Anda di halaman 1dari 6

Antigen baru pada ELISA untuk Mendeteksi Secara Spesifik Antibodi IgG pada Elephant

Endotheliotropic Herves Virus

Abstak

Latar belakang : Gajah diklasifikasikan sebagai hawan terancam punah oleh International Union for
Conservation of Spesies ( IUCN). Elephant endotheliotropic herpesvirus (EEHV) menimbulkan
ancaman besar pada program perkembang biakan pada gajah asia di penangkaran karena
menyebabkan haemoragik yang fatal. Infeksi dari EEHV didekteksi dengan PCR pada sampel kedua
gajah yang secara klinis sakit dan gajah yang asymptomatis dengan infeksi aktiv, sedangkan carrier
infeksi secara latent dapat diketahui secara khas melalui uji serologis. Sampai saat ini, identifikasi
carrier laten masih diteliti, sejak tidak adanya uji serologis yang mampu memperlihatkan hasil positif
pada gajah.

Hasil : Disini kami menjelaskan bagian ELISA yang baru yang diamana secara spesifik dapat
mendeteksi antibodi EEHV yang beredar dalam plasma/ serum gajah asia. Sekita 80% gajah yang
memiliki hasil positif pada PCR menunjukan antibodi spesifik EEHV . Pemantauan tiga kawanan gajah
asia dariEuropean zoos menunjukan statusserologis gajah dalam kawanan bervariasi dari tidak
terdeteksi hingga dengan hasil titer yang tinggi. Titer antibodi menunjukan tipe dari herpes yaitu
pola “Rise and Fall” dan meunjukan hasil potitif pada semua hewan dalam kawanan baik lebih tinggi
ataupun rendah secara bersamaan.

Kesimpulan: Penelitian ini menunjukan bahwa ELISA yang dikembangkan cocok untuk mendeteksi
spesifik antibodi dari EEHV. Ini memungkinkan juga untuk mempelajari seroprevalensi EEHV pada
gajah Asia. Hasil juga menegaskan bahwa tingginya prevalensi EEHV dianatara gajah ( baik yang
dipenagkaran ataupun penangkapan liar)

Latar belakang

Family dari Herpesviridae terdiri dari kelompok virus yang berbeda. Dimana dikelompokkan
dalam tiga subfamilies (α-, β- and γ-herpesviridae). Pada umumnya, Infeksi herpes virus
menunjukkan sebagai infeksi yang jinak, self-limiting dengan viremia ringan. Jarang sekali herpesvrus
menyebabkan penyakit yang menyebar luar pada host aslinya, meskipun transmisi lintas spesies ke
host yang bukan non- reservoir juga dapat menyebabkan infeksi yang mematikann. Secara umum
neonatus dan immunocompromised dari host yang paling beresiko tinggi terhadap perkembangan
infeksi herpesvirus yang fatal

Elephant Endotheliotropic Herpesvirus (EEHV) adalah virus pada gajah yang tidak
meprelihatkan karakteristik dan pertama kali di amati pada gajah Afrika (Loxodonta africana ) liar
yang sehat oleh McCully dan kawan-kawan pada 1971 dan setelah itu pada gajah Asia (Elephas
maximus) dengan penyakit yang tidak jelas. Pada tahun 1990 Gajah sirkus betina berumur 3 tahun
mati dikaitan dengan herpesvirus oleh Ossent dan kawan-kawan. Perubahan patologis berupa sel-sel
endotel kapiler dengan inclusion bodies hepatic cross neutralization yang lemah dalam uji serum
neutralization dengan bovine herpesvirus yang menunjukkan bahwa agen etiiologi nya adalah
berupa virus herpes yang belum teridentifikasi , dimana yang sudah dilakukan identifikasi pada
1990. Penyakit ini memiliki onset yang khas di tandai dengan lesu, ulserasi pada mulut, edema pada
kulit kepala dan belali, cyanosis pada lidah, penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit dan
hemoragik internal, yang menyebabkan kematian dalam 12-72 jam setelah timbulnya gejala. Analisis
secara filogenetik menunjukkan bahwa EEHV adalah kelompok yang berbeda dari kelompok β-
herpesviridae , dan ditetapkan sebagai genus baru yaitu Proboscvirus. Sampai saat ini, sudah
ditemukan tujuh genotip berbeda dari EEHV yang telah diidentifikasi dalam genus ini. Namun
evaluasi extensive dari beberapa subtipe menunjukkan bahwa EEHV memiliki inversi genom yang
besar dari segmen inti yaitu 40-kb yang berbeda dari Roseolovirus dan semua virus herpes β lainnya.
Virus ini juga menyandikan geng-gen seperti herpes α yang tidak ada pada herpes virus β dan
mengandung 60 interpretasi yang baru dan tidak ditemukan di herpesvirus lain. Temuan ini
menunjukkan bahwa virus ini sangat berbeda dari herpes virus lain yang dapat dianggap sebagai
subfamili baru dari herpesvirus .

EEHV menimbulkan acaman bagi misi konsrvasi di kebun binatang. Beberapapenelitian


menunjukkan bahwa DNAemia dapat dideteksi di Gajah Asia sebelum yang belum menunjukkan
gejala klinis dan dan pada gajah yang tidak menunjukkan gejala klinis pada uji PCR. Sampai saat ini
ini adalah cara untuk memantau kawan gajah, dan satu-satunya yang dapat mengidentifikasi hewan
dengan infeksi aktiv. Oleh karena itu deteksi antibodi terhadap EEHV sepertinya adalah pilihan yang
lebih baik untuk menentukan hewanmana yang membawa carrier EEHV. Idealnya deteksi antibodi
pada seluruh virus itu lebih baik tapi karena virus tidak dibiakkan secara in vitro, alternatif lainnya
yang terbaik adalah menggunakan protein immunodominan, seperti glikoprotein B (gB) sebagai
antigen. Glicoprotein B dari herpes virus melekat pada sel host ,masuk dan menu jukkan target
penting dari neutralizing antibodi pada host. Dalam penelitian ini, uji serologi berdasarkan antigen
EEHV-gB dijelaskan. Uji ini digunakan untuk menilai seroprevalensi dari EEHV-gB dalam serum dan
sampel plasma heparil dari kedua kelompok gajah Asia yang ditangkap di Eropa dan Amerika Utara.
Data ini berguna untuk menghubungkan seroprevalensi dengan deteksi virus EEHV denga metode
PCR dan pada akhirnya dapat memberikan wawasan yang lebih baik mengenai dinamika dalam
populasi gajah.

Metode

Kloning, ekspresi dan produksi glicoprotein B dalam skala besar

Urutan virus EEHV-1A glikoprotein B [GenBank: AF11189] terdiri dari kodon start hingga
domain transmembran disintesis ( BaseCleare, Belanda) dan dikloningkan menggunkan situs
pembatas Xhol/Pstl ke beberapa bentuk kloning dengan tanda C-terminal myc/6His, tetapi dalam
alternatif Open Reading Frame (ORF) berkaitan dengan pengikatan ribosom Shine Dalgarno, dari
vektor ekspresi bakteri pTrcHis2A (Invitrogen). Induksi dari kombinasi glikoprotein B menunjukkan
bahwa dapat bekerja pad E.coli Rosetta2 (DE3)pLysS kodon plus strain (Millipore). Stain ini
menyebdiakan tRNA untu 7 kodn yang jarang seperti ( AGA,AGG,AUA, CUA, GGA, CCC, dan CCGG)
untuk meningkatkan ekpresi pada protein heterolog.

Koloni tunggal yang diubah dengan pTrcHis2A-gBmyc / plasmidnya diinokulasikan dalam


media LB segar yang mengandung 100 μg/ml ampisilin dan 50 μg/ml kloramfenikol dan ditanam
semalaman pada suhu 37°C dalam shake inkubator. Hari berikutnya 21 media LB segar tanpa
antibodi diinokulasikan 1 dalam 100 dengan prakultur dan ditanam dalam shake inkubator dengan
suhu 37°C hingga OD600~0.6. ekspresi protein rekombinan diinduksi dengan menambahkan IPTG ke
konsetrasinya akhir yakni 1mM. Suhu diturunkan menjadi 25°C agar ekpresi protein yang
dikombinasi optimal.

Sel dipanen 4 jam setalah induksi dan pellet pada 6000xG selama 10 menit Beckman
Highspeed centrifuge menggunakan rotor JLA16.250. cairan supernatan dituangkan dan sel-sel
disuspensi dalam lysisbuffer asli (500mM NaCl, 50mM phosphatbuffer inhibitor). Lisozim
ditambahkan ke konsentrasi akhir sebanyak 1mM dan sels-sel dibiakkan selama 30 menit pada suhu
4°C pada agitasi continious. Sel-sel akan retak karena tiga siklus pembekuan/ pencairan dan
penyatuan dengan mikrotip ; 8 x 30s pada 60% di atas es (Sonopulse HD2070, Bandelin, Jerman).
Lysate dibersihkan dengan ulrasentrifus menggunakan rotor SW32Ti. Produser serupa juga dilakukan
dengan vektor pTrcHis2A lainnya yang menyandikan protein yang memiliki label yang tidak relevan
dengan 27 kD yang digunakan sebagai kontrol negatif.

Pemurnian Glikoprotein B

Lisat yang sudah bersih dimasukkan ke Ni-NTS resin (Supeflow, IBA) yang sudah disiapkan
dengan air dan 1x native lisisbuffer. Pengikatan dilakukan semalam pada suhu +4 ° C dibawah agitasi
continious. Hari berikutnya, resin dilepaskan secara vertikal dan dicuci dengan 6volume
lisisbufferyang mengandung 20mM Imidazole. Setelah itu protein rekombinan terikat dielusi dengan
4 volume buffer elusi ( 500mM NaCl, 50Mm fosfat buffer (Ph 8,0), 5% v/v gliseron dan 300Mm
Imindazole). Selanjutnya garam dihilangkan dengan dialisis dalam kaset slide-a-lyzer (3.500 MWCO,
3-12ml Kapasitas, Thermosificific) selama 48 jam pada suhu +4 ° C. Buffer dialisis ( PBS dilengkapi
dengan 0,1 M NaCl dan 5 % v/v gliserol) dan diulang selama tiga kali. Setelah dialisis, kandungan
protein rekombinan dianalisis untuk konsentrasi proteinnya (tes BCA, Thermo-Scientific) dan
Western Blot. Sesi kedua pemurnian dilakukan dnegan kromatografi cair protein secara cepat (FPLC)
degan volume 1ml kolom HisTrap-HPTM ( GE Life life life sciences) dengan aliran tekanan 0,15ml/
menit. Protein yang diberi label dielusi dari kolom dengan volume 10 dari gradien linier mulai dari
50mM Imidazole hingga 500Mm Imidazole dalam 0,5 ml aliquot. Ini dianalisis oleh western blot dan
eluat yang mengandung protein yang diberi tag kemudian digabungkan dan didialisis seperti
dijelaskan diatas

Kelinci anti-EEHV glikoprotein B serum

Lima urutan rantai peptida (QDLTVTVSTKKKTF, YNGQNNKKFSEPSTK, VLDTDSDKKNYSYMS,


ANVTSRRRKRDANTA and EPSTKFKVYKDYERLQ) berasal dari urutan asam amino glikoprotein B dari
EEHV1A [GenBank: AF411189] yang disintesisdan digabungkan dengan protein pembawa LPH
(Limulus polyphemus hemocyanin). Sepuluh kelinci (n = 2 Zimmerman rabbits/peptide) diimunisasi
enam kali secara intramuskular dengan 10 μg peptida. Perdarahan akhir terjadi pada hari ke 133
setelah vaksinasi pertama. Seron kelinci poliklonal diproduksi oleh Biogenes GmbH (Jerman)
menurut hukum Eropa tentang kesejahteraan hewan, semua kelinci sangan reaktif terhadap peptida
masing-masing, sebagaimana yang terlah diuji dalam uji ELISA peptida.
Imunodeteksi Glikoprotein B rekombinan

Antigen glikoprotein B rekombinan dianalisis dengan pemisahan sampel kecildari proses


pemurnian pada gel SDS-PAGE 10% (Laboratirs BioRad) dan produk terpisahnya kemudian
dipindahkan ke membran PVDP (immobilon, Millipore). Gel dijalankan dalam dua rangkap; salah
satunya adalah rantai Coomassie Blue untuk protein total dan pengganaan yang sudah dianalisi
dengan western blot menggunakan antibodi monoklonal tikus anti-6His tag (Clontech), sebagai
antibodi anti-tikus sekunder IRdye680 (Licor) yang digunakan.

Reaktivitas serum kelinci terhadap glikoprotein B rekombinan dideteksi dengan Western Blot
dengan menginkubasi membran dengan serum kelinci ( pengenceran 1:400) diikuti dengan deteksi
dengan goat-anti-rabbit IRdye680 (Licor). Mekanisme yang serupa sudah dilakukan pada serum
gajah ( pengenceran 1:1000), tetapi antibodi primer terdeteksi dengan rabbit anti Asian elephant IgG
( Pengenceran 1:1000). Kelinci sera dan gajah diinkubasi dalam buffer yang mengandung E.coli lisat
(~3 μg/ml) selama 1 jam pada suhu kamar untuk mengurangi kemungkinan reaktivitas E.coli . Sinyal
konjugat terdeteksi dengan pemindaian Licor Odyssey (Licor).

Deteksi glikoprotein B spesifik dengan ELISA

Untuk menghindari reaksi non-spesifik terhadap kontaminasi E.coli yang dimurnikan


bersamadengan antigen 6His-tag EEHV Gb selama pemurnian Ni-NTA konsetrasi optimum 100ng/
well mouse-anti 6His antibodi (Clon-Tech) sebagai capture antibodi dilapisi dengan mikrotiterplate
96 yang mengikat tingii (costar). Pelat mikrotiter diblok dengan 100 μl/well PBS yang mengandung
2% b/v BSA dalam PBS selama satu jam pada 37 °C dan dicuci. Semua langkah pencucian dilakukan
tiga kali dengan 200 μl buffer pencuci (PBS + 0,05% v/v Tween20). Untuk menentukan konsentrasi
antigen yang optimal untuk digunakan dalam ELISA, antigen Gb diencerkan dua kali lipat per wll.
Kelomok sera kelinci yang sudah digunakan sebagai anti-gb serum positif.

Antigen EEHV-Gb yang yg telah dimurnikan diencerkan dalam PBS yang mengandung 0,1 %
triton X hingga konsentrasi menjadi 750 ng/ well dan terikat pada antibodi penangkap selama 1 jam
pada 37°C. Setelah pencucian inkubasi primer dilakukan dengan 100 100 μl/well diencerkan (1:100
dan 1:200) serum gajah dalam buffer ELISA yang mengandung PBS 0,2 % ,BSA 0,1% susu bubuk
kering tanpa lemak dan 3% b/v NaCl dan diinkubasi selama satu jam pada suhu 37°C

Setelah pencucian igG gajah terentu yang terikat pada glikoprotein B dideteksi dengan
inkubasi dengan 100 μl / well IgG anti-gajah kelinci (1: 1000 dilarutkan dalam buffer ELISA) selama
satu jam pada 37 ° C diikuti dengan langkah inkubasi dengan anti-babi. kelinci IgG HRPO konjugat (1:
1000 diencerkan dalam buffer ELISA). Setelah mencuci 100 μl / well ditambahkan substrat 1XTMB
(laboratorium KPL) , diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruangan. Reaksi dihentikan dengan
menambahkan 100 μl 0.5 M H2SO4 per well. Absorbansi (OD) diukur pada 450nm dengan filter
referensi 620 nm (A460/620) pada 96 well spektrofotometer pelat (Tecan).

Studi Kohort di Eropa/ AS

Gajah dalam penelitian ini dirawat di kebun binatang sebagai bagian dari Program Spesies
Terancam Punah Eropa (EEP, Eropa)dan Spesies Survival Program (SSP, USA). Dalam program ini
gajah dilatih untuk memungkinkan pengumpulan darah secara sukarela karena beberpa alasan:
memonitor parameter, memonitor parameter reproduksi dan menyediakan data (retrospesifik)
untuk teknologi diagnostik baru untuk penyakit yang dapat mengacam kesehatan mereka
Penggunaan sampel darah gajah untuk penelitian retrospesifik masuk dalam aturan hukum. Semua
kebun binatang yang berpartisipasi meninjau dan menyetujui proposal penelitian ini diperbolehkan
untuk menggunakan sampel darah dari gajah.

Semua gajah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gajah Asia; Tabel 1 ( Gajah Asia
yang berada di Eropa) dan 2 (Gajah Asia yang berada di Amerika Utara) rata-rata usia, jenis kelamin
dan status klinik dari gajah yang akan dibahas secara rinci dalam penelitian ini. Semua kebun
binatang yang berpartisipasi meninjau dan menyetujui penelitian ini. Awalnya, 831 serum atau
sampel plasma heparin dari 125 gajah Asia yang terletak di 14 kebun binatang Eropa diuji untuk
validasi tes capture ELISA. Nilai Cutoff dihitung sebagai rata-rata OD dari 37 sampel dari 19 hewan
dimana hasil menunjukkan angka konsisten pada base line dari test.

Tiga Kebunbinatang Eropa ( Kebun binatang 1,2 dan 3 ) yang menyediakan sampel serum
atau plasma gajah Asia secara longitunidal

Anda mungkin juga menyukai