Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam berdarah dengue (DBD) adalah masalah kesehatan masyarakat
yang utama di negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat,
Amerika Serikat dan Latin. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.1
Pada wilayah kerja UPTD Puskesmas Sawah Lebar di tahun 2015,
dari 8 orang penderita DBD terdapat 1 orang penderita yang meninggal dunia
pada akhir bulan September 2015. Sedangkan pada bulan Januari 2016
bertepatan di RT/RW 23/06, Kelurahan Sawah Lebar Baru, Kecamatan Ratu
Agung terdapat 6 kasus yang telah didiagnosis Deman Berdarah Dengue
(DBD).2 Berdasarkan data diatas, kejadian DBD di kawasan RT 23 Kelurahan
Sawah Lebar baru merupakan suatu Kejadian Luar Biasa(KLB). Menurut
Kapala Puskesmas Sawah Lebar, kejadian tersebut didasari oleh lingkungan
rawa-rawa disekitar RT 23 Kelurahan Sawah Lebar Baru dan kurangnya
perhatian masyarakat terhadap lingkungan sekitar sehingga memungkinkan
untuk perindukan nyamuk penyebab DBD.
Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan di lingkungan
RT/RW 23/06 Kelurahan Sawah Lebar Baru, didapatkan bahwa pengetahuan
dan sikap masyarakat dalam pencegahan dan pemutusan rantai DBD sebagian
besar dikategorikan baik (62,6% dan 54,6%), sedangkan perilaku masyarakat
dalam pencegahan dan pemutusan rantai DBD sebagian besar dikategorikan
kurang (71,7). Selain itu, banyaknya genangan air disekitar rumah dan rawa-
rawa menunjang untuk tempat perindukan nyamuk penyebab DBD.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat masalah tentang
bagaimanakah gambaran lingkungan terkait kejadian DBD di RT 23
Kelurahan Sawah Lebar Baru Kota Bengkulu bulan Januari tahun 2016 ?

1.3 Tujuan
 Mengetahui gambaran lingkungan terkait kejadian DBD di di RT 23
Kelurahan Sawah Lebar Baru Kota Bengkulu.
 Memprioritaskan masalah dan alternatif penyelesaian masalah

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Nyamuk DBD


Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus
dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah
tropis dan sub-tropis, dan menjangkit luas di banyak negara di Asia
Tenggara. Demam berdarah dengue banyak ditemui di daerah perkotaan di
Indonesia. Secara epidemiologi, terdapat tiga faktor yang memegang
peranan pada penularan demam berdarah dengue, yaitu manusia sebagai
hospes, virus dan vektor penular. Virus dengue ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti, Ae. albopictus, dan Ae. polynesiensis.
Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Virus yang berada di kelenjar
liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina juga dapat ditularkan
kepada telurnya (transovarial transmission) sekali virus dapat masuk dan
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif) dalam tubuh manusia. Virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk
hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul.3
Keberadaan jentik Ae. aegypti di suatu daerah merupakan indikator
terdapatnya populasi nyamuk Ae. aegypti di daerah tersebut.
Perkembangan jentik dipengaruhi oleh suhu air, kepadatan populasi dan
tersedianya makanan. Jentik akan menjadi pupa atau kepompong dalam
waktu 4–8 hari pada temperature 20–30°C, dan akan mati pada suhu 10°C
dan suhu 36°C, serta dapat bertahan pada tanah yang lembab selama 13
hari.3

3
Iklim Kota Bengkulu mempunyai iklim tropis basah. Tahun 2015
suhu maksimum berkisar antara 29 – 30 ºC dan suhu minimum berkisar
antara 23ºC, sedangkan suhu rata-rata sepanjang tahun adalah 24-32 ºC,
Kelembaban udara di Kota Bengkulu rata-rata berkisar antara 81–91% dan
kecepatan angin maksimum 14–19 knot. Jumlah hujan dengan hitungan
hari selama sebulan di Kota Bengkulu adalah 10-21 hari dan banyaknya
curah hujan bulanan 200-600 mm dan dalam setahun 3360 mm.4
Penanggulangan penyakit DBD mengalami masalah yang cukup
kompleks, karena penyakit ini belum ditemukan obatnya. Cara paling baik
untuk mencegah penyakit ini adalah dengan pemberantasan jentik nyamuk
penularnya atau dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (PSN - DBD). Beberapa penelitian menyatakan
bahwa monitoring kepadatan populasi nyamuk sangat penting untuk
membantu dalam penentuan evaluasi adanya ancaman penyakit di setiap
wilayah dan untuk menentukan apakah suatu tindakan pemberantasan
nyamuk sebagai vektor penyebar penyakit perlu dilakukan.3
Beberapa survei yang dilakukan di beberapa Kota di Indonesia
menunjukkan tempat perindukan yang paling potensial adalah di kontainer
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak
mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya. Kebijakan pemerintah dalam
pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan pada program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), walaupun cara ini sangat
tergantung pada peran serta masyarakat.tindakan 3M (menguras bak
mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang
bekas) merupakan cara paling tepat dalam pencegahan dan
penanggulangan terjadinya DBD.3
Upaya menentukan intervensi terhadap kejadian DBD di Kota
Bengkulu dilakukan melalui pemberantasan keberadaan jentik nyamuk
Aedes aegypti. Faktor lingkungan merupakan faktor determinan yang
paling besar mempengaruhi derajat kesehatan. Teori HL.Blum menyatakan
bahwa kondisi lingkungan 40% akan mempengaruhi derajat kesehatan
suatu wilayah.3

4
Lingkungan bebas nyamuk penyebab DBD diukur melalui
beberapa indikator yakni kuantitas rumah sehat, jumlah rumah/bangunan
bebas jentik, dan kepadatan penduduk. Rumah sehat merupakan bangunan
tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang
memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan
hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
Jumlah rumah/bangunan bebas jentik yaitu rumah/bangunan yang
diperiksa akses saluran air tidak ditemukan jentik nyamuk, dimana angka
bebas jentik merupakan presentase jumlah rumah bebas jentik dibanding
dengan jumlah rumah yang diperiksa. Kepadatan penduduk diperiksa
berdasarkan jumlah penduduk per km2 luas wilayah. Semakin padat suatu
wilayah semakin mudah untuk penularan penyakit DBD.3
2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.2.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.5

2.2.2 Epidemiologi
Setiap tahunnya insidensi DBD meningka dari 0,05/100.000 di
tahun 1968 menjadi 35-40/100.000 di tahun 2013 dengan epidemik
superimposed menunjukkan adanya tren kenaikan menyerupai kejadian
epidemik tertinggi yang terjadi pada tahun 2010 (85,70/100.000;
p<0,01). Penurunan CFR dari 41% di tahun 1968 menjadi 0,73% di
tahun 2013 (p<0,01). Rata-rata usia pada penderita DBD meningkat
selama periode observasi berlangsung. Insidensi tertinggi DBD telah
diamati diantara anak berusia 5 sampai 14 tahun hingga tahun 1998,

5
namun menurun setelahnya (p<0,01). Sedangkan pada usia 15 tahun
keatas, insidensi DBD meningkat (p<0,01) dan melampaui insidensi
pada usia 5 sampai 14 tahun dari tahun 1999 dan seterusnya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa angka kejadian DBD selama 45 tahun
terakhir di Indonesia meningkat pesat dengan puncak kejadian bergeser
dari anak-anak menajdi kelompok usia yang lebih tua (15 tahun keatas).
Pergeseran pola usia tersebut berdampak pula terhadap target
pengawasan dan pencegahan.6
Gambar 2.1 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di
Indonesia

2.2.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus
(arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .6
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk
yang paling sering ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah
tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu
tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik
putih, biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore
hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes

6
albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya
nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat
menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng
bekas. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak
terbang 50 meter.6

Gambar 2.2 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus

2.2.4 Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan


demam berdarah dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial,
suplai air, manejemen sampah padat, infrastruktur pengontrol nyamuk,
consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta
mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk
demam dengue dan demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan
penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue dan demam
berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor,
tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk
keempat serotype, dan tersebar di seluruh area.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus DBD sangat kompleks, yaitu :
-
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
-
Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
-
Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah
endemis

7
-
Peningkatan sarana transportasi.1
Faktor yang mempengaruhi kejadian DBD antara lain:5
1. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit
DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya
penyakit DBD. Hal-hal yang diperhatikan di lingkungan yang
berkaitan dengan vektor penularan DBD antara lain:
- Sumber air yang digunakan
Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah
merupakan tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD.
- Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA)
Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan
terjadinya DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air
yang tidak berjentik.
- Kebersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-
lain juga merupakan faktor terbesar terjadinya DBD.

2.2.5 Diagnosis
Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan
hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat
diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.5
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi,
mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti
anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah
sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan
dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang
ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan
di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.5

8
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet
(Rumple Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada
bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah.
Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah
ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat
ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi
dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan.
Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya
penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada
penderita dengan syok.5
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada
saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai
dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya.
Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami
syok.5
Berdasarkan kriteria WHO 2011 diagnosis DBD ditegakkan
bila semua hal dibawah ini dipenuhi:5
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya
bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, atau purpura
o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma) sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin

9
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemi.

WHO membagi DBD menjadi empat derajat:


a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda
dan gejala klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali),
tanpa perdarahan spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi,
uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat
lain seperti mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan
gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini
renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur

2.2.6 Tatalaksana
1. Pertolongan Pertama Penderita Demam Berdarah Dengue oleh
Masyarakat
Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik,
oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika
terdapat gejala dan tanda yang mungkin merupakan awal
perjalanan penyakit tersebut. Gejala dan tanda awal 72 DBD dapat
berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak,
sepanjang hari, selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati,
tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan

10
nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit.
Untuk membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah itu
hilang, bukan tanda penyakit DBD.
Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda
di atas, maka pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai
berikut:
a. Tirah baring selama demam
b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15
mg/kgBB/kali untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan
dipergunakan karena dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat
gastritis atau perdarahan.
c. Kompres hangat
d. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori
diperbolehkan kecuali cairan yang berwarna coklat dan merah
(susu coklat, sirup merah).
e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan
pakaian, tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang)
Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun
disertai timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di
kulit (seperti bekas gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah,
mimisan dianjurkan segera dibawa berobat/ periksakan ke dokter
atau ke unit pelayanan kesehatan untuk segera mendapat
pemeriksaan dan pertolongan.
2. Langkah - Langkah Pemeriksaan Demam Berdarah Dengue
Penderita yang menunjukan gejala/ tanda klinis DBD maka
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga
penderita tentang keluhan yang dirasakan, sehubungan dengan
gejala DBD.
b. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda
perdarahan. Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai,
dada, perut dan paha.

11
c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran,
tekanan darah, nadi, dan suhu).
d. Perabaan hati dan Penekanan pada hipokondrium kanan
menimbulkan rasa sakit/nyeri yang disebabkan karena adanya
peregangan kapsul hati
e. Uji Tourniquet (Rumple Leede) f. Pemeriksaan laboratorium
darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit).
3. Tatalaksana Rujukan Penderita DBD
Demam Berdarah Dengue termasuk salah satu penyakit
menular yang dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Undang-
Undang No. 4 th 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka bila
dijumpai kasus DBD wajib dilaporkan dalam kurun waktu kurang
dari 24 jam.
Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan
kasus/tersangka DBD diwajibkan melaporkan ke Puskesmas
setempat sesuai dengan domisili (tempat tinggal) pasien dan
membuat surat pengantar untuk disampaikan kepada kepala
desa/kelurahan melalui keluarga pasien. Formulir rujukan pasien
DBD dari Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya
menggunakan formulir Sø, atau surat tersendiri yang memuat data,
nama, jenis kelamin, umur, nama kepala keluarga, alamat, tanggal
mulai masuk dan keluar sarana pelayanan kesehatan ( Puskesmas
Perawatan, Rumah Sakit) dan pengobatan yang telah diberikan,
disampaikan kepada RS rujukan.
Persiapan rujukan Sebelum merujuk pasien DBD perlu
memperhatikan :
a. Tanda vital pasien harus stabil
b. Disertakan formulir dengan hasil parameter klinis dan
laboratorium serta terapi penting yang sudah diberikan.

12
Penderita dirujuk ke Rumah Sakit bila ditemukan tanda-tanda
berikut :
a. Letargi
b. Penurunan kesadaran,
c. badan dingin dan lembab, terutama pada tangan dan kaki,
Capillary refill time > 2 detik
d. muntah terus menerus
e. kejang.
f. Perdarahan berupa : mimisan, Hematemesis, Melena
g. ada tanda-tanda kebocoran plasma (asistes, efusi pleura)
h. tidak buang air kecil dalam 4-6 jam terakhir i. nyeri abdomen

4. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan
suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien bermanifestasi ringan dapat berobat jalan sedangkan pasien
dengan tanda bahaya dirawat. Tetapi pada kasus DBD dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan
memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda bahaya,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di
pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan.
a. Tatalaksana Infeksi Dengue dengan manifestasi ringan
Pasien dengan manifestasi ringan dapat berobat jalan tetapi jika ada
perburukan harus dirawat. Pasien rawat jalan dianjurkan:
1) Tirah baring, selama masih demam.
2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila
diperlukan.
3) Untuk menurunkan suhu menjadi <39ºC, dianjurkan pemberian
parasetamol

13
4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirup, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit
diberikan selama 2 hari.
5) Monitor suhu, urin, dan tanda-tanda bahaya sampai melewati
fase kritis
6) Monitor pemeriksaan laboratorium darah rutin secara berkala

Orangtua atau pasien dinasehati bila setelah demam turun


didapatkan nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat
perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,
apalagi bila disertai berekeringat dingin, hal tersebut merupakan
tanda kegawatan sehingga harus segera dibawa ke rumah sakit.

b. Tatalaksana DBD dan SSD


1. Tatalaksana DBD
a) Fase demam
Pada fase ini penatalaksanaan sama dengan tatalaksana DD
b) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun
pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
 Penggantian volume plasma(cairan rumatan ditambah 5-
8%)
 Cairan intravena diperlukan apabila anak terus muntah,
tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral
 Jenis cairan (kristaloid RL/ RA/ Dekstrosa 5%; koloid
Dekstran 40, plasma, albumin)
c) Fase penyembuhan/ konvalesen
2. Tatalaksana SSD
a. Penggantian volume plasma segera
b. Pemeriksaan heamtokrit untuk memantau penggantian
volume plasma
c. Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit

14
d. Pemberian oksigen
e. Transfusi darah
f. Monitoring
g. Ruang rawat khusus untuk DBD/SSD
h. Kriteria memulangkan pasien (perbaikan secara klinis, tidak
demam selama 24 jam tanpa antipiretik, tidak dijumpai
stres pernapasan, hematokrit stabil, jumlah trombosit
>50.000/µl, tiga hari setelah syok teratasi dan nafsu makan
membaik)

2.2.7 Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan
kegiatan penunjang. Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan
penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor, penyuluhan kepada
masyarakat dan evaluasi.6
1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita
Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah
sakit/puskesmas dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II.
Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara rawat jalan dan
rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis, pengobatan dan
sistem rujukan yang berlaku.6
2. Pemberantasan vektor
Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi
perlindungan perorangan, pemberantasan sarang nyamuk, dan
pengasapan. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan
nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di
dalam rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang,
memasang kasa di lubang ventilasi dan memakai penolak nyamuk.
Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan obat yang dibeli di
toko seperti mortein, baygon, raid, hit dll.6
Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah
kunjungan ke rumah/tempat umum secara teratur sekurang-
kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan dan

15
pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan
memotivasi keluarga dan pengelola tempat umum untuk melakukan
PSN secara terus menerus sehingga rumah dan tempat umum bebas
dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras
bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat TPA,
membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban bekas, tempurung,
dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air pada vas
bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air
tergenang di atap atau talang, menutup lubang pohon atau bambu
dengan tanah, membubuhi garam dapur pada perangkap semut, dan
pendidikan kesehatan masyarakat.6
Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah
terutama di kelurahan endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh
wilayah kota. Pengasapan dilakukan di dalam dan di sekitar rumah
dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau fenitrotion)
dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.6
3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi
Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu
pemeriksaan jentik berkala oleh petugas kesehatan atau petugas
pemeriksa jentik dan di rumah sakit/puskesmas/praktik dokter oleh
dokter/perawat. Media yang digunakan adalah leaflet, flip chart,
slides, dll.6
Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi
sekitar rumah penderita, pengunjung rumah sakit/puskesmas/
posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan organisasi sosial
kemasyarakatan lainnya.6
Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan
pencapaian target masing-masing kegiatan dengan direncanakan
berdasarkan pelaporan untuk kegiatan pemberantasan sebelum
musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk
mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.6

16
2.3 Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah suatu kejadian yang melebihi
keadaan biasa, pada satu/sekelompok masyarakat tertentu. KLB juga bisa
diartikan peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu
pada tempat dan musim atau tahun yang sama. Menurut PERMENKES RI
NO. 949/MENKES/SK/VII/2004, KLB adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Keputusan
Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular (PPM) No. 451/91 tentang
pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB, tergolong KLB apabila.
- Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal.
- Peningkatan kejadian penyakit yang terus menerus selama 3 kurun
waktu berturut-turut menurut penyakitnya.
- Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
- Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukkan kejadian 2 kali
lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam
setahun sebelumnya.
- Khusus untuk penyakit cholera, Cacar, pes, DHF/DSS, terdapat satu
atau lebih kematian karena penyakit tersebut di suatu kecamatan
yang telah bebas dari penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4
minggu berturut-turut.7

2.4 Peran dan Kegiatan Puskesmas


Kebijakan pengendalian penyakit DBD di Indonesia bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena DBD. Strategi
pengendalian penyakit DBD yang dilaksanakan pemerintah adalah:
a. Memiliki standar operasional prosedur (pedoman) penegakkan
diagnosis dan tatalaksana DBD
b. Pemberantasan vektor
c. Pelaksanaan survei jentik

17
d. Angka bebas jentik
e. Pemberantasan sarang nyamuk
f. Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan
g. Pertolongan pada penderita
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) merupakan kewaspadaan terhadap
penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB) beserta faktor-faktor yang
memengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilan epidemiologi dan
dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya
dan tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat (Permenkes RI
No.949/MENKES/SK/VII/2004). Ada beberapa cara pengumpulan data
DBD, yaitu melalui:
a. Penyelidikan Epidemiologis (PE)
PE merupakan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dna
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan
rumah/ bangunan sekitarnya termasuk tempat-tempat umum dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuannya adalah untuk mengetahui
penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan
pananggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita.
PE juga dilakukan untuk mengetahui adnaya penderita dan tersangka DBD
lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan
menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan.
b. Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan
1. Sesuai dengan ketentuan/ sistem pelaporan yang berlaku, pelaporan
penderita demam berdarah dengue menggunakan formulir:
- W1/ Laporan KLB (wabah)
- W2/ Laporan mingguan wabah
- SP2TP: LB 1/ Laporan bulanan data kesakitan
LB 2/ Laporan bulanan data kematian
Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/
Laporan
bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP).

18
2. Penderita demam berdarah/ suspek demam berdarah perlu diambil
spesimen darahnya (akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan
serologis. Spesimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium
Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Tingkat II setempat.8

19

Anda mungkin juga menyukai