Kelompok 8 :
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT. yang telah memberikan kesehatan
serta kesempatan untuk menyusun makalah ini. Tak luput pula Shalawat beriring Salam Penulis
hadiahkan untuk Nabi Besar Muhammad SAW. karena berkat Beliaulah Kita bisa menikmati
keindahan dunia yang penuh ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Tak lupa juga Penulis
berterimakasih kepada Dosen Pengampu, Vivi Triana, SKM, MPH yang dengan ketulusan dan
dengan keikhlasan hatinya senantiasa membimbing penulis dalam mengikuti perkuliahan dan
menyelesaikan tugas ini. Penulis juga berterimakasih kepada semua pihak dan teman-teman yang
Makalah ini membahas tentang Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Asma dan PPOM.
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat lebih memahami tentang konsep
epidemiologi penyakit tidak menular, dan mengetahui tentang penyakit Asma dan PPOM.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan baik. Jika ada kesalahan dalam penyusunan
makalah ini, Penulis mohon dimaklumi, dan Penulispun mengharapkan kritik dan saran yang tentunya
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (COPD merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk kelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologis utamanya.
Bronkitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut
CPOD (Silvya dan Wilson,2003:784).
Penyakit paru kronik atau menahun (PPOM) yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara di dalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan
biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya
yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik.
Estimasi prevalensi pasien asma dewasa di dunia yang didiagnosis oleh dokter adalah
4,3%. Prevalensi paling tinggi dijumpai di negara Australia (21,5%), Swedia (20,2%), Inggris
(18,2%), Belanda (15,3%), dan Brazil (13%). Epidemiologi asma pada orang dewasa di
negara benua Asia belum sepenuhnya diketahui akibat minimnya penelitian longitudinal di
daerah Asia. Namun secara umum prevalensi asma di Asia lebih rendah dibandingkan dengan
prevalensi asma di Eropa.
1
Prevalensi asma di Indonesia menurut estimasi publikasi Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 adalah sebesar 4,5%. Prevalensi asma paling tinggi dijumpai di provinsi Sulawesi
Tengah (7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan
(6,7%). Prevalensi asma sedikit lebih tinggi pada perempuan (4,6%) dibandingkan dengan
laki-laki (4,4%).
Maka perlunya dipelajari apa saja epidemiologi dan faktor risiko terjadinya penyakit
tidak menular asma dan ppom. Di sini penulis akan menjelaskan bagaimana upaya
pencegahan agar masyarakat yang memiliki faktor risiko terjadinya penyakit tersebut dapat
menanggulangi agar tidak timbul penyakit tersebut.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang penyakit asma
2. Mengetahui tentang Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM)
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Asma
2.1.1 Pengertian
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Seperti
diketahui, saluran napas manusia bermula dari mulut dan hidung, lalu bersatu di daerah leher
menjadi trakea (tenggorok) yang akan masuk ke paru. Di dalam paru, satu saluran napas
trakea itu akan bercabang dua, satu ke paru kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu,
masing-masing akan bercabang-cabang lagi, makin lama tentu makin kecil sampai 23 kali
dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas, oksigen (O2) masuk ke pembuluh
darah, dan karbon dioksida (CO2) dikeluarkan.
2.1.2 Epidemiologi
Global
Estimasi prevalensi pasien asma dewasa di dunia yang didiagnosis oleh dokter adalah
4,3%. Prevalensi paling tinggi dijumpai di negara Australia (21,5%), Swedia (20,2%), Inggris
(18,2%), Belanda (15,3%), dan Brazil (13%). [7]Epidemiologi asma pada orang dewasa di
negara benua Asia belum sepenuhnya diketahui akibat minimnya penelitian longitudinal di
daerah Asia. Namun secara umum prevalensi asma di Asia lebih rendah dibandingkan dengan
prevalensi asma di Eropa.
Indonesia
Prevalensi asma di Indonesia menurut estimasi publikasi Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 adalah sebesar 4,5%. Prevalensi asma paling tinggi dijumpai di provinsi Sulawesi
Tengah (7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan
(6,7%). Prevalensi asma sedikit lebih tinggi pada perempuan (4,6%) dibandingkan dengan
laki-laki (4,4%).
3
2.1.3 Jenis-jenis
1. Asma Alergi
Jenis asma ini adalah yang paling umum di antara yang lain. Statistik
menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan terhadap asma alergi dengan kurang lebih
90% memiliki gangguan tersebut. Alergen seperti debu, serbuk sari, dan tungau
adalah penyebab paling umum asma alergi. Berolahraga di udara dingin atau
menghirup asap, parfum atau cologne dapat membuat lebih buruk kondisi ini. Karena
alergen dapat ditemukan di mana-mana, orang dengan asma alergi harus berhati-hati
dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan.Sebisa mungkin, mereka harus
menjauhi tempat-tempat yang berdebu dan membuat rumah bebas debu.
2. Asma Non-alergi
Dari namanya jelas bahwa asma non-alergi tidak dipicu oleh faktor alergi.
Asma jenis ini biasanya muncul setelah usia paruh baya dan sering disebabkan akibat
infeksi pada saluran pernafasan bawah dan atas. Asma non-alergi ditandai oleh
penyumbatan saluran udara akibat peradangan. Asma jenis ini bisa dikontrol dengan
pengobatan yang tepat. Gejala asma non-alergi meliputi mengi, batuk, sesak napas,
napas menjadi cepat, dan dada terasa sesak. Asma non-alergi dapat dipicu oleh
berbagai faktor seperti stres, kecemasan, kurang atau kelebihan olahraga, udara
dingin, hiperventilasi, udara kering, virus, asap, dan iritasi lainnya.
3. Asma Nocturnal
Dari namanya jelas bahwa asma jenis ini ada hubungannya dengan tidur.
Asma nocturnal dapat mengganggu tidur karena penderitanya dapat terbangun di
tengah malam akibat batuk kering. Dada sesak adalah salah satu gejala pertama dari
asma nocturnal yang diikuti oleh batuk kering. Asma nocturnal dapat membuat
penderitanya lesu di pagi hari akibat tidur malam yang terganggu.
4. Asma Akibat Pekerjaan
Dari namanya dapat disimpulkan bahwa asma jenis ini diperoleh akibat
lingkungan kerja yang tidak sehat. Salah satu pekerjaan yang bisa memicu asma
adalah mengajar (guru) akibat paparan debu kapur papan tulis. Jenis pekerjaan lain
meliputi pekerja pabrik (paparan debu dan bahan kimia lainnya), pelukis dan pekerja
konstruksi (terkena uap cat dan asap). Gejala asma jenis ini tidak berbeda dari gejala
asma secara umum seperti mengi, batuk kering, sesak napas, serta napas pendek dan
cepat.
4
5. Asma Anak
Asma jenis ini biasanya terjadi ketika anak terpapar alergen tertentu seperti
tungau debu, jamur, protein hewani, dan alergen potensial lainnya.
6. Asma Dewasa
Asma jenis ini berkembang setelah seseorang berusia dewasa. Kondisi ini bisa
disebabkan alergi, non-alergi, pekerjaan, musiman, atau nocturnal.
7. Asma Batuk
Jenis asma ini agak sulit didiagnosa karena dapat terkaburkan oleh batuk lain
yang berhubungan dengan bronkhitis kronis atau penyakit sinus. Dibutuhkan tes dan
check-up sebelum dokter dapat membuat diagnosa yang tepat.
8. Asma Campuran
Ini adalah campuran dari asma ekstrinsik dan intrinsik. Asma jenis ini
umumnya lebih serius karena penderita harus waspada terhadap kedua faktor
ekstrinsik dan intrinsik yang dapat memicu serangan asma.
9. Asma Musiman
Asma musiman hanya terjadi pada musim-musim tertentu dimana serbuk sari
atau alergen hadir dalam jumlah melimpah. Sebagai contoh, seorang individu
mungkin cukup sehat sepanjang tahun kecuali saat musin tanaman berbunga. Musim
bunga berarti akan lebih banyak serbuk sari beterbangan di udara yang dapat memicu
asma.
2.1.4 Etiologi
Etiologi asma berhubungan dengan genetik dan fenotip. Asma merupakan penyakit
yang disebabkan oleh faktor genetika dan faktor lingkungan dengan inflamasi kronis sebagai
patologi utamanya. Walaupun begitu pasien asma memiliki heterogenitas yang tinggi dan 30-
45% pasien asma tidak respon dengan pemberian kostikosteroid inhalasi. Dari heterogenitas
asma dapat dinilai perbedaan fenotipnya.
Fenotip adalah sifat atau karakteristik individu yang dapat diobservasi dan merupakan
hasil interaksi antara genotip dan lingkungan. Pembagian fenotip asma dikelompokkan dalam
berbagai level antara lain:
1. Fenotip selular, mayoritas pasien asma mengalami peningkatan eosinofil. Pasien asma
dengan peningkatan eosinofil umumnya respon terhadap tatalaksana kortikosteroid
5
inhalasi. Namun fenotip selular lainnya tidak respon. Kategori fenotip selular pada
asma antara lain:
eosinofilik, paling sering pada pasien asma dengan atopi dan alergi
neutrofilik, paling sering pada asma yang berkaitan dengan iritan, polutan dan
obesitas
campuran eosinofilik dan neutrofilik, dihubungkan dengan asma yang refrakter
pausigranulositik
Faktor risiko yang berhubungan dengan asma dengan onset masa anak-anak antara lain:
predisposisi genetik
riwayat alergi dan asma pada keluarga
atopi pada orang tua
infeksi virus saluran pernapasan
kolonisasi bakteri
sensitisasi alergen
paparan terhadap tembakau prenatal maupun post natal.
6
Sementara asma yang onsetnya terjadi saat dewasa masih belum jelas faktor risikonya. Faktor
atopi tidak jelas, namun prevalensinya lebih tinggi pada perempuan. Beberapa faktor risiko
yang dihubungkan dengan asma pada orang dewasa antara lain:
2.1.5 Gejala
Berikut adalah 10 gejala asma yang paling umum ditemukan:
1. Kesulitan bernapas yang disebabkan sesak napas atau napas yang sering terengah-
engah. Gejala ini menjadi penanda asma yang paling umum.
2. Sering batuk. Batuk bisa menjadi tanda adanya sesuatu yang salah pada paru-paru
atau saluran pernapasan.
3. Mengi
4. Dada terasa sesak. Kondisi ini menunjukkan bahwa paru-paru berada di bawah
tekanan dan sebagai akibatnya timbul rasa sakit konstan yang terjadi di daerah
tersebut.
5. Perasaan lelah dan lesu. Kedua hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat cukup
oksigen yang didistribusikan ke tubuh oleh paru-paru.
6. Cepat lelah ketika melakukan aktivitas fisik seperti olahraga.
7. Susah tidur. Kondisi ini dapat menyebabkan tubuh terasa lesu keesokan harinya.
8. Lebih sensitif terhadap alergi.
9. Pembacaan rendah bila diperiksa menggunakan peak flow meter. Peak flow meter
adalah alat yang digunakan untuk mengukur fungsi paru-paru dan untuk menentukan
apakah paru-paru bekerja di tingkat normal dalam memanfaatkan oksigen.
10. Ketidakmampuan untuk terlibat dalam aktivitas fisik yang panjang tanpa mengalami
masalah pernapasan.
7
2.1.6 Cara Mencegah
Cara Pencegahan asma antara lain :
Ada juga serangan asma akibat perubahan cuaca, maka lindungilah dengan memakan
makanan yang bergizi tinggi agar memiliki daya tahan tubuh yang baik sehingga sehingga
siap menghadapi perubahan cuaca.
2.2.1 Definisi
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal CPOD adalah asma, bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit
ini sering di sebut dengan chronic Air flow Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung
Disease ( Somantri, 2008:49).
Penyakit paru obstruktif klinik COPD merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk kelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkhitis kronik
8
emfisema paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD, hubungan
etiologi sekuensial antara brongkitis kronik dan empisema tetapi tampaknya tidak ada
hubungan antara k-2 penyakit itu dengan asma,hubungan ini nyata sekali dengan etiologi,
fatogenesis dan pengobatan yang akan diberikan. (sifia dan wilson, 2003:784)
Penyakit paru-paru obtruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik atau
menahun (PPOM) yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang
tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan
gambaran gangguan sistemik.
2.2.2 Etiologi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (COPD merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk kelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologis utamanya.
Bronkitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut
CPOD (Silvya dan Wilson,2003:784).
a. ASMA
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti
serangan nafas pendek. Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan.
9
halus binatang, spora jamur,debu, serta terhadap makanan seperti susu dan
cokelat.
2) Asma Intrinsik atau Idiopatik
Asma ini ditandai dengan sering tidak ditemukannya factor-faktor pencetus
yang jelas. Asma intrinsik lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun dan serangan
timbul sesudah infeksi sinus atau percabangan trakeobronkial. Makin lama
serangan makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya keadaan ini berlanjut
menjadi bonkitis kronik dan kadang-kadang emfisema.
1. Astma
Manifestasi klinisnya adalah:
10
Keterangan: jika terdapat skor empat atau lebih, maka pasien diperkirakan mengalami astma
berat. Selanjutnya pasien harus diobservasi untuk menentukan ada tidaknya respon dari terapi
atau segera dikirim ke rumah sakit.
2. Bronkhitis kronis
Manifestasi klinik:
a. Penampilan umum: cenderung over weight, sianosis akibat pengaruh sekunder
polisitemia, edema (akibat CHV kanan), dan barrel chest.
b. Usia: 45-65 tahun
c. Pengkajian:
Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dipsnea dalam beberapa
keadaan, variable wheezing pada saat exspirasi, serta seringnya infeksi
pada sistem respirasi.
Gejala biasa timbul pada waktu yang lama.
d. Jantung: pembeSaran jantung, cor pulmonal, dan hematokrit lebih dari 60%.
e. Riwayat merokok positif (+).
3. Emfisema paru-paru
Manifestasi klinis:
a. Penampilan umum:
Kurus, warna kulit pucat, dan flattenet hemidiafragma.
Tidak ada tanda CHF (kongestive heart Failure)kanan dengan edema
dependent pada stadium akhir.
b. Usia : 65-75 tahun
c. Pengkajian fisik
Nafas pendek persisten dengan peningkatan dipsnea.
Infeksi sistem respirasi.
Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan suara
nafas dalam.
Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
Jarang produksi sputum dan batuk.
d. Pemeriksaan jantung
Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal timbul pada stadium akhir.
Hematokrit <60%.
11
e. Riwayat merokok
Biasanya terdapat riwayat merokok, tapi tidak selalu ada.
2.2.4 Penatalaksanaan
1. Therapy Pengobatan
a. Infus NaCl 0,9% 500/24jam parallel dengan aminopilin 1amp + bricasma 1
amp dalam 29cc NaCl 0,9% 24 jam
b. Inpepsa 10cc 3x/hari
c. Medixion iv 6,5 mg 2x/hari
d. Carvit 500 mg/oral 1x/hari
e. Nebuliser (ventolin 1 amp: pulmicort, 1 amp: flixolixed)
f. Pantozol 40 mg iv 1x/hari
2. Pencegahn dan pengobatan cepat infeksi
3. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonary
4. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
12
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma
bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca,
stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma
dapat dilakukan dengan :
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas
dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.PPOM terdiri
dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema paru dan Asma.
Faktor resiko dari PPOM adalah : merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi
udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1 antitripsin,
Defisiensi anti oksidan.
Penatalaksanaan pada penderita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi,
Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi Bronkospasme, Pengobatan
Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan
”Rehabilitasi”.
3.2 Saran
1. Untuk Penderita, menghindari faktor resiko
Anjurkan penderita untuk tidak merokok
Anjurkan penderita untuk cukup istirahat
13
Anjurkan penderita untuk menghindari alergen
Anjurkan penderita untuk mengurangi aktifitas
Anjurkan penderita untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
2. Untuk keluarga, memberikan dukungan :
Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada penderita
Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi penderita
Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif.
14
DAFTAR PUSTAKA
15