Anda di halaman 1dari 14

Tugas Makalah

WAWASAN KEMARITIMAN
“POTENSI DAN MITIGASI BENCANA DI LAUT”

OLEH

ACI
A1L1 15 086

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Dalam makalah ini penulis menjelaskan mengenai Potensi dan Mitigasi
Bencana di Laut. Makalah penullis buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Wawasan Kemaritiman.
Penulis menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Kendari, 25 Mei 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia, dikenal sebagai negeri maritim. Tak kurang dari 17.842.000 Pulau
menghiasi wilayah perairan Indonesia. Total luas perairan laut Indonesia berada di
angka luasan ±8.800.000 Km2. Dengan luasan wilayah laut yang menghampar jutaan
kilometer persegi itu, Indonesia memiliki garis pantai terluar terpanjang ke-2 di dunia
setelah Kanada, dengan panjang garis pantai jika ditotal mencapai 95.181 km.
Keeksotisan laut Indonesia bukan lagi menjadi isapan jempol. Laut dan garis
pantai Indonesia memliki potensi strategis sebagai sumber ekonomi dan sumber
kekayaan mineral tiada batas. Kekayaan ikan yang tak terhingga, hingga milyaran
dolar aneka barang tambang seperti minyak dan gas bumi, timah, batu bara, gas bumi
punya kontribusi yang amat masif bagi masyarakat Indonesia.
Namun, dibalik indahnya deburan ombak. Gelombang laut Indonesia
menyimpan beragam kekhawatiran dan ancaman. Ancaman tersebut berwujud
bencana alam yang muncul dari laut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian bencana di laut?


2. Bagaimana potensi bencana di laut ?
3. Apa pengertian dan tujuan mitigasi bencana di laut?
4. Bagaimana mitigasi bencana di laut?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu bencana di laut


2. Untuk mengetahui apa saja potensi bencana di laut
3. Untuk mengetahui apa penertian dan tujuan mitigasi bencana di laut
4. Untuk mengetahui bagaimana mitigas bencana di laut?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bencana Di laut

Bencana adalah sesuatu yang meyebabkan atau menimbulkan kesusahan,


kerugian atau penderitaan. Sedangkan menurut Asian Disaster Reduction Center
(2003), bencana merupakan suatu gangguan serius terrhadap masyarakat yang
menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai
material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi
kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada. Bencana
bersifat merusak dan merugikan. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada
kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana . Apabila energi dari bencana
sangat kuat, maka akan menimbulkan berbagai peristiwa yang merugikan, seperti
kerusakan rumah dan infrastruktur, adanya korban luka-luka, bahkan menimbulkan
korban jiwa (kematian).
Ada berbagai jenis bencana yang terjadi di wilayah laut. Beberapa dari
bencana tersebut terjadi secara alami, misalnya bencana gelombang tsunami. Selain
secara alami, bencana di wilayah laut dapat juga disebabkan oleh manusia terbagi
menjadi dua, yaitu bencana berjangka pendek dan bencana berjangka
panjang.bencana berjangka pendek, biasanya terjadi secara tiba-tiba. Bencana ini
sering di beritakan di televisi sebagai salah satu berita terkini. Misalnya, berita
tentang kecelakaan kapal tanker yang memuat minyak dan kendas diperairan Alaska.
Jenis bencana yang kedua, yaitu bencana lingkungan yang berjangka panjang.
Bencana ini memiliki dampak yang lebih serius dan membutuhkan waktu yan cukup
lama untuk menagatasinya. Jenis bencana ini, biasaya berhubungan dengan
peridustrian. Perindustrian di negara kita masih banyak yan menyalahi aturan,
misalnya saja dalam hal pembuangan limbah. Limbah dibuang ke laut tanpa disaring
terlebih dahulu, sehingga menyebabkan pencemaran dan kerusakan laut.
2.2 Potensi Bencana di Laut

Laut Indonesia yang sangat indah, namun bumi khatulistiwa ini ternyata
menyimpan potensi bencana alam yang sangat besar. Wilayah nusantara dihimpit
lempengan,serta dikelilingi “Ring of Fire”, ratusan gunung berapi. Melihat ke-
suburan dan ketentraman ibu pertiwi, sulit rasanya menerima ke-nyataan bahwa
wilayah yang kaya sumber daya alam ini, bak " surga dunia di atas tungku neraka".
Ledakan gunung berapi, gempa bumi dan tsunami mengancam. Topografi dan
struktur geologi Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku Utara, Papua hingga
Sulawesi Utara memperlihatkan keberadaan lempeng bumi dan patahan serta 154
gunung berapi aktif. Bahkan Jakarta yang dinilai wilayah aman pernah dilanda empat
kali gempa bumi besar pada periode tiga Abad terakhir. Peta rawan gempa
menunjukkan dua per tiga wilayah Indonesia merupakan area Sumber Gempa dan
atau rawan dampak gempa. Hanya sebagian area yang relatif aman, meliputi wilayah
pantai timur Sumatera (Riau,sebagian lambi, Sumatera Selatan), Laut China Selatan,
Kalimantan dan bagian utara Laut Jawa, serta perairan Laut IArafuru selatan Papua.
Terletak di jalur "ring of hre" .Indonesia jugamenjadi negara yang memiliki jumlah
gunung berapi terbanyak di dunia. Tercatat 130 gunung berapi mengitari wilayah
Nusantar.
Dari posisi wilayah Indonesia yang merupakan zona tumbukan dari tiga
lempeng dan merupakan wilayah yang dilalui jalur ‘Ring of Fire’ membuat Indonesia
memiliki potensi bencana alam geologis. Bencana alam ini diakibatkan dari aktivitas
ketiga lempeng yang terus tertekan, maupun akitivitas magma didalam perut Bumi.
Jalur "Ring of Fire' sendiri adalah rangkaian lempeng atau pa- tahan besar yang
menjadi ancaman potensial.

2.2.1 Tsunami

Tsunami merupakan gelombang pasang yang dibangkitkan oleh terjadinya


gempa tektonik, letusan gunung api di lautan, ataupun tanah longsor. Gelombang
pasang (tidal waves) juga bisa dibangkitkan oleh adanya badai, terutama pada negara
yang memiliki pantai dangkal yang cukup panjang dan lautan cukup luas (misal:
Bangladesh). Sekitar 85 persen tsunami yang ada adalah dibangkitkan oleh gempa
tektonik. Beberapa kejadian gempa bumi yang diikuti oleh tsunami di Indonesia
antara lain yang terjadi di Pantai Barat Sulawesi (23 Februari 1969), Sumba (19
Agustus 1977), Pulau Flores dengan kekuatan 7,5 skala Richter (12 Desember 1992),
Banyuwangi, Jawa Timur dengan kekuatan 7,2 skala Richter (2 Juni 1994), Pulau
Biak, Irian Jaya dengan kekuatan 8,2 skala Richter (17 Februari 1996), serta yang
terbaru adalah di Nangroe Aceh Darussalam dengan kekuatan sekitar 8,9 skala
Richter (26 desember 2004, Pukul 07.59).

2.2.2 Gelombang laut

Gelombang laut adalah pergerakan turun dan naiknya air laut dengan tegak
lurus ada permukaan air yang membentuk sebuah kurva. Terjadinya gelombang air
laut disebabkan oleh embusan angin. Angin yang berhembus dilautan dapat
menimbulkan riak-riak yang lama kelamaan berubah menjadi gelombang. Ketika
angin yang berhembus dengan tenang maka gelombang dilaut pun akan terlihat lebih
tenang. Akan tetapi, jika angin berhembus dengan kencang maka gelombang lautpun
akan semakin besar. Gelombang yang terbentuk oleh angin yang sangat kuat Dengan
Kecepatan angin lebih dari 91 Km/jam, Tinggi gelombang 7 meter – 30 meter,
Berbahaya bagi pelayaran dan pemukiman /bangunan di pantai serta Dapat
menyebabkan abrasi pantai.

2.2.3 Abrasi Pantai

Abrasi besar-besaran sudah sejak lama terdeteksi di ribuan pulau-pulau kecil


di Indonesia. Bahkan abrasi pun makin mengancam pulau-pulau kecil yang selama ini
menjadi pertanda batas negeri Indonesia dengan negara lain. Abrasi sedikitnya
tercatat terjadi di pulau-pulau sepanjang garis batas negeri Kepulauan Riau,
Kepulauan Nusa Tenggara, Pulau-pulau kecil di Sulawesi Utara, Kepulauan Talaud,
dan puluhan pulau yang ada batas wilayah Maluku, Papua dan wilayah Perairan
Pasifik. Tak hanya mengikis pesisir pulau, bahkan mungkin sudah ada pulau-pulau
kecil tak berpenghuni yang akhirnya tenggelam karena kerasnya tenaga gelombang
laut.
Secara geologis, Abrasi adalah fenomena pengikisan pantai akibat kerasnya
tenaga deburan gelombang laut dan arus laut. Abrasi sifatnya merusak dan mengikis
pesisir. Biasanya bencana abrasi muncul ketika terjadi kerusakan keseimbangan alam
di wilayah sekitar pantai. Hilangnya hutan mangrove sebagai benteng alami
gelombang laut bisa menjadi pemicu utama abrasi.

2.3 Pengertian dan Tujuan Mitigasi Bencana di Laut

Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai


suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya,
yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul,
maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu
terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah mitigasi
(BAKORNAS PBP, 2002).
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik
yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai
akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi pada umumnya
dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya
bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh
pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau strategi
mitigasi yang tepat dan akurat perlu dilakukan kajian resiko (risk assessment)
(BAKORNAS PBP, 2002).
Sedangkan, menurut Mitigasi Bencana Edisi Kedua, mitigasi berarti
mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari satu bahaya
sebelum bencana itu terjadi.
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Becana adalah sebagai berikut
1. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs)
dan kerusakan sumber daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi
serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan
bekerja dengan aman (safe).
Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non
struktural yaitu :
1) Mitigasi Struktural
Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang
dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan
pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat
pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun
Early Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya
gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan
(vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan
bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang
direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau
mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan
terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah
memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.
2) Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non –struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain
dari upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti
pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB)
adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya
adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai
menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas
masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di
masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.

2.4 Mitigasi Bencana di Laut

Untuk mengatasi masalah bencana perlu dilakukan upaya mitigasi yang


komprehensif yaitu kombinasi upaya struktur (pembuatan prasarana dan sarana
pengendali) dan non struktur yang pelaksanaannya harus melibatkan instansi terkait.
Seberapa besarpun upaya tersebut tidak akan dapat membebaskan terhadap masalah
bencana alam secara mutlak. Oleh karena itu kunci keberhasilan sebenarnya adalah
keharmonisan antara manusia/masyarakat dengan alam lingkungannya,

2.4.1 Mitigasi Tsunami

Sebelum tsunami menerjang memang air laut biasanya surut drastis tetapi hal
ini tidak cukup untuk menduga akan datangnya tsunami. Namun demikian, tanda-
tanda alam dan perilaku binatang dalam merespon akan datangnya bencana tersebut
dapat digunakan untuk melengkapi kesempurnaan teknologi sistem peringatan dini
yang hendak dibangun. Artinya dalam sistem peringatan dini, semua indikator
dijadikan sebagai komponen yang saling sinergi untuk membangun kehandalan
sistem.
Kebijakan dalam mitigasi bencana tsunami yang ke dua adalah dengan
meningkatkan pemahaman dan peranserta masyarakat pesisir terhadap kegiatan
mitigasi bencana gelombang pasang. Kebijakan ini bisa dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain mensosialisasikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
mengenai bencana alam dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,
mengembangkan informasi bencana dan kerusakan yang ditimbulkan termasuk
pengembangan basis data dan peta resiko bencana, menggali berbagai kearifan lokal
dalam mitigasi bencana. Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku dan entitas,
sangat banyak memiliki kearifan lokal dalam usaha untuk mempertahankan hidup dan
bersahabat dengan alam.
Kebijakan ke tiga adalah meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap
bencana. Kebijakan ini bisa diimplementasikan dalam hal-hal sebagai berikut:
pengembangan sistem yang menunjang komunikasi untuk peringatan dini dan
keadaan darurat, menyelenggarakan latihan dan simulasi tanggapan terhadap bencana
dan kerusakan yang ditimbulkan, serta penyebarluasan informasi tahapan bencana
dan tanda-tanda yang mengiringi terjadinya bencana. Implementasi kebijakan ke tiga
ini dalam kondisi sekarang memang sudah sangat ditunjang oleh kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
Kebijakan ke empat adalah meningkatkan koordinasi dan kapasitas
kelembagaan mitigasi bencana. Implementasi dari kebijakan ke empat ini antara lain
peningkatan peran serta kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak, pengembangan
forum koordinasi dan integrasi program antar sektor, antar level birokrasi.
Kebijakan ke lima adalah menyusun payung hukum yang efektif dalam upaya
mewujudkan upaya-upaya mitigasi bencana yaitu dengan jalan penyusunan produk
hukum yang mengatur pelaksanaan upaya mitigasi, pengembangan peraturan dan
pedoman perencanaan dan pelaksanaan bangunan penahan bencana, serta
pelaksanaan peraturan dan penegakan hukum terkait mitigasi. Kebijakan ini relevan
dengan kenyataan yang ada sekarang.
Sedangkan kebijakan yang ke enam adalah mendorong keberlanjutan aktivitas
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui melakukan
kegiatan mitigasi yang mampu meningkatkan nilai ekonomi kawasan, meningkatkan
keamanan dan kenyamanan kawasan pesisir untuk kegiatan perekonomian.

2.4.2 Mitigasi Abrasi Pantai

Dalam menangkal terjadinya erosi dan abrasi pantai, sebenarnya minimal


terdapat empat cara yang bisa dilakukan, antara lain pembuatan tanggul ataupun
pemecah gelombang yang terkadang dilengkapi dengan armouring, cara vegetasi
dengan mangrove, mundur dari garis pantai, ataupun dibiarkan saja jika bencana
tersebut tidak ada efek negatifnya terhadap manusia secara langsung.
Pembuatan struktur tanggul ataupun pemecah gelombang banyak
diimplementasikan di Belanda, Jepang, Amerika Serikat maupun negara lain yang
berpotensi mendapat ancaman bencana. Pembuatan tanggul (dam) di Belanda
misalnya, dirancang dengan banjir laut rancangan dengan kala ulang sebesar 10 ribu
tahun. Sehingga banyak kota di Belanda yang mempunyai akhiran dam semisal
Amsterdam, Rotterdam, Volendam dan sebagainya. Bandingkan dengan banjir
rancangan yang digunakan untuk membuat konstruksi-konstruksi di Indonesia, tak
jarang kita mendapatkan suatu tanggul yang dibuat
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan di atas adalah


Mitigasi bencana adalah salah satu cara atau tindakan untuk mengurangi supaya
kerugian dapat diperkecil. Dalam hal ini, mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana yang meliputi
kesiapsiagaan dan kewaspadaan.Namun demikian, mitigasi bencana tersebut belum
dijadikan sebagai budaya lokal di dalam masyarakat secara luas.Terlebih lagi
kemudian disimpulkan bahwa penyebab tidak optimalnya mitigasi bencana adalah
rendahnya pemahaman/pengetahuan masyarakat tersebu.

3.2 Saran

Demikian yang dapat di paparkan mengenai materi yang menjadi pokok


bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.act.id/ini-potensi-bencana-yang-mengintai-di-laut-indonesia/.html
http://document.tips.com/mitigasi-bencana-di-laut.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Persiapan_bencana.html
http://kelautan-sman5.blogspot.com/2011/08/potensi-bahaya-laut.html
http://www.slideshare.net/christianisilalahi/laporan-mitigasi-bencana-pesisir-dan-laut
DAFTAR ISI

KAT A PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Maslah...............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................2
2.1 Pengertian Bencana di Laut…………….................................................................2
2.2 Potensi Bencana di Laut…... ..................................................................................3
2.3 Pengertian dan Tujuan Mitigasi Bencana di laut……………..…...........................5
2.4 Mitigasi Bencana di Laut…………………………… ............................................7
BAB III
PENUTUP.....................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan........................................................................................................9
3.2 Saran .................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai