Anda di halaman 1dari 15

A.

DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. (sylvia, 2000 : 132)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh
adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada
paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenunya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari
paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya ( Hariman, 2010)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering diguanakan untuk sekelompok penyakir
paru-paru yang berlangsung lama dan ditanndai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan adalah bronkitis kronis, emfisiema paru-paru, asma
bronchitis. (Smeltzer 2007 : 198)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran nafas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari keduanya
( perhimpunan dokter paru indonesia , 2003 ).
Klasifikasi penyakit PPOK adalah :
1. Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2
tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).
2. Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
3. Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea
dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).

B. ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan polusi.
1) Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab
utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar
mukosa bronkus dan metaplasia skuamulus epitel saluran pernafasan. Rokok juga dapat
menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton & Douglas merokok menimbulkan pula
inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2) Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronchitiskronis hampir selalu
menyebabkan infeksi paru bagian bawah. Serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.
Ekserbasi bronchitis cronik diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3) Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat pereduksi seperti CO2,
zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.

Faktor penyebab dan faktor resiko menurut Neil F Gordan (2002) yaitu :
1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
2. Merokok
3. Jenis kelamin pria lebih beresiko diibanding wanita
4. Berkurangnya fungsi paru paru
5. Keterbukaan terhadap polusi seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi saluran pernafasan akut seperti pnemonia dan bronkitus
8. Kurangnya alfa anti tripsin ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
meliindungi paru-paru dari kerusakan peradangan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang
biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
1. kelemahan badan
2. batuk
3. sesak nafas
4. whezing
5. ekspirasi memanjang
6. produksi sputum yang bertambah

D. ANATOMI FISIOLOGI
Sutu penghantar udara hingga mencapai paru paru adalah hidung,, laring, faring,
trakea, bronus dan bronkiolus
1. Hidung
Terdiri ats bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol dan wajah
yang disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung internal adalah rongga
berlorong. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan udara
yang dihirup ke paru paru.
2. Faring
Udara dari rongga hidung msauk ke faring. Faring merupakan percbbangan 2
saluran, yaitu percabangan saluran pernafasan (nasofaring) pada bagian depan dan
saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
3. Laring
Tempatya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berperan untuk pembentukan
suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makaknan dan cairan.
4. Trakea
Tenggorokan berupa pipa panjangnya sekitar 10-12 cm dengan diameter 2,5 cm,
teletak sebagian di leher dan sebagian di dada. Dinding tenggotokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan dan pada bagiann dalam rongga
bersilia. Silia slia ini berfungsi menyaring benda benda asing yang msuk ke dlam
saluran pernafasan.
5. Bronkus
Percabangan dari trakea terbagi menjadi kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut carina. Bronkus kanan lebih pendek lebar dan lebih dekat dengan trakea.
6. Bronkiolus
Bronkiolus memiliki gelembung-gelembung halus yang siebut alveolus.
Bronkiolus memiliki dinding yang tipis tidak bertulang rawan dan tidak bersilia.
Mengandung kelenjar sub mukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut yang tidak terputus putus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas
7. Alveolus
Tempat pertukaran O2 dan CO2. Alveolus berselaput tipis dan banyak bermuara
kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas pernafasan.
8. Paru-paru
Paru paru terletak pada rongga dada di bagian atas,di samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.

E. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih
lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat berkurang sehingga sulit
bernafas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang. Yakni jumlah oksigen
yang diikat oleh darah dalam paru paruuntuk digunakan didalam tubuh. Konsumsi
oksiigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paruparu. Berkurangnya
fungsi paru paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fugsi ventilasi paru.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang
mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungs fungsi paru sebagai ventilasi, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi
sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan
(GOLD, 2009).
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah
pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
3. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
4. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
5. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
6. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
7. Laboratorium darah lengkap

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik..
4. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula
I. KOMPLIKASI

1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit
ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon
terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi
vena leher seringkali terlihat.
J. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
I. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

II. Riwayat Kesehatan


a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

L. RENCANA KEPERAWATAN
No Tujuan dan KH Intervensi Rasional Paraf
dx
1 Setelah dilakukan1) Monitor TTV 1) mengetahui
2) Monitor
tindakan keperawatan adanya
respirasi pasien
selama 3 x 24 jam maka abnormalitas
3) berikan posisi
2) mengetahui
bersihan jalan nafas
semi flower
adanya
teratasi dengan KH : 4) berikan O2
abnormalitas pada
1.Frekuensi nafas dalam untuk
respirasi pasien
batas normal mencegah
3) memberi rasa
sesek nafas nyaman
5) ajarkan 4) mempertahankan
relaksasi nafas kebutuhan O2
5) membersihkan
dalam
6) kolaborasi jalan nafas
6) mengencerkan
dengan tim
secret dan
medis
melebarkann
saluran nafas
2 setelah dilakukan1) auskultasi 1) mengetahui suara
tindakan keperawatan suara nafas nafas pasien
2) berikakn posisi2) membuka jalan
selama 3x24 jam maka
semi flower nafas dan
pola nafas tidak efektif
3) ajarkan cara
memberikan
teratasi dengan KH :
batuk efektif
posisi nyaman
1.tidak ada dispesia 4) kolaborasi
untuk ventilasi’
2.irama nafas dan dengan dokter
3) melatih pasien
frekuensi nafas dalalm
untuk
batas normal
mengeluarkan
3.pasien mampu
secret
bernafas dengan mudah 4) untuk
menda[atkann
penanganan
secara akurat
3 setelah dilakukan1) kaji bunyi1) mengetahui
tindakan keperawatan nafas abnormal apakah ada suara
2) berikan
selama 3x24 jam maka tambahan
oksigen sesuai2) untuk mencegah
gangguan pertukaran gas
dosis hipersemia
teratasi dengan KH :
3) ajarkan batuk3) untuk
1.TTV dalam batas
efektif mengeluarkakn
normal 4) kolaborasai
secret atau
2.memilhara kebersihan dengan dokter sputum
4) untuk mendilatasi
paru dan bebas dari untuk
jalan nafas dan
suara abnormal paru pemberian
mendapatkan
oobat
penanganan
bronkodilator
secara akurat
4 Setelah dilakukan1) Kaji TTV 1) Mengetahui
2) Kaji tingkat
tindakan keperawatan keadaan umum
ketergantungan
selama 3x24 jam pasien
pasien 2) Sebagai dasar
masalah intoleransi
3) Bantu pasien
untuk
aktifitas dapat teratasi
dalam
memberikan
dengan kriteria hasil :
pemenuhan
latihan gerak
kebutuhan
pasien
1.Pasien dapat
ADL 3) Membantu
melakukan aktifitas4) Bantu pasien
memenuhi
secara bertahap memilih
kebutuhan ADL
2.Pasien dapat aktifitas sesuai
pasien
beraktifitas tanpa kemampuan 4) Membantu
5) Kolaborasi
bantuan orang lain memilih latihan
dengan
gerak sesuai
keluarga
kemampuan
pasien
5) Mendukung
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan ADL
5 setelah dilakukan1) kaji apakah ada1) untuk mengetahui
tindakan selama 3x24 alergi makanan apakah ada alergi
2) berikan makan
jam maka gangguan pola atau tidak
sedikit tapi2) untuk memenuhi
nutrisi teratasi dengan
KH: sering kebutuhan nutrisi
3) berikan 3) untuk memberi
1.nafsu makan
pengetahuan informasi tentang
bertambah
pada pasien pentinngnya
2.tidak mual muntah
pentingnya kebutuhan nutrisi
4) untuk mencegah
kebutuhan
terjadinya mal
nutrisi
4) kolaborasi nutrisi dan
dengan ahli penurunan bb
gizi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : definsidan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai