Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rheumatoid Arthritis

2.1.1 Pegertian Rheumatoid Arthritis

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti

sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang

sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana

persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga

terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan

bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa,

rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis

dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial.

2.1.2 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,

yaitu:

1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan

gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam

waktu 6 minggu.

Universitas Sumatera Utara


2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda

dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit

dalam waktu 6 minggu.

3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda

dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit

dalam waktu 6 minggu.

4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda

dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit

dalam waktu 3 bulan.

2.1.3 Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,

namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),

faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

2.1.4 Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)

terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-

enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi

edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus

akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya

adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot

akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif

Universitas Sumatera Utara


dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer &

Bare, 2002).

Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan

adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang

sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada

sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan

sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada

tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif.

Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi

secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa

bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada

umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala

kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan

energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan

kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping

itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya

mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan,

panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik

untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari

Universitas Sumatera Utara


rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan

menurun, anemia (Long, 1996).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada

persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai

persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks,

dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian

dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari

30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

1. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang

ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun

istirahat, bengkak dan kekakuan.

2. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi

juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

3. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,

deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Universitas Sumatera Utara


Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit

yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi

yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak,

tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi

tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat

menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas

dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang

tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare,

2002).

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi

pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,

bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan

kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba

akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak

tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

2.1.6 Evaluasi Diagnostik

Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada

penegakan diagnosis rheumatoid arthritis, yaitu nodul rheumatoid, inflamasi sendi

yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor

rheumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif.

Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C-

Universitas Sumatera Utara


reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil

yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh,

berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,

seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002).

Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan

memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang

yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit

tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.7 Penatalaksanaan

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan

penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara

pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.

Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien

untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).

Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-

Inflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis

terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun

analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut

resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan

sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang

optimal (Smeltzer & Bare, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis

menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang

lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan

penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer &

Bare, 2002).

Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,

sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat

pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa

mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara

berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu

seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.

Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung

Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara

persendian agar tetap lentur.

2.2 Aktivitas

2.2.1 Pengertian Aktivitas

Menurut Sriyono 2001, aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan

baik secara jasmani atau rohani. Sangat beruntung bila kita dapat melakukan

aktivitas-aktivitas yang positif. Kita sering tertarik dengan macam-macam

aktivitas itu dan kadang-kadang ingin mengikuti semuanya. Tetapi tentu saja kita

tidak bisa mengikuti semuanya, karena kemampuan kita terbatas.

Universitas Sumatera Utara


Aktivitas adalah suatu energi atau keadaaan bergerak di mana manusia

memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto,&

Wartonah, 2004).

2.2.2 Mekanika Tubuh

Mekanika tubuh adalah penggunaan organ secara efisien dan efektif sesuai

dengan fungsinya. Melakukan aktivitas dan istirahat pada posisi yang benar akan

meningkatkan kesehatan (Tarwoto & Wartonah, 2004).

Melakukan aktivitas secara benar dan beristirahat dalam proses yang benar

dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan mencegah timbulnya penyakit.

Gangguan mekanika tubuh dapat terjadi pada individu yang menjalani tirah baring

lama karena dapat menjadi penurunan kemampuan tonus otot. Tonus otot sendiri

adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan kontraksi otot

rangka (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).

Lebih lanjut, penjelasan mengenai mekanika tubuh akan berfokus pada :

1. Kesejajaran tubuh dan postur

Kesejajaran tubuh (body alignment) adalah susunan geometrik bagian-

bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian-bagian tubuh lainnya.

Kesejajaran tubuh dan postur tubuh yang baik akan menempatkan tubuh pada

posisi tubuh yang meningkatkan keseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh

yang maksimal, baik dalam posisi berdiri, duduk maupun tidur. Kesejajaran tubuh

yang baik dilihat dari keseimbangan persendian, otot, tendon dan ligamen.

Universitas Sumatera Utara


Kesejajaran tubuh penting untuk meningkatkan fungsi tangan yang baik,

mengurangi jumlah energi yang digunakan dalam mempertahankan

keseimbangan, mengurangi kelelahan, memperluas ekspansi paru, meningkatkan

sirkulasi ginjal dan fungsi pencernaan. Sedangkan kesejajaran tubuh yang buruk

dapat mengganggu penampilan dan mempengaruhi kesehatan karena ada beberapa

bagian tubuh yang terbatas kemampuannya (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).

Tugas perawat terkait dengan kesejajaran tubuh adalah memberikan

contoh bagaimana melakukan kebiasaan yang baik pada postur tubuh sehingga

tubuh menjadi sehat. Selain itu, perawat juga bertugas memberikan kenyamanan

pada klien yang menderita lumpuh atau cacat serta klien yang mengalami

komplikasi akibat kesejajaran tubuh yang kurang baik (Mubarok, Nurul &

Chayatin, 2007).

Berikut adalah prinsip-prinsip pada kesejajaran tubuh (Mubarok, Nurul &

Chayatin, 2007):

1. Keseimbangan tubuh dapat dipertahankan apabila garis gravitasi (garis

imajinasi vertikal yang melalui pusat gravitasi atau suatu objek) melewati

pusat gravitasi (titik tempat semua masa tubuh terpusat) dan pondasi

penyokong (pondasi tubuh pada posisi istirahat).

2. Jika pondsai penyokong lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah,

kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar.

3. Jika garis gravitasi berada diluar pusat fondasi penyokong energi akan

lebih banyak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan.

Universitas Sumatera Utara


4. Pondasi penyokong yang luas dan kesejajaran tubuh yang baik akan

menghemat penggunaan energi dan mencegah kelelahan otot.

5. Perubahan posisi tubuh akan membantu mencegah ketidaknyamanan otot.

6. Kesejajaran tubuh yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan

nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.

7. Karena struktur anatomi yang berbeda, maka intervensi keperawatan yang

diberikan harus bersifat individual dan sesuai dengan kebutuhan masing-

masing.

8. Dapat memperkuat otot-otot yang lemah dan membantu mencegah

kekakuan otot serta ligamen.

2. Keseimbangan

Mekanisme yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan dan

postur tubuh cukup rumit untuk dipahami. Secara umum perasaan seimbang

bergantung pada input informasi yang diterima dari labirin (telinga bagian dalam),

penglihatan (input vestibulo-okular), dan dari reseptor otot dan tendon (input

verstibulospinalis). Pada keadaan normal, reseptor keseimbangan di aparatus

vestibular mengirimkan sinyal menuju otak yang akan mengawali refleks yang

dibutuhkan untuk mengubah posisi. Sedangkan pada keadaan lain, misalnya pada

perubahn posisi kepala informasi yang diterima langsung dikirim ke pusat refleks

di batang otak sehingga memungkinkan respon refleks yang lebih cepat guna

mempertahankan keseimbangan tubuh. Selain mekanisme di atas, keseimbangan

tubuh juga dipengaruhi oleh pusat gravitasi, dan fondasi penyokong seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya (Mubarok, Nurul & Chayatin,

Universitas Sumatera Utara


3. Gerakan tubuh yang terkoordinasi

Gerakan yang halus dan seimbang merupakan hasil dari kerjasama yang

baik antara korteks serebri, serebrum, dan ganglia basalis. Dalam mekanisme ini

korteks serebri bertugas melakukan aktivitas motorik volunter, sedangkan

serebrum bertugas mengatur aktivitas gerakan motorik, dan ganglia basalis

bertugas mempertahankan postur tubuh. Misalnya serebrum, gerakan menjadi

kaku, tidak terarah, dan tidak terkoordinasi (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejajaran tubuh (Mubarok, Nurul &

Chayatin, 2007) :

1. Pertumbuhan dan perkembangan

Usia serta perkembangan sistem muskuloskletal dan persarafan akan

mempengaruhi terhadap postur, proporsi tubuh, masa tubuh, pergerakan, serta

refleks tubuh seseorang. Untuk itu, dalam melakukan pengkajian dan intervensi

keperawatan, perawat harus memerhatikan aspek tumbuh kembang individu dan

membuat penyesuaian yang di butuhkan.

2. Kesehatan fisik

Gangguan pada sistem muskuloskletal atau persarafan dapat menimbulkan

dampak yang negatif pada pergerakan dan mekanika tubuh seseorang. Adanya

penyakit, trauma, atau kecacatan dapat mengganggu pergerakan dan struktur

tubuh. Oleh karena itu untuk memberikan intevensi yang tepat kepada klien,

perawat perlu mengkaji respon klien terkait dengan hambatan mobilitas yang di

Universitas Sumatera Utara


alaminya. Selain itu penguatan prilaku juga perlu diberikan kepada klien guna

meningkatkan fungsi kesehatanya.

Masalah pada sistem muskuloskletal, seperti penyakit kongenital atau

postur tubuh yang abnormal dapat menghambat pergerakan seseorang. Untuk itu,

perawat perlu melakukan upaya deteksi dini guna mengetahui adanya masalah

pada sistem muskuloskletal. Disamping itu, perawat juga perlu memberikan

penyuluhan kesehatan, konseling, dan dukungan terkait dengan program

perawatan yang sesuai untuk klian, misalnya cara melakukan aktivitas dan

pengaturan posisi yang tepat untuk klien.

Berbagai pengaturan atau penyakit pada sistem saraf, seperti Parkinson,

sclerosis multiple, cedera serebrovaskular, stroke, atau tumor pada sistem saraf

dapat menyebabkan kelemahan, paralysis spastik dan flasid pada otot dapat

menghambat pergerakan dan mobilisasi otot.

3. Status mental

Gangguan mental atau afektif seperti atau stres kronis dapat

mempengaruhi keinginan seseorang untuk bergerak. Individu yang mengalami

cenderung tidak antusias dalam mengikuti kegiatan tertentu, bahkan kehilangan

energi untuk melakukan perawatan hygiene. Demikian pula halnya dengan stres

yang berkepanjangan, kondisi ini bisa menguras energi individu kehilangan

semangat untuk beraktivitas

Universitas Sumatera Utara


4. Gaya hidup

Gaya hidup yang terkait dengan kebiasaan yang dilakukan individu sehari-

hari. Individu dengan pola hidup yang sehat atau kebiasaan makan yang baik

kemungkinan tidak mengalami hambatan dalam pergerakan. Sebaliknya, individu

dengan gaya hidup yang tidak sehat dapat mengalami gangauan kesehatan yang

pada akhirnya akan menghambat pergerakannya.

5. Sikap dan nilai personal

Nilai-nilai yang tertanam dalam keluarga dapat mempengaruhi aktivitas

yang dijalani oleh individu. Sebagai contoh, anak-anak yang tinggal dalam

lingkungan keluarga yang senang melakukan kegiatan olahraga sebagai sebuah

rutinitas akan belajar menghargai aktivitas fisik.

6. Nutrisi

Nutrisi berguna bagi organ tubuh untuk mempertahankan status kesehatan.

Apabila pemenuhan nutrisi tidak adekuat, hal ini bisa menyebabkan kelelahan dan

kelemahan otot yang akan mengakibatkan penurunan aktivitas atau pergerakan.

Sebaliknya, kondisi nutrisi berlebih (misalnya, obesitas) dapat menyebabkan

terbatasnya pergerakan tubuh sehingga individu menjadi mudah lelah.

7. Stres

Status emosi seseorang akan berpengaruh terhadap aktivitas tubuhnya.

Perasaan tertekan, cemas, dan depresi dapat menurunkan semangat seseorang

Universitas Sumatera Utara


untuk beraktivitas. Kondisi ini ditandai dengan penurunan nafsu makan, perasaan

tidak berdaya, dan pada akhirnya menyendiri.

8. Faktor sosial

Individu dengan tingkat kesibukan yang tinggi secara tidak langsung akan

sering menggerakkan tubuhnya. Sebaliknya, individu yang jarang berinteraksi

dengan lingkungan sekitar tentu akan lebih sedikit beraktivitas/menggerakkan

tubuhnya.

2.2.3 Ambulasi

Ambulasi adalah kegiatan bejalan. Persiapan latihan fisik yang diperlukan

klien hingga memiliki kemampuan ambulasi, antara lain :

1. Latihan untuk menguatkan otot ekstremitas atas dan lingkar bahu yaitu :

bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat traksi atau

benda yang beratnya berangsur-angsur di tambah dan jumlah pengulangannya. Ini

berguna untuk menambah kekuatan otot ekstremitas atas, latihan push-up dengan

posisi tiarap, menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan

genggaman, angkat kepala bahu dari tempat tidur kemudian rentangkan tangan

sejauh mungkin.

2. Latihan berjalan yaitu: dilatih untuk duduk terlebih dahulu baru dilatih untuk

turun dari tempat tidur, kemudian bergeser ketepi tempat tidur dan di bantu untuk

duduk bila merasa enak, maka dibantu dengan menyanggahnya di bawah bahu.

Ketika turun dari tempat tidur seseorang yang membantunya harus berdiri tepat di

Universitas Sumatera Utara


depannya. Kemudian biarkan berdiri sebentar untuk memastikan bahwa ia tidak

merasa pusing. Apabila memerlukan bantuan sebaiknya yang membantunya

berada disampingnya (Asmadi, 2008).

2.2.4.Asuhan keperawatan klien dengan masalah aktivitas

2.2.4.1 Pengkajian

Pengkajian terkait aktivitas klien meliputi riwayat keperawatan dan

pemeriksaan fisik tentang kesejajaran tubuh, gaya berjalan, penampilan, dan

pergerakan sendi, kemampuan dan keterbatasan gerak, kekuatan dan massa otot,

toleransi aktivitas, masalah terkait mobilitas dan kebugaran fisik.

2.2.4.2 Riwayat keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan meliputi riwayat aktivitas dan olahraga

yang mencakup tingkat aktivitas, toleransi aktivitas, jenis dan frekuensi olahraga,

faktor yang mempengarui mobilitas, serta pengaruh imobilitas (Mubarok, Nurul

& Chayatin, 2007).

2.2.4.3 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang menonjolkan

kesejajaran tubuh, cara berjalan, penampilan dan pergerakan sendi, kemampuan

dan keterbatasan gerak, kekuatan dan massa otot, serta toleransi aktivitas.

1. Kesejajaran tubuh

Universitas Sumatera Utara


Tujuan pemeriksaan kesejajaran tubuh adalah untuk mengidentifikasi

perubahan postur akibat pertumbuhan dan perkembangan normal, hal-hal yang

perlu dipelajari untuk mempertahankan postur tubuh yang baik, faktor yang

menyebabkan postur tubuh yang buruk (misalnya kelelahan dan harga diri rendah)

, serta kelemahan otot dan kerusakan motorik lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral, dan posterior guna mengamati

apakah bahu dan pinggul sejajar, jari-jari kaki mengarah kedepan dan tulang

belakang lurus, tidak melengkung kesisi lain (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).

2.Cara berjalan

Pengkajian berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi mobilitas klien dan

resiko cedera akibat jatuh. Hal ini dilakukan dengan meminta klien berjalan

sejauh kurang lebih 10 kaki didalam ruangan, kemudian amati hal-hal berikut:

kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus. Tumit menyentuh tanah

lebih dulu dari pada jari kaki, kaki dorsofleksi pada fase ayunan. Lengan

mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki disisi yang berlawanan.

Gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama, ayunan tubuh dari sisi ke

sisi minimal dan tubuh bergerak lurus kedepan, dan gerakan dimulai dan di akhiri

dengan santai. Selain itu perawat juga perlu mengkaji kecepatan berjalan

(normalnya 70-100 langkah permenit) (Mubarok, Nurul & Chayatin, 2007).

3.Penampilan dan pergerakan sendi

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang gerak

aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji antara lain: adanya kemerahan

atau pembengkakan sendi, adanya deformitas, perkembangan otot yang terkait

dengan masing-masing sendi, adanya nyeri tekan, krepitasi, peningkatan

temperatur di sekitar sendi dan derajat gerak sendi.

4.Kemampuan dan keterbatasan gerak.

Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang adanya indikasi

rintangan dan keterbatasan pada pergerakan klien dan kebutuhan untuk

memperoleh bantuan. Hal-hal yang perlu di kaji antara lain :

a. Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk

bergerak.

b. Adanya hambatan dalam bergerak

c. Kewaspadaan mental dan kemampuan klien untuk mengikuti petunjuk.

d. Keseimbangan dan koordinasi klien

e. Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah tempat.

f. Derajat kenyamanan klien

g. Penglihatan

5.Kekuatan dan masa otot.

6.Toleransi aktivitas

7.Masa terkait mobilisasi

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah klien mengalami imobilisasi.

Data yang diperoleh tersebut kemudian menjadi standar (data dasar) yang akan di

bandingkan dengan data selama periode imobilisasi(Mubarok, Nurul & Chayatin,

2007).

2.3 Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis aktivitas

yang dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Hal ini disebabkan adanya gerakan

sendi yang terbatas. Rheumatoid arthritis mengurangi kemampuan seseorang

untuk menggerakkan sendi mereka dalam jangkauan gerakan yang penuh. Sumber

utama dari perubahan aktivitas ini adalah rasa tidak nyaman pada fisik penderita

rheumatoid arthritis karena sendi yang kaku dan sakit. Saat pasien mengeluh rasa

lemah dan lelah pada dokter mereka, mereka disarankan untuk mengurangi

jumlah kegiatan mereka, dan bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi

untuk istirahat yang banyak. Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang

berlebihan dapat merusak kesehatan (Gordon, 2002). Pengaruh negatif dari sistem

otot dan tulang yang tidak bergerak, mencakup: terhentinya pertumbuhan otot,

tendon, ligament dan tulang. Melemahnya otot otot, tendon, ligament dan tulang.

Merosotnya kondisi tulang rawan sendi, bertambahnya risiko tulang yang patah

karena hilangnya massa tulang, suatu kondisi yang disebut dengan osteoporosis.

Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang tergaggu diterjemahkan

dalam kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan melakukan

aktivitas semakin berkurang. Kemampuan yang menurun seperti : membungkuk

Universitas Sumatera Utara


untuk memungut sesuatu, membersihkan kebun, menyisir rambut, bangun dari

tempat tidur pada pagi hari, berjalan, dan berdiri (Gordon, 2002). Selain itu juga

pasien dengan rheumatoid arthritis mengalami kesulitan melakukan kegiatan

normal sehari-hari dalam hal berpakaian, berdandan, mencuci, menggunakan

toilet, menyiapkan makanan, dan melakukan pekerjaan rumah. Gejala-gejala

rheumatoid arthritis dapat juga menganggu kerja bagi orang banyak. Setengah

dari pasien-pasien rheumatoid tidak lagi mampu bekerja 10-20 tahun setelah

kondisi mereka didiagnosis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai