Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pleksus brachialis merupakan pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal


dari medulla spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas superior.1 Pleksus
brakialis (plexus brachialis) juga merupakan pleksus saraf somatik dibentuk oleh
intercommunications antara rami ventral (akar) dari saraf serviks 4 lebih rendah
(C5-C8) dan saraf dada pertama (T1). Lesi pada pleksus brachialis dapat
diklasifisikasikan sesuai dengan derajat kerusakan saraf dan secara anatomi
dibagi menjadi cedera pleksus brachialis atas dan bawah.Pleksus brakialis
merupakan sumber penting nyeri bahu dan lengan

Lesi pleksus brakhialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan kira-
kira 14% lesi neurologic di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus
brakhialis. Penyebabnya beragam dimana trauma merupakan penyebab
tersering terlebih lagi karena letaknya didaerah leher dan bahu yang sering
bergerak.

Otot yang lemah dan distribusi daerah kesemutan tergantung bagian pleksus
brakhialis yang terlibat. Pemulihan pada lesi ini bervariasi dimana pada lesi
yang ringan dapat terjadi pemulihan spontan dan tidak meninggalkan banyak
masalah fungsional, namun lesi berat pemulihan fungsional sulit didapatkan.

B. Rumusan Masalah

Apakah pengaruh penatalaksanaan Fisioterapi yang berupa terapi latihan dalam


keadaan pasien lesi plexus brachialis sinistra?

C. Tujuan

Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi berupa terapi latihan


dalam meningkatkan kemampuan sensoris, volume otot, meningkatkan
kekuatan otot lengan, meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan
kemampuan funngsional lengan kiri pada kondisi lesi plexus brachialis
sinistra.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Defenisi

Lesi plexus brachialis adalah cedera jaringan saraf yang berasal dari C5-
Th1. plexus brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke
arah axial yang dibentuk ramus ventral saraf ventral syaraf vertebra
C5-Th1. Lesi pada plexus brachialis dapat mempengaruhi fungsi
saraf motorik dan sensorik pada membrum superium (Subagyo, 2013).

B. Anatomi

a. Nervus plexus brachialis

Plexus brachialis dibentuk oleh bagian anterior 4 nervus


cervicalis yang terakhir dan oleh nervus thoracalis pertama. Radiks
plexus brachialis terdiri atas C5 dan C6 yang bersatu membentuk truncus
bagian atas (upper trunk), C7 yang menjadi truncus bagian tengah
(middle trunk), C8 serta T1 yang bergabung membentuk truncus
bagian bawah (lower trunk). Masing-masing truncus terbagi lagi
menjadi bagian anterior dan posterior.Bagian anterior truncus atas
dan tengah membentuk fasciculuslateralis, bagian anterior truncus
bawah bergabung membentuk fasciculus posterior (Chusid, 1993).

Sejumlah serabut saraf yang lebih kecil timbul dari berbagai


bagian plexus.Cabang – cabang dari radiks plexus yaitu sebuah
cabang menuju nervus phrenicus dari C5.Nervus thoracalisposterior
terdiri atas nervus scapularis dorsalis C5, saraf motorik ke musculus
rhomboideus dan nervus thoracalis longus C5-C7 yang berjalan
turun mensarafi m. Serratus anterior.Cabang – cabang syaraf juga

2
menuju m. Scalenus dan longus colli dari C6-Th8. Nervus intercostalis
yang pertama berjalan dari T1.Cabang – cabang dari trunkus
yaitu sebuah saraf berjalan ke musculus subclavius (C5-C6)
dan trunkus atas atau radiks kelima.Nervus subscapularis (C5-
C6) timbul dari trunkus atas atau bagian anteriornya dan
mempersarafi musculus supraspinatus dan infraspinatus.

Cabang –cabang darifasciculus yaitu nervus thoracalis anterior medialis


dan lateralis berjalan dari fasciculus medialis (C8-TH1) dan lateralis
(C5-7) masing – masing dan biasanya disatukan oleh suatu loop. Nervus
ini mempersyarafi musculus pectoralis major dan pectoralis minor
(Chusid, 1993).
Ketiga nervus subscapularis dari fasciculus posterior terdiri atas :

1. nervus subscapularis atas (C5-C6) ke musculus subscapularis.


2. nervus thoracodorsalis atau subscapularis medius (longus) (C7-C8)
yang menginervasi musculus latissimus dorsi.
3. nervus subscapularis sebelah bawah (C5-C6) yang menuju
musculus teres major dan bagian musculus subscapularis. Cabang –
cabang sensorikfascicul us medialis (C8-Th1) terdiri atas nervus
cutaneus antebrachialis medialis yang menuju ke permukaan medial
lengan (Chusid, 1993)

C. Patologi

Pada kasus ini lesi plexus brachialis terjadi karena tarikan yang kuat
antara leher dengan bahu atau antara ekstremitas atas dengan
trunk.Patologi saraf muncul diantara dua titik. Pada titik proksimal di
medulla spinalis dan akar saraf (nerve root junction), sedangan pada titik
distal ada di neuromuscular junction. Processus coracoideus sebagai
pengungkit saat hiper abduksi yang kuat pada bahu.Selain arah gerakan
yang kuat pada plexus brachialis, kecepatan tarikan menentukan terjadinya
kerusakan saraf.Sehingga terjadilah cedera pada akar saraf C5-Th1
(Songcharoen 1995).

D. Etiologi

Sebagian besar traction injury akibat dislokasi terjadi pada kecelakaan


lalu lintas.Dari data yang terkumpul, 1173 pasien lesi plexus brachialis
dewasa, 82 % disebabkan karena kecelakaan saat mengendarai sepeda

3
motor. Korban jatuh saat mengendarai sepeda motor dengan kepala dan
bahu membentur tanah. Benturan yang terjadi dengan posisi bahu depresi
dan kepala fleksi ke arah yang berlawanan.Gerakan yang sangat tiba–tiba
tersebut juga menyebabkan cedera tarikan pada clavicula dan struktur di
bawahnya termasuk plexus brachialis dan vena subclavia.
Apabila clavicula sebagai penghubung paling kuat antara bahu dengan
kepala patah, maka semua gaya tarikan berpindan ke serabut
neurovascular. Mekanisme cedera semacam ini menyebabkan
kerusakan yang parah pada serabut saraf bagian atas. Hiperabduksi
shoulder atau tarikan yang kuat yang menyebabkan melebarnya sudut
scapulohumeral kebanyakan mempengaruhi akar saraf C8 dan
T1, cedera traksi dengan kecepatan tinggi bisa menyebabkan avulsi
(robek) akar saraf dari medulla spinalis.

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada lesi plexus brachialis adalah ditandai dengan
adanya paralisis pada otot deltoid, otot biceps, otot ekstensor karpi radialis
brevis dan ekstensor karpi radialis longus, kadang – kandang juga otot
supraspinatus dan infraspinatus yang disebabkan Karena tergangguna
otot yang terdinerfasi oleh percabangan syaraf plexus brachialis. Kemudian
akan menyebabkan hilangnya gerakan abduksi, adduksi, fleksi dan
ekstensi shoulder, endorotasi dan eksorotasi shoulder, gerakan fleksi
dan ekstensi elbow, gerakan dorso fleksi dan palmar fleksi , serta kadang-
kadang adanya hilang rasa sensoris di area dermaton C5-Th1 dan atrofi
bahkan kontraktur pada grup otot fleksor dan ekstensor lengan (Kimberly,
2009).

F. Prognosis

Prognosis lesi pleksus brakhialis bervariasi tergantung pada patofisiologi


yang mendasari, meliputi tempat dan derajat kerusakan saraf dan kecepatan
mendapat terapi. Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari atau 1
inci/bulan, sehingga mungkin diperlukan beberapa bulan sebelum tanda
pemulihan dapat dilihat.1,2,4,5
Neuropraksia merupakan tipe kerusakan yang paling ringan dan mempunyai
prognosis yang paling baik, dimana perbaikan spontan dapat terjadi beberapa
minggu hingga bulan (3-4 bulan setelah cedera).4,16 Pada tipe

4
aksonotmesis, perbaikan diharapkan dapat terjadi dalam beberapa bulan dan
biasanya komplit kecuali terjadi atrofi motor endplate dan reseptor sensorik
sebelum pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini. Perbaikan fungsi
sensorik mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena
reseptor sensorik dapat bertahan lebih lama dibandingkan motor endplate
(kira-kira 18 bulan).Sedangkan neurotmesis, regenerasi dapat terjadi namun
fungsional sulit kembali sempurna. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf, usia (dimana usia tua mengurangi
proses pertumbuhan akson), status medis pasien, kepatuhan dan motivasi
pasien dalam menjalani terapi.4,5
Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi
pada lebih dari 70% pasien postoperatif setelah perbaikan primer dan 48%
setelah graft saraf. Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik
mengalami perbaikan dengan latihan. Prognosis lesi pleksus brakhialis pada
daerah supraklavikular kurang memuaskan dibanding daerah infraklavikular,
oleh karena biasanya disertai dengan adanya avulsi radiks.2

5
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Anamnesis
a. Umum
Nama : Aditiya Ferdiyansyah
Usia : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Takalar
Agama : Islam

b. Khusus
Keluhan Utama : Kelemahan
Letak KU : Lengan seblah kiri
Penyebab KU : Kecelakaan,
RPP : Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam
sebelum masuk rumah sakit Wahidin Sudirohusodo sekitar 1 bulan yang lalu
pada tanggal 31 Maret 2017. Pasien di bonceng temannya naik motor tanpa
menggunakan helm, tiba-tiba kehilangan kendali dan menabrak pohon jati
sehingga pasien terjatuh dengan kepala terbentur aspal.

B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
1.1. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 MmHg
Denyut Nadi : 80 x /menit
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu Tubuh : 36,5°C

6
1.2. Inspeksi
a. Statis
 Terdapat perbam pada wajah pasien sisi kiri.
 Pasien tidak mampu melakukakn gerakan pada shoulder dan
elbow.
b. Dinamis
 Ketika menggerakkan lengan kiri harus di bantu dengan
tangan kanan.
 Mampu berdiri dan berjalan tanpa bantuan

1.3. Palpasi
 Suhu normal
 Tidak ada pembengkakan
 Tonus otot menurun
 Tidak ada spasme
 Tidak ada nyeri tekan

1.4. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

a. Aktif
Dextra Sinistra
 Flexi- Extensi Shoulder  Flexi- Extensi Shoulder
= mampu + Full ROM = Tidak mampu
 Exo-Endo Rotasi Shoulder  Exo-Endo Rotasi Shoulder
= mampu + Full ROM = Tidak mampu
 Abd-Add Shoulder  Abd-Add Shoulder
= mampu + Full ROM = Tidak mampu
 Flexi-Extensi Elbow  Flexi-Extensi Elbow
= mampu + Full ROM = Tidak mampu
 Palmar-Dorso Flexi wrist  Plamar-Dorso Flexi wrist
= mampu Full ROM = mampu + tidak Full ROM

7
b. Pasif
Dextra Sinistra
 Flexi- Extensi Shoulder  Flexi- Extensi Shoulder
= Full ROM + Normal End = Full ROM + Normal End
feel feel
 Exo-Endo Rotasi Shoulder  Exo-Endo Rotasi Shoulder
= Full ROM + Normal End = Full ROM + Normal End
feel feel
 Abd-Add Shoulder  Abd-Add Shoulder
= Full ROM + Normal End = Full ROM + Normal End
Feel Feel
 Flexi-Extensi Elbow  Flexi-Extensi Elbow
= Full ROM + Normal End = Full ROM + Normal End
Feel Feel
 Plamar-Dorso Flexi wrist  Plamar-Dorso Flexi wrist
= Full ROM + Normal End = Full ROM + Normal End
Feel Feel

c. TIMT
Dextra Sinistra
 Flexi- Extensi Shoulder  Flexi- Extensi Shoulder
= mampu + kontraksi = tidak mampu
maksimal  Exo-Endo Rotasi Shoulder
 Exo-Endo Rotasi Shoulder = tidak mampu
= mampu + kontraksi  Abd-Add Shoulder
maksimal = Itidak mampu
 Abd-Add Shoulder  Flexi-Extensi Elbow
= mampu + kontraksi = tidak mampu
maksimal  Plamar-Dorso Flexi wrist
 Flexi-Extensi Elbow = mampu + kontraksi
=mampu + kontraksi minimal
maksimal
 Plamar-Dorso Flexi wrist
= mampu + kontraksi
maksimal

8
C. Pengukuran

1.1 Tonus Otot menggunakan skala ashworth

Skala Ashworth :

0. Tidak ada peningkatan tonus otot


1. Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan
minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
2. Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai adanya pemberhentian
gerakan dan diikuti adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi
secara umum sendi mudah digerakkan
3. Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjan sebagian besar ROM, tapi
sendi masih mudah digerakkan
4. Penigkatan tonus otot sangat nyata, gerakan pasif sulit dilakukan
5. Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

Prosedur :Therapist menggerakkan persendian lengan kiri flexi-extensi


secara passive untuk mengetahui adanya peningkatan tonus otot atau
tidak.

Hasil:
1. Shoulder dan ElbowNilai 0, Tidak ada peningkatan tonus otot.
2. WristNilai 1, Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan
terasanya tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi
digerakkan fleksi atau ekstensi.

1.2. Pengukuran Kekuatan otot menggunakan MMT

Nilai 0 : Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi visual ( tidak
ada kontraksi)

Nilai 1 : Otot ada kontraksi , baik dilihhat secara visual atau dengan
palpasi , ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot

Nilai 2 : Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi. Posisi ini
sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerak tidak Full ROM

Nilai 3 : Gerakan melawan grafitasi dan full ROM

9
Nilai 4 : Resistance minimal ( tahanan minimal )

Nilai 5 : Resistance Maksimal ( tahanan Maksismal )

Prosedur : Mengistruksikan pasien untuk menggerakkan Shoulder, Elbow dan


Wrist. Lalu amati ada di nilai berapa kemampuan pasien.

Hasil :

1. Shoulder dan Elbow Nilai 2, Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya
gravitasi. Posisi ini sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerak
tidak Full ROM.
2. Wrist nilai 3,Gerakan melawan grafitasi dan full ROM

1.3. Pengukuran Lingkar Otot

Prosedur :
1. Untuk mengukur lengan atas, tarik meteran dari acromion ke epicondylus
lateral humeri, lalu megukur lingkar otot pada mucle belly otot.
2. Untuk mengukur lengan awah tarik meteran dari epicondylus lateral ke
prosesus styloideus radi. lalu megukur lingkar otot pada mucle belly otot.

Hasil:

1. Lengan Kiri
 lengan atas :18 cm
 lengan bawah :17 cm
2. Lengan kanan
 Lengan atas :18 cm
 Lengan bawah : 17 cm

D. Tes Spesifik

a. Tes Reflex
Prosedur :Terapist mengetuk tendon biceps dan triceps menggunakan pali
refleks.
Hasil :
 Reflex Biceps = Hiporeflex
 Reflex Triceps = Hiporeflex
b. Tes Sensasi
Prosedur : Terapist memberikan sensasi kasar dan halus pada kulit pasien lalu
minta pasien menebak sensasi yang di rasakannya.

10
Hasil :
 Tajam-Tumpul = Hiposensasi

E. Pemeriksaan Tambahan
 CT Scan
 Tidak tampak lesi hipo maupun hiperdens intracerebri pada CT Scan
kepala
 Fraktur greater wing os sphenoid sinistra dengan mental density
terpasang pada region tersebut dan old fraktur pada os occipitalis
sinistra

F. Diagnosa Fisioterapi

“Kelemahan lengan sinistra disebabkan Lesi plexus brachialis sinistra et cause


traumatic brain injury”

G. Problematik Fisioterapi

a. Anatomical Impairment
 Kelemahan otot
 Penurunan lGS
b. Functional Limtation
 Tidak bisa menggerakkan lengan kiri.
c. Partisipation restriction
 Tidak bisa kesekolah.

H. Tujuan Fisioterapi

a. Jangka Pendek
 meningkatkan kekuatan Otot
 meningkatkan LGS
b. Jangka Panjang
 Mengembalikan kemampuan fungsional lengan kiri seperti sedia kala.

11
I. Intervensi Fisioterapi

a. Pasive Movement Exercie


Tujuan : Mencegah kekakuan, melancarkan sirulasi darah.
Posisi Pasien : tidur terlentang
Posisi Terapist : berdiri di samping kiri pasien
Prosedur : Terapist menggerakkan sendi lengan kiri.

b. Assisted active movement


Tujuan : Melancarkan peredaran darah, meningkatkan kemampuan
umum pasien.
Posisi Pasien : tidur terlentang
Posisi Terapist : berdiri di saping kiri pasien
Prosedur : pasien melakukan gerakan pada lengan dengan bantuan
therapist.

c. Free active movement


Tujuan : Meningkatkan koordinasi gerakan, mencekah kekakuan.
Posisi Pasien : tidur terlentang
Posisi Terapist : berdiri di saping kiri pasien
Prosedur : Therapist menginstruksikan pasien untuk melakukan
gerakan aktif semampunya dengan memaksimalkan kekuatan otot yang
dimilikinya.

d. Strengthening
Tujuan : Menambah kekuatan otot.
Posisi Pasien : Tidur terlentang
Posisi Terapist : Berdiri di saping kiri pasien
Prosedur :Terapist memberi restriction, lalu minta pasien
menggerakkan berlawanan dengan tahanan pasien.

J. Evaluasi
 Pasien mampu menggerakkan wrist dengan tidak full ROM
 Pasien mampu menggerakkan shoulder dan elbow dengan tidak melawan
gravitasi.

12
13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penulis melakukan pembahasan mengenai kondisi lesi


plexus brachialisdextra, penulis dapat menyimpulkan bahwa
permasalahan yang dihadapi pada kasus ini kekuatan otot lengan
kiri, penurunan lingkup gerak sendi dan dilakukan interverensi
fisioterapi dengan menggunakan terapi latihan dengan teknik static
contraction, Assisted active movement,Free active movement dan
pasive movement menunjukan perubahan yang cukup baik.

B. Saran

1. bagi pasien sarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta


melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan fisioterapis secara rutin di
rumah.

2. bagi fisioterapis hendaknya benar-benar melakukan tugasnya secara


professional, yaitu melakukan pemeriksaan dengan teliti sehingga
dapat menegakkan diagnosa, menentukan problematik, menentukan
tujuan terapi yang tepat, untuk menentukan jenis modalitas fisioterapi yang
tepat dan efektif buat penderita.

14
DAFTAR PUSTAKA

George V. Lawry. Pemeriksaan Muschulosceletal yang sistematis. Jakarta, Erlanga:


2010

Hasnia Ahmad, A Halima. Pemeriksaan fisioterapi pada Ekstremitas. Makassar, 2011

NASKAH PUBLIKASI, Foxit Reader PDF Document (.pdf)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/5/Chapter%20I.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai