Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan


herediter, dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).

Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit


progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah).
Diabetes militus mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien dan
penyedia perawatan kesehatan. (Jane Hokanson Hawks. 2005. Buku Ajar
medical surgical nursing,edisi 8,vol 1,hal:1062.)

Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap
disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, Orang lazim
menyebutnya sebagai penyakit gula atau kencing manis.Sebelum menjelaskan
lebih lanjut soal penyebab dan cara perawatan pasien diabetes melitus ada
baiknya kita simak dulu definisi mengenai diabetes melitus itu sendiri.

Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah


penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal
(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
B. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
1. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus
(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD),
klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau
usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
2. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus
(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu :
1. Non obesitas
2. Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta
pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan
obesitas.
3. Diabetes Mellitus Type Lain
1. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
2. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam
hidotinik.
3. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon
chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk
mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
C. Etiologi
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun
dimungkinkan karena faktor :
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
1. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor.

Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor


yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes
Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik

D. Manifestasi Klinis

Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba–tiba pada usia anak–
anak sebagai akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi
insulin dengan baik. Gejala–gejalanya antara lain adalah sering buang air
kecil, terus menerus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan
kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam
darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20
tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan
sampai menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya
seperti gejala pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan
tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan
haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah
sakit yang berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas
40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak–anak
dan remaja.

Gejala–gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai


keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine
sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah
tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur,
luka yang lam asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran
reproduksi wanita, impotensi pada pria.

E. Patofisiologi
Sebagian besar patofisiologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu
dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :
1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat
peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200
mg/hari/100 ml.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak,
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid
pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis.
3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada


diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine
klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan
filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam
jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi
glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila
kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.

Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke


metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua
energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat
dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10
Meq/Liter.

F. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut


dan komplikasi kronik (Carpenito, 2001).

1. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang


penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah
dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 :
1258)
1. Diabetik Ketoasedosis (DKA)

Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut


dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 )

2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)

Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang


didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN
dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN
(Smetzer, 2002 : 1262).

3. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60
mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
(Smeltzer, 2002 : 1256).
2. Komplikasi kronik

Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah


diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi
menjadi 2 yaitu (Long 1996) :

1. Mikrovaskuler
a. Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal.
Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran
protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)

b. Penyakit Mata (Katarak)


Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala
penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak
selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long,
1996 : !6).

c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem
saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat.
Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain
dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long,
1996 : 17)

2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus
maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan
darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau
hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko
penderita penyakit jantung koroner atau stroke

b. Pembuluh darah kaki


Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf
sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan
tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi
dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada
sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang
tekena trauma (Long, 1996 : 17)

c. Pembuluh darah otak


Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan
sehingga suplai darah ke otak menurun (Long, 1996 : 17)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan
kadar glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress.
2. Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
3. Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
4. Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak
diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi.selama
perubahanini asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar.
Ketosis terjadi ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa
ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat,
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya ateroskerosis.
Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini
mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa
tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang
normal adalah 5-6%.

H. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan


aktivitasinsulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskulerserta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadarglukosa darah normalAda 5 komponen dalam
penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
1. Latihan
2. Pemantauan
3. Terapi (jika diperlukan)
4. Pendidikan
2. Perencanan Makan (Meal Planning)

Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)


telah ditetapkan bahwa standart yang diajurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%) protein (10-15%) dan
lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan karbohidrat sampai 70-75%
juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi
rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah
kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr,
diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi bila terdapat
hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.

1.8.2 Latihan Jasmani


Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive,
Endurance Trainning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti,
otot-otot berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara
gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih
berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang
dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda
dan berdayung.

1.8.3 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


1. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara
a. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
b. Menurunkan ambang sekresi insulin.
c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat
badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal
dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan,
demikian juga glibenklamid, untuk orang tua dianjurkan preparat
dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga
diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
ringan.

2. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di
bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat
ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh / IMT >30)
sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30)
dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilurea.

3. Inhibitor dan Glukosidase


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan
glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.

4. Insulin Sensitizing Agent


Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai
efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa
mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. (Arif Mansjoer.
2001: 585).
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi B. Trisnohadi. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Smeltzer Suzanne C. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth,. Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta : EGC.

http://www.endotext.org/diabetes/diabetes20/ch01s03.html

Anda mungkin juga menyukai