Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS FRAKTUR FEMUR

A. Definisi
Definisi Fraktur
Faktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukkan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Prince & Wilson, 2006).

Definisi Fraktur Femur


Fraktur Femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang femur, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
dan kerusakan pembuluh darah (Smeltzer et al., 2010).

B. Klasifikasi Fraktur Secara Klinis


1. Fraktur tertutup (fraktur simple), bila tidak terdapat hubungan antara fragment tulang
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), bila terdapat hubungan antara
fragment tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
3. Fraktur dengan komplikasi, seperti infeksi tulang.

C. Etiologi
1. Traumatik. Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi fraktur.
2. Patologis. Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali
menunjukkan penurunan densitas. Penyebab paling sering dari fraktur-fraktur
semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
3. Stress. Disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.

D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri.
2. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
3. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak)
dan masuk ke dalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
4. Edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
5. Pucat disebabkan kadar oksigen jaringan menurun.
6. Otot tegang dan terjadi pembengkakan
7. Krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
8. Perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
9. Terjadi deformitas akibat pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai.
E. Komplikasi
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi
pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu,syok neurogenik sering terjadi pada
fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien.
2. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya nadi,CRT
(Capillary Revill Time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar,
serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaiaan, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
3. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot,
tulang syaraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, syaraf dan
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya
terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian
tengah tulang. Tanda khas untuk sindrom kompartemen adalah 5 P yaitu : Pain
(nyeri lokal), Paralisis (kelumpuhan otot), Parestesia (tidak ada sensasi), Pallor
(pucat bagian distal), Pulsessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi
yang tidak baik dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki)
4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka.
5. Avaskuler nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali Volkman’s Ischemia.
6. Sindrom emboli lemak
Merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan
demam.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma, dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT scan MRI: memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dan multipel trauma).
Peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel
atau cidera hati.

G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah
tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap
menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4
minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah
sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2001).
1. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk
menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan.
Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi
spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior
untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus
kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.

2. Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan atau
batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan
pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
3. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/trauma sistem
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang
ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
4. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara
keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk
menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat
menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang
patah tersebut.
Patofisiologi

Trauma tidak langsung


Akibat stres trauma langsung
Trauma patologis

Kegagalan tulang menahan beban Resiko Trauma

FRAKTUR
Kehilangan Integrasi Tulang
(cidera pd struktur tulang & jaringan lunak)
Tindakan invasif
sekitar, perdarahan ( + )

Penekanan berlebihanpada Tindakan invasif Mengaktivasi respon peradangan (pelepasan


neurovaskuler mediator kimia oleh mast sel: Bradikinin,
histamin, prostaglandin)
Protekti/ barier utama kulit,
Penurunan aliran darah ke jaringan otot me
perifer
Menyebabkan perubahan Menstimulasi
Pajanan lingkungan luar kapiler pembuluh darah, Nosiseptor
aliran darah me, perub
terhadap mikroorganisme
struktur pembuluh darah yg
Iskemia patogen menyebabkan protein Mekanisme nyeri
plasma & lekosit keluara (transduksi,
dari sirkulasi (Vasodilatasi Transmisi, modulasi,
kapiler & permeabilitas persepsi)
Risiko Infeksi kapiler)

Ketidakefektifan Nyeri Akut


Akumulasi cairan eksudat
perfusi jaringan
pada jararingan interstisial
perifer
Ketidaknyamanan dlm gerak/
mobilisasi
Oedema jaringan

Hambatan mobilitas fisik


Menekan nerve ending
Tindakan pembedahan (pemasangan
traksi/pen/kawat)

Imobilisasi

Kerusakan integritas
kulit
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth
Textbook of Medical-Surgical Nursing-12th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health /
Lippincott Williams & Wilkins.

Kowalak-Welsh-Mayer (Penyunt.). (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Marliynn, J & Lee, J 2011, seri panduan praktis keperawatan klinis, Jakarta erlangga

Nurarif A. H. & Kusuma H. 2015. Buku Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc.Jogjakarta: Mediaction.
Brunner & Suddarth (2013 ).Buku ajar keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai