Anda di halaman 1dari 33

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh Michael Tswett

(1908), seorang ahli botani Rusia. Nama kromatografi diambil dari

bahasa Yunani (chromato = penulisan dan grafe = warna). Kromatografi

berarti penulisan dengan warna. Kromatografi adalah cara pemisahan

campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen

campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan

fasa bergerak (mobile). Fasa diam dapat berupa zat padat atau zat cair,

sedangkan fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas. Teknologi

yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran

bahan adalah prinsip dasar kromatografi.

Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada

sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan.Kromatografi digunakan

sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-

komponennya, misalnya senyawa Flavonoida yang terdapat pada tahu,

tempe, bubuk isoflavon memiliki banyak manfaat.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan

campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui

kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan

analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap

maupun cuplikannya.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa

yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang

sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna

untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang

diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara

kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.

Beberapa kelabihan senyawa isoflavon yang potensial bagi

kesehatan manusia, diantaranya adalah sebagai antioksidan,

antitumor /antikanker, antikolestrol, antivirus, antialergi, dan dapat

mencegah osteoporosis. Dan semua kromatografi bekerja berdasarkan

metode kromatografi.

Pada percobaan kali ini ditentukan fraksi aktif flavonoid hasil

KKK dan KCV ekstrak daun Lobi-lobi (Flacourtia inermis Roxb.) dengan

menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparative (KLTP).

B. Maksud dan Tujuan Praktikum

1. Maksud Praktikum

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk menentukan

fraksi aktif flavonoid hasil KKK dan KCV ekstrak daun Lobi-lobi

(Flacourtia inermis Roxb) dengan menggunakan metode kromatografi

lapis tipis preparatif (KLTP).

2. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan fraksi

aktif flavonoid hasil KKK dan KCV ekstrak daun Lobi-lobi (Flacourtia

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

inermis Roxb.) dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis

preparative (KLTP).

C. Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari percobaan ini adalah kita dapat mengetahui

bagaimana cara memisahkan atau mengisolasi dan mengidentifikasi

senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi daun Lobi-lobi lobi

(Flacourtia inermis Roxb.) menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

Preparatif.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Isolasi

Pada dasarnya isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah

sebuah usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang berca

mpur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang

murni. Tumbuhan mengandung ribuan senyawa yang dikategorikan

sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder. Biasanya proses

isolasi senyawa dari bahan alami ini mentargetkan untuk mengisolasi

senyawa metabolit sekunder, karena senyawa metabolit sekunder

diyakini dan telah diteliti dapat memberikan manfaat bagi kehidupan

manusia. Antara lain manfaatnya dalam bidang pertanian, kesehatan

dan pangan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas sampel

terbatas dan perlunya menentukan metode yang paling sesuai

(Darwis, 2000).

Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan campuran

menjadi komponennya dengan bantuan perbedaan sifat fisik masing-

masing komponennya. Berdasarkan hal di atas maka metode umum

dalam isolasi senyawa metabolit sekunder dapat digunakan. (Darwis,

2000).

Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa

dari tumbuhan sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu

senyawa yang lebih dominan dan salah satu usaha mengefektifkan

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut

organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut

polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya

senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar

(Harborne, 1987).

a. Simplisia

Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai

obat, yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan

kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel

yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang

dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati

lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya

dan belum berupa zat murni (Departemen Kesehatan RI, 1986).

b. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif

simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi

adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan

senyawa non polar dalam pelarut non polar (Departemen

Kesehatan RI, 1986).

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

c. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk

ke rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di

dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat

didesak ke luar (Departemen Kesehatan RI, 1986).

d. Fraksinasi

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan komponen-komponen

berdasarkan perbedaan kepolaran tergantung dari jenis senyawa

yang terkandung dalam tumbuhan. Dalam metode fraksinasi

pengetahuan mengenai sifat senyawa yang terdapat dalam

ekstrak akan sangat mempengaruhi proses fraksinasi

(Departemen Kesehatan RI, 1986).

e. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia atau

merupakan salah satu metode identifikasi awal untuk menentukan

kemurnian senyawa yang ditemukan atau dapat menentukan

jumlah senyawa dari ekstrak kasar metabolit sekunder.

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorpsi dan

adsorben bertindak sebagai fase stasioner (Ibrahim, 2000).

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

f. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom digunakan untuk pemisahan campuran

beberapa senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan

menggunakan fase padat dan fase cair (pelarut organik), maka

fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup

tinggi (Ibrahim, 2000).

B. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah

dan murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikiann juga

peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan

yang digunakan lebih sederhana dan hampir semua laboratorium

melaksanakan metode ini. Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya

berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang

didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastic

(Gholib, 2007).

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi

dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina)

maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa

diam.Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan

eluen. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor

retensi) yang diperoleh (Gholib, 2007).

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Pemisahan menggunakan KLT, dalam pelaksanaannya

pertama-tama perlu membuat platkromatografi, yaitu untuk

membentangkan penyerap dalam lapisan tipis yang berkelakuan

sebagai penyokong yang inert. Pembuatan lapisan tipis diatas kaca

dilakukan dengan jalan penyemprotan atau pencelupan. Plat yang

telah dilapisi diaktifkan dengan cara memanaskan pada suhu kira-kira

1000C selama beberapa waktu (Sastrohamidjojo, 2007).

Pada dasarnya kromatografi lapis tipis melibatkan dua sifat

yaitu sifat fase diam dan sifat fase bergerak atau campuran pelarut

pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi

sebagai permukaan penyerap pada kromatografi lapis tipis, yaitu silika

gel, alumina, kieselgur, dan selulosa. Fase gerak dapat berupa hampir

segala macam pelarut atau campruran pelarut (Sudjadi, 1988).

Pada fase diam salah satu cairan biasanya diserap oleh zat

penjerap padat, karena itu memberikan daerah permukaan yang

sangat luas kepada pelarut yang mengalir pada fase gerak, dan

menghasilkan pemisahan yang baik, yang tidak dapat dicapai dengan

cara penyarian cairan-cairan yang biasa (Ditjen POM, 1979).

Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil

dengan diameter partikel antara 10-30 μm.Semakin kecil ukuran rata-

rata partikel fase diam, semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan

resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah

pada KLT yaitu adsorpsi dan partisi. Untuk tujuan t

ertentu, pejerap atau fase diam dapat dimodifikasi dengan cara

pembaceman. Fase gerak dari pustaka dapat ditentukan dengan uji

pustaka atau dengan dicoba-coba karena pengerjaan KLT ini cukup

cepat dan mudah.Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2

pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur

sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal

(Gholi

b, 2007).

Dalam pembuatan dan pemilihan fase gerak yang harus

diperhatikan yaitu kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT

merupakan teknik yang sensitif; daya elusi dari pelarut itu juga harus

diatur sedemikian rupa agar harga Rf berkisar antara 0,2-0,8 yang

menandakan pemisahan yang baik; polaritas dari pelarut juga harus

diperhatikan agar pemisahan terjadi dengan sempurna. Ada 2 cara

yang digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif dengan KLT.

Pertama, bercak yang terbentuk diukur langsung pada lempeng

dengan menggunakan ukur luas atau dengan teknik densitometri.

Cara kedua yaitu dengan mengorek bercak lalu menetapkan kadar

senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan menimbang

hasil korekan (Gholib, 2007).

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Larutan sampel dalam pelarut yang mudah menguap diletakkan

diatas lapisan dengan menggunakan pipet mikro atau syringe. Bila

sampel telah kering, plat diletakkan secara vertical dalam bejana yang

sesuai dengan tepi yang dibawah dicelupkan dalam fasa gerak. Fasa

gerak dalam kromatografi merupakan campuran zat pelarut (solvent

system) yang menggerakkan sampel dengan kecepatan berbeda

akibat pengaruh masing-masing komponen senyawa ataupun

pemilihan adsorben sebagai fasa diam (Adnan, 1997).

1. Tujuan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk pemisahan

senyawa secara cepat, dengan menggunakan zat penjerap berupa

serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca.

Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom

kromatografi terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada

penjerapan, pembagian, atau gabungannya, tergantung dari jenis

zat penjerap dan cara pembuatan lapisan zat penjerap dan jenis

pelarut (Ditjen POM, 1979).

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan

banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa,

memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas

pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi

kolom, serta memantau kromatografi kolom, melakukan screening

sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang

digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif

dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada

lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik

densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak

lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak

dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode

spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang

ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu

dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif.

Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok

dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib, 2007).

2. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pengamatan senyawa yang telah dipisahkan dilakukan

menggunakan metode fisika dan kimia. metode-metode fisika yang

sering digunakan meliputi flurosensi sinar ultra ungu dan

pencacahan radioaktif. Jika metode kimia digunakan dalam

pengamatan, maka dapat dilakukan dengan penyemprotan atau

pencelupan dalam asam sulfat pekat, serium sulfat dan yod yang

selanjutnya dipanaskan pada suhu sekitar 200 0C hingga komponen

senyawa terpisah menjadi hitam (Sastrohamidjojo, 2007).

Identifikasi komponen senyawa terpisah atau noda dinyatakan

dengan harga Rf (Retardation factor) sebagai rasio antara jarak

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

noda terhadap titik awal dengan jarak system pelarut terhadap titik

awal (Haqiqi, 2008).

Harga Rf dipengaruhi oleh struktur kimia, fasa diam, fasa gerak,

derajad kejenuhan, jumlah sampel, suhu, dan kesetimbangan.

Harga-harga Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan

harga-harga standar. Senyawa standar biasanya memiliki sifat

kimia yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan pada

kromatogram (Sastrohamidjojo, 2007).

Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen

dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor

retensi adalah (Wood, 1985) :

jarak tempuh komponen


Rf =
jarak tempuh eluen

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen

tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi

adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang

mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang

rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam

bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada

fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT

yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang

harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan

sebaliknya (Wood, 1985).

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh

oleh senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang

ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf

dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa

tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan

dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang

sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan

berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis

tipis (Stahl, 1985).

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa.


Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf
standar dari senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat
dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.
Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat
dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. Namun perbedaan
perlakuan dalam percobaan kromatografi lapis tipis juga akan
mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi (Gholib, 2007).
3. Penampak Bercak Noda

a. Lampu UV

Senyawa dan warna diukur pada jangka 200 nm sampai 400

nm, senyawa berwarna diukur pada jangka 400 nm sampai 700

nm. Panjang gelombang serapan maksimum dan minimum

pada spektrum serapan yang diperoleh direkam dalam nm.

Demikian juga kekuatan absorbansi (keterserapan). Bahan yang

dignakan hanya dalam jumlah sedikit diisi dengan 3 ml larutan.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Dengan manggunakan sel khusus hanya diperlukan

sepersepuluh volume tersebut (Stahl, 1985).

Pengukuran spektrum yang demikian itu penting pada

identifikasi kandungan tumbuhan termasuk untuk mendeteksi

golongan senyawa tersebut. Pelarut yang banyak digunakan

untuk spektroskopi UV adalah etanol 95 %, metanol, air, heksan

dan eter. Alkohol mutlak niaga harus dihindari karena

mengandung benzen yang menyerap di daerah UV pendek.

Pelarut seperti kloroform harus dihindari karena menyerap kuat

di daerah 200 – 600 nm, tetapi sangat cocok untuk mengukur

spektrum tumbuhan karotenida didaerah spektrum tampak

(Stahl, 1985).

Pada UV 366 nm, lempeng GF 366 hanya mengabsorbsi

cahaya, namun tidak berfluoresensi Molekul noda akan

mengabsorbsi cahaya ultraviolet lalu tereksitasi dan kemudian

memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada

waktu kembali ke tingkat dasar (emisi) atau mengalami

fluoresensi, sehingga noda akan tampak (Sastrohamidjojo,

1985).

b. Pereaksi KLT

Mekanisme penampakan noda pada H 2SO4 yaitu gugus

yang terdapat pada noda dirusak oleh H 2SO4 sehingga terjadi

pergeseran panjang gelombang dari panjang gelombang UV

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

bergeser ke panjang gelombang sinar tampak, sehingga dapat

dilihat dengan mata langsung.(Sastrohamidjojo, 1985).

4. Keuntungan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis ini adalah

(Gholib, 2007) :

1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.

2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan

pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan

sinar ultraviolet.

3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun

(descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.

4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen

yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Adapun kerugiannya adalah tidak efektif dalam skala besar.

Pemakaian dalam skala besar akan menghabiskan plat KLT yang

lebih banyak sehingga biaya analisispun akan semakin meningkat

(Tambunan, 2011).

C. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Kromatografi dalam bidang kimia merupakan sebuah tehnik analisis

yang digunakan untuk memisahkan sebuah campuran ataupun

persenyawaan kimia. Tehnik ini ditemukan pada tahum 1906 oleh Mikhail

Tswett seorang ahli botani dari Italia yang lahir di Rusia. Tehnik pemisahan

ini dilakukan terhadap pigmen tumbuhan (klorofil), dengan cara

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

menuangkan ekstrak petroleum eter dari daun tumbuhan diatas sebuah

kolom kaca yang berisi serbuk kalsium karbonat dalam arah yang tegak

lurus (Najib, 2013).

KLT Preparatif dapat digunkaan untuk memisahkan bahan dalam

jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah

milligram (Kristanti, 2008).

Seperti halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan

fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah plat

dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk jumlah sampel 10-100 mg,

dapat dipisahkan dengan mengunakan KLT Preparatif dengan adsorben

silika gel atau aluminium oksida, dengan ukuran 20x20 cm dan tebal 1

mm, jika tebalnya di dua kalikan, maka banyaknya sampel yang dapat

dipisahkan bertambah 50%, seperti halnya KLT biasa, adsorben yang

paling umum digunakan pada KLT Preparatif adalah silika gel (Kristanti,

2008).

Metode kerjanya meliputi penotolan ekstrak bahan alam dalam

bentuk pita pada lempeng. Hal ini memungkinkan sampel dalam jumlah

besar dapat muat pada lempeng KLT, lempeng dikembangkan dalam

pelarut yang telah diketahui mampu memisahkan komponen, yang paling

penting adalah harus digunakan metode deteksi yang tidak merusak

sampel (Najib, 2013).

Pada KLT preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan

berupa garis pada salah satu sisi plat lapisan besar dan dikembangkan

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah

menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak

jika senyawa itu tahan warna, dan penjerap yang mengandung pita

dikerok dari plat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penjerap dengan

pelarut polar. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi

sehingga diperoleh senyawa murni untuk telah pendahuluan, untuk

menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang lazimnya

berjumlah kecil dan campurannya rumit, dan untuk memperoleh cuplikan

yang murni untuk mengkalibrasi KLT kuantitatif (Gritter, 1991).

Keuntungan KLTP adalah salah satu metode pemisahan yang

memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling

dasar. Kerugian KLTP adalah pengambilan senyawa dari plat yang

dilanjutkan dengan pengekstraksian penjerap memerlukan waktu lama

dan jika senyawa beracun harus dikerok dari plat akan menimbulkan

banyak masalah serius. Serta adanya zat pencemar dan sisa dari plat

sendiri setelah pengsekstraksian pita yang mengandung senyawa yang

dipisahkan dengan pelarut (Hostettmann, 1995).

Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa,

dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparative. Hampir

setiap campuran kimia, mulai dari bobot molekul rendah sampai tinggi,

dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa

metode kromatografi. Jenis pemisahan, apakah analitik atau preparatif,

tidak ditentukan oleh ukuran cuplikan, melainkan lebih oleh keperluan

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

khusus. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan

untuk semua cuplikan, dan kromatografi hanya dilakukan jika diperlukan

fraksi murni dari campuran (Gritter, 1991).

Kadang-kadang kita berhasil memisahkan campuran tertentu

dengan beberapa kali pengembangan memakai sistem pelarut yang sama

yang nisbi nonpolar, padahal campuran itu tidak dapat dipisahkan dengan

sekali pengembangan yang memakai sistem pelarut yang lebih polar.

Jumlah cuplikan lebih banyak dapat dipisahkan dengan cara

pengembangan berganda sehingga hal ini sangat penting pada KLT

preparatif (Gritter, 1991).

Kromatografi pada lapisan berbentuk khusus. Kadang-kadang

lapisan KLT perlu diraut menjadi berbagai bentuk. Pada lapisan belandas

kaca, bentuk itu dapat dibuat dengan spatula atau alat yang diruncing.

Lapisan berlandas plastik dapat dipotong-potong memakai gunting

(Gritter, 1991).

Ketika pelarut muncul dari bagian lapisan yang sempit (tempat

menotolkan cuplikan), pelarut dipaksa bergerak menyamping dan

sekaligus menegak. Ini berarti cuplikan akan berbentuk pita, bukan bercak

bundar. Pita ini lebih tajam dan lebih mudah dilihat, dan kita dapat

menunjukkan komponen yang lebih banyak (Gritter, 1991).

Jika sebuah fraksi dipekatkan dan didinginkan serta pelarutnya

dibiarkan menguap lambat,Kristal dapat membentuk senyawa yang murni

Kristalisasi dapat dilakukan dengan sedikit penggosokan pada bagian

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

dalam dinding kaca selanjutnya membiarkannya di tempat dingin,bahkan

dalam lemari pendingin. Beberapa deposit mungkin merupakan kristalin

dan harus di cek dengan bantuan lensa tangan untuk meyakinkan bahwa

deposit tersebut bukan bahan yang amorf yang berasal dari larutan saat

pendinginan terjadi (Harborne,1987).

Manfaat dari kromatografi ini yaitu menentukan ciri senyawa aktif

penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh

ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologi. Dalam hal ini

kita harus memantau cara ekstraksi dan pemisahan pada setiap tahap,

yaitu untuk melacak senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnihkan.

Kadang-kadang keaktifan hilang selama proses fraksinasi akibat

ketidakmantapan senyawa itu, dan akhirnya mungkin saja diperoleh

senyawa berupa kristal tetapi keaktifan seperti yang ditunjukkan oleh

ekstrak asal (Harborne, 1987).

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum, yaitu botol eluen,

chamber KLTP, gelas ukur, pipet volume, sendok besi, mistar, pipa

kapiler, pensil, lampu UV254 dan UV366, lempeng KLTP, dan vial

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum, yaitu

aluminium foil, aquades, asam asetat, butanol, fraksi aktif KKK dan

KCV, kapas, kertas saring, label, dan tisu.

B. Cara Kerja

Ekstraks ditotolkan berbentuk pita pada garis penotolan yang telah

dibuat sebelumnya. Lempeng yang digunakan biasanya berukuran 20x20

cm. setelah sampel ditotolkan pada lempeng, kemudian dikembangkan

dengan eluen yang sesuai dandapat memisahkan komponen kimia.

Setelah pengambilan/elusi, pita-pita tersebut di deteksi dan

diberitanda kemudian dikeruk yang selanjutnya disebut sebagai isolat.

Kemudian tiap-tiap isolate tersebut ditotolkan pada lempeng KLT analitik

untuk melihat profil kromatogramnya. Selanjutnya dilakukan pengujian

antioksidan pada lempeng KLT dengan metode DPPH.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Dari praktikum Kromatografi Lapis Tipis Preparatif yang dilakukan

didapatkan data-data sebagai berikut :

Sampel : ekstrak Lobi-Lobi (Flacourtia inermis Roxb)

Jenis Eluen : campuran butanol : asam asetat : water.

1. Tabel hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Fase
Diam Gerak
Metode Jarak Ukuran Nilai Rf

lempeng
KCV 2,6 cm Silica gel Eluen 10 × 10 cm 0,472
3 cm 0,545
KKK 3,2 cm 0,581
Silica gel Eluen 10 × 10 cm

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

B. Pembahasan

Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu

metode yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai

peralatan paling dasar. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam

jumlah gram, sebagian besar pemakainya hanya dalam jumlah

miligram.KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih

dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam.

Adapun mekanisme dan prinsip penampakan noda pada

pengujian kromatografi yaitu pada UV 254 nm, lempeng akan

berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.

Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya

interaksi antara sinar UV dengan indicator fluoresensi yang terdapat pada

lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang

dipancarkan oleh komponen tersebut ketika electron yang tereksitasi dari

tingkat energy dasar ke tingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali

ke keadaan semula sambil melepaskan energy.

Dan pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng

akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah

karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor

yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi

cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh

komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi

dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada

lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak

berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.

Sedangkan penyemprotan dengan DPPH adalah salah satu

metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas antioksidan adalah

metode DPPH. Metode DPPH didasarkan pada kemampuan antioksidan

untuk menghambat radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen.

Perubahan warna ungu DPPH menjadi ungu kemerahan dimanfaatkan

untuk mengetahui aktivitas senyawa antioksidan.

Ketika memisahkan dua atau lebih senyawa melalui kromatografi,

sangat penting untuk memilih pelarut yang benar sebagai fase gerak. Jika

terlalu lemah pelarut yang dipilih dari elusi, akan memakan waktu yang

sangat lama dan volume pelarut yang digunakan sangat besar untuk

mengelusi senyawa. Jika terlalu kuat pelarut yang dipilih dari elusi, semua

senyawa akan segera dielusi. Senyawa polar dengan mudah larut dalam

pelarut polar dan memiliki afinitas rendah untuk pelarut nonpolar.

Senyawa memiliki afinitas tinggi untuk pelarut dengan polaritas yang mirip

dengan diri mereka sendiri.

Nilai Rf tergantung pada sifat polar pelarut yang digunakan, sifat

polar dari fase diam, sifat polar sampel dan kondisi percobaan. Suatu

senyawa yang mempunyai nilai lipofilitas tinggi berarti mudah larut dalam

lipid atau pelarut non polar, maka akan mempunyai harga Rf yang rendah

sedangkan senyawa yang mempunyai nilai lipofilitas rendah berarti

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

senyawa tersebut tidak mudah larut dalam lipid atau pelarut non polar,

maka harga Rf-nya bernilai tinggi. Fase gerak yang digunakan dilakukan

pemilihan beberapa campuran fase gerak atau eluen dengan berbagai

perbandingan untuk mendapatkan campuran fase gerak yang optimum.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa polaritas sampel dan laju

pergerakan berbanding terbalik. Semakin tinggi polaritas senyawa, fase

diam dari senyawa dengan afinitas yang lebih besar akan mempunyai nilai

Rf yang semakin kecil. Semakin rendah polaritas senyawa, semakin tinggi

afinitas untuk pelarut dan semakin besar nilai Rf. Jika pelarut berubah dari

pelarut polaritas rendah ke polaritas yang lebih tinggi kekuatan elusi akan

meningkat dan akan meningkatkan semua nilai-nilai Rf. Tempat dengan

nilai Rf tertinggi adalah yang paling polar (bergerak tercepat), dan tempat

dengan nilai Rf terendah adalah yang paling polar (bergerak lambat).

Pada percobaan ini zat padat/ fase diam yang digunakan adalah

silika gel karena silica gel cepat daya adsorbsinya dan fase

geraknya/eluen yaitu n-butanol, asam asetat dan air. Eluen merupakan

campuran yang tidak saling tercampur karena adanya perbedaan

kepolaran yang digunakan untuk elusi. Dan sebagaimana n-butanol, asam

asetat dan air mempunyai kepolaran yang berbeda. n- butanol merupakan

eluen yang bersifat semipolar, asam asetat dan air merupakan eluen yang

bersifat polar. Adapun urutan kepolarannya yaitu air > n-butanol > asam

asetat.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Langkah pertama yang digunakan pada percobaan ini yaitu

pembuatan eluen. Eluen terdiri dari n-butanol, asam asetat dan air yang

perbandingannya 6 : 1 : 3 v/v. Eluen ini dimasukkan kedalam chamber lalu

dikocok kemudian dijenuhkan. Tujuan penjenuhan ini yaitu untuk

mempercepat proses elusi. Sementara eluen ini dijenuhkan, diukur silika

gel yang akan digunakan untuk penotolan. Pengukurannya harus sesuai

dengan kondisi chamber yang digunakan.

Setelah pengukuran dilakukanlah proses penotolan. Adapun

penotolan yang baik yaitu hanya satu kali dilakukan penotolan dan

penotolannya harus tegak lurus dengan bidang totol. Penotolan dilakukan

dengan menggunakan pipa kapiler (0,5 μL), serta dilakukan secara hati-

hati dan diusahakan noda tidak melebar di absorben. Totolan dimasukkan

kedalam chamber dan totolan contoh ini tidak boleh tercelup kedalam

eluen. Elusi dihentikan sampai eluen menempuh jarak yang telah

ditentukan pada saat pengukuran yaitu dengan menandainya dengan

pensil. Proses bergeraknya eluen ini yaitu dari bawah keatas sehingga

dinamakan proses ascending dan ini dipengaruhi oleh gaya kapiler.

Setelah itu, absorben diangkat lalu dikeringkan selama beberapa saat

agar pelarut menguap sempurna sehingga penambah reaksi tidak terjadi.

Dari hasil percobaan dengan ketiga campuran eluen yang

berbeda didapatkan nilai Rf, untuk metode KCV (7:3) adalah jarak pita

yang dihasilkan 2,6 cm di dapatkan nilai Rf 1 = 0,3472. Sedangkan untuk

metode KKK fraksi 2 (vial 5-9) adalah jarak pita yang dihasilkan 3 cm di

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

dapatkan nilai Rf1 = 0,545, dan jarak pita 3,2 cm di dapatkan nilai Rf 2 =

0,581.

Adapun kesalahan dalam percobaan ini yaitu nilai Rf yang tidak

sesuai dikarenakan pembuatan eluen yang tidak tepat perbandingannya

atau mungkin karena larutan yang sudah tidak murni. Di samping itu, saat

mentotolkan standar tidak dalam kondisi yang benar-benar tegak

sehingga terjadilah hasil noda berbentuk lonjong yang seharusya bulat.

Hal tersebut dapat mempengaruhi nilai Rf yang didapatkan.

Adapun keuntungan KLTP yaitu salah satu pemisahan yang

memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling

dasar adalah kromatografi lapis tipis preparatif. Sedangkan kerugian KLTP

yaitu ketebalan dari lempeng menyebabkan waktu yang dibutuhkan

menjadi lebih lama dibandingkan dengan KLT pada umumnya.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan maka dapat disimpulkan bahwa

dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparative isolat

yang didapatkan adalah 3 pita dengan nilai Rf masing-masing. Untuk

metode KCV memiliki nilai Rf1 = 0,3472 sedangkan untuk metode KKK

memiliki nilai Rf1 = 0,545, dan Rf2 = 0,581.

B. Saran

Saran untuk laboratorium agar alat dan alat didalam laboratorium

harus ditambah agar dapat meminimalkan dan mengefisienkan waktu

praktikum. Terutama alat yang berhubungan dengan praktikum ini.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan.


Yogyakarta : Penerbit Andi.

Alimin, dkk. 2007. Kimia Analitik. Alauddin. Press: Makassar.

Darwis D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa


BahanAlam Hayati, Workshop Pengembangan Sumber Daya
Manusia Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati,
FMIPA Universitas Andalas :Padang.

Depkes RI. 1986. Sedian Galenik. Jakarta: DitjenPOM. Hal. 12, 26.

Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia. Depkes RI. Press : Jakarta

Gholib, I. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Gritter,R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi ke-1. ITB. Bandung.

Haqiqi, S.,H. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. nadjeeb.files.wordpress .com


/2009/10/kromatografi.pdf

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB.

Hostettmenn. K. 2006. Cara Kromatografi Prepartif. ITB Bandung.

Ibrahim, Syarif. 2010 Immunotherapy on Breast Cancer.The Indonesian


Journal of Medica Science.

Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press: Jakarta.

Kristanti, Alfinda Novi., dkk. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Airlangga


University Press. Surabaya.

Sastrohamidjojo, Dr.H. 1985. Kromatografi. Penerbit Liberty: Yogyakarta.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.


ITB. Bandung.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Tambunan, T. 2011. Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji


Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosela
(Hibiscus sabdariffa L.). Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Andi. Yogyakarta.

Yoshito, Takeuchi. 03-01-2009. Kromatografi. Online. http://www.chem-is-


try.org/mate ri kimia/kimia dasar/pemurnian-
material/kromatografi/ Diak ses tanggal 14 Mei 2011.

Wood E.,G. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. Mc


Graw-Hill. Singapore.

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema kerja praktikum

Siapkan alat dan bahan

fraksi

ditotol pada lempeng

dimasukkan pada chamber yang berisi eluen

lempeng dielusi

diamati pita dalam UV

disemprot DPPH

dihitung nilai Rf

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Lampiran 2. Gambar Pengamatan

A. KCV UV 254 nm

B. KKK UV 254 nm

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

C. KCV UV 366 nm

D. KKK UV 366

E. DPPH

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI AKTIF

Lampiran 3. Perhitungan Nilai Rf

1. Fraksi kromatografi kolom konvensional (vial 5-9 )

Dik : eluen = 5,5 cm

Pita 1 = 3 cm
Pita 2 = 3,2 cm
Dit : Rf ..?
jarak rambat noda
Rf =
jarak rambat eluen

3 cm
Rf1 = = 0,545
5,5 cm

3,2 cm
Rf2 = = 0,581
5,5 cm

2. Fraksi kromatografi cair vakum (7:3)

Dik : eluen = 5,5 cm

Pita 1 = 2,6 cm
Dit : Rf ..?
jarak rambat noda
Rf =
jarak rambat eluen

2,6 cm
Rf1 = = 0,472
5,5 cm

SRI ARISTA RAHMAWATI RIVAI


150 2012 0368

Anda mungkin juga menyukai