Anda di halaman 1dari 21

KONSEP DASAR TEORI

1. Anatomi Pembuluh Darah


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis
interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua
adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat
jalan serabutserabut saraf ke target organ
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya
serangan stroke
2. Definisi Non Hemoragie Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai
arteri otak (Sylvia A Price, 2006)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2001)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008)
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat
kejadian yaitu :
a. Trombosis cerebral
Thrombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti disekitarnya. Keadaan yang dapat menyebabkan thrombosit cerebral :
 Atherosklerosis/arterioskerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya ketentuan atau elastisitas pembuluh darah
 Hypercoagulasi pada polysitemia adalah darah bertambah kental,
peningkatan viskositas hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran
darah serebral
 Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
c. Haemortologi
Perdarahan intrakranial atau intra serebral termasuk perdarahan dalam ruang
sub arachnoid/kedalam jaringan otak sendiri. Ini terjadi karena atherosklerosis
dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pengerasan dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak,
oedema dan mungkin hemiasi otak.
d. Hypoksia Umum
 Hipertensi yang parah
 Cardiac pulmonary arrest
 CO turun akibat aritmia
e. Hypoksia setempat
 Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aradinoid
 Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migran.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001, hlm. 2133-2134) menjelaskan
ada enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non
hemoragik adalah:
a. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang
belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi
(paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
b. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau
reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
c. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek
ditempat kehilangan penglihatan
d. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin
terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
f. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
5. Patofisiologi
Mekanisme iskemik (non-hemoragik) terjadi karena adanya oklusi atau
sumbatan di Pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian
atau keseluruhan terhenti. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya stroke, yang
disebut stroke iskemik (Price, Sylvia A. 2006).
Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke
adalah stroke Iskemik. Penyumbatan dapat terjadi karena penumpukan timbunan
lemak yang mengandung koleserol (plak) dalam pembuluh darah besar (ateri
karotis) atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil
( Arif,muttaqin 2008 ).
Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar sehingga aliran
darah tidak lancar, mirip aliran air yang terhalang oleh batu. Darah yang kental
akan tertahan dan menggumpal (trombosis), sehingga alirannya menjadi semakin
lambat. Akibatnya otak akan mengalami kekurangan pasokan oksigen. Jika
kelambatan pasokan ini berlarut, sel-sel jaringan otak akan mati. Tidak heran
ketika bangun tidur, korban stroke akan merasa sebelah badannya kesemutan. Jika
berlajut akan menyebabkan kelumpuhan ( Arif,muttaqin 2008 ).
Penyumbatan aliran darah biasanya diawali dari luka kecil dalam pembuluh
darah yang disebabkan oleh situasi tekanan darah tinggi, merokok atau arena
konsumsi makanan tinggi kolesterol dan lemak. Seringkali daerah yang terluka
kemudian tertutup oleh endapan yang kaya kolesterol (plak). Gumpalan plak inilah
yang menyumbat dan mempersempit jalanya aliran darah yang berfungsi
mengantar pasokan oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak (Price, Sylvia A.
2006).
Menurut Arif Muttaqin (2008) Stroke iskemik ini dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu :
a. Stroke Trombotik
Pada stroke trombotik didapati oklusi ditempat arteri serebral yang
bertrombus. Trombosis merupakan bekuan darah di dalam pembuluh darah otak
atau leher dan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan
perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang
tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau
kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral
tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau
parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada
pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria sereberal menjadi tipis dan berserabut, sedangkan
sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak
cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung.
Trombi juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-
pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang
adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim,
adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbatan
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal
di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
b. Stroke Embolik
Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Penderita embolisme
biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan
emboli serebral berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah
yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap
bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan
menyumbat bagian-bagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang
embolus sereberal adalah arteria serebral media, terutama bagian atas.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Arif Muttaqin (2008) yaitu:
1) CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pemetaan ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
2) Angiografi serebral
3) Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
4) Pungsi Lumbal
5) Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
6) MRI (Magnatik Resonan Imaging):
7) Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
8) Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
9) Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
10) EEG (Elektro Encephalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama.
2) Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum (Arif
Muttaqin,2008).
7. Penatalaksanaan Medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi :
1) Pengobatan konservatif meliputi:
a. Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari
tempat lain dalam kardiovaskuler.
c. Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
2) Pengobatan pembedahan
a. Endosteroktomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
8. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan
luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001)
a. Hipoksia serebral
Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
b. Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral.
c. Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan aliran darah
serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian thrombus lokal.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERWATAN
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi
c. Riwayat Kesehatan
 Kesehatan sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain
 Kesehatan dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
 Kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
d. Kebutuhan Dasar Manusia
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif : kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif : Perubahan tingkat kesadaran, Perubahan tonus otot ( flaksid
atau spastic), paraliysis (hemiplegia) , kelemahan umum, gangguan
penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif : Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif : Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG, Pulsasi :
kemungkinan bervariasi, Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan, kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia, anuria, distensi abdomen ( kandung kemih
sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif : Nafsu makan hilang, Nausea / vomitus menandakan adanya
PTIK, Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia, Riwayat DM,
Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif :Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan
faring ), Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif : Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA ),
nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid,
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati,
Penglihatan berkurang, Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama ), Gangguan rasa
pengecapan dan penciuman
Data obyektif : Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan
fungsi kognitif, Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral ), Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral ), Afasia (
kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global kombinasi
dari keduanya, Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil, Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik, Reaksi
dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif: Perokok ( factor resiko )
9. Keamanan
Data obyektif: Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan, Perubahan
persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit, Tidak mampu mengenali objek, warna, kata,
dan wajah yang pernah dikenali, Gangguan berespon terhadap panas, dan
dingin/gangguan regulasi suhu tubuh, Gangguan dalam memutuskan, perhatian
sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi (Doenges
E, Marilynn,2000 hal 292)
e. Pengkjian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
3. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
f. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
12) Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
13) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
g. Pengkajian saraf krnial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-
X11.
Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
di sisi yang sakit.
Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
oklusif, edema serebral
 Kurang perawatan diri: aktivitas daili (ADL) berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan atau tahanan, kehilangan
kontrol atau koordinasi otot
 Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah otak
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
o Keperawatan Kriteria Hasil
1 Perubahan Setelah diberikan 1. Anjurkan 1. Untuk
perfusi asuhan keperawat kepada klien mencegah
jaringan an selama ….x24 untuk bed rest perdarahan
serebral jam diharapkan total ulang
berhubungan perfusi jaringan 2. Observasi dan 2. Mengetahui
dengan serebral berangsur catat tanda- setiap
gangguan membaik dengan tanda vital dan perubahan yang
oklusif, kriteria hasil : kelainan terjadi pada
edema 1. Warna kulit tekanan klien secara dini
serebral normal. intrakranial tiap dan untuk
2. Suhu kulit dua jam penetapan
hangat. tindakan yang
3. Kekuatan tepat
fungsi otot. 3. Berikan posisi 3. Mengurangi
4. Tidak ada kepala lebih tekanan arteri
nyeri pada tinggi 15-30 dengan
ekstremitas dengan letak meningkatkan
jantung (beri draimage vena
bantal tipis) dan
memperbaiki
sirkulasi
serebral
4. Anjurkan klien 4. Batuk dan
untuk mengejan dapat
menghindari meningkatkan
batuk dan tekanan intra
mengejan kranial dan
berlebihan potensial terjadi
perdarahan
ulang
5. Kaji ting 5. Tingkat
kat kesadaran kesadaran
dengan GCS merupakan
indicator terbaik
adanya
perubahan
neurologi
6. Kolaborasi 6. Memperbaiki
dengan tim sel yang masih
dokter dalam viabel
pemberian obat
neuroprotektor
2 Kurang Setelah diberikan 1. Anjurkan 1. Dengan diseka
perawatan asuhan keperawat keluarga untuk klien merasa
diri: aktivitas an selama ….x24 menyeka. nyaman dan
daili (ADL) jam diharapkan segar.
berhubungan klien kebersihan 2. Anjurkan 2. Klien merasa
dengan diri klien dapat keluarga untuk nyaman dan
kerusakan terpenuhi dengan mengganti tidak lembab.
neuromuskul kriteria hasil : pakaian setelah
ar, penurunan 1. Klien terlihat diseka.
kekuatan atau bersih dan 3. Potong kuku 3. Klien terlihat
tahanan, rapi. klien. bersih.
kehilangan 2. Kulit klien 4. Beri penjelasan 4. Mencegah
kontrol atau lembab dan tentang dekubitus dan
koordinasi bersih. pentingnya infeksi lain
otot 3. Klien terlihat kebersihan. yang bisa
segar dan kuat. terjadi.
4. Mulut klien 5. Kaji penyebab 5. Memudahkan
tidak bau. gangguan intervensi
5. Kuku klien personal selanjutnya.
tampak bersih. hygiene.
3 Gangguan Setelah diberikan 1. Berikan metode 1. Memenuhi
komunikasi asuhan keperawat alternatif kebutuhan
verbal yang an selama ….x24 komunikasi, komunikasi
berhubungan jam diharapkan misal dengan sesuai dengan
dengan Proses bahasa isarat kemampuan
penurunan komunikasi klien klien
sirkulasi dapat berfungsi 2. Antisipasi 2. Mencegah rasa
darah otak secara optimal setiap putus asa dan
dengan kriteria kebutuhan klien ketergantungan
hasil : saat pada orang lain
1. Terciptanya berkomunikasi
suatu 3. Bicaralah 3. Mengurangi
komunikasi dengan klien kecemasan dan
dimana secara pelan dan kebingungan
kebutuhan gunakan pada saat
klien dapat pertanyaan yang komunikasi
dipenuhi jawabannya
2. Klien mampu “ya” atau
merespon “tidak”
setiap 4. Anjurkan 4. Mengurangi
berkomunikasi kepada keluarga isolasi sosial
secara verbal untuk tetap dan
maupun isarat berkomunikasi meningkatkan
dengan klien komunikasi
yang efektif
5. Hargai 5. Memberi
kemampuan semangat pada
klien dalam klien agar lebih
berkomunikasi sering
melakukan
komunikasi
6. Kolaborasi
6. Melatih klien
dengan
belajar bicara
fisioterapis
secara mandiri
untuk latihan
dengan baik dan
wicara
benar
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn. E, dkk. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Penerbit


buku Kedokteran EGC: Jakarta.Novak, Patricia D. 1998
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid
Pertama.Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai