,
munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada tempat gigitan.
Selain itu ada zat penyusun bisa ular yang bersifat neurotoksik post sinaps yaitu α-
bungarotoxin and cobrotoxin, yang terdiri atas 60-62 atau 66-74 asam aminio dan subunit
fosfolipase A yang melepaskan asetilkolin pada saraf tepi di neuromuscular junction dan
mencegah pelepasan neurotransmiter.
Peningkatan permeabilitas vaskular jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan
renjatan atau syok yang jika tidak tertangani dapat menyebabkan kematian. Seringkali bisa ular
bersifat neurotoksik yang menyebabkan kelumpuhan (paralysis) dan terhentinya pernapasan,
serta pengaruh kardiotoksik menyebabkan denyut jantung berhenti juga berpengaruh kepada
terjadinya miotoksik.
B. Pengertian Racun Ular
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bias ular
tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran dari
berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang
berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan
beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut
bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik
dan merusak lebih sedikit jaringan.

C. Etiologi Gigitan Ular Berbisa


Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae,
Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada
anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi
gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding
sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput
tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)


Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-
tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limphe.

D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular adalah

1. Ular jenis Neurotoksik


Ular yang tergolong berbisa neurotoksik ialah keluarga epiladae yaitu : ular
kobra, ular kraits, dan ular karang.
Gejala yang ditimbulkan :
 Jantung berdenyut tak teratur, diikuti dengan kelemahan seluruh badan dan
berakhir dengan syok.
 Sakit kepala yg hebat, pusing, mengigau, pikiran terganggu sehingga tidak
sadar.
 Otot tidak terkordinasi, sehingga tidak dapat mengambil atau memindahkan
benda kecil.
 Sesak nafas karena terjadi kelumpuhan pernafasan
 Mual, muntah dan mencret
2. Ular jenis Hemolitik
Ular jenis hemolitik termasuk dalam keluarga krotaluidae, sering disebut juga
keluarga pit viper yaitu Rattelesnaker (crotalus), ular Copperhead (Angkis Trodon),
pit viper sendiri mengandung beberapa prokoagulan yang mengatifasi kaskade
pembekuan darah
Gejala yang ditimbulkan :
 Daerah yang digigit dalam waktu 3-5 menit akan membengkak hebat dan
terjadi ganggren. Hal ini disebabkan ular itu selalu mengeluarkan racun dan
enzim proteolitik.
 Sakit yang hebat di daerah gigitan.
 Daerah yang dihancurkan menembus dinding pembuluh lalu berkumpul di
jaringan sekitarnya.
 Sakit kepala hebat dan haus.
 Terjadinya perdarahan dalam usus dan ginjal sehingga terjadi melena dan
hematuria.

Gigitan ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya tanda –
tanda yang pertama kali dijumpai adalah pada syaraf kranial seperti ptosis, oftalmoplegia
progresif bila tidak mendapatkan anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan
paralisis pernafasan. Biasanya full paralysis akan memakan waktu +12 jam, pada beberapa
kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan.

 Miotoksisitas
Miotoksisitas hanya akan ditemukan bila seseorang diserang atau digigit oleh ular
laut. Ular yang berada didaratan biasanya tidak ada yang menyebabkan terjadinya
miotoksisitas berat. Gejala dan tanda adalah : nyeri otot, tenderness, mioglobinuria
dan berpotensi untuk terjadinya gagal ginjal, hyperkalemia dan kardiotoksisitas.

Derajat gigitan ular

1. Derajat 0
o Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
o Pembengkakan minimal diameter 1 cm
2. Derajat 1
o Bekas gigitan 2 taring
o Bengkak dengan diameter 1-5 cm
o Tidak ada tanda – tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
o Sama dengan derajat I
o Petechie, echimosis
o Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
o Sama dengan derajat I dan II
o Syok dan distress nafas/petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
o Sangat cepat memburuk
E. Patofisiologi
Bisa ular di produksi dan disimpan pada sepasanag kelenjar dibawah mata. Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat
tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan
bergantng pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhit, derajat ancaman yang dirasakan ular,
dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panasyang dikeluarkan mangsa, yang
memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah yang akan dikeluarkan. (Bria James).

Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi taring yang lebih pendek. Hal ini
menyebabkan merek memiliki lebih sedikit kesempatan untuk menyuntikkan bisa
dibandingkan dengan jenis crotalid, dan mereka menggigit lebih dekat dan lebih mirip
mengunyah daripada menyerang seperti deikenal pada ular jenis viper. (Brien James,2006).

Semua metode injeksi venom ke dalam korban ( envenomasi) adalah untuk


mengibolisasikan secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air
protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolifase A, Hialuronidase, ATP -ase, 5 Nukleotidase, Kolin
esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi
jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau pelepasan
histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis (Snakebite, 2005)

Protease, kolagenase, dan arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada bisa ular viper.
Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral. Detail spesifik diketahui beberapa
enzim seperti berikut ini :

a) Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui jaringan subkutan


dengan merusak mukopolisakarida
b) Phospolipase A2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder dari efek
esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis otot dan
c) Enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang lemah, dimana,
pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan koagulopati konsumtif dan
konsekuensi hemoragiknya.

Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu menyebabkan perbedaan


envenomasi. Gigitan copperhead secara umum terbatas pada destruksi jaringan lokal.
Rattlesnake dapat menyisakan luka yang hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik. Ular
koral mmungkin meninggalkan luka kecil yang kemudian dapat muncul kegagalan bernafas
dengan tipe blokade neuromuscular sistemik dari fungsi system organ. Salah satu efek adalah
perdarahan, koagulopati bukanlah hal yg aneh pada envenomasi yg hebat. Efek lain, edema
lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal
dapat terpengaruhi secara signifikan. Efek terakhir, kematian sel lokal, meningkatkan
konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan membutuhkan
eningkatan ventilasi er menit. Efek- efek blokade neuromuskuler berakibat pada lemahnya
ekskursi diafragmatik. Gagal jantung merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis.
Mynokrosis meningkatkan kejadian kerusakan adrenal myoglobinuria ( Brian James, 2006)

Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk membunuh
mangsa. Selama envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular
melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju
mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi berbagai substansi.

Dengan efek yang bervariasi. Dalam istilah sederhana, protein – protein ini dapat dibagi
menjadi 4 kategori :

1. Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal


2. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi kemampuan
darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan internal.
3. Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis transmisi saraf ke
otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan otot – otot menelan dan
pernafasan.
4. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada kegagalan
sirkulasi dan syok.

Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yg luas dan hemolisis.
Gejala dan tanda yg menonjol berupa nyeri yg hebat yang tidak sebanding dengan besar luka,
udem, eritema, petekie, ekimosis, bula, dan tenda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan
di peritoneum atau pericardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada
otot jantung. Ular berbisa yang terkenal di indonesia adalah ular kobra dan ular welang yang
bisanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa
kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks
abnormal, dan sesak nafas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot
pernafasan (Snakebite, 2005).
Kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini
menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan
hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis (Snakebite, 2005)

Protease, kolagenase, dan arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada bisa ular viper.
Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral. Detail spesifik diketahui beberapa
enzim seperti berikut ini :

d) Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui jaringan subkutan


dengan merusak mukopolisakarida
e) Phospolipase A2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder dari efek
esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis otot dan
f) Enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang lemah, dimana,
pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan koagulopati konsumtif dan
konsekuensi hemoragiknya.

Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu menyebabkan perbedaan


envenomasi. Gigitan copperhead secara umum terbatas pada destruksi jaringan lokal.
Rattlesnake dapat menyisakan luka yang hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik. Ular
koral mmungkin meninggalkan luka kecil yang kemudian dapat muncul kegagalan bernafas
dengan tipe blokade neuromuscular sistemik dari fungsi system organ. Salah satu efek adalah
perdarahan, koagulopati bukanlah hal yg aneh pada envenomasi yg hebat. Efek lain, edema
lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal
dapat terpengaruhi secara signifikan. Efek terakhir, kematian sel lokal, meningkatkan
konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan membutuhkan
eningkatan ventilasi er menit. Efek- efek blokade neuromuskuler berakibat pada lemahnya
ekskursi diafragmatik. Gagal jantung merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis.
Mynokrosis meningkatkan kejadian kerusakan adrenal myoglobinuria ( Brian James, 2006)

Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk membunuh
mangsa. Selama envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular
melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju
mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi berbagai substansi.

Dengan efek yang bervariasi. Dalam istilah sederhana, protein – protein ini dapat dibagi
menjadi 4 kategori :
5. Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal
6. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi kemampuan
darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan internal.
7. Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis transmisi saraf ke
otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan otot – otot menelan dan
pernafasan.
8. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada kegagalan
sirkulasi dan syok.

Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yg luas dan hemolisis.
Gejala dan tanda yg menonjol berupa nyeri yg hebat yang tidak sebanding dengan besar luka,
udem, eritema, petekie, ekimosis, bula, dan tenda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan
di peritoneum atau pericardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada
otot jantung. Ular berbisa yang terkenal di indonesia adalah ular kobra dan ular welang yang
bisanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa
kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks
abnormal, dan sesak nafas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot
pernafasan (Snakebite, 2005).
F. WOC
Etiologi Gigitan Ular

Traumatic Jaringan

Masalah kontinuitas jaringan Menyebabkan paralise otot


otot lurik

Kerusakan syaraf perifer


Kelumpuhan/kelemahan otot
otot pernafasan

Menstimulasi pengeluaran neurotransmitter


(prostaglandin, histamine, bradikinin, serotonin) kompensasi tubuh dg
cara nafas yg dalam dan cepat

Kerusakan kulit
kerusakan integritas kulit Serabut eferen Ketidakefektifan pola nafas

Rusaknya barier tubuh Medula spinaliS

Terpapar dg lingkungan

Resiko infeksi Korteks serebri

Serabut aferen

Perdarahan berlebihan

Perindahan cairan intravaskuler ke


ekstravaskuler

Keluarnya cairan tubuh


(ketidakseimbangan)

Stress
Resiko syok

Ansietas

Gangguan pola tidur

Nyeri AKUT

Kemampuan ambang batas


tubuh tidak menahan

Aktifitas motorik terbatas

Kekuatan otot menurun

Hambatan mobilisasi fisik


G. Komplikasi
a. Syok hipovolemik

b. Edema paru

c. Kematian

d. Gagal napas

H. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin
parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu
pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

F.Penatalaksanaan Medik
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan
adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan
jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi
dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya,
lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan,
pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah
ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium dasar, hitung
sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan
elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah
merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari penilaian keliru
dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila syok sudah
diatasi dan anti bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan kedalaman dan
jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GIGITAN ULAR

A. Pengkajian
1. Anamnesa
2. Pengkajian Primer
1. Airway
 Tidak /ada sputum atau secret
 Tidak /ada lender darah
 Tidak /ada benda asing pada saluran pernafasan
2. Breathing
 Pasien tampak sesak nafas
 Pasien tampak henti nafas
3. Circulation
 Nadi 80x/menit
 Edema
4. Disability
 Tidak/ terjadi penurunan kesadaran (GCS)
 Pemberian antivenim (anti bisa), analgetik (petidine)
5. Fluid
 Tidak ada nausea, tidak ada vomiting, tidak ada anoreksia
6. Good vital
 Tekanan darah normal 120/80 mmhg
 Pada nadi 80x/menit dalam batas normal
 Suhu 36 C dalam batas normal
A. Pengkajian Skunder
A. Head to-toe
 Kepala : bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut
 Mata : bentuk simetris, tidak anemis, pupil isokor
 Hidung : bentuk simetris
 Telinga : bentuk simetris kiri dan kanan
 Bibir : bentk simetris
 Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelejar getah
bening
 Dada : paru-paru : frekuensi >24x/ menit, irama pernafasan
 Jantung : bunyi jantung
 Abdomen : bentuk, bising usus dalam batas normal, tidak mual muntah.
 Ekstremitas : Edema
B. Pengkajian Fungsional
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan,
Tanda :kelemahan, hiporefleksi
b. Sirkulas
Tanda : nadi lemah (hipovolemia), takikardia, hipotensi (pada kasusu berat),
aritmia, janung, pucat, sianosis, keringat banyak
c. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usus
menurun, kerusakan ginjal
Tanda : perubahn warna urin contoh kuning pekat, merah coklat.
d. Makanan cairan
Gejala : dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati
Tanda : perubahan turgor kulit/ kelembapan, berkeringat banyak
e. Neorosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, midriasis, miosis, pupil mengecil, kram
otot/kejang
Tanda : gangguan status mental, penurunan lapang oerhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingakat kesadaran ( azotemia), koma,
syok.
f. Nyaman/nyeri
Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah
g. Pernafasan
Gejala : nafas pendek, depresi napas, hipoksia
Tanda : takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kasmaul, batuk prodiktif
h. Keamanan :
Gejala : penurunan tingkat kesadaran, syok, asidemia
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : riwayat terpapar toksin (obat, racun), obat nefrotik penggunaan
berulang
Pada gigitan ular dapat ditemukan data :
a. Tampak kebiruan
b. Pingsan
c. Lumpuh
d. Sesak nafas
e. Syok hipovolemik
f. Nyeri kepala
g. Mual dan muntah
h. Nyeri perut
i. Diare
j. Keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan
2. Diagonsa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola nafas
2. nyeri Akut
3. Resiko syok
4. Resiko infeksi
5. Hipertermia
Tabel Asuhan Keperatan
No Masalah NOC NIC Aktivitas
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Mengembalik 1. manajemen a. Posisikan pasien untuk
pola nafas an fungsi nafas Jalan nafas memaksimalkan ventilasi
Kriteri hasil :
b. Buang sekret dengan
 Pola nafas
memotivasi pasien untuk
efektif
melakukan penyedotan
 Sesak, dan
lendir
henti
nafas c. Motivasi pasien utuk
nafas pelan dan dalam

d. Posisikan pasien untuk


meringankan sesak nafas
e. Monitor status
pernafasan dan oksigenasi

a. Mempertahankan jalan
2. Perawatan
nafas
Gawat Darurat
b. Tentukan zat beracun
yang terlibat

c. Berikan obat

d. Panta tingkat kesadaran


dan gejala-gejala syock

3. Monitor a. Monitor kecepatan

Pernafasan irama, kedalaman dan


kesulitan bernafas

b. Catat pergerakan dada,


penggunaan otot bantu
nafas dan retraksi pada
otot supraclapicular dan
intercosta

c. Monitor pola nafas

d. Monitor dekresi
pernafasan pasien

e. Monitor keluhan sesak


nafas pasien termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas
tersebut
4. Bantuan a. Lakukan pemeriksaan
Ventilasi ventilatortiap 1-2 jam

b. Evaluasi semua tanda-


tanda dan tentukan
penyebabnya

c. Pertahankan alat
retusisasi manual

d. Monitor selang atau


cubing ventilator dari
terlepas, terlipat bocor atau
tersumbat

e. Evaluasi tekanan atau


kebocoran balon chuf

f. Masukkan penahan gigi


( pada pemasanagab ETT
lewat oral

g. Amankan selang ETT


dan dengan baik

h. Monitor suara nafas dan


pergerakan dada secara
teratur.

2 Nyeri Akut kontrol nyeri 1. manajemen a. lakukan pengkajian


Nyeri yang komprehensif
Kriteria Hasil
: b. Observasi adanya
petunjuk nonverbal
a.Mengguanka
mengenai
n tindakan
ketidaknyamanan
pengurangan

c. Eliminasi faktor-faktor
nyeri tanpa yang dapat mencetuskan
analgesik atau mneingkaykan nyeri
b.Melaporkan
d. Dorong pasien untuk
nyeri yang
mendiskusikan tentang
tidak
oengalaman nyrinya
terkontrol.
e. Beirtahu dokter apabila
tindakan tidak berhasil
atau jika keluhanpasien
saat ini berubah.

2. pemberian a. tentukan lokasi,


analgesik karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien

b. Cek perintah pengibatan


meliputi obat, dosis,
frekuensi obat analgesik
yang diresepkan

c. Evaluasi kemampuan
pasien untuk berperan
serta dalam pemelihan
anlgesik

d. Kolaborasi dengan
dokter apakah obat, dosis,
rute pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik

3. pengurangan a. nyatakan dengan jelas


kecemasan harapan terhadap prilaku
klien

b. Berikan informasi
faktual terkait diagnosis,
perawatan dan prognosis

c. Dorong verbalisasi
perasaan, presepsi dan
ketakutan

d. Bantu klien untuk


mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan

e. Dukung penggunaan
mekanisme koping yang
sesuai

f. Dorong keluarga untuk


mendampingi klien
dengan cara yang tepat

2 Resiko Syock resyiko syock 1. Pengurangan a. Gunakan tekanan


Hipovolemik Perdarahan: manual untuk area
luka perdarahan
Kriteria hasil:
Perdarahan b. Gunakan balutan tekan
pada area perdarahan

c. Monitor tanda-tanda
vital

d. Monitor intake dan out


put

e. Monitor nadi dibagian


distal lokasi perdarhan

f. Instruksikan paien untuk


membatasi aktivitas
2. Manajemen
Hipovolemi
a. Monitor status
hemodinamik

b. Monitor perdarahan

c. Monitor integritas kulit

d. Posisikan untuk perfusi


perifer

3. pemasanagan
infus
a. Verivikasi untuk
pemasangan IV

b. Beritahu pasien
mengenai prosedur

c. Persiapkan pasien

d. Pilih vena yang sesuai

e. Pasang infus

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah satu
penyebab keracunan adalah gigitan ular. Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda
bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bisa
ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur, sementara komplikasi yang
dapat timbul, yaitu: syok hipovolemik, edema paru, gagal napas, bahkan kematian. Untuk
mengatasi hal tersebut maka untuk pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman
kerumah sakit, lakukan evaluasi klinis lengkap, derajat envenomasi harus dinilai dan
observasi 6 jam, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung, serta bila perlu eksplorsi
bedah dini sesuai dengan jenis gigitan apakah jenis ular berbisa atau tidak.

Kecepatan pertolongan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa klien, maka dari itu
sebagai tenaga kesehatan kita hendaklah bersikap cepat tanggap terhadap kasus-kasus
kegawatdaruratan.

B. Saran
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa bisa memahami asuhan
keperawatan pada pasien dengan gigitan ular berbisa.

DAFTAR PUSTAKA
Hafid, Abdul, dkk.2006.Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
Revisi, EGC : Jakarta

http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/39 diakses pada Sabtu, 16 Mei


2015 pukul 14.00 WIB

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf diakses pada Sabtu, 16 Mei 2015 pukul 14.15 WIB

Anda mungkin juga menyukai