Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan bertambahnya usia harapan hidup di Indonesia yang semakin


meningkat, berakibat meningkatnya kemungkinan ditemukan berbagai penyakit
keganasan dan degeneratif. Salah satunya adalah keganasan didaerah kepala
leher yaitu karsinoma laring.
Kanker kepala dan leher merupakan 5% dari seluruh keganasan pada
tubuh manusia, dan kejadian tumor ganas laring sekitar 1-2%.1 Peneliti di
Indonesia didapatkan karsinoma laring sekitar 0,5-2%. Tumor laring di
Indonesia menduduki urutan ketiga–keempat dengan insidensi sekitar 6-13%
dari keganasan di bidang THT-KL. Sampai saat ini penyebab pasti
karsinoma laring belum diketahui secara pasti.2
Salah satu akibat yang ditimbulkan dari tumor laring adalah terjadinya
sumbatan laring yang dapat berakibat kematian. Untuk itu diperlukan diagnosis
dan penatalaksanaan yang tepat dan sesuai dengan prinsip penanggulangan
sumbatan laring, yaitu menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau
membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi. 2
Masyarakat Indonesia yang tingkat sosial ekonomi dan tingkat
pendidikan rendah kurang memperhatikan kesehatan dan kurang memanfaatkan
sarana kesehatan yang ada dengan alasan faktor ekonomi. Hal inilah yang
mengakibatkan kebanyakan pasien dari kelompok ini dengan karsinoma laring
datang pada stadium lanjut yang mengakibatkan tingginya angka kematian.
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum
memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk
dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien
datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang

1
diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor
ganas laring ialah diagnosa dini.

1.2 Tujuan penulisan


Makalah dibuat dengan tujuan agar mahasiswa kepaniteraan klinik bagian
THT-KL lebih memahami mengenai penyakit Tumor laring.

1.3 Manfaat penulisan


Referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca
mengenai Tumor Laring.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Laring
2.1.1. Anatomi Laring Luar
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak
setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita
letaknya relatif lebih tinggi.Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya
kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan.3
Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi dimana
didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan
dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adam’s apple atau jakun. 3
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada
pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara.Di bagian
atas, laring membuka ke dalam laringofaring dan di bawah bersambung
dengan trakea. Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan, yang
dihubungkan melalui membran dan ligament yang digerakkan oleh otot dan
dilapisi oleh mukosa.4

Gambar 2.1 Anatomi Laring

3
Laring adalah bagian terbawah dari saluran nafas bagian
atas.Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas
lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring dan
batas bawahnya adalah batas kaudal kartilago krikoid.5
Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding
kartilago tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah
bawahnya.Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea.
Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan
mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun.
Kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid yang
berbentuk seperti huruf U dan beberapa buah tulang rawan. Permukaan atas
tulang hyoid dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh
tendo dan otot. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan
laring tertarik ke atas, dan saat laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk
membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah.6
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang
berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior
kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior
dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan
cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan
lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot
sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid.7

4
Gambar 2.2 Anatomi Laring (Potongan Mid Sagital)

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan


instrinsik. Otot-otot ekstrinsik bekerja pada laring secara keseluruhan, terletak
di suprahioid ( m. digastrikus, m. geniohioid, m. stilohioid, m. milohioid ) dan
infrahioid ( m. sternohioid, m. omohioid, m. tirohioid). Otot-otot instrinsik
menyebabkan gerakan bagian laring tertentu yang berhubungan dengan
gerakan pita suara, yakni m. krikoaritenoid lateral, m. tiroepiglotika, m.
vokalis, m. tiroaritenoid, m. ariepiglotika, m. krikotiroid, m. aritenoid
transversum, m. aritenoid oblik, m. krikoaritenoid posterior.6 Secara
keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan otot-
6
otot.

5
Gambar 2.3 Otot-otot Intrinsik Laring

7
Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu : Kelompok
kartilago mayor, terdiri dari kartilago tiroidea 1 buah, kartilago krikoidea 1
buah, kartilago aritenoidea 2 buah ; Kartilago minor, terdiri dari kartilago
kornikulata Santorini 2 buah, kartilago kuneiforme Wrisberg 2 buah, kartilago
epiglotis, 1 buah.
Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu:
Ligamentum ekstrinsik, terdiri dari membran tirohioid, ligamentum tirohioid,
ligamentum tiroepiglotis, ligamentum hioepiglotis, ligamentum krikotrakeal;
Ligamentum intrinsik, terdiri dari membran quadrangularis, ligamentum
vestibular, konus elastikus, ligamentum krikotiroid media, ligamentum
vokalis.

6
Gambar 2.4 Fungsi Otot Intrinsik Laring

2.1.2. Anatomi Laring Dalam


Batas atas rongga laring (cavum laryingis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid.Batas
depannya adalah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotik,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan
arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis,
kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan
batas belakangnya ialah m. aritenoid transverses dan lamina kartilago
krikoid.6

7
Gambar 2.5 Anatomi Glotis

Rongga laring terdiri atas tiga bagian, yaitu supraglotis, glottis, dan
subglotis.Daerah supraglotis terdiri dari epilaring dan vestibulum.Epilaring
merupakan gabungan dari permukaan epiglottis, plika ariepiglotika dan
aritenoid, sedangkan vestibulum terdiri dari pangkal epiglottis, plika
vestibular dan ventrikel.Daerah glottis terdiri dari pita suara dan 1 cm di
bawahnya. Daerah subglotis adalah dari batas bawah glottis sampai dengan
batas bawah kartilago krikoid.6
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan
ligamnetum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan
plika ventrikularis (pita suara palsu).6
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glottis,
sedangkan antara kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli.Plika
vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian yaitu
vestibulum laring, glotik dan subglotik.Vestibulum laring adalah rongga
laring yang terdapat di atas plika ventrikularis.Daerah ini disebut supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikularis laring morgagni.6

8
Rima glottis terdiri dari dua bagian yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis,
dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara
kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak dibagian posterior. Daerah
subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.

2.2 Fisiologi Laring


Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut8:
a) Fungsi Fonasi;
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya
interaksi antara udara dan pita suara.Nada suara dari laring diperkuat oleh
adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya
ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring,
dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai
cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada
dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita
suara sejati.20
b) Fungsi Proteksi;
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot
yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup.Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang
ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah
interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior.Sebagai
jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke
depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur
ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus
piriformis lalu ke introitus esofagus.8

9
c) Fungsi Respirasi;
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh
tekanan parsial CO2dan O2arteri serta pH darah. Bila pO2tinggi akan
menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring
mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan
pO2arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan
parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.9
d) Fungsi Sirkulasi;
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian
tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan
dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-
kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari
laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta.
Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi,
maka terjadi penurunan denyut jantung.9
e) Fungsi Fiksasi;
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap
tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan.9
f) Fungsi Menelan;
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu :
Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus
Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi
sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke
atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi
pembukaan faringoesofageal.

10
Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke
saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan
laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam
papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong
ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus
esofagus.8
g) Fungsi Batuk dan Ekspektoran
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat.Pelepasan tekanan secara
mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring
dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang
reseptor atau iritasi pada mukosa laring.Dengan adanya benda asing pada
laring, maka sekresi kelenjar berusaha mengeluarkan benda asing tersebut.9
2.3 Klasifikasi Tumor Laring

2.3.1 Tumor jinak laring

Tumor jinak laring relatif jarang ditemukan. Menurut urutan angka

kejadiannya tumor laring dibagi menjadi Papiloma, chondroma,

neurofibroma, Leiomyoma, angiofibroma, myoma, hemangioma, dan

chemodectoma.1,2

a. Papiloma Laring1,2

Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling

sering ditemui ,dan dapat mengenai semua usia tetapi paling sering pada

anak-anak. Penyebabnya adalah Human Papilloma Virus (HPV) yang

biasanya ditransmisikan pada anak dari jalan lahir. Resiko terjadinya

infeksi HPV dari ibu ke anak sebesar 1:80–1:500. Remisi total biasanya

dapat terjadi saat usia pubertas. Patologi:

11
- Tumor papillary epithelial biasanya mengenai Vocal cord tapi bisa
juga mengenai daerah supraglotik dan subglotik
- Dapat juga mengenai trachea dan bronchus
- Papiloma lebih sering terdapat pada anak-anak, dan biasanya bersifat
multiple.
- Papiloma pada dewasa lebih sering bersifat tunggal, tapi dapat
berubah menjadi suatu keganasan.
- Perubahan kearah keganasan lebih sering pada papiloma dengan
subtipe 6 & 11
Gejalanya yaitu aphonia atau pada infant tangisan yang lemah
merupakan tanda yang pertama, dyspnoe, stridor, dan Hoarseness
merupakan tanda, yang paling sering terdapat pada dewasa. Terapi
berupa:
- Mikrolaringoskopi dengan CO2 laser eksisi
- Tracheotomy biasanya diperlukan, tetapi sebaiknya dihindari untuk
mencegah penyebaran ke subglotik. Jika dilakukan tracheotomy,
dekanulasi harus segera dilakukan setelah debridemen
- Cryosurgery
- Photodynamic Therapy
- Autigennous Vaccine
- Avidano & Singleton memperlihatkan hasil yang signifikan dengan
penggunaan interferon dan methotrexate.
- Cidofovir
- Irradiasi merupakan kontraindikasi karena adanya efek karsinogenik.
b. Chondroma1,2
Chondroma merupakan lesi yang tumbuh lambat dan
terdiri dari kertilago hyalin. Lebih banyak mengenai wanita bila
dibandingkan dengan wanita. Lokasi tersering terjadinya chondroma yaitu
di bagian dalam dari posterior plate kartilago krikoid, diikuti dengan
thyroid, arythenoid dan epiglottis. Gejala berupa:

12
- Hoarseness, dyspnea dan dysphagia
- Perasaan penuh ditenggorokan
- Dyspnea dan hoarseness khas untuk massa di supraglotik
- Hoarseness disebabkan karena restriksi dari gerakan pita suara oleh
massa
- Pemeriksaan laryngoskopi menunjukan adanya tumor dengan
mukosa yang halus, lembut, bulat atau nodular. Pemeriksaan
pilihan untuk saat ini adalah dengan menggunakan CT- Scan
- Chondroma dari thyroid, krikoid atau kartilago trakea dapat
mencul sebagai massa yang keras
- Klasifikasi biasanya dapat dilihat dari pemeriksaan radiografi

Terapinya adalah (1) surgical excision: Lokasi menentukan teknik


operasinya, (2) Lateral external approach, dan (3) Total laringektomi
untuk massa yang rekuren.
c. Neuorofibroma1,2
Neurofibroma merupakan tumor yang jarang didapatkan, berasal
dari sel Schwan. Tumor ini biasanya berawal dari plika aryepiglotika.
Insidensi pada wanita: pria = 2:1.
d. Granular Cell Myoblastoma1,2
Diperkiarakan tumor ini berasal dari neurogenik. Dapat
mengenai semua usia dan lebih banyak mengenai pria. Lesi biasanya
terdapat di bagian posterior dari pita suara sejati atau arytenoid. Lesi
biasanya kecil, bertangkai dan berwarna abu-abu. Suara serak
merupakan satu-satunya gejala. Mukosa menunjukan adanya
hyperplasia pseudo epiteliomatosa. Terapinya dengan eksisi
menggunakan direk laringoskopi.

13
e. Adenoma1,2
Merupakan tumor yang tumbuh dari glandula seromusin yang
jarang ditemui. Lokasi tersering adalah di pita suara palsu atau ventrikel.
Gejalanya sangat minimal sampai tumor tersebut menyebabkan
obstruksi saluran nafas. Terapinya adalah dengan pembedahan (eksisi)
peroral atau thyrotomy.
f. Chemodectoma1,2
Chemodectoma berasal dari jaringan paraganglion. Biasanya
terdapat di pita suara palsu dan plika aryepiglotika. Permukaannya halus,
kistik dan berwarna merah. Sering terjadi pendarahan saat dilakukan
biopsy. Terapinya adalah pembedahan (eksisi) melalui lateral
pharyngotomy.
g. Lipoma1,2
Merupakan tumor yang berasal dari jaringan lemak
terutama didaerah plika ventrikularis. Secara makroskopis tumor ini
berwarna terang, berkapsul, dan berlobus. Secara makroskopis lipoma
merupakan tumor yang terdiri dari sel-sel lemak dalam berbagai ukuran
dan stroma fibroventrikuler. Terapi dapat dilakukan dengan pembedahan
eksisi via laringoskopi untuk tumor yang bertangkai atau pharingotomy
untuk submukous tumor.
h. Hemangioma 1,2
Hemangioma merupakan tumor jinak dari pembuluh darah dan
sering muncul sebagai lesi kutaneus yang melibatkan daerah wajah dan
leher. Hemangioma yang mengenai jalan nafas dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu bentuk neonatal dan dewasa.
Neonatal hemangioma yang terdapat pada jalan nafas hampir
selalu muncul di area subglotik.ekstensi hemangioma ke daerah
posterior interarytenoid telah lama diketahui. Eksisi pada darah ini
harus dihindari atau dibatasi untuk mencegah terjadinya scarring pada
daerah glottik posterior. Hemangioma pada orang dewasa dapat

14
berawal dari glottis atau supraglotis. Cenderung untuk membentuk
massa submukosal yang diskret. Terapi dengan eksisi CO2 atau Nd YAG
laser (Untuk angioma yang kecil) atau lateral pharyngotomy (Untuk
angioma yang besar). Intralesional atau sistemik steroid berguna sebagai
terapi adjuvan pada terapi laser.
i. Pseudo tumor
(a) Kista1,2
Kista laring dapat berupa kelainan kongenital atau didapat. Kista
ini dapat timbul pada plika vokalis (55%), Plika ventrikularis (25%) atau
di epiglottis (20%). Kista ini dapat dilapisi oleh epitel skuamosa atau
kolumner.
(b) Kista Kongenital1,2
Sangat jarang dan paling umum terdapat di plika ventrikularis
atau diplika ariepiglotika. Biasanya didiagnosa pada periode neonatal
kareana adanya kesulitan bernafas. Kista ini dapat murni berasal dari
sel-sel embrionik yang sekuestrasi pada saccule atau ventrikel laringeal
atau tumbuh dari glandula seromusinus. Kista ini dapat diincisi atau di
eksisi bila memungkinkan.
(c) Kista Retensi 1,2
Kista retensi dilaring dapat berupa skuamosa atau kolumner,
dimana keduanya dapat berasal dari glandula salivatorius seromusin
yang mengalami obstruksi. Jenis skuamosa lebih umum dan terdapat
dipermukaan lingual dari epiglottis, pada valekula dan di plika
ariepiglotika. Kista ini biasanya terdiagnosa saat ukurannya sudah
besar, sedangkan bila kista kecil biasanya terdiagnosa secara tidak
sengaja.
Kista skuamosa juga dapat timbul sepanjang lapisan skuamosa
di plika vokalis, terutam dibawah permukaan anterior dari cord. Kista
yang kecil (minor) pada plika vokalis biasanya dipenuhi dengan mucus
yang jernih. Kista yang besar mengandung mucus kekuningan lapisan

15
cairan yang tebal dan kadang-kadang mengandung Kristal kolesterol.
Dengan pemeriksaan laringoskopi, antara kista dan polip di plika vokalis
sulit untuk dibedakan. Dari pemeriksaan mikroskopik baru dapat
dibedakan.
Terapinya dengan eksisi kista minor plika vokalis dan
marsupialisasi untuk kista yang besar. Kista pada plika ventrikularis
sering salah interpretasi dengan sebuah neoplasma sehingga
mendiagnosa banding keduanya sangat penting. Kista ini biasanya
timbul diatas umur 60 tahun dan dilapisi oleh sel kolumner dan kadang-
kadang sel onkositik. Adanya sel-sel onkositik ini menandai adanya
proses penuaan dan dapat juga merupakan komponen yang predominan
dari kista dan tumor.
j. Granuloma 1,2
Granuloma pita suara biasanya muncul dari prosesus vokalis atau
dari aritenoid. Pasien sering memiliki riwayat gastric refluk atau riwayat
trauma atau riwayat intubasi endotrakeal yang lama. Lamanya intubasi,
jenis dan ukuran tube yang dipakai Bertingkat relaksasi pasien akan
mempengaruhi timbulnya granuloma.
Granuloma dapat timbul beberapa minggu setelah ekstubasi. Dapat
timbul gejala suara serak, iritasi dan rasa nyeri. Biasanya dilakukan
Ulserasi dan granuloma kontak ini diduga etiologinya diduga
multifaktoral. Kebanyakan terjadi pada usia diatas 30 tahun. Adanya vocal
abuse merupakan faktor yang penting. Stres emosional juga merupakan
faktor etiologi & faktor-faktor lainnya seperti hiatus hernia
gastroesofageal refluks dismolitas dan lain-lain. Granuloma yang eksesif
perlu eksisi dan terapi suara sesudahnya.
k. Amyloidosis1,2
Karakteristik dari amyloidosis adalah adanya deposit substansi
protein di ekstraseluler, walaupun patogenesanya belum diketahui.
Amyloidosis dapat timbul general atau lokal. Laring merupakan tempat

16
yang jarang sebagai primer amyloidosis, walaupun merupakan tempat
yang utama untuk amyloidosis pada traktus respiratorius.
Tumor ini lebih banyak pada laki-laki dibanding wanita dan
timbul pada dekade usia 40 tahun & 60 tahun. Tempat yang sering terkena
adalah plika ventrikularis, plika ariepiglotika dan subglotis. Amyloidosis
selain di laring memperlihatkan 2 bentuk yaitu bentuk seperti tumor dan
bentuk infiltrasi yang difus. Gejala yang timbul tergantung letaknya, bila
di pita suara timbul suara serak, sedang problem inspirasi akan timbul bila
letaknya di subglotik.
Terapi Amyloidosis laring adalah pembedahan yang dapat
dilakukan secara mikrolaringoskopi. Lesi yang terlokalisir dapat dibuang
seluruhnya tetapi untuk yang difus mungkin memerlukan eksisi ulang
untuk mengembalikan fungsi jalan nafas dan menjaga suara. Perawatan
ekstra diperlukan bila aritenoid diangkat dari daerah cincin krikoid untuk
menghindari stenosis. Bila akstensif diperlukan laringofissure. Menurut
Jones (1972) memperlihatkan kegunaan immunosupresif atau sitostatika
untuk amyloidosis yang murni berasal dari immunoglobulin.
2.3.2 Tumor Ganas Laring
Laring merupakan lokasi tersering terjadinya kanker pada saluran
aerodigestif bagian atas. Dari penelitian diluar negeri didapatkan kanker
kepala leher merupakan 5% dari seluruh keganasan pada tubuh manusia dan
kejadian tumor ganas laring sekitar 1-2%. Sedangkan penelitian di Indonesia
menduduki urutan ke tiga atau ke empat dengan insidensi sekitar 6-13% dari
keganasan di bidang THT-KL.
Karsinoma laring banyak mengenai laki-laki dibandingkan dengan
perempuan (5:1). Dimana terbanyak pada kelompok perokok bila
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Seiring berkembangnya waktu
kebiasaan meokok tidak hanya dimiliki oleh laki – laki saja, tetapi banyak
juga wanita memiliki kebiasaan ini sehingga insinendinya mengalami

17
peningkatan. Karsinoma laring tersering pada dekade usia 60 – 70 tahun dan
jarang pada usia dibawah 30 tahun.3
a. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari tumor ganas laring belum banyak
diketahui secara pasti, namun dari berbagai penelitian didapatkan kebiasaan
merokok dan minum alcohol mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya
tumor ganas laring. Berikut di bawah ini akan diuraikan etiologi dari tumor
ganas laring:2
Merokok tembakau merupakan factor resiko yang paling sering
untuk terjadinya tumor laring, makin banyak merokok resiko makin besar
dan di daerah tempat merokok 5 sampai 35 kali lebih banyak dari daerah
bukan tempat merokok. Ethyl nitrit didapatkan sebagai bahan karsinogen
pada asap rokok. Merokok lebih dari 40 batang sigaret perhari mortalitas
15/100.000 sedangkan pada yang bukan perokok 0,6/100.000. Insiden
karsinoma laring dapat diturunkan dengan berhenti merokok dan
menghindar dari asap rokok. 3
Berat ringannya perokok dibagi atas perokok ringan bila merokok 20
batang rokok sigaret perhari, perokok sedang 20 – 39 batang rokok dan 40
batang rokok atau lebih perhari lebih dari 20 tahun. 3
Scanlon FF mendapatkan perokok sigaret non filter paling sering sebagai
penyebab keganasan. Pemaparan asap tembakau terutama sigaret
menyebabkan metaplasia dan perubahan kearah keganasan. Tembakau dan
alcohol dapat merusak permukaan mukosa laring dimana sel pada lapisan
ini harus tumbuh cepat untuk mengadakan perbaikan kerusakan sel.
Kedua factor resiko tersebut merusak DNA yang menimbulkan
perubahan sel menjadi tumor. 3
Perokok pasif atau sekunder adalah orang sekitar orang yang sedang
merokok dimana sama-sama menerima iritasi dan toxin seperti karbon
monosida, nikotin, hydrogen sianida, dan ammonia sama dengan

18
karsinogen seperti benzene, nitrosamine, vinil khlorida, arsenic dan
hidrokarbon. Selama merokok nicotine dengan cepat diabsorbsi ke dalam
darah menuju ke otak menyebabkan efek adiktif. 3
Alkohol dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, kerusakan hepar,
imunokompetensi menurun, sebagai kofaktor perubahan nitrit menjadi
ntrosamine dan mempermudah absorbs karsinogen. Pemakaian kombinasi
dengan tembakau akan lebih meningkatkan resiko terjadinya karsinoma
laring. Efek tembakau dan alcohol saling sinergis. Menurut Cauvi JM,
pemakai tembakau dan alcohol pada penderita karsinoma squamosa
supraglotis lebih dari 90%.3
Irradiasi telah lama diketahui sebagai karsinogenik. Adanya tumor
yang diinduksi radiasi (radiation-induced tumor) pernah dilaporkan yaitu
sebanyak 2 kasus karsinoma squamosa. Riwayat terpapar radiasi akan
meningkatkan terjadinya karsinoma laring pada penderita tirotoksikosis
dan limfadenopati servik benigna setelah mendapat radioterapi dan
terjadinya peningkatan kejadian 25-30 tahun setelah radiasi.
Faktor pekerjaan sebagai penyebab terjadinya karsinoma laring
dipengaruhi dengan adanya konsumsi rokok dan kebiasaan minum alcohol.
Beberapa peneliti mendapatkan pada sekelompok orang yang pekerjaannya
berhubungan dengan debu kayu, asap cat, nikel terdapat peningkatan
karsinoma laring daripada kelompok lainnya.
Beberapa peneliti mendapatkan infeksi papiloma virus, refluks
gastroesofageal dan keadaan imunosupresi berpengaruh untuk terjadinya
karsinoma laring. Infeksi virus Human Papilloma yang awalnya
pertumbuhan benign dapat menjadi maligna pada waktu kemudian.
Penderita infeksi virus 25% dapat menjadi karsinoma laring, dimana virus
menginvasi sel hidup untuk reproduksi dengan menempel pada reseptor
permukaan sel target. Setelah masuk sel terjadi integrasi material genetic
dengan host yang dengan mekanisme tertentu dapat menjadi kanker dan
secara tidak langsung hal ini terjadi melalui proses imunodefisiensi.

19
b. Patofisiologi
Suatu karsinoma adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkendali
dengan jaringan yang tidak teratur sehingga meluas tanpa batas
mengganggu fungsi organ dan membahayakan nyawa mahluk tersebut.
Pada sel normal terdapat kesetimbangan antara sinyal-sinyal yang
menstimulasi dan menginhibisi pertumbuhan yang diregulasi dengan cermat
sehingga pembelahan sel hanya bila diperlukan. Pada sel tumor proses ini
terganggu sehingga pembelahan sel berlangsung terus menerus. Proses
pembelahan adalah pengendalian sel melalui siklus sel dimana melibatkan
berbagai kejadian yang menghasilkan duplikasi DNA dan pembelahan sel.
Pada sel tumor mutasi gen-gen yang mengkontrol siklus sel
menghasilkan sel-sel yang mengandung DNA rusak. Kerusakan DNA dapat
menyebabkan penata ulang kromosom dan transmisi DNA yang rusak.
Onkogen merupakan protein dasar berfungsi dalam regulasi pembelahan sel
dalam keadaan normal. Terdapat dua kelompok gen yang berperanan dalam
timbulnya kanker berupa kelompok gen yang terlibat dalam pengendalian
kontrol positif (proto-onkogen) dan negatif (tumor supresor) pada siklus sel.
Proto-onkogen mempunyai potensi tinggi untuk menyebabkan terjadinya
kanker sedangkan supresor gen yang menghambat proliferasi sel. Gen
supresor tumor banyak mendapat perhatian adalah p53, mutasi pada gen ini
paling banyak ditemukan pada kanker manusia menghasilkan protein
abnormal yang dapat mengikat protein produk gen p53 normal dan
menghambat fungsinya sebagai penghambat proliferasi sel Mutasi pada
titik mutasi gen p53 terdapat 45 % pada karsinoma sel squamous kepala –
leher.
Sel normal dapat mengadopsi fenotipe karsinoma dengan pengaruh
gen set kanker atau virus tumor genetik sebaliknya set kanker dapat kembali
menjadi fenotipe normal setelah gene yang mengalami transformasi maligna
diperbaiki. Pemaparan lingkungan yang mengandung bahan-bahan
karsinogenik dapat merusak molekul DNA. Tiap rantai DNA mengandung

20
ribuan gen merupakan urutan unit spesi ik merupakan kode infornasi untuk
sintesa protein. Urutan DNA merupakan lokasi target untuk mutagen
spesifik seperti asap tembakau mengandung nitropolycyclic aromatic
hydrocarbon membentuk 7methylguanine dan 4 aminobiphenyl pada
nukleotida guanine memberikan tipe dan gambaran karsinoma. Dengan
ditemukan gen yang berperan pada perkembangan kanker memungkinkan
penggunaan elemen genetik dan produknya sebagai target untuk pencegahan
dan pengobatan. Terapi strategi berdasarkan asam nukleat untuk pengobatan
kanker disebut terapi gen. Insidensi yang tinggi mutasi p53 pada
penderita tumor yang merokok dan peminum dibandingkan dengan yang
tidak merokok dan peminum.3, 4
c. Klasifikasi
Secara anatomi karsinoma laring dibagi sebagai berikut:4
(a) Tumor supraglotik
Epilaring termasuk zona marginal: suprahyoid epiglottis, plika
ariepiglotika dan aritenoid. Supraglotik diluar epilaring: infrahyoid
epiglottis, plika ventrikularis dan ventrikularies caviti
(b) Mengenai plika vokalis, komisura anterior dan komisura posterior.
Batas inferiornya adalah ketebalan mukosa antara 5-10 mm
dibawah tepi bebas plika vokalis, 10 mm merupakan batas inferior otot-
otot intrinsic pita suara. Batas atasnya adalah batas lateral ventrikel,
sedangkan dasar ventrikel sendiri termasuk dalam daerah glottis.

Gambar 2.6 Tumor supraglotik Gambar 2.7 Tumor glotik

21
(c) Tumor subglotik
Tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas plika
vokalissampai batas inferior kartilago krikoid.

Gambar 2.8. Tumor subglotik

(d) Tumor transglotik


Merupakan suatu grup tumor yang menyeberang ventrikel
sehingga melibatkan bagain region glottis maupun supraglotis maupun
supraglotis. Pada tumor transglotik sulit untuk kita tentukan asal dari
tumornya.

Tabel 1. Sistem stadium (staging) berdasarkan “The American Joint


Committee On Cancer For Laryngeal Carcinoma’

Supraglotis
T1 : Tumor terbatas pada satu sisi daerah supraglotis dengan mobilitas pita
suara yang normal
T2 : Tumor melibatkan lebih dari satu sisi daerah supraglotis, atau glotis,
dengan mobilitas pita suara yang terganggu
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan pita suara yang terfiksasi. Tumor
dapat menginvasi area postkrikoid, sinus piriformis medial, atau ruang
pre-epiglotis
T4 : Tumor menginvasi daerah kartilago tiroid dan atau sudah meluas ke luar
laring

Glotis
T1 : Tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan
posterior) dengan mobilitas yang normal
T1A : Tumor terbatas pada satu sisi pita suara
T1B : Tumor mengenai kedua sisi pita suara

22
T2 : Tumor sudah menjalar ke daerah supraglotis dan subglotis dengan
mobilitas pita suara yang terganggu
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan pita suara yang terfiksir
T4 : Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan atau dengan penyebaran
langsung ekstralaringeal

Subglotis
T1 : Tumor terbatas pada daerah subglotis
T2 : Tumor meluas ke daerah glotis dengan atau tanpa disertai gangguan
mobilitas pita suara
T3 : Tumor terbatas pada daerah laring dengan pita suara yang terfiksasi
T4 : Tumor menginvasi tulang rawan krikoid dan tiroid, dengan penyebaran
Ekstralaringeal

Penyebaran ke kelenjar limfe regional


Nx Kelenjar limfe tidak teraba
N0 Tidak terjadi metastase regional
N1 Metastase ke satu kelenjar limfe servikal ipsilateral, teraba dengan
ukuran diameter kurang dari 3 cm
N2A Metastase ke kelenjar limfe servikal tunggal ipsilateral, teraba dengan
ukuran diameter lebih dari 3 cm tapi kurang dari 6 cm
N2B Metastase ke kelenjar limfe servikal multipel ipsilateral, teraba dengan
ukuran diameter tidak lebih dari 6 cm
N2C Metastase ke kelenjar limfe servikal bilateral atau kontralateral, teraba
dengan diameter tidak lebih dari 6 cm
N3 Metastase ke kelenjar limfe, diameter lebih dari 6 cm

Metastase Jauh
Mx Tidak terdapat/terdeteksi metastase jauh
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Terdapat metastase jauh

23
Tabel 2. Stadium untuk karsinoma Laring
N Stage
T Stage N0 N1 N2 N3
Tis 0 - - -
T1 I III IV IV
T2 II III IV IV
T3 III III IV IV
T4 IV IV IV IV

*Diasumsikan M0 pada semua kasus. Setiap T atau N dengan M1


merupakan bagian dari stadium IV
d. Gejala Klinis
Keluhan dan gejala karsinoma laring tergantung dari lokasi dan
besarnya tumor, seperti serak, sesak, nyeri tenggorokan, gangguan menelan,
rasa mengganjal, batuk, dan benjolan di leher.1 Serak merupakan gejala
yang ditimbulkan oleh setiap keadaan yang mengganggu fungsi fonasi
normal laring. Serak merupakan keluhan dini dan sifatnya menetap bila
tumor pada daerah glottis, sedangkan pada daerah supraglotis atau
subglotis dapat merupakan keluhan stadium lanjut. Keluhan serak lebih dari
2 minggu harus menduga suatu keganasan. Dari beberapa penelitian
didapatkan pasien dengan karsinoma laring datang dengan keluhan
serak sebanyak 77,2%. Pada karsinoma laring, pita suara gagal
berfungsi secara baik. Hal ini disebabkan oleh ketidakteraturan bentuk
pitasuara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot – otot
vokalis, sendi dan ligament kriko-arytenoid.1
Sesak terjadi akibat gangguan jalan nafas oleh adanya massa tumor,
penumpukan debris, secret dan fiksasi pita suara. Nyeri tenggorokan, hal
ini menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur
ekstra laring terutama sekitar faring, pangkal lidah, dan jalan masuk
esophagus superior. Nyeri tenggorokan biasanya timbul pada tumor daerah

24
supraglotik. Karnell mendapatkan keluhan nyeri tenggorokan pada kasus
karsinoma laring sebesar 24,4% pada tahun 1990 – 1992.1
Gangguan menelan (disfagia) adalah ciri khas tumor pangkal lidah,
supraglotik, hipofaring superior dan sinus piriformis. Banyak pasien
mengeluh rasa penuh di tenggorokan. Disfagia berhubungan dengan
besarnya tumor dan adanya suatu invasi yang jauh sampai luar batas laring1
Batuk merupakan keluhan yang jarang pada tumor ganas glottis yang timbul
akibat luapan secret dan cairan ke dalam laring, sehingga merangsang
reflex batuk.1
Benjolan di leher, hal ini timbul disebabkan adanya ekstensi secara
langsung dari tumor atau yang lebih umum karena metastase pada kelenjar
yang biasanya tampak sebagai benjolan di leher. Lokasi benjolan sesuai
dengan aliran limfatik dari daerah laring yang terkena.1
e. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dengan Anamnesis, Pemeriksaan umum,
Pemeriksaan faring, Pemeriksaan leher, Radiologi, Pemeriksaan
laboratorium, dan Pemeriksaan histopatologis.
(a) Anamnesis
Anamnesis yang teliti mengenai perjalanan penyakit serta faktor-faktor
yang diduga sebagai penyebab seperti merokok, alkohol serta data
mengenai usia, jenis kelamin dan riwayat pekerjaan.1
(b) Pemeriksaan umum
Diperlukan untuk mengetahui keadaan umum secara keseluruhan seperti
tampak sakit berat, sesak nafas, penurunan berat badan serta ada
tidaknya gambaran penyebaran jauh seperti ke hepar. Juga untuk menilai
status fisik untuk tindakan biopsi, pembedahan, radioterapi atau
kemoterapi.1
(c) Pemeriksaan laring
Dengan pemeriksaan laringoskopi langsung dan tidak langsung kita
dapat menentukan ukuran dan lokasi tumor. Pemeriksaan laringoskopi

25
tidak langsung kurang begitu bermakna dan hanya merupakan
pemeriksaan pendahuluan sedang dengan pemerikssan laringoskopi
langsung kita dapat membedakan massa tumor laring bila dilihat dari
gambarannya:
- Tumor supraglotik : tampak tepi meninggi dan banyak bagian-
bagian dengan ulserasi sentral atau kemerahan dan sering kali
meluas.
- Tumor Glotik : cenderung lebih proliferatif dari pada ulseratif. Lesi
yang khas menyerupai kembang kol dan berwarna keputihan.
- Tumor subglotik : lebih difus dan mempunyai ulkus superficial
dengan tepi lebih tinggi dan lebar.
(d) Pemeriksaan Leher
Untuk melihat adanya penyebaran tumor baik langsung maupun secara
metastase melalui kelenjar getah bening regional. Tempat terbanyak
metastasis adalah kelenjar getah bening di upper dan middle deep
cervikal. Tumor subglotik lebih sering bermetastase sedang tumor glotik
jarang. Pemeriksaan kelenjar getah bening harus mencakup jumlah,
ukuran dan mobilitas.
(e) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan thorak foto perlu untuk melihat ada tidaknya metastase ke
paru- paru. Juga diperlukan pemeriksaan foto soft tissue leher dengan
posisi AP dan lateral untuk melihat keadaaan airway serta massa tumor.
CT scan dan MRI merupakan pemeriksaan yang lebih canggih lagi
untuk determinasi klinis dan ekstensi tumor primer.1

26
Gambar 2.9. Gambaran CT scan aksial karsinoma supraglotik(x).
Terdapat erosi kartilago thyroid (xx) dan metastasis kelenjar getah
bening di leher(xxx)

Gambar2.10: Gambar MRI laring Gambar 2.11: MRI laring


normal abnormal

MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin


membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal
membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan
penyebaran transglottic. Pencitraan midsagittal membantu untuk
memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior. MRI
juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan spesifik.

27
(f) Pemeriksaan histopatologis
Didapat melalui pemeriksaan laringoskopi langsung & biopsi yang
bertujuan:
- Menentukan diagnosa keganasanya, membedakannya dengan tumor
jinak atau lesi lain seperti jamur, mycobacterium, gumma, sifilis.
- Mengidentifikasi tipe tumor : paling sering squamous cell ca.
- Menentukan diferensiasi : berhubungan dengan prognosanya
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari
bahan biopsi laring, dan biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar
limfe dileher.Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah
karsinoma sel skuamosa.
(g) Pemeriksaan laboratorium
Pada stadium awal sangat diperlukan, misalnya pemeriksaan hematologi
dan fungsi liver, pemeriksaan urin untuk penderita diabetes
dan juga diperlukan pemeriksaan EKG.
Kesulitan-kesulitan dalam mendiagnosa:
- Biopsi yang negatif: harus dilakukan biopsi ulang
- Keratosis : Keratosis maligna sulit dibedakan dengan keganasan
laring
- Radiasi sebelumnya: sering ditemukan perikondritis yang
menyebabkan laring sulit kembali normal. Kemungkinan adanya
suatu rekurensi kanker perlu dipertimbangkan
- Kondisi lain laringitis kronis, tuberkulosis, sifilis dan lesi-lesi jinak
dapat mengaburkan diagnosa keganasan.
(h) Gambaran Patologis
Jenis yang paling sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa.
Variasi yang berbeda dari sel skuamosa adalah karsinoma verukosa
yang terutama timbul dari rongga mulut yang dapat timbul dalam
proposi kecil pada karsinoma lain.

28
f. Penyebab Tumor Ganas Laring
(a) Karsinoma glotik
Kebanyakan tumor ini berasal dari tepi bebas pita suara yang dilapisi
oleh epitel squamosa. Karsinoma diglotik dapat timbul atau ekstensi
ke komisura anterior yang hanya merupakan lapisan tipis
submukosa dan fibrosa pitasuara. Keadaan ini menerangkan tingginya
resiko invasi tumor ke kartilago terutama bila tumor otot dan
perikondrium.1
Garis tengah anterior merupakan daerah tersering invasi tumor ke
kerangka laring. Adanya destruksi lokal osteoklas yang aktif dapat
menyebabkan tumor invasif. Bila komisura anterior sudah terinvasi
dapat terjadi ekstensi ke bawah pita suara dan keluar laring melalui
membran anterior, terutama melalui saluran pembuluh darah. Tumor
juga dapat ekstensi ke lateral, konus elastikus dan keluar melalui
segitiga krikoid, kartilago tiroid dan bagian medial otot krikotiroid.1
Bila otot-otot pita suara sudah terinvasi tumor dapat ekstensi
melalui kumpulan otot-otot anterior dan posterior dan mencapai bagian
lateral menuju kartilago aritenoid dimana tumor akan menutupi mukosa
sinus piriformis. Ekstensi tumor ke kartilago aritenoid sangat sulit
diperiksa, sehingga diperlukan CT-Scan. Ekstensi karsinoma glotik
secara vertikal kearah subglotik maupun supraglotik lebih sering tejadi
daripada kearah samping yang berlawanan.
Adanya fiksasi pita suara menandakan invasi yang dalam dan
sudah melibatkan otot tiroaritenoid. Apabila bagian posterior pita
suara terlibat tedadi fiksasi pita suara akibat invasi tumor ke kertilago
krikoid, aritenoid dan sendi krikoaritenoid. Adanya invasi melalui
perineural juga menjadi penyebab penyebaran karsinoma. Penyebaran
melalui kartilago ini dijumpai pada 50% kasusnkarsinoma glotik. 1

29
(b) Karsinoma Supraglotik
Invasi ke ruang preepiglotik lebih nyata pada karsinoma supraglotik,
terutama pada permukaan posterior laring dan epiglottis. Tumor dapat
ke area ini melalui penetrasi kartilago epiglotika atau destruksi dari
kartilago itu sendiri. Lateral dari ruang ini terdapat ruang paraglotik
sehingga tumor dapat invasi kesana. Dari ruang ini tumor dapat
mencapai ruang preepiglotik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan
laringoskopi. Invasi tumor ke ruang preepiglotik dijumpai pada hampir
40% kasus karsinoma dan hampir 70% kasus tumor epiglotik. Tumor
supraglotik dapat mencapai kranial melalui ekstensinya ke valekula dan
lidah. Sedangkan kearah posterior tumor ekstensi ke kartilago aritenoid
dan sinus piriformis. 1
(c) Karsinoma Subglotik
Tumor subglotik primer sangat jarang dan mempunyai kecenderungan
untuk tumbuh cepat dan ekstensif sebelum terlihat gejalanya
seperti stridor inspiratoar. Invasi tumor ke pita suara akan menimbulkan
kelumpuhan mobilitas pita suara dan menyebabkan suara menjadi
serak. Tumor ini dapat menyebar ke membrane krikoid anterior atau
ke ruang krikotrakeal posterior atau invasi ke trakea dikaudal. 1
g. Keterlibatan Kelenjar Getah Bening
Sistem limfatik sepanjang laring teridiri dari dua bagian yaitu
supraglotik dan subglotik, yang dipisahkan oleh tepi bebas pita suara
dimana mempunyai sistem limfatik yang minimal. Keadaan ini
menerangkan rendahnya insidensi metastasis ke KGB pada tumor pita suara.
Sedangkan bagian supraglotik kaya akan pembuluh limfe sehingga insidensi
metastasenya sangat tinggi yaitu 32-37%. 1
Metastase jauh dari tumor laring adalah jarang, tersering adalah
ke organ paru diikuti ke mediastinum, jarang pada tulang hepar atau organ
lain. Metastase jauh ini biasanya didahului oleh metastase ke KGB regional.
Gambaran histologi dengan diferensiasi buruk, tumor yang nekrotik dan

30
tumor yang tekah metastase ke KGB mempunyai kejadian yang tinggi
untuk metastase jauh ke paru-paru.
h. Terapi
Pengelolaan penderita tumor ganas laring dapat bersifat single
modality atupun combined-modality. Dimana dapat dengan oeperatif,
radioterapi, kemoterapi serta terapi kombinasi. Terapi kombinasi yang
sering digunakan adalah operatif dengan diikuti radioterapi.
(a) Terapi Operatif
Laringektomi adalah prosedur pembedahan pada laring untuk
membuang massa tumor, dilakukan tergantung dari lokasi tumor dan
efektifitas dalam mengontrol tumor. Terapi pembedahan dilakukan
pada tumor dengan lokasi yang dapat dijangkau juga dapat
dikombinasikan dengan prosedur radioterapi terutama jika curiga akan
terjadi rekurensi setelah pembedahan. Terapi pembedahan pada
karsinoma laring dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
adalah reseksi parsial vertikal, reseksi parsial horisontal, dan reseksi
total (total laringektomi).
Parsial laringektomi dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah vertikal/ frontolateral laringektomi, horisontal/
supraglotik laringektomi dan cordectomi. Secara umum parsial
laringektomi ini akan mengangkat sebagian dari laring yang terdapat
satu pita suara dari komisura anterior sampai aritenoid, ipsilateral pita
suara palsu, ventrikel, ruang paraglotik dan sebagian kartilago tiroid.
Digunakan untuk tumor dengan T2 dan T3 yang terbatas di glotik atau
perluasan ke subglotik yang minimal atau supraglotik hanya di
permukaan inferior pita suara palsu. Vertikal laringektomi dapat dibagi
menjadi 3 tipe dasar pembedahan tergantung dari perluasan tumor
sepanjang pita suara.

31
Tipe 1: karsinoma terbatas pada pertengahan duapertiga pita suara.
Daerah pita suara yang terkena sampai kartilago arytenoid dan ala
thyroid direseksi dengan menyisakan kartilago tiroid posterior sekitar
3mm. Batas anterior adalah midline. Jaringan subglotik direseksi
sampai batas superior dari kartilago krikoid.
Tipe 2: karsinoma pada pita suara meluas ke komisura anterior.
Jaringan yang direseksi sama dengan tipe 1, kecuali pada 2-3
mm kartilago tiroid, pita suara palsu dan pita suara asli dan jaringan
lunak subglotik di reseksi pada sisi kontralateral.
Tipe 3: karsinoma pada pita suara meluas ke 1/3 anterior dan pita
suara kontralateral.
Jaringan yang direseksi sama dengan tipe I kecuali pada 4-5 mm
kartilago tiroid, pita suara asli dan palsu dan jaringan lunak subglotik
direseksi pada sisi kontralateral.
Prosedur pembedahan Horizontal / supraglotik laringektomi
Indikasi dari prosedur operasi ini adalah pada lesi maligna secara
primer terdapat di epiglotis, laring dan permukaan lidah. Perluasan
tumor ke daerah aryepiglotik, atau bagian superior dari plika suara
palsu di permukaan laring atau perluasan ke dasar lidah termasuk
dapat dilakukan reseksi cara supraglotik laringektomi.
Penatalaksanaan postoperatif
- Antibiotik
- Feeding tube
- Perhatikan daerah tracheostomi
- Latihan menelan setelah pengangkatan feeding tube
Komplikasi
- Aspirasi
- Fistula
- Rekurensi massa tumor
- Cricoid chondritis

32
- Disfagia
Total Laringektomi
Laringektomi total biasanya diindikasikan jika terdapat pita
suara yang terfixir dan tumor klasifikasi T2 atau T2b lebih dari satu
tempat dan tergantung dari luasnya tumor. T3 dan T4 tumor biasanya
juga dilakukan prosedur ini. Pada prosedur ini biasanya seluruh laring
diangkat termasuk kartilago tiroid dan krikoid, aritenoid, pita suara
palsu dan asli, epiglotis, ruang preepiglotik dan paraglotik dan os
hyoid. Hal ini membuat pemisahan antara faring dan trakea sehingga
pasien akan bernafas permanen melalui stoma trakeostomi.
Laringektomi total dapat dikombinasikan dengan prosedur ipsilateral
tiroid lobektomi dan istmulobektomi terutama dengan tumor yang
meluas ke daerah subglotik disertai dengan paratrakeal dan
trakeoesofageal node dessection.
Komplikasi
- Fistula dan luka infeksi
- Rekurensi
- Hipoparatiroidism dan hipotiroidism
- Stress peptic ulcer dan perdarahan
- Pharyngoesophageal stenosis
- Tracheitis
-

Gambar 7. Pasca total laringektomi

33
(b) Radioterapi
Terapi radiasi merupakan modalitas utama untuk lesi-lesi
berikut: Tumor ganas pada satu atau kedua pita suara asli yang kecil
dan superfisial serta tidak mengenai komisura anterior atau prosesus
vokalis, meluas ke subglotis atau memfiksasi pita suara, Lesi tepi
bebas epiglotis yang < 1 cm, dan lesi pada pasien yang mempunyai
resiko bedah besar.
Radioterapi akan memberikan hasil yang terbaik pada
karsinoma stadium dini dimana hanya melibat satu pita suara dan pada
kasus dimana tidak ada pita suara yang terfiksasi ataupun ekstensi ke
ekstralaringeal. Pada karsinoma stadium dini yang mengenai pita suara
dengan radioterapi akan memberikan hasil yang sama memuaskan
dengan terapi laringektomi parsial.1 Keuntungan dari radioterapi ini
dibandingkan dengan tindakan operasi adalah pita suara masih dapat
dipertahankan. Pada tumor laring stadium lanjut dapat digunakan
sebagai terapi kombinasi pre operatif dan post operatif. Pada
preoperatif dapat diberikan dosis 5000 cGy. Pada post operatif
diberikan dosis 5500 sampai 6000 cGy dimana diberikan dalam fraksi
kecil 180 sampai 200 cGy.
(c) Kemoterapi4
Kemoterapi dimaksudkan untuk memusnahkan sel kanker dan
anak sebarnya. Sifat kerjanya tidak selektif sehingga sel-sel normal
pun akan terganggu. Untuk mengurangi efek samping yang terjadi dan
meningkatkan hasilnya dapat diberikan kombinasi sitostatika yang
bekerja secara sinergik. Syarat pemberian kemoterapi:
- Berdaya guna maksimal
- Cara kerja yang berbeda untuk mencegah resistensi
- Mempunyai efek samping yang berbeda agar dapat diberikan
dalam dosis yng optimal.

34
- Pemberian secara selang-seling untuk memberikan fase istirahat
agar terjadi pemulihan fungsi sel-sel yang normal
- Protokol terapi yang sering digunakan memakai bahan dasar
platinum yang dikombinasi dengan 5-fluorourasil dan adriamycin.
Sedangkan beberapa ahli mengemukakan beberapa agen
kemoterapi yang lain seperti methotrexate, bleomycin,
cyclophosphamide, oncovin, cytoxan, leucoverin dan vinblastine.

35
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Tumor laring secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu Tumor
jinak dan ganas, Tumor jinak jarang ditemukan dibandingkan dengan tumor
ganas atau kanker. Tumor jinak laring yang paling sering dijumpai adalah
Papilloma, dan Kondroma. Tumor ganas laring merupakan tumor yang
terbanyak menyerang saluran pernapasan bagian atas. Karsinoma sel skuamosa
secara histopatologi merupakan jenis terbanyak dari tumor ganas laring. Gejala
klinis yang paling umum dari tumor laring adalah suara parau atau serak
(hoarseness). Penatalaksanaan tumor ganas laring tergantung dari stadium
tumor saat didiagnosis. Diagnosis ditegakan melalui hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik atau temuan pemeriksaan makroskopik, pencitraan (imaging),
biopsi jaringan, dan pemeriksaan histopatologis. Tumor laring dapat
menyebabkan terjadinya sumbatan laring yang dapat berakibat kematian.
Prinsip penanggulangan sumbatan laring, yaitu menghilangkan penyebab
sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin
ventilasi.

36
DAFTAR PUSTAKA

1 . Lee, K.J.Benign Tumours of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head


and Neck Surgery. Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003: 744-750
2. Calhoun KH. Benign Tumours of the Larynx. In: Byron J. Bailey. Head
and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 2. Philadelphia:
Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 617-625
3. Sarbini T. Faktor Merokok Sebagai Predisposis Tumor Ganas Laring.Untuk
Gelar Magister Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Bandung. 2003
4. Calhoun KH. Tumor Biology and Immunology of Head and Neck Cancer.
In: Byron J. Bailey. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third
edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins,
2001: 1212-1220
5. Calhoun KH.Voice Rehabilitation After Laryngectomy. In: Byron
J.Bailey. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 2.
Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2001:1523-1533
6. Adams, George L dkk . Anatomi dan Fisiologi Laringdalam Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Ed 6. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC. 1997. Hal 369-
376.
7. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N
Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Edisi ke- 6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001.
8. Wim de Jong, Sjamsuhidayat R, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hal : 461 – 463

37
9. Basyiruddin H. Penanggulangan Karsinoma Laring di Bagian THT RSAPD
Gatot Subroto. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati. Ujung Pandang,
1986. h. 185-93.
10. Novialdi, Rossy Rosalinda. Diagnosis dan Penatalaksanaan Papilomatosis
Laring pada Dewasa. Jurnal Penelitian Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M.
Djamil Padang

38

Anda mungkin juga menyukai