Anda di halaman 1dari 12

A.

SISTEM HUKUM ANGLO SAXON


1.1 Pengertian Sistem Hukum Anglo Saxon
Sistem hukum Anglo Saxon mula – mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal
dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). Sistem Anglo-Saxon
adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan
hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem
hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada
(kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana
mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental
Napoleon).
Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum
Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian
besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum
agama. Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada
masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan
zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam
memutus perkara.

1. Sistem hukum anglo saxon pada hakikatnya bersumber pada :


a. Custom
Merupakan sumber hukum tertua, oleh karena ia lahir dari dan berasal dari sebagian
hukum Romawi, custom ini tumbuh dan berkembang dari kebiasaan suku anglo saxon yang
hidup pada abad pertengahan. Pada abad ke 14 custom law akan melahirkan common law dan
kemudian digantikan dengan precedent
b. Legislation
Berarti undang-undang yang dibentuk melalui parlemen. undang-undang yang
demikian tersebut disebut dengan statutes. Sebelum abad ke 15, legislation bukanlah
merupakan salah satu sumber hukum di Inggris, klarena pada waktu itu undang-undang
dikeluarkan oleh raja dan Grand Council (terdiri dari kaum bangsawan terkemuka dan
penguasa kota, dan pada sekitar abad ke 14 dilakukan perombakan yang kemudian dikenal
dengan parlemen.
c. Case-Law
Sebagai salah satu sumber hukum, khsusnya dinegara Inggris merupakan ciri
karakteristik yang paling utama. Seluruh hukum kebiasaan yang berkembang dalam
masyarakat tidak melalui parlemen, akan tetapi dilakukan oleh hakim, sehingga dikenal
dengan judge made law, setiap putusan hakim merupakan precedent bagi hakim yang akan
datang sehingga lahirlah doktrin precedent sampai sekarang

1.2 Sistem Hukum Eropa Kontinental


Sistem hukum eropa kontinental banyak dianut dan dikembangkan di negara-negara
eropa. Sistem hukum eropa kontinental biasa disebut dengan istilah “Civil Law” atau yang
disebut juga sebagai “Hukum Romawi”. Sistem hukum ini disebut sebagai hukum romawi
karena sistem hukum eropa kontinental memang bersumber dari kodifikasi hukum yang
digunakan pada masa kekaisaran romawi tepatnya pada masa pemerintahan Kaisar
Yustinianus yang memerintah romawi pada sekitar abad ke-5 antara 527 sampai dengan 565
M.
Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah
bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang
berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Kepastian
hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala
tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU.
Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain
undang-undang”. Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang.
1.3 Perbedaan Sistem Hukum Anglo Saxon Dan Eropa Kontinenttal
A. perbedaan I
Pembeda Sistem Hukum Kontinental Sistem Hukum Anglo Saxon
Sumber 1. Undang – undang dibentuk 1. Putusan hakim / putusan pengadilan
Hukum oleh legslatif (statutes) / yurisprudensi (judicial decisions)
2. Peraturan – peraturan hukum 2. Peraturan hukum tertulis (undang –
3. Kebiasaan (custom) yang undang), peraturan administrasi dan
hidup dan diterima sebagai kebiasaan
hukum oleh masyarakat
Bentuk 1. mengenal sistem peradilan 1. hanya mengenal satu peradilan untuk
administras semua jenis perkara
2. menjadi modern karena 2. dikembangkan melalui praktek
pengkajian yang dilakukan prosedur hukum
oleh perguruan tinggi 3. dibutuhkan suatu lembaga untuk
3. tidak dibutuhkan lembaga mengoreksi, yaitu lembaga equaty.
untuk mengoreksi kaidah Lembaga ibi memberi kemungkinan
untuk melakukan elaborasi terhadap
kaidah-kaidah yang ada guna
mengurangi ketegaran.

Kodifikasi Dikenal dengan adanya Tidak ada kodifikasi


hukum kodifikasi hukum sedangkan
pada sistem hukum

Keputusan tidak dianggap sebagai kaidah keputusan hakim terdahulu terhadap


hakim atau sumber hukum sedang jenis perkara yang sama mutlak
pada sistem hukum harus diikuti.
Pandangan lebih tidak tekhnis, tidak pandangan hakim lebih teknis dan
hakim terisolasi dengan kasus tertentu tertuju pada kasus tertentu.
sedang pada sistem hukum
Kategoris bangunan hukum, sistem kategorisasi fundamental tidak
hukum, dan kategorisasi dikenal.Pada sistem hukum eropa
hukum didasarkan pada hukum kontinental strukturnya terbuka
tentang kewajiban sedang pada untuk perubahan sedang pada sistem
sistem hukum hukum anglo saxon berlandaskan
pada kaidah yang sangat kongrit.
Dasar Kodifikasi hukum Yurisprudensi / keputusan hakim
hukum
Peran Tidak bebas menciptakan Bertugas menafsirakan dan
hakim hukum baru karena hakim menetapkan peraturan, menciptakan
hanya berperan menetapkan kaidah hukum baru yang mengatur
dan menafsirkan peraturan tata kehidupan masyarakat,
yang ada berdasarkan menciptakan prinsip hukum baru
wewenang yang ada padanya yang berguna sebagai pegangan bagi
hakim dalam memutuskan perkara
B. Perbedaan II
Beberapa perbedaan antara sistem hukum eropa kontinental dengan sistem anglo saxon
sebagai berikut :
1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedang sistem
hukum anglo saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.
2. Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang dilakukan oleh
perguruan tinggi sedangkan sistem hukum anglo saxon dikembangkan melalui praktek
prosedur hukum.
3. Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan sein sedang
menurut sistem hukum anglo saxon adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh
masyarakat.
4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian
sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut sistem hukum eropa kontinental sedang
penemuan kaidah secara kongkrit langsung digunakan untuk penyelesaian perkara menurut
sistem hukum anglo saxon.

5. Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk mengoreksi
kaidah sedang pada sistem hukum anglo saxon dibutuhkan suatu lembaga untuk
mengoreksi, yaitu lembaga equaty. Lembaga ibi memberi kemungkinan untuk
melakukan elaborasi terhadap kaidah-kaidah yang ada guna mengurangi ketegaran.
6. Pada sistem hukum eropa kontinental dikenal dengan adanta kodifikasi hukum
sedangkan pada sistem hukum anglo saxon tidak ada kodifikasi.
7. Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada sistem hukum eropa kontinental
tidak dianggap sebagai kaidah atau sumber hukum sedang pada sistem hukum anglo
saxon keputusan hakim terdahulu terhadap jenis perkara yang sama mutlak harus
diikuti.
8. Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakim tentang hukum adalah lebih
tidak tekhnis, tidak terisolasi dengan kasus tertentu sedang pada sistem hukum anglo
saxon pandangan hakim lebih teknis dan tertuju pada kasus tertentu.
9. Pada sistem hukum eropa kontinental bangunan hukum, sistem hukum, dan
kategorisasi hukum didasarkan pada hukum tentang kewajiban sedang pada sistem
hukum anglo saxon kategorisasi fundamental tidak dikenal.Pada sistem hukum eropa
kontinental strukturnya terbuka untuk perubahan sedang pada sistem hukum anglo
saxon berlandaskan pada kaidah yang sangat kongrit.
Perbedaan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Kepala Negara adalah jabatan yang dilaksanakan secara individu maupun kolektif, namun
tetap memiliki peranan sebagai ketua atau pemimpin tertinggi dari sebuah Negara. Negara
yang dimaksud adalah Negara Republik, Negara Monarki, Negara Federasi, Negara
Persekutuan, serta bentuk-bentuk negara lainnya. Tanggung jawab Kepala Negara antara lain
yaitu memiliki hak politis yang ditetapkan sesuai dengan konstitusi sebuah Negara. Oleh
sebab itu, Kepala Negara dapat dibedakan berdasarkan konstitusi yang berbeda-beda di tiap-
tiap Negara tertentu di seluruh dunia.

Kepala Negara berdasarkan sifat dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

 Kepala Negara Simbolis : Kepala Negara yang tidak memiliki Hak Prerogratif serta
Hak Politik. Artinya, Kepala Negara tidak dapat mencampuri masalah pemerintahan
dan legislatif. Kepala Negara Sombolis juga memiliki sedikit kewenangan jika Kepala
Pemerintahan adalah seorang Perdana Menteri serta mempunyai sistem Parlementer.
 Kepala Negara Populis : Kepala Negara yang memiliki Hak Prerogratif dan Politik.
Kepala Negara dapat mencampuri masalah pemerintahan dan legislatif. Kepala
Negara Populis memiliki banyak kewenangan jika Kepala Pemerintahan adalah
seorang Presiden atau seorang Perdana Menteri yang memiliki sistem Presindensiil
atau Semi-presidensiil.

Berdasarkan tanggung jawab serta hak politis yang ditetapkan oleh masing-masing
konstitusi suatu Negara, maka Kepala Negara berdasarkan jenis konstitusi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :

 Sistem Presindensiil : Berbentuk Negara Republik dengan Presiden menjabat sebagai


Kepala Negara. Presiden adalah seorang pemimpin dari seperangkat pemerintahan
serta kementerian-kementerian negara pada suatu negara yang diimplementasikan
pada kementerian-kementerian yang ada pada kabinet. Presiden memiliki hak secara
luas sebagai Kepala Birokrasi atau Aparatur Negara. Presiden mewakili Negara untuk
perjanjian kerjasama dengan Luar Negeri, serta berkewajiban menjalankan kebijakan
dalam Negeri yang telah ditetapkan sebelumnya oleh konstitusi dan perundangan-
undangan yang berlaku. Contoh Negara dengan sistem Presindensiil adalah Filipina,
Amerika Serikat, serta Indonesia.
 Sistem Semi-presidensiil : Sistem ini memiliki Presiden atau gelar lain serta Perdana
Menteri yang membagi tanggung jawab serta hak dalam menjalankan pemerintahan.
Perdana Menteri yang akan membentuk kabinet, ditunjuk dan dipilih oleh Presiden
sendiri. Tugas Perdana Menteri secara Konstitusional adalah bertanggung jawab
kepada parlemen. Namun parlemen tidak dapat atau tidak memiliki hak untuk
memberhentikan atau memecat Perdana Menteri. Pada kasus ini, perlemen juga tidak
dapat meminta pertanggungjawaban dari Presiden. Negara-negara yang menganut
sistem semi-presidensiil adalah Rusia, Perancis, Oman, serta Taiwan.

Kepala Pemerintahan adalah pemimpin kabinet atau pemerintah, yang mana harus
memastikan berjalannya suatu pemerintahan suatu Negara. Di dalam sistem Presidensiil
maupun Monarki, Kepala Pemerintahan biasanya juga menjabat sebagai Kepala Negara yang
disebut sebagai Presiden atau Raja. Dalam sistem Parlementer, yang menjabat sebagai Kepala
Pemerintahan adalah Perdana Menteri. Dalam menjalankan tugas sebagai Kepala
Pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam kabinet untuk melakukan tugas
pemerintahan serta memegang tampu kekuasaan legislatif.

Tugas Presiden sebagai Kepala Negara


Sebagai Kepala Negara, Presiden tentu memiliki tugas-tugas khusus yang harus dilakukan
oleh Presiden selaku Kepala Negara. Untuk menentukan tugas-tugas tersebut, perlu suatu
peraturan perundangan-undangan dasar yang telah disusun sebelumnya agar dapat menjadi
pedoman seorang Presiden untuk menjalankan tugasnya sebagai Kepala Negara. Maka dari
itu di dalam sebuah Negara, peran Undang-Undang Dasar sangat penting untuk menentukan
tugas Presiden sebagai Kepala Negara. Tugas Presiden sebagai Kepala Negara tercantum
dalam peraturan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut :

1. UUD 1945 Pasal 10: Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
2. UUD 1945 Pasal 13 ayat 1: Presiden mengangkat duta dan konsul.
3. UUD 1945 Pasal 13 ayat 3: Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
4. UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu
5. UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4: Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional
6. UUD 1945 Pasal 32 Ayat 1: Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
7. UUD 1945 Pasal 32 Ayat 2: Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional.
8. UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1: Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara.
9. UUD 1945 Pasal 34 Ayat 2: Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan
10. UUD 1945 Pasal 34 Ayat 3: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak

Tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan


Dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Pemerintahan, seorang Presiden tentu
memerlukan landasan atau dasar sebagai pedoman dalam menjalankan pemerintahan suatu
Negara. Maka dari itu, di dalam sebuah Negara, pastilah memiliki landasan atau aturan dasar
untuk menentukan pedoman tersebut. Aturan dasar tersebut terdapat dalam Undang-Undang
Dasar 1945. Di Indonesia, tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan tertuang dalam
peraturan perundangan-undangan sebagai berikut :
1. UUD 1945 Pasal 4 ayat 1: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
2. UUD 1945 Pasal 5 ayat 2: Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
3. UUD 1945 Pasal 17 ayat 2: Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden.
4. UUD 1945 Pasal 18B Ayat 1: Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah
5. UUD 1945 Pasal 18B Ayat 2: Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
6. UUD 1945 Pasal 20 Ayat 4: Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang
telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
7. UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2: Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
8. UUD 1945 Pasal 23F Ayat 1: Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
9. UUD 1945 Pasal 24A Ayat 3: Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden
10. UUD 1945 Pasal 24B Ayat 3: Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
11. UUD 1945 Pasal 24C Ayat 3: Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang
anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-
masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
dan tiga orang oleh Presiden.
12. UUD 1945 Pasal 28I Ayat 4: Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
13. UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya
14. UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang
15. UUD 1945 Pasal 31 Ayat 5: Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Wewenang Presiden
Selain harus melaksanakan tugas dan kewajiban seorang Presiden sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan, Presiden juga memiliki hak atau wewenangnya sendiri dalam
memimpin suatu Negara. Hak atau wewenang Presiden tersebut juga telah tertuang dalam
peraturan perundangan-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dalam menjalankan
kewenangan Presiden yang cukup banyak, Presiden dapat dibantu oleh Wakil Presiden serta
membentuk jajaran kabinet kementerian. Wewenang tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :

1. UUD 1945 Pasal 5 Ayat 1: Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang


kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
2. UUD 1945 Pasal 11 Ayat 1: Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
3. UUD 1945 Pasal 11 Ayat 2: Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya
yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
4. UUD 1945 Pasal 12: Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan
akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
5. UUD 1945 Pasal 14 Ayat 1: Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah agung.
6. UUD 1945 Pasal 14 Ayat 2: Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
7. UUD 1945 Pasal 15: Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
8. UUD 1945 Pasal 16: Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur
dalam undang-undang.
9. UUD 1945 Pasal 22 Ayat 1: Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang
10. UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
11. UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.

Di Luar Kekuasaan
Selain tugas Presiden sebagai Kepala Negara, tugas sebagai Kepala Pemerintahan, serta
Wewenang Presiden, masih terdapat peraturan di luar kekuasaan seorang Presiden, yaitu
tertuang dalam UUD 1945 Pasal 7C: "Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat." Peraturan ini telah tercantum dalam peraturan
perundangan-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Pemilihan Umum Presiden


Di Indonesia, Pemilihan Umum Presiden dilakukan setiap lima tahun sekali, serta maksimal
dua kali periode masa jabatan dengan nama kandidat Presiden yang sama. Satu masa periode
jabatan seorang Presiden adalah lima tahun. Menurut Undang-Undang Pemilu tahun 2008,
partai yang dapat mengajukan kandidatnya sebagai calon Presiden adalah partai yang
menguasai lebih dari 205 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi sebanyak 25%
suara.

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dipilih berdasarkan perolehan suara sebanyak
lebih dari 50% dari total jumlah perolehan suara dan dengan minimal 20% suara di masing-
masing Provinsi dari 50% jumlah Provinsi di Negara Indonesia. Jika dalam Pemilu tersebut
tidak diperoleh pasangan calon Presiden yang unggul dengan suara terbanyak atau sesuai
dengan persyaratan, maka dua pasangan calon Presiden yang memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua berhak melakukan pemilihan umum putaran kedua untuk menentukan
pemenang berdasarkan suara terbanyak yang diberikan masyarakat terhadap dua kandidat
pasangan calon Presiden tersebut.

Syarat untuk menjadi calon Presiden menurut peraturan Undang-Undang Dasar 1945 adalah :

 Calon Presiden menurut UUD 1945 Pasal 6 ayat 1 adalah WNI sejak lahir.
 Menurut UUD 1945 Pasal 6A ayat 1, Presiden dan Wakil dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat.

Presiden terpilih akan memegang jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia selama lima
tahun penuh dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama namun hanya
untuk satu kali masa jabatan.

Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden


Proses pengangkatan Presiden Republik Indonesia tidak sesulit dan mencekam pada masa
revolusi. Namun proses pengangkatan presiden tetap harus dijalankan sesuai dengan undang-
undang yang berlaku. Di tahun 2015 ini, undang-undang yang berlaku untuk proses
pengangkatan presiden mengacu pada UUD 1945 Pasal 3 ayat 2, dimana isinya mengatur
badan yang melantik Presiden dan Wakil Presiden adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan menurut ketetapan MPR yang menjadi ketua pelaksana adalah presiden sebelumnya.

Tidak hanya dipilih dan dilantik oleh MPR, menurut UUD 1945 Pasal 9, sebelum memangku
jabatannya seorang Presiden dan Wakil Presiden wajib mengucapkan sumpah menurut
agamanya, dan berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Berikut adalah Sumpah dan Janji Presiden dan Wakil
Presiden:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :

“Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.”

Janji Presiden (Wakil Presiden) :

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik


Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik – baiknya dan seadil –
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa”.

Tercantum juga dalam UUD 1945 Pasal 9 ayat 2 bahwa jika MPR dan DPR tidak dapat
mengadakan sidang untuk proses pengangkatan Presiden maka Presiden dan wakilnya
mengucapkan sumpah dan janji di hadapan Pimpinan MPR yang disaksikan Pimpinan
Mahkamah Agung. Jika seorang Presiden tidak mengucapkan sumpah maka secara hukum
presiden ini masih belum dianggap sepenuhnya sah dan dapat menimbulkan masalah seperti
yang terjadi pada pengangkatan Presiden B.J. Habibie karena menurut pasal 8 yang berhak
menggantikan Presiden yang mengundurkan diri adalah wakil presiden yang saat itu adalah
Bapak B.J. Habibie, namun beliau belum mengucapkan sumpah sesuai UUD 1945 pasal 9.

Pemberhentian Presiden
Jabatan Presiden memegang peranan dan wewenang yang paling besar dalam menjalankan
pemerintahan. Oleh karenanya peran seorang Presiden diawasi agar tidak sampai
diselewangkan atau disalahgunakan. Jika karena suatu hal seperti penyalahgunaan atau
karena pengunduran diri dari Presiden atau terjadi hal darurat seperti mangkatnya Presiden
maka MPR berhak memberhentikan presiden tersebut sesuai UUD 1945 pasal 7A, “Presiden
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR”

Proses pemberhentian presiden awalnya diajukan oleh DPR ke Mahkamah Konstitusi. DPR
berhak melaporkan tindakan yang melanggar hukum dan tindakan lainnya yang membuat
seorang presiden tidak lagi memenuhi syarat memangku jabatannya. Gugatan yang dibuat
oleh DPR harus disetujui sekurang-kurangnya 2/3 suara dari anggota DPR seperti yang
dimaksudkan dalam pasal 7B ayat 3.

Proses selanjutnya Mahkamah Konstitusi memeriksa gugatan dari DPR paling lama sembilan
puluh hari dari hari pengajuan. Jika Mahkamah Konstitusi menyetujui gugatan maka DPR
da[at mengajukan rapat paripurna untuk mengajukan gugatan kedua ke MPR. MPR akan
memberikan keputusan paling lama tiga puluh hari dari rapat paripurna. MPR harus
mengadakan rapat yang dihadiri setidaknya 3/4 anggota MPR dan dihadiri pula oleh
Presiden untuk memberikan penjelasan. Apabila gugatan pemeberhentian Presiden disetujui
sedikitnya 2/3 anggota MPR maka barulah Presiden diharuskan untuk turun dari jabatan
presiden dan memberikan laporan pertanggungjawabannya selama menjadi presiden.

1. Konsep Kekuasaan di Kerajaan-kerajaan Bercorak Hindu atau Buddha

Sejak zaman Prasejarah, yakni sebelum masuknya pengaruh Hindu Buddha,


sebenarnya telah terdapat semacam pola atau sistem tertentu dalam hubungan antara
"pemimpin" dan "rakyat". Pada zaman Megalitikum telah terdapat struktur pemerintahan
yang sederhana. Seorang pemimpin masyarakat yang kurang lebih setingkat dengan desa
dipilih berdasarkan asas primus interpares, artinya pemimpin dipilih dari orang yang
memiliki kelebihan dan keunggulan dari yang lain (disegani dan sakti) sehingga mampu
melindungi dan mengayomi masyarakatnya.

Dengan adanya pengaruh Hindu Buddha dari India menyebabkan terjadinya


perubahan-perubahan terhadap kebudayaan Indonesia asli. Pengaruh Hindu Buddha bukan
saja mengantarkan bangsa Indonesia memasuki zaman Sejarah, tetapi juga membawa
perubahan dalam susunan masyarakatnya, yakni timbulnya kedudukan raja dan bentuk
pemerintahan kerajaan. Dengan demikian, pola kepemimpinan yang ada kemudian
meningkat menjadi sistem kerajaan. Itulah sebabnya kemudian muncul sebutan raja. Untuk
memperkuat kedudukan raja maka ada kebiasaan untuk mengundang brahmana untuk
pentasbihan (abhiseka= penobatan), dan sekaligus menjadikannya sebagai penasihat
spiritual raja.
Selanjutnya untuk menjaga kelestarian suatu kekuasaan maka muncul prinsip
geneology kinship (keturuan). Artinya yang berhak menjadi raja adalah keturunannya. Di
samping itu, menurut konsep Jawa orang yang menjadi raja ialah orang yang mendapatkan
"wahyu". Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan raja itu datangnya dari "atas" (Dewa =
Tuhan). Dengan berlandaskan ajaran Hindu Buddha maka muncullah "kultus dewa raja",
dalam pengertian kekuasaan raja seperti dewa. Raja dianggap sebagai penjilmaan dewa
sehingga apa yang dikatakan raja adalah benar, "sabda pandita ratu datan kena wola-wali".

Dengan demikian, pengaruh Hindu–Buddha turut membentuk konsep kekuasaan


yang berpusat pada raja dan muncullah "kultus dewa raja". Kekusaan raja sangatlah besar,
raja berwenang memerintah seluruh negara (menang wisesa sa nagari). Di balik
kekuasaannya yang besar raja juga harus mengimbangi dengan kewajibannya yang besar
pula, yakni mampu melindungi rakyatnya sehingga tercipta kedamaian dan ketentraman.

Oleh karena itu, kemudian muncul suatu konsep tentang idealnya seorang raja, yakni
harus memiliki sifat "astabrata" atau delapan kebajikan sebagai seorang pemimpin seperti
yang dimiliki oleh delapan dewa dalam kepercayaan Hindu, seperti berikt ini:

a. memiliki jiwa dermawan, sifat Dewa Indra;

b. memiliki kemampuan untuk menekan semua kejahatan, sifat Dewa Yama;

c. memiliki kebijaksanaan, sifat Dewa Surya;

d. memiliki sifat kasih sayang, welas asih terhadap rakyat, sifat Dewa Candra;

e. memiliki pandangan yang luas dan tajam, sifat Dewa Bayu;

f. mampu menciptakan keamanan, ketenteraman dan kesejerahteraan, sifat Dewa Kuwera;

g. mampu menghadapi berbagai macam kesulitan, sifat Dewa Baruna;

h. memiliki keberanian yang menyala-nyala dan tekad yang bulat, sifat Dewa Brahma.

2. Konsep Kekuasaan di Kerajaan-Kerajaan Islam

Jika masa Hindu–Buddha, konsep kekuasaan diwarnai oleh nilai-nilai religius


Hindu–Buddha sehingga muncul kultus dewa raja maka pada masa kerajaan-kerajaan
Islam, konsep kekuasaan juga diwarnai nilai-nilai religus, yakni islamisme. Raja pada masa
kerajaan-kerajaan Islam menggunakan gelar sultan atau susuhunan. Sultan adalah istilah
dalam bahasa Arab yang jika di indonesiakan sama dengan raja yakni penguasa kerajaan.
Susuhunan dari kata suhun yang artinya terhormat, disembah/dipuji.

Jika pada masa Hindu–Buddha para brahmana berperan sebagai penasihat raja
maka pada masa Islam yang menjadi penasihat raja ialah pada wali/sunan atau kiai. Raja
pada masa Islam juga memiliki kekuasaan yang besar sepertipada masa kerajaan-kerajaan
Hindu–Buddha. Bahkan, untuk raja-raja Jawa umumnya dan Mataram Islam khususnya,
muncul konsep keagung-binatharaan.

Dalam dunia pewayangan kekuasaan yang besar itu bisa digambarkan sebagai gung
binathara bau dhendha nyakrawati (sebesar kekuasaan dewa, pemelihara hukum dan
penguasa dunia). Raja tidak hanya berkuasa di bidang politik, tetapi juga di bidang agama
sehingga muncul gelar Sayidin Panatagama.

Raja yang dikatakan baik adalah raja yng menjalankan kekuasaannya dalam
keseimbangan antara kewenangannya yang besar dan kewajibannya yang besar juga. Konsep
itulah yang disebut keagungbinatharaan, yakni berbudi bawa leksana, ambeg adil para
marta, (meluap budi luhur mulia dan sikap adilnya terhadap sesama).

Selain itu, tugas raja adalah anjaga tata titi tentreming praja (menjaga keteraturan
dan ketenteraman hidup rakyat) supaya tercapai suasana karta tuwin raharja (aman dan
sejahtera). Jika diibaratkan sama dengan konsep Hindu Buddha berupa astabrata.
Selanjutnya, untuk pembinaan kekuasaan dilakukan dengan menyusun silsilah (silsilah
politik) sebagai garis keturunan yang berhak menggantikan takhta kerajaan.

Anda mungkin juga menyukai