Anda di halaman 1dari 9

ESTIMASI CURAH HUJAN HARIAN DENGAN METODE

AUTO ESTIMATOR
(Kasus Jayapura dan sekitarnya)
DAILY RAINFALL ESTIMATION USING AUTO ESTIMATOR METHOD
(Jayapura and its surrounding case)

Yunus Subagyo Swarinoto1*, Husain2


1
Pusat Database BMKG, Jl. Angkasa I No. 2, Kemayoran, Jakarta
2
Akademi Meteorologi dan Geofisika, Pondokbetung, Tangerang
e-mail: yunusbmkg@live.com.

Naskah masuk: 6 Maret 2012; Perbaikan terakhir: 4 Oktober 2012 ; Naskah diterima: 5 Oktober 2012

ABSTRAK

Salah satu citra satelit cuaca yang digunakan secara operasional oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) saat ini adalah citra MTSAT. Pengamatan awan dari satelit cuaca MTSAT dapat digunakan untuk menafsirkan
(estimasi) hujan. Estimasi curah hujan berdasarkan pada suhu puncak awan yang diperoleh dari citra satelit MTSAT
kanal IR-1 (infra red) dengan menggunakan metode Auto Estimator telah dilakukan di Jayapura dan sekitarnya. Sebagai
bahan kajian digunakan citra satelit cuaca MTSAT kanal IR-1 bulan Januari dan Februari 2010. Untuk keperluan
validasi dibutuhkan data observasi stasiun-stasiun meteorologi/ klimatologi Dok II Jayapura (97698), Sentani Jayapura
(97690), dan Genyem Jayapura (97692). Hasil estimasi curah hujan ini dibandingkan dengan data curah hujan actual
untuk mengetahui kedekatan hubungan antar keduanya. Untuk menguji keakuratan hasil dihitung nilai error (Root
Mean Square Error, RMSE) dan persentate hari hujan. Hasil menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan hasil
estimasi dengan curah hujan aktual di Jayapura dan sekitarnya pada Januari 2010 lemah dengan RMSE berkisar 117.8
– 215.5 mm/hari dan pada bulan Februari 2010 cukup kuat dengan RMSE berkisar 26.4 – 38.8 mm/hari. Tingkat akurasi
estimasi hari hujan pada bulan Januari >70% dan pada bulan Februari 2010 berkisar 42.8 – 85.7 %.

Kata kunci: Auto Estimator, Cuaca, MTSAT, Satelit, Suhu Puncak Awan

ABSTRACT

MTSAT data are used by BMKG for operational purposes. MTSAT channel IR-1 can be used to estimate rainfall on
surface. The rainfall estimation is derived based on the cloud top temperature by using the Auto Estimator Methode. The
area of study is chosen at Jayapura and its surrounding. The period of sattellite data used are January and February
2010. Validation of the rainfall estimation is done by using observed rainfall data taken from observation stations: Dok
II, Sentani, and Genyem. Results shows that the relation between estimated rainfall and observed rainfall in Jayapura
and its surrounding is weak on January 2010 (117.8 – 215.5 mm/day of RMSE) but stronger in February 2010 (26.4 – 38.8
mm/day of RMSE). The accuracy of the rainfall day estimation in January 2010 is about >70% and 42.8 – 85.7 % in
February 2010.

Key words: Auto Estimator, Weather, MTSAT, Sattellite, Cloud top temperature

1. Pendahuluan Jika presipitasi tidak mampu mencapai permukaan bumi


1.1. Latar belakang karena habis menguap kembali ke atmosfer disebut
sebagai “virga'. Hujan dan snow merupakan bentuk
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi berupa presipitasi yang paling umum. Bentuk presipitasi yang
butir-butir/ tetes-tetes air atau kristal es yang jatuh dari lain adalah sleet, glaze, hail, rime, drizzle, mist, dan
dasar awan yang dapat mencapai permukaan bumi [1]. graupel [2].

ESTIMASI CURAH HUJAN HARIAN DENGAN METODE AUTOESTIMATOR.....................................................Yunus Swarinoto dkk


53
Butir air yang dapat keluar dari awan dan mencapai awan, arah dan kecepatan angin, tracking siklon tropis,
permukaan bumi sekurang-kurangnya harus memiliki suhu permukaan laut, keadaan atmosfer, estimasi curah
garis tengah 200 mikrometer. Jika kurang dari ukuran hujan, dan lain-lain [5]. Namun pada prinsipnya, yang
tersebut, butir-butir air dimaksud sudah akan habis dihasilkan oleh citra merupakan kelanjutan fungsi
menguap sebelum mencapai permukaan bumi. thermal dari sensor-sensor yang bersifat peka terhadap
panas yang ada pada wahana satelit tersebut. Beberapa
Diameter dan kosentrasi butir/ tetes air ini sangat unsur cuaca/ iklim dapat diturunkan dari citra satelit. Di
bervariasi. Hal ini tergantung pada intensitas presipitasi antaranya adalah unsur cuaca/ iklim suhu udara
terutama jenis dan asalnya, yakni hujan kontinyu, hujan permukaan [6]. Contoh citra satelit cuaca MTSAT kanal
shower, dan lain-lain [3]. Selanjutnya parameter yang IR-1 yang menunjukkan kondisi perawanan di atas
sangat penting dari hujan ini adalah intensitasnya, wilayah Indonesia disajikan pada Gambar 1.
banyaknya, dan keseringan kejadiannya [1].
Saat ini metode Auto Estimator sudah banyak digunakan
Pengamatan terhadap hujan umumnya dilakukan secara untuk melakukan estimasi besaran curah hujan. Namun
konvensional. Caranya adalah menakar jumlah curah hasil estimasi curah hujan yang dideteksi oleh satelit
hujan yang jatuh di permukaan bumi menggunakan alat cuaca dan pada pengamatan sinoptik mempunyai selisih
penakar hujan. Untuk mendapatkan data curah hujan, atau nilai perbedaan. Hal inilah yang perlu dikaji tingkat
maka diperlukan stasiun pengamatan cuaca/ iklim keakuratan estimasi curah hujan dengan menggunakan
sebagai tempat observasi di darat. Namun dikarenakan metode ini. Khususnya jika akan diaplikasikan di wilayah
sangat mahalnya peralatan dan operasional stasiun tropis seperti Indonesia yang diwakili oleh daerah studi
pengamatan cuaca/ iklim di darat ini, maka kondisi saat Jayapura dan sekitar.
ini belumlah memadai jumlah lokasi yang tersedia bila
dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia [4]. Selain 1.2. Tujuan Penelitian
itu, pengamatan curah hujan secara konvensional banyak
menemui kendala terutama di saat terjadinya cuaca a. Memanfaatkan citra satelit cuaca MTSAT kanal IR-1
buruk. Hal ini merupakan permasalahan bagi untuk keperluan estimasi curah hujan harian di
ketersediaan data curah hujan yang tepat waktu, Jayapura dan sekitar sebagai daerah studi.
kontinyu, dan akurat. Oleh karena itu, estimasi curah b. Menyiapkan nilai estimasi curah hujan harian
hujan menggunakan citra satelit cuaca sangat perlu berbasis persamaan-persamaan matematis
dikembangkan. menggunakan metode Auto Estimator.
c. Mengetahui kualitas nilai estimasi curah hujan harian
Satelit cuaca adalah wahana buatan yang berfungsi untuk dengan metode Auto Estimator ini dengan cara
memantau dan memotret gejala perilaku cuaca yang menghitung nilai koefisien korelasi Pearson (r),
terjadi di atas permukaan bumi secara real time. Fungsi RMSE, dan nilai persentase ketepatan kejadian hari
tersebut antara lain adalah untuk mengidentifikasi jenis hujan harian.

Gambar 1. Citra satelit MTSAT IR-1 di atas wilayah Indonesia tanggal 03 Maret 2012 pukul 23 UTC [7]

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 13 NO. 1 TAHUN 2012 : 53-61


54
Gambar 2. Penampakan perawanan pada citra satelit dan kondisi pemicunya [3]

1.3. Batasan masalah terlihat bentukan awan-awan cumuliform yang


bercampur dengan awan-awan stratiform. Pada kejadian
Dalam penulisan ini hanya dikaji tentang keakuratan ini, biasanya hujan yang dihasilkan akan mempunyai
nilai estimasi curah hujan harian yang dideteksi satelit periode yang cukup lama dan kontinyu, yang akhirnya
cuaca MTSAT kanal IR-1dengan menggunakan metode akan menghasilkan akumulasi curah hujan besar. Untuk
Auto Estimator dengan menggunakan bantuan suatu wilayah-wilayah rawan banjir hal ini biasa menjadi
perangkat lunak. masalah, karena ketika akumulasi curah hujan ini
melebihi batas ambang cuaca ekstrim wilayah itu, banjir
Adapun stasiun meteorologi yang dijadikan pun punya potensi besar akan terjadi.
pembanding antara nilai estimasi curah hujan harian
yang dideteksi satelit dan curah hujan harian pada 1.5. Auto estimator
pengamatan sinoptik, yaitu stasiun meteorologi/
klimatologi yang berada di sekitar Jayapura. Dalam Citra satelit banyak digunakan untuk keperluan
pengolahan data untuk bahan kajian dilakukan pada mendeteksi potensi sebaran awan hujan. Citra satelit
bulan Januari dan Februari 2010 sebagai bulan-bulan yang digunakan umumnya kanal IR dan visible. Kedua
puncak musim hujan di daerah studi. kanal ini dimanfaatkan untuk mendapatkan interpretasi
yang mendekati kenyataan yang sebenarnya terjadi.
1.4. Analisis citra satelit Citra satelit IR adalah hasil gambaran yang diperoleh
berdasarkan pantulan suhu, sedangkan citra visible
Untuk memprediksi jenis awan dengan memanfaatkan diperoleh berdasarkan tingkat refleksifitas permukaan
citra satelit cuaca perlu memahami terlebih dahulu (albedo).
mekanisme pemicu pertumbuhan awan. Bagan
pertumbuhan awan secara umum dapat dilihat pada Satu fakta penting mengenai awan-awan hujan yang
Gambar 2. signifikan dalam pengembangan Auto-Estimator adalah
bahwa awan-awan dengan puncak awan bersuhu rendah
Berdasarkan bentuknya, secara garis beras awan dapat pada citra IR menghasilkan curah hujan yang lebih besar
dibagi menjadi dua, akni stratiform dan cumuliform. dibandingkan dengan awan-awan yang puncaknya
Kedua jenis awan ini sangat berbeda, mulai dari penyebab bersuhu lebih hangat [3]. Perbandingan antara suhu
dan proses terbentuknya, ketinggiannya maupun puncak awan pada satelit geostasioner citra IR dengan
bentuknya, dan sifat hujan yang diturunkannya. citra radar cuaca memperlihatkan bahwa awan konvektif
dapat ditandai dengan suhu puncak awan yang sangat
Jika dilihat dari pemicunya, bentukan awan yang rendah (195 sampai 210 °K).
disebabkan oleh kondisi-kondisi lokal ataupun shear
biasanya berupa awan-awan cumuliform sel tunggal. Metode Auto Estimator [8] pertama kali dikembangkan
Sedangkan wilayah dimana terdapat Inter-Tropical oleh Vicente dan kawan-kawan. Metode ini memadukan
Convergence Zone (ITCZ) ataupun vortex [baik masih data suhu puncak awan, rata-rata pertumbuhan puncak
berupa eddy, low, depresi tropis, Tropical Cyclone (TC), awan, dan gradien suhu puncak awan yang didapat dari
maupun Tropical Storm (TS)], pada citra satelit akan citra satelit dengan nilai precipitable water dan nilai

ESTIMASI CURAH HUJAN HARIAN DENGAN METODE AUTOESTIMATOR.....................................................Yunus Swarinoto dkk


55
kelembaban, arah dan kecepatan angin (dari data 2. Data dan Metode
rawinsonde) untuk menganalisis kelembaban 2.1. Data
lingkungan. Lebih lanjut nilai-nilai parameter tersebut
digunakan menghitung akumulasi curah hujan serta Dalam menyiapkan tulisan ini digunakan dua jenis data
koreksi orografis untuk mengoreksi keakuratan data pada dasar, yaitu data citra satelit cuaca MTSAT kanal IR-1
lapisan atas. (contoh dapat dilihat pada Gambar 3) dan data curah
hujan aktual hasil observasi lapang. Data citra satelit
Dari data yang dibutuhkan tersebut berarti materi yang cuaca MTSAT kanal IR-1 diperoleh dari Badan
dibutuhkan untuk auto-estimator adalah jenis citra Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Pusat
satelit berorbit geostasioner (yang mampu menyediakan Meteorologi Publik, Bidang Pengelolaan Citra
data citra tiap satu atau setengah jam), data pendukung Inderaja, Sub Bidang Pengelolaan Citra Satelit di
berupa observasi dari stasiun-stasiun meteorologi/ Jakarta. Citra satelit cuaca yang digunakan dalam
klimatologi dan perangkat lunak yang mampu membaca pengolahan data diambil untuk bulan Januari dan
suhu puncak awan. Februari Tahun 2010.

Sebuah komputer dengan program tertentu di antaranya Data curah hujan diperoleh dari hasil pengamatan
perangkat lunak SATAID akan mampu membaca warna sinoptik di Stasiun Meteorologi Dok II Jayapura
awan citra satelit untuk mendapatkan data suhu puncak (97698), Stasiun Meteorologi Sentani (97690) dan
Stasiun Klimatologi Genyem (97692). Data curah hujan
awan pada tiap piksel. Kemudian estimasi curah hujan
yang digunakan adalah data bulan Januari dan Februari
dihitung berdasarkan pertambahan atau pengurangan dari
Tahun 2010.
nilai jumlah awan. Jika suhu puncak awan meningkat
pada dua citra satelit yang diambil dalam waktu yang
· Data Suhu Puncak Awan
berurutan namun jumlah awan berkurang, maka akan
dilakukan koreksi terhadap jumlah awan. Jika suhu Data suhu puncak awan digunakan dalam perhitungan
puncak awan meningkat seiring dengan peningkatan curah hujan harian diperoleh dengan menginterpretasi
jumlah awan, maka biasanya diperkirakan hujan akan data citra satelit MTSAT kanal IR-1 dengan bantuan
turun dari awan ini. perangkat lunak SATAID. Data yang didapat berupa
nilai suhu puncak awan dari hasil interpolasi dengan
1.6. Sattellite animation and interactive diagnosis cara Inverse Distance Weighting (IDW) [10] yang
mengacu letak geografis dari stasiun pengamatan hujan
Dalam usaha pencegahan bencana alam yang berkaitan yang dipilih.
dengan meteorologi, seperti typhoon dan hujan lebat,
peran satelit cuaca dalam observasi cuaca tidak dapat Dalam pengolahan data dipilih stasiun Meteorologi Dok
diragukan lagi. Namun demikian, untuk lebih II (97698) dengan posisi 2.53 oLS, 140.72 oBT, Stasiun
mengefektifkan penggunaan satelit cuaca ini, maka Meteorologi Sentani (97690) dengan posisi 2.5 oLS,
adalah penting untuk menganalisis citra dan mengambil 140.48 oBT, dan Stasiun Klimatologi Genyem (97692)
informasi darinya. Saat ini menganalisis citra satelit dengan posisi 2.9 oLS, 140.27 oBT. Data yang diperoleh
cuaca umumnya dilakukan secara subyektif melalui berupa suhu puncak awan tiap jam.
mata penglihatan manusia, sedangkan analisis yang
berkualitas membutuhkan penguasaan interpretasi citra Data tersebut memiliki satuan derajat Celcius (°C) yang
secara baik. harus lebih dahulu dikonversikan ke dalam satuan
derajat Kelvin (°K) sebelum dimasukkan ke dalam
persamaan.
Perkembangan komputer dapat mempermudah tampilan
citra satelit ke layar komputer. Pusat Satelit Meteorologi
· Data Curah Hujan Aktual
Jepang di Japan Meteorological Agency (JMA) telah
mengembangkan suatu sistem Computer Aided
Data curah hujan aktual yang digunakan sebagai
Learning (MSC-CAL) untuk menampilkan citra satelit pembanding berupa data curah hujan harian hasil
sebagai sarana pembelajaran dan pelatihan dalam observasi stasiun meteorologi/ klimatologi di sekitar
rangka meningkatkan kemampuan analisis citra. Sistem Jayapura yang diambil pada bulan Januari dan Februari
inilah yang kemudian disebut Satellite Animation and 2010.
Interactive Diagnosis (SATAID).

Dengan menggunakan SATAID [9], dapat diketahui


suhu yang diukur pada sebuah titik di dalam citra dan
merupakan suhu puncak awan yang akan digunakan
sebagai input data untuk menghitung nilai estimasi
curah hujan dengan metode Auto Estimator ini.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 13 NO. 1 TAHUN 2012 : 53-61


56
2.4. Metode Penggunaan metode interpolasi IDW untuk keperluan
spasial memang sangat disarankan. Hal ini berkaitan
· Metode Interpolasi dengan mudahnya metode tersebut diaplikasikan,
relatively simple. Namun demikian untuk keperluan
Berdasarkan pada data estimasi suhu puncak awan spasial, metode ini memiliki akurasi yang relatif sedikit
yang diturunkan dari citra satelit cuaca MTSAT lebih rendah daripada metode interpolasi Ordinary
kanal IR-1 diperoleh beberapa nilai yang berada di Krigging [4]. Metode ini menggunakan rata-rata dari
sekitar koordinat stasiun pengamatan hujan. sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari
Selanjutnya untuk mendapatkan nilai yang realistik, minimum atau lebih besar dari data sampel [12].
perlu dilakukan interpolasi. Hal ini berkaitan pula
dengan resolusi horizontal dari data citra MTSAT kanal · Metode Auto Estimator
IR-1 adalah 5 km. Perhitungan nilai interpolasi
digunakan cara Inverse Distance Weighting (IDW). Metode Auto Estimator merupakan metode estimasi
Persamaan [10] yang digunakan adalah sebagai curah hujan yang memadukan data suhu puncak awan,
berikut : rata-rata pertumbuhan puncak awan, dan gradient suhu
puncak awan yang didapat dari data citra satelit cuaca.
Z0 = (3.1) Metode ini digunakan untuk menghitung akumulasi
curah hujan. Dalam permodelannya, hujan diasumsikan
terjadi pada puncak awan yang sedang berkembang.
Dimana : Z0 = Nilai titik estimasi suhu puncak awan di Persamaan empiris sederhana berikut digunakan dalam
stasiun pengamatan hujan (oC); Zi = Nilai titik sampel perhitungan jumlah curah hujan yang diturunkan dari
ke-i suhu puncak awan di sekitar stasiun (oC); Di = jarak citra satelit:
mendatar dari titik sampel ke titik estimasi/ stasiun
pengamatan hujan (o BT), dan n = jumlah data. R = 1.1183*1011exp(-3.6382*10-2*T1.2)

Untuk kasus mendatar, jarak mendatar antara titik Dimana: R = jumlah curah hujan dalam mm/jam dan T
sampel dengan titik estimasi (Di) adalah serba sama dan adalah suhu puncak awan dalam derajat Kelvin (°K).
jumlah kasus prediksi adalah tunggal [11], maka
diperoleh persamaan Z0 berikut : (3.3)

Z0 = (3.2)

Gambar 3. Cuplikan data citra satelit MTSAT channel IR-1 yang dilokalisir dalam skala 0.84o x 0.84o (sebelah kiri) dan Analisis
Ishophet Suhu puncak Awan IR-1 dalam skala 0.84o x 0.84o(sebelah kanan) yang mencakup wilayah kajian.

ESTIMASI CURAH HUJAN HARIAN DENGAN METODE AUTOESTIMATOR.....................................................Yunus Swarinoto dkk


57
· RMSE · Jika harga r mendekati -1, berarti hubungan antara
total curah hujan harian hasil estimasi dengan total
Nilai RMSE digunakan untuk mengetahui besarnya curah hujan harian aktual sangat kuat dan negatif
penyimpangan yang terjadi antara nilai prediksi total (berlawanan fase).
curah hujan harian dibandingkan dengan nilai total curah · Jika harga r mendekati ≥ +0.5 atau ≤ -0.5, berarti
hujan harian aktual hasil observasi. Berikut ini adalah hubungan antara total curah hujan harian hasil
persamaan untuk menghitung RMSE [13], [14] yang estimasi dengan total curah hujan harian aktual
digunakan dalam pengolahan data: dianggap cukup kuat.
· Jika harga r lebih kecil dari +0.5 atau lebih besar dari -
0.5, berarti hubungan antara total curah hujan harian
RMSE = (3.4) hasil estimasi dengan total curah hujan harian aktual
dianggap lemah.

Dimana: N = Banyaknya data, RCi = Curah hujan hasil Untuk validasi hasil estimasi dengan menggunakan nilai
estimasi ke-i (mm), dan ROi = Curah hujan aktual hasil koefisien korelasi Pearson ini, maka semakin besar nilai
observasi ke-i (mm). koefisien korelasi yang didapat menunjukkan semakin
baik hasil validasi. Berarti semakin tinggi tingkat akurasi
Perlu diketahui bahwa untuk validasi hasil estimasi, maka estimasi yang dihasilkan.
semakin besar nilai RMSE akan semakin jauh nilai total
curah hujan harian estimasi terhadap data curah hujan · Keakuratan Estimasi Curah Hujan
aktualnya. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin
baik prediksi total hujannya. Nilai terbaik RMSE adalah Untuk membantu dalam menentukan keakuratan dari
0. Mengingat bahwa tingkat kesalahan yang dapat estimasi curah hujan harian dengan menggunakan
diminimalisir dapat meningkatkan tingkat akurasi metode Auto Estimator, maka digunakan metode
kualitas estimasi [14]. frekuensi dan persentase. Adapun persamaan yang
digunakan dalam metode frekuensi dan persentase adalah
· Koefisien Korelasi Linear sebagai berikut:
a. Untuk frekuensi diperoleh dari banyaknya Hari
Series data yang diperoleh, baik dari RCi dan ROi Hujan (HH) pada data estimasi curah hujan harian
selanjutnya dikorelasikan satu dengan yang lainnya. dengan metode Auto Estimator yang sesuai dengan
Metode korelasi digunakan untuk mencari nilai yang banyaknya Hari Hujan (HH) pada curah hujan
menunjukkan kekuatan dan arah hubungan kedekatan harian aktual yang dicatat pada pengamatan
antara RCi dan ROi. Persamaan yang digunakan untuk sinoptik.
menghitung nilai koefisien korelasi moment produk b. Untuk menghitung nilai persentase digunakan
Pearson [15], [16] adalah seperti berikut : persamaan berikut:

r= (3.5) PHH = (3.6)

Dimana: r = Nilai koefisien korelasi Pearson, xi = data Dimana: PHH = Persentase akurasi hari hujan pada
curah hujan hasil estimasi ke-i (mm), dan yi = data curah estimasi curah hujan dengan metode Auto Estimator, F =
hujan aktual hasil observasi ke-i (mm). frekuensi hari hujan pada estimasi curah hujan dengan
metode Auto Estimator yang sesuai dengan hari hujan
Nilai r memiliki sebaran dari -1 hingga +1 [17]. Nilai r ini pada pengamatan curah hujan actual, dan n = banyaknya
menunjukkan kuat-lemahnya hubungan antar variable data.
yang dikorelasikan. Semakin kuat hubungan antar
hubungan antar variable yang dikorelasikan, maka Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung
semakin besar diperoleh nilai r. Nilai terbaik dari r adalah total curah hujan harian adalah sebagai berikut :
+1. Artinya kedua variable yang dikorelasikan memiliki · Mengidentifikasi suhu puncak awan dari citra satelit
hubungan yang sangat signifikan. cuaca MTSAT channel IR-1 dengan bantuan
perangkat lunak SATAID,
Nilai koefisien korelasi Pearson [16] dapat dinyatakan · Menginterpolasi suhu puncak awan luaran perangkat
sebagai berikut: lunak SATAID mengacu letak geografis dari stasiun
· Jika harga r mendekati +1, berarti hubungan antara pengamatan hujan dengan metode IDW,
total curah hujan harian hasil estimasi dengan total · Mengkonversi satuan suhu puncak awan dari
curah hujan harian aktual sangat kuat dan positif derajat Celcius ke dalam derajat Kelvin, dimana
(bersamaan fase). °K = toC+273,
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 13 NO. 1 TAHUN 2012 : 53-61
58
· Menentukan nilai R (jumlah curah hujan) tiap jam antara nilai curah hujan hasil estimasi dengan curah hujan
dengan menggunakan persamaan (3.3), kemudian aktual masih sangat besar. Namun bila ditinjau dari
hasil curah hujan perjam dijumlahkan menjadi curah persentase akurasi jumlah hari hujan hasil estimasi
hujan harian, terhadap jumlah hari hujan aktual sangat bagus yakni
· Melakukan pembulatan nilai R harian dalam sebesar 90.3%.
persepuluhan,
· Melakukan validasi nilai R hasil perhitungan tersebut · Bulan Februari Tahun 2010
dengan cara membandingkan dengan nilai curah
hujan aktual hasil pengamatan stasiun meteorology/ Berdasarkan hasil estimasi curah hujan harian dengan
klimatologi, menggunakan metode Auto Estimator pada bulan
· Menghitung nilai r, RMSE, dan persentase dari Februari 2010 didapat nilai estimasi curah hujan R =
semua data yang diolah, 614.9 mm. Sementara itu nilai koefisien korelasi Pearson
· Menganalisis dan mengambil kesimpulan. didapat r = +0.68. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan
antara nilai curah hujan harian hasil estimasi dengan nilai
curah hujan harian aktualnya cukup kuat.
3. Hasil dan Pembahasan
Kemudian bila dilihat dari nilai RMSE = 38.8 mm/hari,
Berdasarkan hasil pengolahan data curah hujan harian menunjukkan besarnya penyimpangan yang terjadi
aktual dan nilai estimasi curah hujan harian dengan antara nilai curah hujan harian hasil estimasi dengan
metode Auto Estimator maka diperoleh hasil seperti pada curah hujan harian aktual masih cukup besar. Namun
Tabel 1. demikian bila ditinjau dari nilai persentase akurasi jumlah
hari hujan harian hasil estimasi terhadap jumlah hari
3.1. Stasiun Meteorologi Dok II Jayapura hujan aktual bagus yakni sebesar 71.4%.

· Bulan Januari Tahun 2010 3.2. Stasiun Meteorologi Sentani

Berdasarkan hasil estimasi curah hujan harian dengan · Bulan Januari Tahun 2010
menggunakan metode Auto Estimator pada bulan Januari
2010 diperoleh nilai estimasi curah hujan R = 3128.9 mm. Berdasarkan hasil estimasi curah hujan dengan
Nilai estimasi R ini masih sangat besar dan masih jauh menggunakan metode Auto Estimator pada bulan Januari
dari nilai aktualnya. Namun demikian, tingkatan 2010 diperolah nilai estimasi curah hujan R = 2752.82
kesesuaian antara nilai curah hujan harian estimasi mm. Nilai R hasil estimasi ini nampak masih sangat besar
dengan nilai hujan harian observasi masih memiliki bila dibandingkan dengan nilai aktualnya. Namun
kaitan bersamaan fase dengan nilai r = +0.36. Hal ini demikian, kaitan antara curah hujan harian estimasi
menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan harian terhadap curah hujan harian observasi ditunjukkan oleh
hasil estimasi dengan curah hujan harian aktualnya nilai r = +0.27. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan
mempunyai hubungan yang dianggap lemah. antara curah hujan harian hasil estimasi dengan curah
Kemudian bila ditinjau dari nilai RMSE = 215.5 mm/hari, hujan harian aktualnya dianggap lemah.
menunjukkan besarnya penyimpangan yang terjadi

Tabel 1. Curah Hujan Aktual, Estimasi, Koefisen Korelasi, RMSE, dan Persentase Akurasi di Jayapura dan sekitarnya (Januari -
Februari 2010)

CH Estimasi RMSE Akurasi HH


Lokasi Bulan Korelasi
Aktual CH (mm/hari) (%)

Stamet Dok II Januari 473.1 3128.95 +0.36 215.58 90.32


Jayapura (97698) Februari 242.4 614.96 +0.68 38.84 71.43

Stamet Sentani Januari 355.5 2752.82 +0.27 197.40 70.97


(97690) Februari 194.5 521.14 +0.78 26.45 42.86

Staklim Genyem Januari 436.5 1886.85 +0.47 117.82 90.32


(97692) Februari 216.7 521.90 +0.52 27.89 85.71

ESTIMASI CURAH HUJAN HARIAN DENGAN METODE AUTOESTIMATOR.....................................................Yunus Swarinoto dkk


59
Kemudian bila dilihat dari nilai RMSE = 197.40 harian estimasi dengan curah hujan observasi
mm/hari, menunjukkan besarnya penyimpangan yang ditunjukkan dengan nilai r = +0.52. Kondisi ini
terjadi antara nilai curah hujan harian hasil estimasi menunjukkan bahwa hubungan antara nilai curah hujan
dengan curah hujan harian aktual sangat besar. Namun harian hasil estimasi dengan nalai curah hujan harian
bila ditinjau dari persentase akurasi jumlah hari hujan aktualnya cukup kuat.
harian hasil estimasi terhadap jumlah hari hujan harian
aktual bagus, yakni sebesar 70.97%. Kemudian bila dilihat dari nilai RMSE = 38.8 mm/hari,
menunjukkan besarnya penyimpangan yang terjadi
· Bulan Februari Tahun 2010 antara nilai curah hujan harian hasil estimasi dengan
curah hujan harian aktual cukup besar. Namun demikian
Berdasarkan hasil estimasi curah hujan harian dengan bila ditinjau dari persentase akurasi jumlah hari hujan
menggunakan metode Auto Estimator pada bulan hasil estimasi terhadap jumlah hari hujan aktual bagus
Februari 2010 diperoleh nilai estimasi curah hujan R = yakni sebesar 85.7%.
521.14 mm. Sementara itu hubungan antara nilai curah
hujan estimasi terhadap nilai curah hujan observasi Secara umum penggunaan data yang terbatas nampak
ditunjukkan oleh nilai r = +0.78. Hal ini mengindikasikan mengakibatkan biasnya hasil penghitungan nilai r dan
bahwa bahwa hubungan antara nilai curah hujan harian RMSE. Mengingat dalam pengolahan data hanya
hasil estimasi dengan nilai curah hujan harian aktualnya digunakan data 2 (dua) bulan, yakni Januari dan
cukup kuat. Februari 2010 untuk mewakili kondisi musim hujan di
daerah studi. Padahal fakta menunjukkan bahwa
Kemudian bila dilihat dari nilai RMSE = 26.45 mm/hari, musim hujan di daerah studi dialami lebih dari 2 (dua)
menunjukkan besarnya penyimpangan yang terjadi bulan.
antara nilai curah hujan haian hasil estimasi dengan curah
hujan harian aktual cukup besar. Namun demikian bila Pendeknya series data yang diolah tercermin dari hasil
ditinjau dari persentase akurasi jumlah hari hujan harian penghitungan nilai r yang memiliki kisaran antara +0,27
hasil estimasi terhadap jumlah hari hujan harian aktual - +0,78. Sementara itu hasil penghitungan nilai RMSE
kurang bagus yakni sebesar 42.86%. memiliki kisaran antara 26,4 – 215,5 mm/hari.

3.3. Stasiun Klimatologi Genyem Berdasarkan pada hasil perhitungan nilai r terdapat
perbedaan yang mencolok sekitar 0,51. Artinya
· Bulan Januari Tahun 2010 kualitas nilai estimasi curah hujan harian
menggunakan metode Auto Estimator menghasilkan
Berdasarkan hasil estimasi curah hujan dengan memiliki hasil lemah hingga cukup kuat. Sementara itu
menggunakan metode Auto Estimator pada bulan nilai RMSE yang didapat memiliki perbedaan yang
Januari 2010 didapat nilai estimasi curah hujan R = sangat mencolok antara nilai curah hujan estimasi
sebesar 1886.85 mm. Nilai yang didapat untuk curah dengan nilai curah hujan hasil observasi dengan kisaran
hujan harian estimasi ini masih sangat besar terhadap sekitar 189,1 mm/ hari.
nilai aktualnya. Namun demikian kaitan antara curah
hujan harian estimasi dengan curah hujan harian Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa metode
observasi ditunjukkan dengan nilai r = +0.47. Hal ini Auto Estimator yang digunakan dalam pengolahan data
menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan belum memberikan konsistensi yang baik berkaitan
harian hasil estimasi dengan curah hujan harian dengan fluktuasi kejadian curah hujan harian di daerah
aktualnya dianggap lemah. studi. Untuk itu kelengkapan penggunaan data maupun
cara penerapan aplikasi estimasi curah hujan harian
Kemudian bila dilihat dari nilai RMSE = 117.8 mm/hari, dengan metode Auto estimator masih perlu pengkajian
menunjukkan besarnya penyimpangan yang terjadi lebih lanjut.
antara nilai curah hujan hasil estimasi dengan curah hujan
aktual masih sangat besar. Namun demikian bila ditinjau
dari persentase akurasi jumlah hari hujan harian hasil
estimasi terhadap jumlah hari hujan harian aktual sangat
bagus yakni sebesar 90.3%.

· Bulan Februari Tahun 2010

Berdasarkan hasil estimasi curah hujan dengan


menggunakan metode Auto Estimator pada bulan
Februari 2010 nilai estimasi curah hujan didapat R =
614.9 mm. Sementara itu hubungan antara curah hujan
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 13 NO. 1 TAHUN 2012 : 53-61
60
4. Kesimpulan [5] Purwadhi, F.S.H. (2001). Interpretasi Citra Digital.
4.1. Kesimpulan Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
[6] Anjasman & Swarinoto, Y.S. (2010). Identifikasi
Berdasarkan pada uraian dalam bab-bab tersebut di Jenis Awan Menggunakan Metode Piksel-
atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai Fuzzi. Bul. Met. Klim. Geo., 6 (1), 99-117.
berikut: [7] Citra Satelit, (2012),(www.bmkg.go.id.), diakses
tanggal 3 Maret 2012.
Hubungan antara curah hujan hasil estimasi berdasarkan [8] Vicente, G.A., R.A. Scofield, & Menzel, W.P. (1998).
metode Auto Estimator dengan data observasi di Jayapura The Operation GOES Infrared Rainfall
dan sekitarnya untuk bulan Januari 2010 umumnya lemah Estimation Technique. Bull. Amer. Meteorol.
dengan nilai koefisien korelasi yang relatif rendah Soc., 79 (9), 1883-1898.
(+0,27 - +0,47) dan nilai RMSE yang relatif besar [9] Haryoko, U., Adriyanto, R., & Khotimah, M. K.
(117,8 - 215,6 mm/hari). Sedangkan hubungan antara (2008). Manual Pengoperasian SATAID
curah hujan hasil estimasi berdasarkan metode Auto (Satellite Animation and Interactive
Estimator dengan data observasi untuk bulan Februari Diagnosis). BMKG Deputi Bidang Sistem
2010 umumnya lebih kuat dengan nilai koefisien korelasi Data dan Informasi.
yang relatif lebih tinggi (+0,52 - +0,78) dan nilai RSME [10] Lu, G.Y. & Wong, D.W. (2008). An Adaptive Inverse
yang relatif lebih rendah (26,5 - 38,8 mm/hari). Distance Weighting Spatial Interpolation
Technique. Computers and Geosciences, 34
Estimasi hari hujan dengan menggunakan metode Auto (9), 1044-1056.
Estimator di Jayapura dan sekitarnya mempunyai tingkat [11] Zimmerman, D., Pavlik, C., Ruggles, A., &
akurasi yang relatif tinggi dengan kisaran 70 - 90 % Amstrong, M.P. (1999). An Experimental
untuk bulan Januari dan 43 - 90 % untuk bulan Februari. Comparison of Ordinary and Universal
Krigging and Inverse Distance Weighting.
Dengan demikian metode Auto Estimator yang Mathematical Geology, 31 (4), 375-390.
digunakan dalam penelitian ini secara umum relatif [12] Pramono, G. H. (2008). Akurasi Metode IDW dan
kurang baik untuk estimasi curah hujan di Jayapura dan Kriging Untuk Interpolasi Sebaran Sedimen
sekitarnya. Namun demikian, metode ini relatif baik Tersuspensi. Forum Geografi, 22, 99-110.
untuk estimasi hari hujan. [13] Wilks, D.S. (1995). Statistical Methods in the
Atmospheric Sciences. San Diego: Academic
Ucapan Terimakasih Press Inc.
[14] Swarinoto Y. S. & Sugiyono. (2011). Pemanfaatan
Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada Sub Suhu Udara dan Kelembapan Udara Dalam
Bidang Pengelolaan Citra Satelit, Bidang Pengelolaan Persamaan Regresi Untuk Simulasi Prediksi
Citra Inderaja, Pusat Meteorologi Publik atas perolehan Total Hujan Bulanan di Bandar Lampung. Jur.
data citra satelit IR-1 MTSAT yang diolah dalam Met. Geo., 12 (3), 269-279.
penyiapan tulisan ini. Penulis juga memberikan apresiasi [15] Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta:
yang tinggi kepada semua pihak yang telah membantu PT Ghalia Indonesia.
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyiapan [16] Prihatini, Djatmiko, H.T., & Swarinoto, Y.S. (2000).
dan dimuatnya tulisan ini dalam penerbitan resmi Kaitan Southern Oscillation Index Dengan
BMKG. Total Hujan Bulanan di Pontianak. Jur. Met.
Geo., 1 (1),18.
Daftar Pustaka [17] Usman, H., & Akbar, P.S. (2000). Pengantar
Statistik. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
[1] Wirjohamidjojo, S. & Swarinoto, Y.S. (2007). Praktek
Meteorologi Pertanian. Jakarta: Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG).
[2] Spiridonov, V. & Curic, M. (2010). An Introduction to
Meteorology. Cobiss, MK.
[3] Zakir, A., Sulistya, W. & Khotimah, M.K. (2009).
Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Jakarta:
Pulitbang BMKG.
[4] Swarinoto Y. S. (2009). Validasi Spasial Data
Estimasi Suhu Udara Turunan Dari Citra
Satelit Landsat7-ETM+ Terhadap Data
Observasi Stasiun Cuaca/Iklim Darat (Kasus
Provinsi Jawa Barat Bagian Selatan). Jurnal
Agroklimatologi, IPB, Bogor.
ESTIMASI CURAH HUJAN HARIAN DENGAN METODE AUTOESTIMATOR.....................................................Yunus Swarinoto dkk
61

Anda mungkin juga menyukai