STEP 2
1
8. Apa perbedaan inflamasi akut dan kronik?
9. Apa yang menyebabkan lutut dani bengkak dan nyeri?
10. Bagaimana proosses dani menderita PJR?
11. Dasar-dasar hematologi
Humoral
Aktif
Adaptif Pasif
Respon Imun:
a. Retikuloendotelial
b. Fagositosis
c. Peradangan
d. Jalur Alternatif Aktivasi Komplemen
e. Demam
f. Interferon
g. NKC (Natural Killer Cell)
2
Hipersensitivitas Tipe 1 (anafilaktik)
6. Autoimun (LO)
8. & 10. Gejala klinis PJR (Penyakit Jantung Reumatik) : nyeri sendi,
sakit tenggorokan.
Prosesnya diawali dari infeksi Streptococccus Beta Hemolyticus Group
A di faring kemudian toksinnya terbawa ke sirkulasi dan akhirnya ke
katup jantung.
3
11. Dasar Hematologi
Hematologi : ilmu yang mempelajari tentang darah.
Darah mengandung 4 komponen, yaiutu:
a. Eritrosit
b. Leukosit (granulosit dan agranulosit)
c. Trombosit (platelet)
d. Plasma Darah
STEP 4
1. Imunitas bawaan : sudah ada dari fetus, misalnya epidermis kulit dan
MALT (lapisan Mukosa)
Imunitas spesifik : muncul atau bekerja setelah adanya induksi dari
antigen.
Imunitas Humoral : antibody bias mengenal permukaan antigen
Imunitas Seluler : memakan (Sel T)
Imunitas adaptif (spesifik) dibedakan menjadi 2, yaitu pasif dan aktif.
Imunitas aktif : antibody dibuat setelah diinduksi oleh antigen, limfoid
merespon dengn membentuk antibody.
Imunitas pasif : antidodi diberikan langsung kepada yang membutuhkan,
dapat menyebabkan hipersensitivitas.
4
2. Dengan imunitas nonspesifik dan spesifik. Spesifik dangan sel B dan T.
Antigen diselubungi setelah menempel agar mudah dihancurkan oleh
system imun.
3. Reaksi alergi : sel darah putih mendeteksi dengan IgE. Antibody
memerintah mediator (yang umum histamine) untuk mengurangi.
4. Rinitis Alergika, Asma Bronkiolus, Utrikaria, dan Eezema Atopik.
5. Sitotoksik, hemolisis
6. Autoimun (LO)
7. & 11. Inflamamsi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab
awal jejas sel, untuk membuang jaringan atau sel ang rusak. Respons
tubuh terhadap cidera.
10. Imun tidak bisa membedakan antigen dengan sel di katub jantung karena
beberapa hal.
5
e. Eritrosit
f. Leukosit (granulosit dan agranulosit)
g. Trombosit (platelet)
h. Plasma Darah
STEP 5
1. Reaksi Autoimun
2. Penyakit Autoimun (sistemik dan local)
3. Reaksi Alergi dan contoh penyakitnya
4. Pathogenesis PJR
STEP 6
STEP 7
6
apoptosis. Sel T yang bertahan dari proses ini akan berikatan dengan
molekul MHC dan kompleks peptida diri yang ada di timus dengan
afinitas yang berbeda-beda. Sel T yang mempunyai afinitas yang rendah
akan bertahan dan berpotensial untuk mengikat MHC dan peptida asing
dengan afinitas tinggi serta dapat menginisiasi respons imun protektif
nantinya. Namun sel T yang berikatan dengan MHC dan peptida diri di
timus dengan afinitas tinggi mempunyai potensial untuk pengenalan
dengan antigen diri di tubuh, dengan konsekuensi induksi autoimunitas.
Sel-sel dengan afinitas tinggi tersebut dieliminasi melalui proses negative
selection (Gambar 15-1).
Proses-proses diatas disebut edukasi timus. Alasan gagalnya
toleransi timus adalah banyaknya peptida diri yang tidak diekspresikan
dengan kadar yang cukup di timus untuk menginduksi negative selection.
Sebagian besar peptida yang berikatan dengan MHC di timus berasal baik
dari protein intraseluler atau terikat membran yang ada dimana-mana,
ataupun protein yang ada di cairan ekstraseluler, sehingga toleransi timus
tidak diinduksi terhadap protein spesifik jaringan.
Toleransi perifer
Terdapat beberapa mekanisme terjadinya toleransi perifer yang merupakan
kontrol lini kedua dalam mengatur sel autoreaktif
Ignorance
Proses immunological ignorance terjadi karena keberadaan antigen
terasing di organ avaskular, seperti humor viterus pada mata. Antigen
tersebut secara efektif tidak “terlihat” oleh sistem imun. Apabila antigen
tersebut lolos dari organ tersebut, maka toleransi perifer aktif akan
berkembang. Proses ini terjadi karena sel T CD4+ hanya mengenali
angtigen yang dipresentasikan melalui molekul MHC II. Dengan distribusi
yang terbatas dari molekul tersebut, maka sebagian besar molekul spesifik
organ tidak akan dipresentasikan dengan kadar yang cukup untuk
menginduksi aktivasi sel T
Pemisahan sel T autoreaktif dengan autoantigen
7
Antigen diri dan limfosit juga terpisah oleh sirkulasi limfosit yang terbatas.
Sirkulasi ini membatasi limfosit naive ke jaringan limfoid sekunder dan
darah. Untuk mencegah antigen diri mempunyai akses ke antigen-
presenting cells, debris dari jaringan diri yang rusak perlu dibersihkan
secara cepat dan dihancurkan, melalui apoptosis dan mekanisme
pembersihan debris lainnya, termasuk sistem komplemen dan fagositosis.
Defek komplemen dan fagosit berkaitan dengan perkembangan
autoimunitas terhadap molekul intraseluler.
Anergi dan kostimulasi
Mekanisme toleransi perifer yang aktif meliputi delesi sel autoreakitf
melalui apoptosis atau induksi keadaan anergi (tidak respons). Sel T CD4+
naive memerlukan dua sinyal untuk menjadi aktif dan memulai respons
imun. Sinyal pertama berupa sinyal spesifik antigen melalui reseptor
antigen di sel T. Sinyal kedua berupa sinyal non-spesifik ko-stimulasi,
biasanya sinyal oleh CD28 (pada sel T) yang terikat ke salah satu lingkup
B7 (CD80 atau CD86) pada stimulator. Oleh karena itu, meskipun terdapat
pengenalan sel T terhadap molekul peptida spesifik jaringan atau
kompleks MHC, namun bila tidak terdapat ikatan dengan molekul ko-
stimulator, maka stimulasi melalui reseptor sel T akan berujung pada
anergi atau kematian sel T melalui apoptosis (Gambar 15-2). Ekspresi
molekul ko-stimulator ini sangat terbatas. Sinyal stimulator juga terbatas
pada antigen-presenting cells seperti sel dendritik. Dengan adanya
distribusi yang terbatas dan pola resirkulasi, interaksi sel CD4+ dengan sel
dendritik hanya terjadi di jaringan limfoid sekunder seperti nodus limfe.
Ekspresi molekul ko-stimulator dapat diinduksi melalui beberapa cara,
biasanya melalui inflamasi atau kerusakan sel. Namun, dengan adanya
restriksi pola resirkulasi limfosit, maka hanya sel yang telah teraktivasi
sebelumnya yang mempunyai akses ke lokasi perifer.
Sel T teraktivasi juga dapat mengekspresikan molekul permukaan
yang mempunyai struktur serupa dengan molekul ko-stimulator, namun
mempunyai efek negatif terhadap aktivasi sel T, yaitu CTLA-4 yang
mempunyai struktur serupa dengan CD28 dan mengikat ligand yang sama.
8
Ikatan antara CD80 atau CD86 dengan CTLA4 menginduksi anergi atau
kematian melalui apoptosis (Gambar 15-2). Adanya defek genetik pada
mekanisme apoptosis dapat berakibat pada berkembangnya autoimunitas.
Supresi
Mekanisme toleransi perifer termasuk supresi aktif dari sel T autoreaktif
melalui penghambatan populasi sel T yang dapat mengenali antigen yang
sama (sel T supresor)
Toleransi sel B
Toleransi sel B bekerja pada sistem perifer. Produksi antibodi autoreaktif
dibatasi terutama oleh kurangnya sel T yang membantu dalam antigen diri.
Sel B baru akan terus dibentuk secara kontinu dari prekursor sumsum
tulang dan banyak diantaranya bersifat autoreaktif. Adanya proses
hipermutasi somatik gen imunoglobulin pada sel B matur di pusat
germinal nodus limfe juga dapat menghasilkan autoantibodi. Apabila sel B
baru atau hipermutasi sel B berikatan dengan antigen yang sesuai, namun
tidak terdapat bantuan sel T, maka sel B akan mengalami apoptosis atau
anergi.
2. Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai
antigen. Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen
dari bahan asing atau Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem
kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri.
9
sendirii. Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan
jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan (disebut
autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan
tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut
menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin
merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan
jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak
terjadi.
Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan
demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke
dalam aliran darah.Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola
mata dilepaskan ke dalam aliran darah.Cairan merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan
menyerangnya.
Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar
matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin
kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa
menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus
merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin
memasuki badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat
menjadikan senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran.
Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa
antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem
kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit
kerongkongan (reaksi ini bagian dari deman rumatik).
Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel
darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang
menyerang beberapa sel badan.
10
Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun.
Kerentanan kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi.
Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan
jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor Hormonal juga
mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering
terjadi pada wanita.
Penyakit autoimun:
Lupus
Lupus adalah suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh peradangan
kronis dari jaringan-jaringan tubuh yang disebabkan oleh penyakit
autoimun. Penyakit-penyakit autoimun adalah penykit-penyakit yang
terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistim imunnya
sendiri. Sistim imun adalah suatu sistim yang kompleks didalam tubuh
yang dirancang untuk memerangi/melawan agen-agen yang menular,
contohnya, bakteri-bakteri, dan penyerbu-penyerbu asing lainnya. Salah
satu dari mekanisme yang digunakan oleh sistim imun untuk melawan
infeksi-infeksi adalah produksi dari antibodi-antibodi. Pasien-pasien
dengan lupus memproduksi antibodi-antibodi yang abnormal didalam
darahnya yang mentargetkan jaringan-jaringan didalam tubuhnya sendiri
dari pada agen-agen menular asing. Karena antibodi-antibodi dan sel-sel
peradangan yang mendampinginya dapat melibatkan jaringan-jaringan
dimana saja didalam tubuh, lupus mempunyai potensi untuk
mempengaruhi beragam area-area tubuh. Kadangkala lupus dapat
11
menyebabkan penyakit kulit, jantung, paru-paru, ginjal, persendian-
persendian, dan/atau sistim syaraf. Ketika hanya kulit yang terlibat,
kondisi ini disebut lupus diskoid (discoid lupus). Ketika organ-organ
internal yang terlibat, kondisi ini disebut lupus sistemik eritematosus
(systemic lupus erythematosus, SLE).
Penyakit-penyakit Spesifik-organ
1. Myasthenia gravis
Penyakit ini dikenali juga sebagai diabetes jenis I (diabetes juvana) dan
disebabkan oleh sel Tc spesifik memusnahkan sel b pankreas yang terlibat
menghasilkan insulin. Apabila sel b dimusnahkan kurang insulin akan
dihasilkan. Aktiviti sel Tc bergantung kepada sitokin dari sel CD4 Th1,
oleh itu kerentanan terhadap penyakit ini dikaitkan dengan individu yang
mempunyai alel MHC II HLA-DR3 dan -DR4. Simptom-simptom
penyakit ini dirawat dengan suntikan insulin. Siklosporin A yang menekan
sel Tc telah berjaya digunakan untuk merawat penyakit ini.
3. Pernicious anemia
Penyakit ini berlaku pada usus. Sel plasma dalam mukosa perut
merembeskan autoantibodi (IgG) terhadap faktor intrinsik dan
mengganggu pengambilan normal vitamin B12. Pergabungan autoantibodi
12
kepada faktor intrinsik menghalang pengangkutan vitamin B12 yang perlu
untuk pematangan eritrosit dan tidak disintesis oleh tubuh. Oleh itu, lebih
banyak eritrosit tak matang yang tak efisien mengangkut oksigen
dihasilkan.
5. Sindrom Goodpasteur
6. Sklerosis berganda
7. Penyakit Grave
13
Autoantibodi dihasilkan reseptor TSH (thyroid stimulating hormone) dan
kesannya ialah hipertiroidisme. Dalam keadaan normal sel tiroid
dirangsang oleh TSH dari kelenjar pituitari yang bergabung kepada
reseptor TSH. Apabila autoantibodi bergabung dengan reseptor ini,
kelenjar ini akan dirangsang untuk merembeskan hormon dan menjadi
hiperaktif. Penyakit ini boleh dirawat dengan dadah anti-tiroid atau
pembuangan tiroid.
8. Penyakit Hashimoto
1. Artritis reumatoid
SLE ialah satu penyakit autoimun kronik dan pelbagai organ yang
melibatkan tindak balas imun terhadap beberapa antigen diri. Dalam SLE,
kompleks imun yang terdiri dari DNA atau nukleoprotein diri, antibodi
14
spesifik dan pelengkap, tertempat dalam kulit, ginjal dan sendi-sendi. Ini
menyebabkan eritema, glomerulonefritis dan artritis, masing-masing.
Antibodi anti-nukleus (DNA, nukleoproein) boleh dikesan dalam lebih
90% pesakit dan 20% mempunyai faktor reumatoid. Autoantibodi terhadap
RNA, eritrosit, platlet juga boleh dikesan. Ciri utama penyakit ini ialah
kemerahan berbentuk kupu-kupu (butterfly rash) pada hidung dan pipi.
Satu lagi ciri penyakit ini ialah fenomenon sel LE (lupus erythematosus
cell). Apabila darah pesakit ini dieram pada 37oC selama 30 - 60 min,
limfosit menjadi bengkak dan membebaskan bahan nukleusnya. Bahan ini
diopsoninkan oleh antibodi anti-DNA dan pelengkap, dan difagositosis
oleh sel LE. Kehadiran antibodi anti-DNA dan sel LE digunakan untuk
diagnosis SLE. Penyakit ini lazimnya berlaku pada wanita berumur antara
20 - 40 tahun.
3. Sindrom Sjogren
Ini ialah penyakit keradangan kronik yang diperantarakan sel T CD4 yang
memasukki kelenjar eksokrin (terutamanya kelenjar lakrimal dan air liur).
Sindrom Sjogren lazimnya dikaitkan dengan penyakit tisu hubungan lain
seperti artritis reumatoid dan SLE.
4. Sindrom Guillain-Barre
Jaringan yang
Gangguan Konsekwensi
terkena
15
Anemia (berkurangnya jumlah sel darah
Anemia merah) terjadi, menyebabkan kepenatan,
hemolitik Sel darah merah kelemahan, dan sakit kepala ringan.
autoimun Limpa mungkin membesar.
Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.
16
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak.
Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan
sinyal syaraf seperti biasanya.
Gejala mungkin termasuk kelemahan,
Multiple Otak dan spinal sensasi abnormal, kegamangan, masalah
sclerosis cord dengan pandangan, kekejangan otot, dan
sukar menahan hajat.
Gejala berubah-ubah tentang waktu dan
mungkin datang dan pergi.
Prognosis berubah-ubah.
17
Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.
18
menjadi lebih jelek kalau penyakitnya
parah dan bertahan hingga waktu yang
lama.
19
Alergi & Intoleransi Makanan
Anafilaksis
Kaligata (Urtikaria)
Angioedema Herediter
Mastositosis
Alergi Fisik
Reaksi Alergi Akibat Olah Raga.
PENYEBAB
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang
melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel
khusus, termasuk basofil di dalam sirkulasi darah dan sel mast di dalam
jaringan.
Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan
antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong
untuk melepaskan zat kimia yang melukai jaringan di sekitarnya.
Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan,
yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon
kekebalan.
Penyakit alergi yang kita kenal dalam praktek sehari-hari antara lain
ialah, reaksi atopi (rhinitis alergika, asthma bronehiale, urticaria,
eezema atopik) alergi obat, dermatitis kontak, dan serum sickness yang
sudah jarang dilihat lagi.
GEJALA
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri
dari mata berair, mata terasa gatal dan kadang bersin.
Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi gangguan pernafasan, kelainan
fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah, yang
menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi
pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan
20
makanan atau obat tertentu atau setelah disengat lebah.
DIAGNOSA
Setiap reaksi alergi dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan
utama dari diagnosis adalah mengenali alergen. Alergen bisa berupa
tumbuhan musim tertentu (misalnya serbuk rumput atau rumput liar)
atau bahan tertentu (misalnya bulu kucing, obat atau makanan).
Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk ke dalam mata, terhirup,
termakan atau disuntikkan, alergen bisa menyebabkan reaksi alergi
Jika tes kulit tidak dapat dilakukan atau keamanannya diragukan, maka
bisa digunakan tes RAS. Kedua tes ini sangat spesifik dan akurat, tetapi
tes kulit biasanya sedikit lebih akurat dan lebih murah serta hasilnya bisa
diperoleh dengan segera.
21
PENGOBATAN
Menghindari alergen adalah lebih baik daripada mencoba untuk
mengobati suatu reaksi alergi.
Dengan menghindari alergen, maka penderita tidak perlu:
- mengkonsumsi obat tertentu
- memasang alat penyaring pada AC
- melarang hewan peliharaan berkeliaran di dalam rumah
- berhenti mengkonsumsi makanan tertentu.
Kadang penderita yang alergi terhadap bahan yang berhubungan dengan
jenis pekerjaan tertentu, mungkin harus berganti pekerjaan. Penderita
alergi musiman yang berat mungkin perlu mempertimbangkan untuk
pindah ke suatu daerah yang tidak memiliki alergen tersebut.
Beberapa alergi yang terbawa oleh udara tidak dapat dihindari, karena
itu seringkali digunakan metode untuk menghalangi respon alergi dan
penggunaan obat untuk meringankan gejala.
Imunoterapi alergen
22
dan dosisnya dinaikkan secara bertahap sampai tercapai dosis
pemeliharaan. Pengobatan ini merangsang tubuh untuk menghasilkan
antibodi penghalang atau antibodi penetralisir yang bertindak sebagai
pencegah terjadinya reaksi alergi. Pada akhirnya kadar antibodi IgE
dalam darah (sebagai antigen) juga turun.
Imunoterapi harus dilakukan secara hati-hati karena pemberian alergen
dosis tinggi yang terlalu cepat bisa menyebabkan terjadinya reaksi alergi.
23
Antihistamin
Beberapa antihistamin dijual bebas tanpa resep dokter dan ada yang
dikombinasikan dengan dekongestan (obat untuk mengkerutkan
pembuluh darah dan membantu melegakan hidung tersumbat).
24
Kebanyakan antihistamin menyebabkan ngantuk. Efek sedatif yang kuat
dari antihistamin menyebabkan obat ini banyak ditemukan sebagai bahan
aktif dalam berbagai obat tidur yang dijual bebas.
Antihistamin juga sebagian besar memiliki efek antikolinergik yang
kuat, yang bisa menyebabkan linglung, pusing, mulut kering, sembelit,
sulit berkemih dan penglihatan kabur. Tetapi kebanyakan orang yang
menggunakan antihistamin tidak mengalami efek tersebut.
Rasa ngantuk dan efek samping lainnya juga dapat diminimalisasi
dengan cara mengawali pemakaian antihistamin dalam dosis rendah dan
secara bertahap menambah dosisnya sampai dicapai dosis yang efektif
mengendalikan gejala.
Saat ini juga tersedia antihistamin non-sedatif (tidak menimbulkan rasa
kantuk), seperti astemizol, setirizin, loratadin dan feksofenadin.
25
Pada rhinitis alergika yang menjadi alergen biasanya berbentuk inhalan ;
pada asthma bronehiale umumnya juga inhalan, meskipun seperti pada
urticaria semua bentuk alergen dapat menimbulkannya . Perlu diketahui
bahwa pada penyakit alergi ada pula faktor-faktor lain yang non-
antigenik yang dapat menimbulkan manifestasi yang sama misalnya
kecapaian, kurang tidur, udara yang lembab , emosi, yang dapat
menimbulkan serangan asthma bronchiale dan urticaria. Dalam usaha
mencari alergen, pertama dibutuhkan suatu anamnesa yang teliti, antara
lain menanyakan kepada penderita tentang kemungkiman yang menjadi
sebab timbulnya keluhan yang mungkin diketahui dan mungkin tidak,
keadaan rumah penderita (ada atau tidaknya binatang piaraan seperti
kucing, anjing, burung, ayam, dsb., keadaan kamar tidur seperti jenis
kasur dan bantal, apa dibuat dari karet busa atau kapuk) tempat bekerja
penderita, apa alat-alat tulis, buku-buku disimpan rapi dalam lemari atau
tidak, dan apa ada permadani atau tidak, disckeliling penderita bekerja
atau tidur, dll.
26
menyebabkan kematian. Pada anak-anak kalau tidak ditanggulangi
dengan baik mungkin pertumbuhan rongga dadanya akan mengalami
gangguan.
Pada tahun 1974 dari 1526 penderita yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam FKUI/RSTM Jakarta, 97 adalah penderita asthma bronchiale dan
dari jumlah tersebut 7 orang meninggal. Serangan asthma bronchiale
yang sering timbul, menyebabkan angka absensi sekolah dan kantor
yang cukup tinggi, disamping mungkin timbulnya gangguan psikis yang
biasa terjadi pada perjalanan suatu penyakit yang kronis.
27
- thrombositopenia
- agranulositosis
- anemia aplastik
- anemia hemolitik
28
menimbulkan suatu dermatitis kontak. Perlu diperhatikan perananperanan
dari logam-logam perhiasan, bahan kosmetik, bahan tekstil yang dapat
menjadi sebab jenis penyakit tersebut.
10 Cermin Dunia Kedokteran No. 6, 1976.
Sindrom Stevens-Johnson
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah kelainan serius pada kulit dan
selaput lendir akibat reaksi dari obat atau adanya infeksi, kondisi ini sangat
jarang terjadi. Seringkali reaksi ini dimulai dengan gejala mirip penyakit
flu, dan diikuti dengan ruam merah yang menyebar hingga akhirnya
lapisan kulit bisa mati dan mengelupas.
29
SJS memerlukan perhatian medis yang segera, terutama jika gejala-gejala
tersebut sudah muncul. Penyebab pasti SJS tidak selalu dapat diidentifikasi
dengan pasti, biasanya akibat reaksi alergi dari obat, infeksi atau penyakit
tertentu.
Obat-obatan yang terkait dengan SJS adalah obat anti asam urat
(allopurinol), obat anti peradangan non-steroid (NSAID), obat untuk
infeksi seperti sulfonamid dan penisilin dan obat untuk kejang-kejang
(antikonvulsan). Infeksi yang dapat meyebabkan SJS adalah herpes,
influenza, HIV, difteri, tifus dan hepatitis. Dalam beberapa kasus SJS
dapat disebabkan oleh terapi radiasi atau sinar ultraviolet.
SJS adalah suatu reaksi alergi yang sangat langka dan tak bisa diduga.
Sampai saat ini tidak ada tes yang tersedia untuk membantu memprediksi
siapa yang lebih berisiko.
30
kondisi kesehatan secara menyeluruh, usia dan riwayat kesehatan,
keparahan kondisi dan toleransi terhadap obat, prosedur atau terapi
tertentu.
Pengobatan yang diberikan bisa berupa isolasi untuk mencegah infeksi,
melindungi luka dengan perban, pemberian cairan dan elektrolit melalui
intravena dan antibiotik. Perawatan yang diterima bisa gabungan
semuanya atau hanya salah satu saja.
Baik SJS atau pun TEN jika kondisinya parah bisa mengakibatkan
kematian. Angka kematian untuk TEN sekitar 30-35 persen, sedangkan
untuk SJS sebesar 5-15 persen.
Berdasarkan beberapa penelitian dan observasi didapatkan rasio penderita
untuk TEN sebesar 1 dari 1,4 juta penduduk sedangkan untuk SJS 1-3 dari
1 juta penduduk.
Definisi
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik. Penyakit jantung reumatik adalah
sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup
31
jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung
tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β
hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa
menyebabkan demam reumatik.
Penyebab
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik.
Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu
mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan
pertama maupun demam reumatik serangan ulang.
Gejala Klinis
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik.
Demam reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai
terutama jantung, sendi, otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut
demam reumatik bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat
keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam
minggu setelah infeksi oleh Streptococcus. Gejala klinis pada penyakit
jantung reumatik bisa berupa gejala kardiak (jantung) dan non kardiak.
Gejalanya antara lain:
32
o (infeksi dan peradangan jantung) adalah komplikasi paling serius
dan kedua paling umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada
kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien dapat mengeluh sesak nafas,
dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak), batuk atau
ortopneu (sesak saat berbaring)
o Pada pemeriksaan fisik, karditis (peradangan pada jantung)
umumnya dideteksi dengan ditemukannya bising jantung
(gangguan bunyi jantung) atau takikardia (jantung berdetak >
100x/menit) diluar terjadinya demam
o Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan
perikarditis (radang selaput jantung)
o Pasien dengan diagnosis demam reumatik akut harus dikontrol
sesering mungkin karena progresifitas penyakitnya
Murmur (bising jantung) baru atau perubahan bunyi murmur. Murmur
yang didengar pada demam reumatik akut biasanya disebabkan oleh
insufisiensi katup (gangguan katup).
Gagal jantung kongestif
o Gagal jantung dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang
berat atau miokarditis (radang pada sel otot jantung)
Perikarditis
Gejala umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut
antara lain:
o Poliartritis (peradangan pada banyak sendi) adalah gejala umum
dan merupakan manifestasi awal dari demam reumatik (70 – 75
%). Umumnya artritis (radang sendi) dimulai pada sendi-sendi
besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi ke
sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan
pergelangan tangan). Sendi yang terkena akan terasa sakit,
bengkak, terasa hangat, eritem dan pergerakan terbatas. Gejala
artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 – 24 jam dan bertahan
dalam waktu 2 – 6 hari (jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan
berespon sangat baik dengan pemberian aspirin. Poliartritis lebih
33
umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan
pada anak-anak.
o Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai
hampir 15% penderita demam reumatik. Manifestasi ini
mencerminkan keterlibatan sistem syaraf sentral pada proses
radang. Penderita dengan khorea ini datang dengan gerakan-
gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan dan emosi
labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam
keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali
menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-ledak.
Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan
ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang
ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat
dibaca sama sekali.
o Erithema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam
reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena
kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor.
Kelainan ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema
(kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain
mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita.
Gangguan ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan
pada batang tubuh dan tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka.
Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang
tersering adalah pada stadium awal, dan biasanya terjadi hanya
pada penderita demam reumatik dengan karditis.
o Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak
beberapa dekade terakhir, dan kini hanya ditemukan pada penderita
penyakit jantung reumatik khronik. Frekuensinya kurang dari 5%,
namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan ditemukan
pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan) ini biasanya
terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut, dan
persendian kaki. Kadang-kadangg nodulus ini ditemukan pada kulit
34
kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5
sampai dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara
bebas; biasanya kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang
menutupi tidak pucat atau meradang. Nodulus ini muncul hanya
sesudah beberapa minggu sakit dan kebanyakan hanya ditemukan
pada penderita dengan karditis.
o Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain nyeri perut,
epistaksis (mimisan), demam dengan suhu di atas 39 °C dengan
pola yang tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya
mirip dengan pneumonia karena infeksi.
Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai
komplikasi dari stenosis mitral (gangguan katup).
Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah
karena bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan
penghancuran trombosit bisa juga terjadi.
Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena
pembesaran atrium kiri karena gangguan pada katup mitral.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali
diantaranya adalah :
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di
seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau
35
sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).
36
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Disease caused by humoral and cell-
mediated immune reactions. Dalam: Cellular and molecular immunology.
Philadelphia: WB Saunders, 1991; 353-76.
Roitt IM. Essential immunology; edisi ke-6. Oxford: Blackwell Scioentific, 1988;
233-67.
www.klikdokter.com
www.medicastore.com
37