Anda di halaman 1dari 19

PRESUS

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

DI RUMAH SAKIT DADI KELUARGA PURWOKERTO

TAHUN 2017
LAPORA PENDAHULUAN

THALASEMIA

A. DEFINISI

Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang


diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkurang, oleh karenanya
akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang
(Supardiman, 2011).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul
akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2010).
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang
diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya
akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang
(Supardiman, 2010).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb
yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai
globin atau struktur Hb (Nursalam,2011).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang (Nucleus Precise, 2010)
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai
globin pada hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat
lisis) dan menimbulkan anemia (Fatimah, 2011)

B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia
terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen
β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16
mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu
satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap
gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan
gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia
terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak
seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh
gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek
yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami
defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan
nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
1. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada
kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen
sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α
tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua
gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang
delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi
pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva,
2006).
2. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β
disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006).
Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di
daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang
endemik (Wiwanitkit, 2007).
Menurut NUCLEUS PRECISE, 2010) Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis
thalasemia yaitu :
A. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin
dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi
cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.
B. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia,
namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak
muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah
dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25%
anak mereka menerita thalasemia mayor.

C. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah
gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan
gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen
thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia.
Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah
maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara
anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.
D. PATOFISIOLOGI

Selama kehamilan, thalasemia mayor tidak mempengaruhi si janin. Hal ini


terjadi karena janin mempunyai susunan haemoglobin yang khusus, disebut
haemoglobin-janin (“feotal haemoglobin”, disingkat HbF). Anak-anak dan orang
dewasa mempunyai susunan haemoglobin yang lain disebut haemoglobin dewasa
(“adult haemoglobin”, disingkat HbA). Ketika si bayi lahir, sebagian besar
haemoglobinnya masih berbentuk Hb-janin (HbF), tetapi selama enam bulan
pertama kehidupannya, Hb jenis itu secara berangsur digantikan posisinya oleh
haemoglobindewasa (HbA). Masalah pada thalasemia adalah si anak tak dapat
membuat haemoglobin-dewasa yang cukup. Oleh karena itu anak dengan
thalasemia mayor berada dalam kondisi baik saat kelahiran, umumnya menjadi
sakit sebelum mereka berumur 2 tahun.
Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai
polipeptida, di mana rantai tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida alpa dan dua
rantai polipeptida beta. Empat rantai tersebut bergabung dengan empat komplek
heme untuk membentuk molekul hemoglobin, pada thalasemia beta sisntesis
rantai globin beta mengalami kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya
sebagian kecil eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia.
Anemia berat yang berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan
ginjal melepaskan erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone
marrow untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga
hematopoesis menjadi tidak efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan
hiperplasia dan ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang.
Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan
limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah
meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi
berkisar 2-5 gram pertahun.
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi,
dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi,
tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya
(mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan,
khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009).
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik
mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang
bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β intermedia: gejala di antara
Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi
Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
E. Tanda dan gejala dari thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor:
a. Pucat
b. Lemah
c. Anoreksia
d. Sesak napas
e. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
f. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
g. Epistaksis
h. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
i. Kadar besi serum tinggi
j. Ikterik
k. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar
hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
a. Pucat
b. Hitung sel darah merah normal
c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml
di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
sedang

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam
batas normal
2. Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
3. Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
4. Kadar besi serum
5. Bilirubin indirect
6. Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
7. Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor

G. PENCEGAHAN
Menurut WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan
kehamilan dan penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat
Talasemia. Program itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional
pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005) konseling genetik penting dilakukan
bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu
defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita
kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah
dia juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan
ada resiko suatu defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor)
maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun
untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.

I. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan
2. Umur
3. Riwayat kesehatan anak
4. Pertumbuhan dan perkembangan
5. Pola makan
6. Pola akativitas
7. Riwayat kesehatan keluarga
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai
oksigen
3. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Kelelahan b.d malnutrisi

K. RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
No. DIAGNOSA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan b.d  Perfusi Jaringan : Perifer 1. Monitor Tanda Vital
berkurangnya  Status sirkulasi Definisi: Mengumpulkan dan
komponen seluler Kriteria Hasil: menganalisis sistem
yang  Klien menunjukkan perfusi kardiovaskuler, pernafasan
menghantarkan jaringan yang adekuat yang dan suhu untuk menentukan
oksigen/nutrisi ditunjukkan dengan dan mencegah komplikasi
terabanya nadi perifer, kulit Aktifitas:
kering dan hangat, keluaran  Monitor tekanan
urin adekuat, dan tidak ada darah , nadi, suhu dan
distres pernafasan. RR tiap 6 jam atau
sesuai indikasi
 Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
2. Monitor status neurologi
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien
untuk meminimalkan dan
mencegah komplikasi
neurologi
Aktifitas:
 Monitor ukuran,
bentuk, simetrifitas,
dan reaktifitas pupil
 Monitor tingkat
kesadaran klien
 Monitor tingkat
orientasi
 Monitor GCS
 Monitor respon
pasien terhadap
pengobatan
 Informasikan pada
dokter tentang
perubahan kondisi
pasien
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat
kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
Mencatat intake dan output
cairan
Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit jelek,
mata cekung, dll)
Monitor status nutrisi
Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti mengecek
darah dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
Awasi pemberian komponen
darah/transfusi
Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
Monitor hasil laboratorium
(kadar Hb, Besi serum, angka
trombosit)

2. Intoleransi NOC NIC

aktifitas b.d  Konservasi Energi 1. Manajemen energi


 Perawatan Diri: ADL Definisi: Mengatur
tidak
Kriteria Hasil: penggunaan energi untuk
seimbangnya
 Klien dapat melakukan mencegah kelelahan dan
kebutuhan dan
aktifitas yang dianjurkan mengoptimalkan fungsi
suplai oksigen dengan tetap Aktifitas:
mempertahankan tekanan  Tentukan
darah, nadi, dan frekuensi keterbatasan aktifitas
pernafasan dalam rentang fisik pasien
normal  Kaji persepsi pasien
tentang penyebab
kelelahan yang
dialaminya
 Dorong
pengungkapan
perasaan klien
tentang adanya
kelemahan fisik
 Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
 Konsultasi dengan
ahli gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
 Monitor respon
kardiopulmonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna
kulit, tekanan darah)
 Monitor pola dan
kuantitas tidur
 Bantu pasien
menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
 Monitor respon
oksigenasi pasien
selama aktifitas
 Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan
gejala kelelahan
sehingga dapat
mengurangi
aktifitasnya.
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan
memonitor keefektifannya
Aktifitas:
 Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila
ada secret
 Pertahankan
kepatenan jalan nafas
 Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
 Monitor aliran
oksigen sesuai
program
 Secara periodik,
monitor ketepatan
pemasangan alat
3. Ketidakseimbangan NOC NIC
nitrisi kurang dari  Status Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh  Status Nutrisi: Energi Definisi: Membantu dan atau
b.d anoreksia  Kontrol Berat Badan menyediakan asupan
Kriteria Hasil : Klien makanan dan cairan yang
menunjukkan seimbang

 Pencapaian berat badan Aktifitas:


normal yang diharapkan  Tanyakan pada pasien

 Berat badan sesuai dengan tentang alergi

umur dan tinggi badan terhadap makanan

· Bebas dari tanda malnutrisi  Tanyakan makanan


kesukaan pasien
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang
dibutuhkan (TKTP)
 Anjurkan masukan
kalori yang tepat yang
sesuai dengan
kebutuhan energi
 Sajikan diit dalam
keadaan hangat
2. Monitor Nutrisi
Definisi : Mengumpulkan
dan menganalisis data pasien
untuk mencegah atau
meminimalkan malnutrisi
Aktifitas:
 Monitor adanya
penurunan BB
 Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien
makan.
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan, tidak
selama jam makan.
 Monitor kulit (kering)
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, kadar hematokrit
 Monitor kadar
limfosit dan elektrolit
 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.

4. Kelemahan b.d NOC NIC


malnutrisi  Konservasi Energi 1. Manajemen energi
Kriteria Hasil: Klien Definisi: Mengatur
menunjukkan penggunaan energi untuk
 Istirahat dan aktivitas mencegah kelelahan dan
seimbang mengoptimalkan fungsi
 Mengetahui keterbatasanan Aktifitas:
energinya
 Mengubah gaya hidup  Tentukan
sesuai tingkat energi keterbatasan aktifitas
 Memelihara nutrisi yang fisik klien
adekuat  Kaji persepsi pasien
 Energi yang cukup untuk tentang penyebab
beraktifitas kelelahan
 Dorong
pengungkapan
perasaan tentang
kelemahan fisik
 Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
 Konsultasi dengan
ahli gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
 Monitor respon
kardiopumonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna
kulit, tekanan darah)
 Monitor pola dan
kuantitas tidur
 Bantu klien
menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan
memonitor keefektifannya
Aktifitas:
 Bersihkan mulut,
hidung, trakea bila
ada secret
 Pertahankan
kepatenan jalan nafas
 Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
 Monitor aliran
oksigen sesuai
program
 Secara periodik,
monitor ketepatan
pemasangan alat
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat
kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
 Persiapkan pemberian
transfusi (seperti
mengecek darah
dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
 Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
 Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
 Monitor hasil
laboratorium (kadar
Hb, Besi serum)

Anda mungkin juga menyukai