Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TEKNIK PEMBORAN

Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan


diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk
mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah
mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan terpenting yang lain adalah
membawa serpihan batuan (cutting) ke permukaan.

Untuk mendapatkan efisiensi yang besar dan hasil yang optimum, perlu
adanya perencanaan yang sangat matang dan cermat dalam suatu kegiatan
pemboran. Perencanaan yang dimaksud meliputi perencanaan peralatan pemboran
yang akan digunakan, perencanaan sistem lumpur dan hidrolikanya, perencanaan
casing, perencanaan penyemenan dan lain sebagainya.

2.1. Sistem Pemboran

Pada operasi pemboran, peralatan yang dipakai terbagi menjadi


beberapa sistem sebagai berikut :
1. Sistem pengangkatan (Hoisting System)
2. Sistem pemutar (Rotating System)
3. Sistem sirkulasi (Circulating System)
4. Sistem daya (Power System)
5. Sistem pencegah sembur liar (BOP System)

Sistem-sistem di atas mempunyai hubungan yang erat antara satu


sistem dengan sistem lainnya. Operasi pemboran (drilling operation) adalah
suatu kegiatan yang merupakan bagian yang terintegrasi dengan kegiatan-
kegiatan lain dalam industri perminyakan.

36
2.1.1. Sistem Pengangkatan (Hoisting System)

Gambar 2.1. Sistem Pengangkatan

Sistem angkat (hoisting system) merupakan salah satu komponen


utama dari peralatan pemboran. Fungsi utama sistem ini adalah
memberikan ruang kerja yang cukup untuk pengangkatan dan penurunan
rangkaian pipa bor dan peralatan lainnya. Sistem angkat terdiri dari dua
bagian utama, yaitu:

1. Supporting Structure

Supporting structure adalah konstruksi menara yang


ditempatkan diatas titik bor. Fungsi utamanya adalah untuk
menyangga peralatan-peralatan pemboran dan juga memberi ruang
yang cukup bagi operasi pemboran. Supporting strucure terdiri dari
drilling tower (derrick atau mast), sub structure dan rig floor.

37
Gambar 2.2. Menara Bor Standar Derrick

2. Hoisting System

Peralatan pengangkatan terdiri dari :


a. Drawwork

Drawwork merupakan otak dari derrick, karena melalui


drawwork, seorang driller melakukan dan mengatur operasi
pemboran. Desain daripada drawwork tergantung dari beban
yang harus dilayani, biasanya didesain dengan horse power (Hp)
dan kedalaman pemboran, dimana kedalamannya harus
disesuaikan dengan drillpipe-nya.

b. Overhead Tools

Overhead tool merupakan rangkaian sekumpulan peralatan yang


terdiri dari crown block, traveling block, hook, dan elevator.

38
Gambar 2.3. Overhead Tools

c. Drilling Line
Drilling line terdiri dari reveed drilling line, dead line, dead line
anchor, dan storage and suplay. Drilling line digunakan untuk
menahan (menarik) beban pada hook. Drilling line terbuat dari
baja dan merupakan kumpulan kawat baja yang kecil dan diatur
sedemikian rupa hingga merupakan suatu lilitan.

Gambar 2.4. Drilling Line

39
2.1.2. Sistem Pemutar (Rotating System)

Fungsi utama dari sistem putar (rotary system) adalah untuk


memutar rangkaian pipa bor dan juga memberikan beratan di atas
pahat untuk melakukan pengeboran pada suatu formasi.

Gambar 2.5. Rotating System

Rotary system terdiri dari tiga sub komponen, yaitu:

1. Rotary Assembly

Peralatan putar berfungsi untuk:


a. Memutar rangkaian pipa bor selama operasi pemboran
berlangsung.
b. Menggantungkan rangkaian pipa bor yaitu dengan slip yang
dipasang (dimasukkan) pada rotary table ketika disambung atau
melepas bagian-bagian drill pipe.

Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block


diatas lubang, terdiri dari:
a. Meja putar (rotary table)

40
b. Top drive
c. Master bushing
d. Kelly bushing
e. Rotary slip

2. Rangkaian Pipa Pemboran


Rangkaian pipa bor menghubungkan antara swivel dan mata bor,
berfungsi untuk:
a. Menaik turunkan mata bor.
b. Memberikan beban diatas pahat untuk penembusan (penetration).
c. Meneruskan putaran ke mata bor dan,
d. Menyalurkan fluida pemboran yang bertekanan ke mata bor.

Rangkaian pipa bor, meliputi:

 Swivel
Swivel berfungsi sebagai penahan beban drill string dan bagian
statis yang memberikan drillstring berputar. Swivel merupakan
titik penghubung antara circulating system dan rotating system.

 Kelly
Kelly adalah rangkaian pipa yang pertama di bawah swivel.
Bentuk potongan dari kelly dapat berupa segi empat atau persegi
enam sehingga akan mempermudah rotary table untuk memutar
rangkain di bawahnya.

 Drill Pipe
Pipa baja yang digantung di bawah kelly. Drill pipe di pasang
pada bagian atas dan tengan drill stem. Porsi utama dari drill
string terdiri dari drill pipe.

Drill pipe yang dipasarkan berdasarkan standard API mempunyai


range dan panjang, seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Ukuran Drill Pipe

41
Range Lenght (ft)

1 18 sampai 22

2 27 sampai 30

3 38 sampai 45

 Heavy Weight Drill Pipe (HWDP)

 Drill Collar
Pipa baja penyambung berdinding tebal yang terletak di bagian
bawah drill stem di atas bit. Fungsi utamanya untuk menambah
beban yang terpusat pada bit.

3. Mata Bor atau Bit


Mata bor merupakan peralatan yang langsung menyentuh
formasi, berfungsi untuk menghancurkan dan menembus formasi,
dengan cara memberi beban pada mata bor. Jenis-jenis mata bor
terdiri dari:
a. Drag Bit
Digunakan terutama pada pemboran dangkal. Drag bit tidak
memiliki bagian yang bergerak, maka pemboran dilakukan
dengan cara menggeruk saja dan tergantung dari beban, putaran
serta kekuatan dari pisau pemotongnya.

Gambar 2.6. Drag Bit

b. Roller-Cone Bit

42
Rolling cutter bit adalah bit yang mempunyai kerucut-kerucut
(cone) yang berputar untuk menghancurkan batuan. Bit ini
pertama kali dibuat dengan 2 cone.

c. Diamond Bit
Bit ini digunakan untuk membor formasi yang keras dan
abrasive. Namun demikian diamond bit lebih umum digunakan
untuk coring, yang menghasilkan core lebih baik terutama pada
formasi limestone, dolomite, dan sandstone yang keras.
Keuntungan dari diamond bit adalah memberikan footage yang
lebih besar sehingga round trip lebih sedikit terutama pada
formasi yang keras dan sumur yang dalam. Sedangkan
kelemahannya adalah memberikan ROP yang kecil dan harganya
mahal.

Sistem putar yang digunakan pada pemboran minyak terbagi


menjadi dua, yaitu:
1. Sistem Putar Konvensional (menggunakan rotary table)
2. Sistem Putar Modern (menggunakan top drive)

Gambar 2.1. Skema Rotary Table dengan Master Bushing

43
Gambar 2.8. Skema Sistem Putar dengan Rotary Table

Gambar 2.9. Skema Sistem Putar dengan Top Drive

2.1.3. Sistem Sirkulasi (Circulating System)


Fungsi utama dari sistem sirkulasi adalah mengangkat serpihan
cutting dari dasar sumur kepermukaan. Sistem sirkulasi terdiri dari
empat sub-komponen utama, yaitu:
1. Fluida Pemboran
Dilapangan fluida pemboran dikenal sebagai ”mud”.

44
Ada dua hal penting dalam penentuan komposisi lumpur pemboran,
yaitu:
a. Semakin ringan dan encer suatu lumpur pemboran, semakin
besar laju penembusan.
b. Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin
mudah untuk mengontrol kondisi di bawah permukaan.

2. Tempat Persiapan
Ditempatkan pada sistem sirkulasi dimulai yaitu dekat pompa
lumpur. Tempat persiapan meliputi:
a. Mud house
b. Steel mud pits/ tanks
c. Chemical mixing barrel
d. Bulk mud storage bins
e. Water tanks
f. Reserve pit

3. Peralatan Sirkulasi
Peralatan sirkulasi terdiri dari beberapa komponen khusus:
a. Mud pit
b. Mud pump
c. Pump dischange and return lines
d. Stand pipe
e. Rotary house

4. Conditioning Area
Fungsi utama peralatan-peralatan ini adalah untuk membersihkan
lumpur bor dari serbuk bor (cutting) dan gas-gas yang terbawa.
Peralatannya terdiri dari:
a. Settling tanks
b. Reserve pit
c. Removal equipment (mud-gas separator, degasser, shale
shaker, desander, dan desilter)

45
Gambar 2.1. Sistem Sirkulasi

2.1.4. Sistem Daya (Power System)

Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari power


suply equipment, yang dihasilkan oleh mesin-mesin besar yang
biasa dikenal dengan nama “prime mover” dan distribution
equipment yang berfungsi untuk meneruskan tenaga yang
diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan pemboran. Hampir
sebagian besar daya yang tersedia pada rig dikonsumsi oleh
hoisting system dan circulating system. Sistem lainnya hanya
sedikit mengkonsumsi daya yang tersedia. Untungnya, hoisting dan
circulating system memerlukan daya tidak secara bersamaan,
sehingga mesin yang sama dapat menyediakan daya untuk kedua
sistem tersebut. Total daya yang umum diperlukan dalam sebuah
rig dari 1000 sampai 3000 Hp, tergantung dari metoda yang
digunakan untuk mentransmisikan daya tersebut ke berbagai sistem
dalam rig.

46
Gambar 2.1. Skema Sistem Tenaga

2.1.5. Blow Out Preventer System (BOP System)

Peralatan ini disediakan pada operasi pemboran karena


peramalan tekanan tidak selalu memungkinkan. Blow Out
Preventer (BOP) system digunakan untuk mencegah aliran fluida
formasi yang tidak terkendali dari lubang bor.
Blow Out Preventer (BOP) system berfungsi untuk menutup
ruang annular antara drill pipe dan casing bila terjadi gejala kick.
Sistem peralatan ini bekerja secara pneumatic (biasanya dipakai
dengan menggunakan udara dan gas) dan secara mekanik. BOP
sistem terdiri dari BOP stack, accumulator, dan supporting system.
BOP stack terdiri dari rangkaian annular preventer, pipe ram
preventer, drilling spools, blind ram preventer, dan casing head.
Semua peralatan ini disetkan pada surface casing.

1. BOP Stack dan Accumulator


Ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung di
bawah rotary table pada lantai bor. BOP stack meliputi:

47
a. Annular Preventer
Ditempatkan paling atas dari susunan BOP stack. Annular
preventer berisi rubber packing element yang dapat menutup
lubang annulus baik lubang dalam keadaan kosong ataupun ada
rangkaian pipa bor.

b. Pipe Ram Preventer


Digunakan untuk menutup lubang annulus baik lubang pada
waktu rangkaian pipa bor berada pada lubang bor.

c. Drilling Spool
Terletak diantara preventers (pada casing head). Berfungsi
sebagai tempat pemasangan choke line (yang mensirkulasikan
“kick” keluar dari lubang bor). Ram preventer pada sisa-sisanya
mempunyai “cutlets” yang digunakan untuk maksud yang sama.

d. Blind Ram Preventer


Digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa
bor tidak berada pada lubang bor.

e. Casing Head

2. Supporting System
a. Choke Manifold
Bekerja pada BOP stack dengan ”high pressure line”, disebut
”choke line”. Bila dihidupkan, choke manifold membantu
menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah
terjadinya intrusi fluida formasi. Lumpur bor dapat dialirkan dari
BOP stack ke sejumlah valve (yang membatasi aliran dan
langsung ke reserve pits), mud-gas separator atau mud
conditioning area back pressure dijaga sampai lubang bor dapat
di kontrol kembali.

48
b. Kill Line
Kill line bekerja pada BOP stack biasanya berlawanan,
berlangsung dengan choke manifold dan choke line. Lumpur
berat dipompakan melalui kill line ke dalam lumpur bor sampai
tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi.

Gambar 2.12. Skema Penampang BOP

2.2. Macam-Macam Rig

Rig pemboran bisa berada di atas tanah (on shore) atau di atas laut/
lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya. Jenis-jenis rig
pemboran ada beberapa diantaranya, yaitu:

Gambar 2.13. Rig Pemboran

49
1. Land Rig
Merupakan rig yang beroperasi di daratan dan dibedakan atas rig
besar dan rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunakan untuk
pekerjaan sederhana seperti Well Service atau Work Over.

2. Swamp Barge Rig


Merupakan jenis rig laut yang hanya pada kedalaman maksimum 7
meter. Dan sangat sering dipakai pada daerah rawa-rawa dan delta
sungai.

3. Jackup Rig
Rig jenis ini menggunakan platform yang dapat mengapung dengan
menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki-kaki pada rig ini dapat
dinaikan dan diturunkan, sehingga untuk pengoperasiannya semua
kakinya harus diturunkan hingga ke dasar laut. Kemudian, badan dari
rig ini diangkat hingga di atas permukaan air dan memiliki bentuk
seperti platform. Untuk melakukan perpindahan tempat, semua
kakinya harus dinaikan dan badan rignya akan mengapung dan
ditarik menggunakan kapal. Pada operasi pengeboran menggunakan
rig jenis ini dapat mencapai kedalaman lima hingga 200 meter.

4. Semi-Submersible Rig
Dengan menggunakan thruster (semacam baling-baling) yang berada
di sekelilingnya, dan ballast control system, sistem ini mampu
mengatur posisinya secara dinamis dan pada level diatas air sesuai
keinginan. Karena jenis rig ini sangat stabil, maka rig ini sering
dipakai pada lokasi yang berombak besar dan memiliki cuaca buruk,
dan pada kedalaman 90 hingga 750 meter.

5. Drill Ship
Merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di atas kapal
laut, sehingga sangat cocok untuk pengeboran di laut dalam (dengan
kedalaman lebih dari 2800 meter). Pada kapal ini, didirikan menara
dan bagian bawahnya terbuka ke laut (Moon Pool).

50
2.3. Lumpur Pemboran

Kontrol terhadap sifat fisik lumpur pemboran merupakan pekerjaan


yang rutin sewaktu operasi pemboran untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya hole problem.

2.3.1. Fungsi Lumpur Pemboran

Dalam hal ini lumpur yang diharapkan dapat memenuhi


fungsi-fungsi sebagai berikut:
 Sebagai media pengangkatan cutting
 Membentuk mud cake yang tipis dan licin
 Menahan cutting saat sirkulasi berhenti
 Mendinginkan dan melumasi bit serta rangkaian pipa
 Media logging
 Mengimbangi tekanan formasi
 Membersihkan dasar lubang bor
 Media informasi
 Mencegah gugurnya dinding lubang bor

2.3.2. Jenis-Jenis Lumpur Pemboran

Jenis lumpur yang tidak sesuai akan menyebabkan problem


pemboran. Dibawah ini akan diberikan beberapa jenis lumpur pemboran
berdasarkan yang sering digunakan, yaitu:

1. Water Base Mud


Air yang digunakan dapat berupa air tawar maupun air asin. Lumpur
yang mempunyai bahan dasar air tawar disebut fresh water mud, dan
bila bahan dasarnya air asin disebut salt waterbase mud.

2. Oil Base Mud


Kegunaan terbesar adalah pada saat komplesi dari work over sumur.
Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit,
sehingga mempermudah pemasangan casing dan liner. Oil base mud

51
ini harus ditempatkan pada suatu tangki besi untuk menghindarkan
kontaminasi air, rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan bahaya
api berkurang. Oil base emulsion dan lumpur oil base mempunyai
minyak sebagai fasa kontinyu dan air sebagai fasa terbesar.
Perbedaan utamanya dengan oil base mud adalah bahwa air
ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminan).
Air yang teremulsi dapat antara 15 - 50 % volume, tergantung
densitas dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam pemboran).

2.3.3. Sifat Fisik Lumpur Pemboran

Komposisi dari lumpur bor akan menentukan sifat-sifat serta


performance dari lumpur itu sendiri. Sistem pengontrolannya harus
dikoreksi terhadap formasi selama operasi pemboran berlangsung, hal
ini dimaksudkan agar lumpur bor bekerja sesuai dengan harapan.

1. Densitas
Additif yang biasa digunakan untuk memperbesar harga
densitas antara lain:
Tabel 2.2. Zat Additif Berdasarkan SG

Additif SG
Barite 4.3
Limestone 3.0
Galena 7.0
Bijih Besi 7.0

2. Viskositas
Newtonian adalah fluida yang memiliki viskositas konstan,
misalnya air dan kebanyakan gas mempunyai viskositas yang
konstan, perbandingan shear rate dengan shear stress ini sebanding
dan konstan, sedangkan lumpur pemboran adalah termasuk cairan
non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan shear
rate tidak konstan, disebut viskositas semu (apparent viscosity)

52
serta memberikan hubungan variasi yang luas. Tujuan dari
pengenalan viskositas lumpur ini adalah untuk:

a. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang di annulus.


b. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai.
c. Membantu mengontrol swab-pressure dan surge pressure.

Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan :


a. Penetration rate turun.
b. Pressure loss tinggi terlalu banyak gesekan.
c. Pressure surges yang berhubungan dengan lost circulation dan
swabbing yang berhubungan dengan blow out.
d. Sukar melepaskan gas dan cutting dari lumpur dipermukaan.

Viskositas yang terlalu rendah menyebabkan :

a. Pengangkatan cutting tidak baik.


b. Material-material pemberat lumpur diendapkan.

Untuk mengencerkan lumpur dapat dilakukan dengan


pengenceran dengan air atau dengan penambahan thinner (zat-zat
kimia), sedangkan penambahan viskositas dapat dilakukan dengan
penambahan zat-zat padat atau bentonite pada water base mud dan
air atau asphalt pada oil base mud.

3. Gel Strength
Pada saat lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas.
Sedangkan diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan
adalah gel strength. Lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila
tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik
antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar inilah yang
disebut gel strength. Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggantian
bit. Agar formasi tidak pecah di dasar lubang bor, maka sirkulasi
dilakukan dengan secara bertahap, dan sebelum melakukan sirkulasi,
rotary table diputar terlebih dahulu untuk memecah gel.

53
4. Yield Point
Yield Point adalah sifat mengagar yang menunjukkan besarnya
tekanan minimal yang yang harus diberikan kapada fluida agar fluida
tersebut dapat bergerak. Tekanan ini akibat dari gaya tarik-menarik
antara partikel-partikel di dalam lumpur. Yield point adalah parameter
fluida dinamik, sedangkan sifat menggagar (gel strength) adalah
parameter fluida statis.

Untuk fluida newtonian harga Yp adalah nol. Kenaikan Yp yang


berlebihan adalah akibat flukolasi Yp yang tinggi baik untuk
pembersihan lubang, tetapi akan menimbulkan kehilangan tekanan
yang besar.

2.3.4. Komposisi Lumpur Pemboran

Secara umum lumpur pemboran terdiri dari 3 komponen atau


fasa pembentuk sebagai berikut:
1. Fasa cair (air atau minyak)
2. Fasa padat
a. Reactive solids
b. Inert solids
3. Fasa kimia (additive)
Di dalam lumpur pemboran selain terdiri atas komponen
pokok lumpur, maka ada material tambahan yang berfungsi
mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan
keadaan formasi yang dihadapi selama operasi pemboran.

Tabel 2.3. Additif Lumpur Pemboran

Additif Fungsi Additif Nama


1. Barite
Weighting Agent
Menaikkan Densitas 2. Galena
(Material Pemberat)
3. Kalsium Karbonat
Pengental Menaikkan Viskositas 1. Wyoming
Bentonite

54
2. Attapulgite
1. Kalsium Ligno
Pengencer Menurunkan Viskositas Sulfat
2. Fosfat
Menurunkan Filtration
Fluid Loss Reducer CMC
Loss
1. M
Mengatasi Loss ilmica
Lost Circulation Material
Circulation 2. K
wik Seal
Corrosion Control Mengontrol korosi NO2
PH Adjuster Mengontrol PH NaOH
1. F
Mempercepat luxit
Flucoolant
Pengendapan Serbuk Bor 2. B
aroflac
1. M
ogco Mul
2. T
Fas Kimia Untuk Emulsi rimulsi
Emulsifier
Minyak dan Air 3. A
tlasol
4. I
mco-Ceox

2.4. Well Control

Mengontrol tekanan formasi, salah satunya dengan memastikan bahwa


tekanan lubang bor lebih besar daripada tekanan formasi (kontrol primer)
atau dengan menutup BOP valves di permukaan (kontrol sekunder),
umumnya disebut dengan menjaga tekanan sumur dibawah kontrol atau
biasanya disebut well control.

2.4.1. Sebab Terjadinya Kick

Adapun sebab-sebab tekanan hidrostaik lumpur tidak dapat


mengimbangi tekanan formasi adalah:

55
1. Berat jenis Lumpur pemboran turun.
Dalam hal ini tekanan hidrotatis lumpur lebih kecil daripada tekanan
formasi.

.................................. (Pers. 2.1)


Dimana: Ph = tekanan hidrostatis lumpur, psi
TVD = kedalaman lubang bor, ft
MW = berat lumpur, ppg

Masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor akan menyebabkan


berat lumpur turun. Masuknya fluida lumpur pemboran dapat
disebabkan karena:
a. Swabbing effect
b. Menembus formasi gas

2. Tinggi kolom lumpur turun


Akibat turunnya tinggi kolom di annulus, maka tekanan hidrostatik
lumpur juga akan turun pula. Adapun yang menyebabkan lumpur bor
masuk ke dalam formasi yaitu:
a. Squeeze effect
b. Berat jenis lumpur yang tinggi
c. Viskositas lumpur yang tinggi
d. Gel strength lumpur yang tinggi

3. Hilangnya lumpur
Hilang lumpur ini dapat terjadi karena porositas formasi terlalu besar,
formasi yang bergua (cavernous), mungkin pula karena ada rekahan
di dalam formasi.

4. Abnormal Pressure
Adakalanya pemboran menembus formasi dengan tekanan sangat
tinggi, dan melebihi tekanan hidrotatis lumpur. Hal ini disebabkan
karena adanya kompaksi sediment yang tidak sempurna, patahan, dan
kubah garam.

56
2.4.2. Indikasi Adanya Kick

Beberapa indikasi terjadinya kick:


a. Laju alir meningkat
b. Volume pit Meningkat
c. Adanya aliran ketika pompa dihentikan
d. Adanya penambahan volume ketika trip
e. Drilling break
f. Gas cut mud

2.4.3. Metode Penanggulangan Kick

Apabila terjadi kick, maka well killing adalah cara


penangulangannya. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan bila terjadi
kick adalah sebagai berikut:
1. Bila terjadi saat pemboran berlangsung:
a. Menghentikan pompa.
b. Mengangkat kelly di atas BOP.
c. Menutup BOP dengan semua choke terbuka (menghindarkan
adanya shock karena tekanan).
d. Menutup choke perlahan (bila tekanan permukaan
memungkinkan).
e. Mencatat Pdp dan Pann.
f. Mencatat kenaikan lumpur di permukaan.
g. Menyiapkan untuk sirkulasi.

2. Bila terjadi selama pengangkatan pipa:


a. Memasang full opening valve di drill string, lalu tutup.
b. Memasang back pressure valve.
c. Membuka full opening valve.
d. Menutup BOP dengan choke terbuka.
e. Menutup choke perlahan, bila tekanan memungkinkan.
f. Mencatat Pdp dan Pann dan kenaikan lumpur.
g. Stripping dan kemudian siap untuk sirkulasi.

57
Setelah diketahui bahwa terjadi kick sumur harus segera
ditutup. Setelah semua persiapan cukup maka tahap selanjutnya
adalah mematikan sumur. Dalam proses mematikan sumur ini
diambil beberapa asumsi:
• Pressure drop di annulus dianggap terlalu kecil dibandingkan
dengan pressure drop di dalam pipa bor, dan perubahan pressure
drop di annulus juga dianggap terlalu kecil dan diabaikan.
• Lubang bor dianggap dalam keadaan baik, tidak runtuh atau
membesar.

2.5. Casing

2.5.1. Fungsi Casing

Secara umum fungsi dari casing adalah sebagai berikut:


a. Mencegah runtuhnya lubang bor atau caving.
b. Mencegah kontaminasi air tawar oleh lumpur pemboran.
c. Menutup zona bertekanan abnormal dan zone lost.
d. Membuat diameter sumur tetap.
e. Mencegah hubungan langsung antar formasi.
f. Tempat kedudukan BOP dan peralatan produksi.

2.5.2. Klasifikasi Casing

Berdasarkan fungsinya casing dapat diklasifikasikan menjadi


conductor casing, surface casing, intermediate casing, production
casing, dan liner.

2.6. Semen Pemboran

2.6.1. Fungsi Penyemenan

Fungsi semen pemboran dalam suatu pemboran dari sumur adalah :


1. Melindungi casing/ liner dari tekanan yang datang dari bagian
luar casing yang dapat menimbulkan collapse.

58
2. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu
formasi ke formasi lain.
3. Melindungi casing terhadap pengaruh cairan formasi yang
bersifat korosif.
4. Mengurangi kemungkinan terjadinya semburan liar atau blow
out melalui annulus, melindungi casing terhadap tekanan
formasi.

Untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut di atas, maka semen


pemboran harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau
strength yang cukup besar dalam waktu tertentu.
2. Semen harus memberikan daya ikat casing dengan formasi yang
cukup atau baik.
3. Semen tidak boleh terkontaminasi dengan kotoran (cairan
formasi) maupun cairan pendorong semen.

4. Semen harus stabil atau tidak mudah berubah strength-nya


setelah beberapa waktu dari penempatannya.
5. Semen harus impermeable (permeabilitas nol).

2.6.2. Macam-Macam Penyemenan

Prosedur untuk penyemenan dibagi menjadi dua, yaitu primary


cementing dan secondary cementing.

1. Primary Cementing
Di dalam primary cementing ini, pertimbangan teknis dan
ekonomis tidak dapat dikesampingkan. Tujuan dari primary
cementing adalah:
a. Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan lapisan-
lapisan yang lainnya.
b. Mencegah terjadinya aliran fluida (air, minyak atau gas) dari satu
lapisan ke lapisan yang lain.

59
c. Memberi kekuatan pada lapisan yang lemah.
d. Melindungi casing dari korosi.
e. Melindungi casing terhadap tekanan dari luar.
f. Memberi kekuatan pada casing.
g. Mencegah terjadinya blow out dari annulus.

Primary cementing yang buruk dapat menyebabkan semen


gagal mengisolasi zona-zona yang diinginkan. Kegagalan ini
memberi pengaruh-pengaruh:
a. Stimulasi yang tidak efektif.
b. Kesalahan dalam evaluasi reservoir.
c. Adanya hubungan dengan fluida yang tidak diinginkan.
d. Pengangkatan fluida yang berlebihan.
e. Akumulasi gas didalam annulus.

L o s t c ir c u la t io n
zone
S h a llo w , S h a le C em ent
C a s in g w eaker C a s in g
C em ent C a s in g
zones
C em ent W a te r
sand
H e a v in g
s h a le O il
In c r e a s e d sand
O pen M u d w e ig h t
h o le re q u ire d H ig h
to c o n t r o l p re s s u re
p re s s u re s zones

M e lin d u n g i f o r m a s i M e n g is o la s i f o r m a s i M e lin d u n g i d a e r a h p r o d u k s i
y a n g a k a n d ib o r y a n g b e r t e k a n a n t in g g i d a r i z o n a w a t e r - b e a r in g s a n d s

Gambar 2.14. Tujuan Primary Cementing

2. Secondary Cementing

Operasi ini banyak dilakukan dalam pekerjaan komplesi dan


work over dengan tujuan:
a. Untuk mengontrol GOR tinggi, dengan membatasi zona minyak
dengan zona gas.

60
b. Untuk mengontrol produksi air atau gas yang berlebihan. Zona
air atau gas biasanya dapat di squeeze untuk memperkecil intrusi
air atau gas.
c. Memperbaiki kebocoran casing, semen dapat diselipkan melalui
lubang akibat korosi pada casing.
d. Untuk menyekat zona lost circulation.
e. Untuk mencegah migrasi fluida lain kedalam zona yang
diproduksikan (block squeezing).
f. Untuk mengisolasi zona-zona permanent completion. Hal ini
lazim dipraktekkan di beberapa area. Setelah suatu sumur dengan
banyak zona produksi, kemudian dipasangi pipa dan
masing-masing zona diisolasi dengan semen.
g. Untuk memperbaiki primary cementing, persoalan yang
dihasilkan adalah dari adanya channeling. Penyemenan yang
tidak mencukupi pada primary cementing seringkali dapat diatasi
dengan secondary cementing
h. Untuk menutup perforasi lama, atau zona produksi pada open
hole completion.

Tabel 2.4. Klasifikasi Semen Berdasarkan API

Static
API Mixing Water Slurry Weight Well Depth
Temperatur
Classification (gal/sk) (lb/gal) (ft)
(0F)
A (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170
B (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170
C (high early) 6.3 14.8 0 to 6.000 80 to 170
D (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 12.000 170 to 260
E (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 14.000 170 to 290
F (retarded) 4.3 16.2 10.000 to 16.000 230 to 320
G (basic) 5.0 15.8 0 to 8.000 80 to 170

H (basic) 4.3 16.4 0 to 8.000 o 203

2.6.3 Sifast Fisik Semen Pemboran

1. Densitas

61
2. Thickening Time dan Viskositas
3. Filtration Loss
4. Water Cemen Ratio (WCR)

Tabel 2.5. Kandungan Air Normal Pada Suspensi Semen

PROPERTIS OF NEAT CEMENT SLURRIES


Slurry Weight Gallon Mixing Cuft Slurry Percent Mixing
Class
lb/gal water / sak sk. Cement water
A 15.6 5.2 1.18 46
B 15.6 5.2 1.18 46
C 15.8 6.32 1.32 56
D 16.46 4.29 1.05 38
G 15.8 4.97 1.15 44
H 16.46 4.29 1.05 38

5. Waiting On Cement (WOC)


Waiting on cement atau waktu menunggu pengerasan semen
adalah waktu yang dihitung saat menunggu pengerasan suspensi
semen setelah semen selesai ditempatkan. WOC ditentukan oleh
faktor-faktor seperti tekanan dan temperatur sumur, WCR,
compressive strength dan additif-additif yang dicampurkan ke
dalam suspensi semen (seperti accelerator atau retarder). WOC
berdasarkan API adalah jika compressive strength mencapai 1000
psi (7 Mpa).

6. Impermeable

7. Compressive Strength dan Shear Strength


Strength pada semen terbagi menjadi dua yaitu compressive
strength dan shear strength. Compressive strength didefinisikan
sebagai kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang
berasal dari formasi maupun dari casing, sedangkan shear strength
didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan berat casing.
Jadi compressive strength menahan tekanan-tekanan dalam arah

62
horisontal dan shear strength menahan tekanan-tekanan pada arah
vertikal.

2.6.3. Additif Penyemenan

Additif atau zat-zat tambahan adalah material-material yang


ditambahkan pada semen untuk memberikan variasi yang lebih
luas pada sifat-sifat bubur semen agar memenuhi persyaratan yang
diinginkan. Additif ini penting sekali dalam perencanaan bubur
semen karena digunakan untuk:
1. Mempercepat atau memperlambat thickening time.
2. Memperbesar strength.
3. Menaikkan atau menurunkan density bubur semen.
4. Menaikkan volume bubur semen.
5. Mencegah lost circulation.
6. Mengurangi fluid loss.
7. Menaikkan sifat tahan lama (durability).
8. Mencegah kontaminasi gas pada semen.
9. Menekan biaya

a. Accelerator
Adalah additif yang digunakan untuk mempercepat pengerasan
bubur semen.

b. Retarder
Adalah additif yang digunakan untuk memperpanjang waktu
pengerasan.

c. Extender
Merupakan additif yang digunakan untuk membuat volume bubur
semen menjadi lebih banyak dari setiap sak semenya, karena
diperlukan penambahan air. Dengan demikian extender berfungsi
sebagai additif yang dapat mengurangi atau menurunkan density
bubur semen.

63
d. Weighting Agents
Merupakan additif yang digunakan untuk memperbesar density
bubur semen dan biasanya digunakan pada formasi yang
bertekanan tinggi yang berguna mengurangi kemungkinan
terjadinya blow out.

e. Dispersant (Thinner)
Adalah additif yang berfungsi untuk mengurangi viskositas
suspensi semen. Hal ini menyebabkan suspensi semen menjadi
encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulensi walaupun
dipompa dengan laju pemompaan yang rendah.

f. Fluid Loss Control Agents


Fluid loss control agent adalah additif yang berfungsi mencegah
hilangnya fasa liquid semen ke dalam formasi, sehingga terjaga
kandungan cairan pada suspensi semen.

g. Loss Circulation Control Agents


Seperti halnya dengan sirkulasi lumpur pemboran pada sirkulasi
bubur semen pada penyemenan bisa juga terjadi kehilangan bubur
semen. Sehingga di sini perlu ditambahkan additif untuk
menghindari hal tersebut.

h. Special Additive
Ada bermacam-macam additif lainnya yang dikelompokkan
sebagai specially additive, diantaranya adalah silika, mud kill,
radioactive tracers, fibers, dan antifoam agent.

2.7. Masala-Masalah Dalam Pemboran

2.7.1. Shale Problem

64
Formasi yang runtuh dapat menyebabkan: lubang bor
membesar, pipa bor terjepit, penyemenan yang kurang sempurna,
bertambahnya kebutuhan lumpur dan kesulitan logging.
Gejala yang timbul yang sering tampak bila sedang
mengalami masalah shale:
1. Tekanan pompa naik.
2. Serbuk bor bertambah.
3. Air filtrasi bertambah banyak
4. Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang bor.
5. Terjadi gumpalan pada pahat (bit bailing).
6. Terjadi perubahan sifat-sifat lumpur, antara lain: berat lumpur
bertambah dan viskositas lumpur naik.

Beberapa penyebab terjadinya shale problem dari kelompok


mekanis antara lain:
1. Erosi, karena kecepatan lumpur di annulus yang terlalu tinggi.
2. Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor.
3. Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan
(swabbing) pada waktu cabut dan masuk pahat (tripping).
4. Adanya tekanan dari dalam formasi.
5. Adanya air filtrasi atau lumpur yang masuk ke dalam formasi.

2.7.2. Pipa Terjepit (Pipe Stuck)

Penyebab terjepitnya rangkaian pipa bor pada sumur pemboran


adalah karena adanya differential sticking maupun mechanical
sticking.

a. Differential Pipe Sticking


Jenis jepitan ini terjadi oleh karena beberapa faktor. Faktor-faktor
yang menyebabkan differential pipe sticking adalah:
1. Beda tekanan hidrostatik dari kolom lumpur melebihi tekanan
dari formasi yang permeable.

65
2. Luas kontak antara rangkaian pipa dasar lubang bor dengan
dinding lubang. Bertambahnya ukuran rangkaian pipa dasar akan
meningkatkan luas kontak. Meningkatnya ketebalan mud cake
akan meningkatkan luas kontak, jika luas kontak bertambah
maka semakin memperkuat jepitan karena beda tekanan ini juga
bertambah.

Gambar 2.15. Differential Pipe Sticking

b. Mechanical Sticking (Jepitan Mekanis)

Pipa dapat terjepit secara mekanis bila:

1. Keratan bor atau formasi yang mengalami sloughing menyumbat


annulus disekitar rangkaian bor.
2. Rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam
bridge atau tight spot atau dasar lubang.
3. Ditarik masuk ke dalam lubang kunci (key seat).

Metode yang biasanya dilakukan untuk membebaskan pipa yang


terjepit secara mekanis adalah dengan usaha menggerakkan pipa
baik diputar ataupun ditarik atau dengan mengaktifkan jar, apabila
rangkaian pipa dilengkapi dengan jar. Jika metode ini gagal,
biasanya disemprotkan fluida organik dan kemudian prosedur yang
telah disebutkan tadi diulangi.

66
c. Key Seating
Di dalam lubang yang mempunyai dog leg (perubahan sudut
kemiringan lubang secara mendadak dan berada pada formasi yang
lunak, tool joint drill pipe membuat lubang tambahan yang
merupakan perluasan dari lubang utama yang dibuat oleh bit.

Gambar 2.16. Perkembangan Key Seat

2.7.3. Lost Circulation

Hilang lumpur tejadi karena dua faktor, yakni: faktor mekanis


dan faktor formasi.
1. Faktor Mekanis, tekanan hidrostatik terlalu besar; ROP terlalu
tinggi; swabbing effect; squezze effect.
2. Faktor Formasi

67

Anda mungkin juga menyukai