Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat
aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas
beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya.
Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat
berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya (Lutfi 2004).
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang
dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya.
Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik adalah zat yang
biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya
(patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik
berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia
yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja,
lantai dan pisau bedah sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum digunakan
diantaranya adalah iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat
antiseptik tersebut berbeda-beda.
Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929, yang
secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu penisilin.
Penisilin ini pertama kali dipakai dalam ilmu kedokteran tahun 1939 oleh Chain dan Florey.
Sebagian besar dari antibiotika rumus kimianya telah diketahui dan beberapa di antaranya
dapat dibuat secara sintesis. Definisi dari antbiotik ialah suatu bahan kiia yang dikeluarkan
oleh jasad renik/hasil sintetis semi-sintetis yang mempunyai struktur yang sama dan zat ini
dapat merintangi/memusnahkan jasad renik lainnya (Widjajanti, 1996).
Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun spiril,
dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang hanya efektif untuk
spesies tertentu, disebut antubiotik yang spektrumnya sempit. Penisilin hanya efektif untuk
memberantas terutama jenis kokus, oleh karena itu penisilin dikatakan mempunyai spectrum
yang sempit. Tetrasiclin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu. Oleh karena itu
tetrasiclin dikatakan mempunyai spectrum luas (Dwidjoseputro, 2003).
Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan
membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar
mahluk hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa. Secara umum, antiseptik
berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Misalnya obat-obatan seperti antibiotik
dapat membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan disinfektan berfungsi sebagai
zat untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda yang tidak bernyawa
(Ayumi,2011).
Mekanisme kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya saja
dengan mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi
(menggumpalkan) cairan di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri. Beberapa contoh
antiseptik diantaranya adalah yodium (povidene iodine 10%), hydrogen peroksida,etakridin
laktat (rivanol), dan alkohol (Ayumi,2011).
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat digolongkan menjadi (Jawetz et al., 2005):
1. Penghambatan pertumbuhan oleh analog
Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri memerlukan para-
aminobensoat (PABA) untuk sintesis asam folat yang diperlukan dalam sintesis purin.
Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA, sehingga penggunaan sulfonamida
menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi.
2. Penghambatan sintesis dinding sel
Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi penggunaan
bahan antimikrobial.
3. Penghambatan fungsi membran sel
Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu tanpa
merusak sel inang. Polymxin berdaya kerja terhadap bakteri Gram-negatif, sedangkan
antibiotik polyene terhadap fungi. Namun demikian penggunaan keduan antibiotik ini tidak
dapat ditukar balik. Ini berarti bahwa polymixin tidak berdaya kerja terhadap fungi. Hal ini
disebabkan karena membran sel bakteri pada umumnya tidak mengandung sterol, sedangkan
pada fungi ditemukan sterol. Polyene harus bereaksi dengan sterol dalam membran sel fungi
sebelum memp[unyai kemampuan merusak membran.
4. Penghambatan Sintesis protein
Kebanyakan antibiotic ditemukan pada pelaksanaan "program penapisan". program
demikian yang dimulai dengan pengapungan dalam cuplikan tanah melalui tahap sampai
percobaan hewan. Pada uji deretan pengenceran, antibiotic diencerkan dengan larutan biak
yang telah ditanami dengan kuman uji menurut tahap pengenceran.
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme
(microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Disinfektan
yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada
permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah. Adapun antiseptik adalah
senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan
tubuh, misalnya kulit. Efisiensi dan efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
 Konsentrasi
 Waktu terpapar
 Jenis mikroba
 Kondisi lingkungan: temperatur, pH dan jenis tempat hidup
2.1 Sabun Cair
Sabun yang mengandung antiseptik dapat menghambat dan membunuh bakteri. Tetapi
kemampuan sabun akan lebih besar jika memiliki kandungan tambahan seperti antibakteri.
Hal ini dikarenakan kerja atau aktivitas antiseptik bersifat sementara dan tidak cukup efektif
untuk menyebabkan kematian sel bakteri (sublethal) sehingga memungkinkan bakteri untuk
tumbuh kembali. Penambahan antibakteri sebagai salah satu kandungan sabun akan
memberikan efek yang lebih baik dan permanen dalam menghambat pertumbuhan dan
membunuh bakteri.

Kemampuan sabun cair cuci tangan dalam menghambat pertumbuhan bakteri turut
dipengaruhi oleh konsentrasi antiseptik atau antibakteri yang terdapat di dalam sabun.
Peningkatan konsentrasi akan meningkatkan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dan demikian sebaliknya.
2.2 Gel Antiseptik
Beberapa sediaan gel antiseptik di pasaran biasanya mengandung alkohol dan
triklosan. Triklosan merupakan disinfektan yang dapat menghasilkan respon positif. Namun,
triklosan juga dapat memicu timbulnya resistensi mikrobia terhadap antibiotik. Hal ini
mendorong beralihnya sediaan yang berasal dari alam, salah satunya adalah dengan tanaman
tanjung yang terbukti memiliki aktivitas antibakteri
2.3 Bawang Putih
Bawang putih setidaknya mengandung 33 senyawa sulfur, 17 asam amino, beberapa
enzim dan mineral. Senyawa sulfur inilah yang membuat bawang putih memiliki bau tajam
yang khas dan membuat bawang putih memiliki efek klinis (Kemper, 2005). Senyawa sulfur
primer dalam siung bawang putih utuh adalah γ-glutamyl-S-alk(en)yl-L-cysteines dan S-alk-
(en)yl-L-cysteine sulfoxides atau yang disebut sebagai alliin (Amagase et al., 2001). Senyawa
senyawa paling aktif dari bawang putih, allicin (allyl 2-propenethiosulphinate) dan hasil
turunannya (dialil thiosulfinat dan dialil disulfida) tidak akan ada jika bawang putih
dihancurkan atau dipotong; kerusakan pada sel bawang putih akan mengaktifkan enzim
allinase yang merubah alliin menjadi allicin (Bayan et al., 2014; Fujisawa et al., 2009;
Kemper, 2005).

Allicin dan derivatnya adalah senyawa sulfur yang teroksigenasi yang terbentuk pada
saat sel bawang putih mengalami kerusakan, adalah senyawa yang tidak stabil. Allicin hanya
memiliki paruh waktu satu hari dalam 15 temperatur 37℃ (Fujisawa et al., 2008). Tetapi,
alkohol 20% dapat menstabilkan molekul allicin (Cutler dan Wilson, 2004; Fujisawa et al.,
2008).

Aktivitas antibakteri bawang putih sebagian besar karena allicin yang muncul ketika
sel bawang putih rusak. Allicin dan derivatnya mempunyai efek menghambat secara total
sintesis RNA dan menghambat secara parsial pada sintesis DNA dan protein. Allicin bekerja
dengan cara memblok enzim bakteri yang memiliki gugus thiol yang akhirnya menghambat
pertumbuhan bakteri (Boboye dan Alli, 2008).

2.4 Cabe Rawit


Mekanisme Antimikroba Cabe Rawit terhadap Staphylococcus aureus Zat aktif pada
cabe rawit yang bersifat antimikroba adalah Kapsaisin dengan mekanisme bereaksi dengan
struktur sterol yang terdapat pada membran sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas
selektif membran tersebut. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai
komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-
lain sehingga bakteri mati.
DAFPUS :

 Lidina. 2013. Laporan Antiseptik. https://www.scribd.com/doc/188296284/laporan-


antiseptik (Diakses pada tanggal 23 November 2017)
 Salim, H. H. U. 2016. Pengaruh Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Putih (Allium
Sativum) terhadap Bakteri Gram Positif (Staphylococcus Aureus) dan Gram Negatif
(Escherichia Coli) Secara In Vitro.
http://digilib.unila.ac.id/21796/19/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASA
N.pdf (Diakses pada tanggal 23 November 2017)
 Ima, Ulya. 2015. Transparansi Pengaruh Ekstrak Cabe rawit.
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:hYJW8JDSMbYJ:https://do
kumen.tips/documents/transparansi-pengaruh-ekstrak-cabe-
rawit.html+&cd=12&hl=id&ct=clnk&gl=id (Diakses pada tanggal 23 November
2017)
 Fazlisia, A. 2014. Uji Daya Hambat Sabun Cair Cuci Tangan pada Restoran Waralaba
di Kota Padang terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus
Aureus Secara In Vitro.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=299974&val=7288&title=Uji%2
0Daya%20Hambat%20Sabun%20Cair%20Cuci%20Tangan%20pada%20Restoran%2
0Waralaba%20di%20Kota%20Padang%20Terhadap%20Pertumbuhan%20Bakteri%2
0Escherichia%20coli%20dan%20Staphylococcus%20aureus%20Secara%20In%20Vit
ro (Diakses pada tanggal 23 November 2017)
 Bima, Okta Sakti. Efektifitas Antibakteri Gel Antiseptik Ekstrak Metanol Kulit
Batang Tanjung (Mimusops Elengi L.) Terhadap bakteri Eschericia Coli dan
Staphylococcus Aureus.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfarmasi/article/view/8815 (Diakses pada tanggal
23 Nove,ber 2017)

Anda mungkin juga menyukai