Anda di halaman 1dari 37

STEP 1

1. Nyeri dan bengkak : rasa tidak nyaman, mekanisme protektif dari


keadaan yang tidak normal, efek dari
rematik. Akibat peradangan.
2. Alergi : hipersensitivitas dari imun tubuh terhadap
bendaasing/protein/polisakarida. Terjadi
pada individu yang rentan.
3. Imun : kekebalan, pertahanan terhadap benda
asingyang masuk ke dalam tubuh. Berupa
imunitas bawaan dan imunitas adaptif. Oleh
limfosit T dan limfosit B.
4. Penicillin : antibiotik yang berasal dari jamur
penicilium.
5. Jantung Rematik : Kondisi dimana katub jantung rusak, diawali
dengan demam rematik yang disebabkan
oleh bakteri Streptococcus group A.
Gejalanya adalah nyeri di sendi dan
tenggorokan.

STEP 2

1. a. Bagaimana system imun dalam tubuh?


b. Apa macam-macam respons imun?
c. Apa saja organ-organ yang berperan dalam system imun?
2. Bagaimana system imun menanggapi infeksi?
3. Alergi dan perjalanannya
4. Penyakit yang disebabkan oleh alergi?
5. Apa yang menyebabkan Dani alergi terhadap penicillin?
6. Autoimun secara umum dan khususnya dalam Penyakit Jantung Reumatik
(PJR)?
7. Bagaimana proses terjadinya peradangn (inflamasi)?

1
8. Apa perbedaan inflamasi akut dan kronik?
9. Apa yang menyebabkan lutut dani bengkak dan nyeri?
10. Bagaimana proosses dani menderita PJR?
11. Dasar-dasar hematologi

Humoral

STEP 3 Spesifik (adaptif) Seluler

1. Sistem imun Non-spesifik (bawaan)

Aktif
Adaptif Pasif

Respon Imun:
a. Retikuloendotelial
b. Fagositosis
c. Peradangan
d. Jalur Alternatif Aktivasi Komplemen
e. Demam
f. Interferon
g. NKC (Natural Killer Cell)

Organ-organ yang berperan dalam system imun adalah hati, darah,


limfooid, tymus, lien, sumsum tulang.

2. Sistem imun bekerja mengaktifkan organ-organ imunitas dan


memeorikan antigen. Bekerrja dengan Siistem Kunci Gembok

3. Alergi dan perjalanannya

4. Penyakit yang disebabkan alergi

2
Hipersensitivitas Tipe 1 (anafilaktik)

Hipersensitivitas Hipersensitivitas Tipe 2 (sitotoksik)

Hipersensitivitas Tipe 3 (kompleks imun)

Hipersensitivitas Tipe 4 (seluler)

Contoh penyakit alergi: Utrikaria, Rinitis Alergika, Hay Fever, Asma,


dan anafilaksis.

5. Kelainan darah pada Dani yang menyebabkan ia alergi terhadap


Pencilin

6. Autoimun (LO)

7. & 11. Inflamamsi adalah respons protektif untuk menghilangkan


penyebab awal jejas sel, untuk membuang jaringan atau sel ang rusak.
Respons tubuh terhadap cidera.

Prosesnya : Leukosit membunuh mikroorganisme dengan 2 perubahan,


yaitu perubahan vaskuler dan perubahan aktivitas seluler
Akut (cepat)
Inflamasi Kronik (lama)

8. & 10. Gejala klinis PJR (Penyakit Jantung Reumatik) : nyeri sendi,
sakit tenggorokan.
Prosesnya diawali dari infeksi Streptococccus Beta Hemolyticus Group
A di faring kemudian toksinnya terbawa ke sirkulasi dan akhirnya ke
katup jantung.

9. Streptococccus Beta Hemolyticus Group A

3
11. Dasar Hematologi
Hematologi : ilmu yang mempelajari tentang darah.
Darah mengandung 4 komponen, yaiutu:
a. Eritrosit
b. Leukosit (granulosit dan agranulosit)
c. Trombosit (platelet)
d. Plasma Darah

STEP 4

1. Imunitas bawaan : sudah ada dari fetus, misalnya epidermis kulit dan
MALT (lapisan Mukosa)
Imunitas spesifik : muncul atau bekerja setelah adanya induksi dari
antigen.
Imunitas Humoral : antibody bias mengenal permukaan antigen
Imunitas Seluler : memakan (Sel T)
Imunitas adaptif (spesifik) dibedakan menjadi 2, yaitu pasif dan aktif.
Imunitas aktif : antibody dibuat setelah diinduksi oleh antigen, limfoid
merespon dengn membentuk antibody.
Imunitas pasif : antidodi diberikan langsung kepada yang membutuhkan,
dapat menyebabkan hipersensitivitas.

Kerja system imun:


Fase 1: Kognisi, sel limfosit mengenali dan binding
Fase 2: Pengikatan, sel B pada permukaan antigen, sel T dangan MHC
Fase 3: Aktivasi, makan, limfosit berproliferasi, berdiferensiasi. Sel T
aktifkan makrofag.
Fase 4: Efektor, tereliminasi atau membawa penyakit.
Sel Tc berfungsi menghancurkan sel yang terinfeksi. Apabila tidak
bias melawan maka timbulah penyakit.

Limfosit : primer (Bone Marrow, Timus), sekunder (MALT, lien, nodulus


limpaticus.

4
2. Dengan imunitas nonspesifik dan spesifik. Spesifik dangan sel B dan T.
Antigen diselubungi setelah menempel agar mudah dihancurkan oleh
system imun.
3. Reaksi alergi : sel darah putih mendeteksi dengan IgE. Antibody
memerintah mediator (yang umum histamine) untuk mengurangi.
4. Rinitis Alergika, Asma Bronkiolus, Utrikaria, dan Eezema Atopik.
5. Sitotoksik, hemolisis
6. Autoimun (LO)
7. & 11. Inflamamsi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab
awal jejas sel, untuk membuang jaringan atau sel ang rusak. Respons
tubuh terhadap cidera.

Prosesnya : Leukosit membunuh mikroorganisme dengan 2 perubahan,


yaitu perubahan vaskuler dan perubahan aktivitas seluler
Akut (cepat)
Inflamasi Kronik (lama)

8. Gejala klinis PJR (Penyakit Jantung Reumatik) : nyeri sendi, sakit


tenggorokan. Prosesnya diawali dari infeksi Streptococccus Beta
Hemolyticus Group A di faring kemudian toksinnya terbawa ke sirkulasi
dan akhirnya ke katup jantung.

9. Streptococccus Beta Hemolyticus Group A

10. Imun tidak bisa membedakan antigen dengan sel di katub jantung karena
beberapa hal.

11. Dasar Hematologi


Hematologi : ilmu yang mempelajari tentang darah.
Darah mengandung 4 komponen, yaiutu:

5
e. Eritrosit
f. Leukosit (granulosit dan agranulosit)
g. Trombosit (platelet)
h. Plasma Darah

STEP 5

1. Reaksi Autoimun
2. Penyakit Autoimun (sistemik dan local)
3. Reaksi Alergi dan contoh penyakitnya
4. Pathogenesis PJR

STEP 6

STEP 7

1. Autoimunitas dan toleransi diri


Untuk menghindari penyakit autoimun, pembentukan molekul sel T dan B
yang bersifat autoreaktif harus dicegah melalui eliminasi atau down-
regulation. Sel T (terutama CD4+) mempunyai peran sentral dalam
mengatur hampir semua respons imun, sehingga proses toleransi sel T
lebih penting dalam penghindaran autoimunitas dibandingkan toleransi sel
B. Selain itu, sebagian sel B yang autoreaktif juga tidak dapat
memproduksi autoantibodi apabila tidak menerima rangsangan yang tepat
dari sel Th.
Toleransi timus
Perkembangan sel T di timus mempunyai peranan penting dalam eliminasi
sel T yang dapat mengenali peptida pada protein diri. Dengan proses
positive selection, sel akan bertahan melalui ikatan dengan molekul MHC.
Ikatan ini akan menginduksi sinyal yang mencegah sel mati. Reseptor sel
T yang gagal berikatan dengan molekul MHC di timus akan mati melalui

6
apoptosis. Sel T yang bertahan dari proses ini akan berikatan dengan
molekul MHC dan kompleks peptida diri yang ada di timus dengan
afinitas yang berbeda-beda. Sel T yang mempunyai afinitas yang rendah
akan bertahan dan berpotensial untuk mengikat MHC dan peptida asing
dengan afinitas tinggi serta dapat menginisiasi respons imun protektif
nantinya. Namun sel T yang berikatan dengan MHC dan peptida diri di
timus dengan afinitas tinggi mempunyai potensial untuk pengenalan
dengan antigen diri di tubuh, dengan konsekuensi induksi autoimunitas.
Sel-sel dengan afinitas tinggi tersebut dieliminasi melalui proses negative
selection (Gambar 15-1).
Proses-proses diatas disebut edukasi timus. Alasan gagalnya
toleransi timus adalah banyaknya peptida diri yang tidak diekspresikan
dengan kadar yang cukup di timus untuk menginduksi negative selection.
Sebagian besar peptida yang berikatan dengan MHC di timus berasal baik
dari protein intraseluler atau terikat membran yang ada dimana-mana,
ataupun protein yang ada di cairan ekstraseluler, sehingga toleransi timus
tidak diinduksi terhadap protein spesifik jaringan.
Toleransi perifer
Terdapat beberapa mekanisme terjadinya toleransi perifer yang merupakan
kontrol lini kedua dalam mengatur sel autoreaktif
Ignorance
Proses immunological ignorance terjadi karena keberadaan antigen
terasing di organ avaskular, seperti humor viterus pada mata. Antigen
tersebut secara efektif tidak “terlihat” oleh sistem imun. Apabila antigen
tersebut lolos dari organ tersebut, maka toleransi perifer aktif akan
berkembang. Proses ini terjadi karena sel T CD4+ hanya mengenali
angtigen yang dipresentasikan melalui molekul MHC II. Dengan distribusi
yang terbatas dari molekul tersebut, maka sebagian besar molekul spesifik
organ tidak akan dipresentasikan dengan kadar yang cukup untuk
menginduksi aktivasi sel T
Pemisahan sel T autoreaktif dengan autoantigen

7
Antigen diri dan limfosit juga terpisah oleh sirkulasi limfosit yang terbatas.
Sirkulasi ini membatasi limfosit naive ke jaringan limfoid sekunder dan
darah. Untuk mencegah antigen diri mempunyai akses ke antigen-
presenting cells, debris dari jaringan diri yang rusak perlu dibersihkan
secara cepat dan dihancurkan, melalui apoptosis dan mekanisme
pembersihan debris lainnya, termasuk sistem komplemen dan fagositosis.
Defek komplemen dan fagosit berkaitan dengan perkembangan
autoimunitas terhadap molekul intraseluler.
Anergi dan kostimulasi
Mekanisme toleransi perifer yang aktif meliputi delesi sel autoreakitf
melalui apoptosis atau induksi keadaan anergi (tidak respons). Sel T CD4+
naive memerlukan dua sinyal untuk menjadi aktif dan memulai respons
imun. Sinyal pertama berupa sinyal spesifik antigen melalui reseptor
antigen di sel T. Sinyal kedua berupa sinyal non-spesifik ko-stimulasi,
biasanya sinyal oleh CD28 (pada sel T) yang terikat ke salah satu lingkup
B7 (CD80 atau CD86) pada stimulator. Oleh karena itu, meskipun terdapat
pengenalan sel T terhadap molekul peptida spesifik jaringan atau
kompleks MHC, namun bila tidak terdapat ikatan dengan molekul ko-
stimulator, maka stimulasi melalui reseptor sel T akan berujung pada
anergi atau kematian sel T melalui apoptosis (Gambar 15-2). Ekspresi
molekul ko-stimulator ini sangat terbatas. Sinyal stimulator juga terbatas
pada antigen-presenting cells seperti sel dendritik. Dengan adanya
distribusi yang terbatas dan pola resirkulasi, interaksi sel CD4+ dengan sel
dendritik hanya terjadi di jaringan limfoid sekunder seperti nodus limfe.
Ekspresi molekul ko-stimulator dapat diinduksi melalui beberapa cara,
biasanya melalui inflamasi atau kerusakan sel. Namun, dengan adanya
restriksi pola resirkulasi limfosit, maka hanya sel yang telah teraktivasi
sebelumnya yang mempunyai akses ke lokasi perifer.
Sel T teraktivasi juga dapat mengekspresikan molekul permukaan
yang mempunyai struktur serupa dengan molekul ko-stimulator, namun
mempunyai efek negatif terhadap aktivasi sel T, yaitu CTLA-4 yang
mempunyai struktur serupa dengan CD28 dan mengikat ligand yang sama.

8
Ikatan antara CD80 atau CD86 dengan CTLA4 menginduksi anergi atau
kematian melalui apoptosis (Gambar 15-2). Adanya defek genetik pada
mekanisme apoptosis dapat berakibat pada berkembangnya autoimunitas.
Supresi
Mekanisme toleransi perifer termasuk supresi aktif dari sel T autoreaktif
melalui penghambatan populasi sel T yang dapat mengenali antigen yang
sama (sel T supresor)
Toleransi sel B
Toleransi sel B bekerja pada sistem perifer. Produksi antibodi autoreaktif
dibatasi terutama oleh kurangnya sel T yang membantu dalam antigen diri.
Sel B baru akan terus dibentuk secara kontinu dari prekursor sumsum
tulang dan banyak diantaranya bersifat autoreaktif. Adanya proses
hipermutasi somatik gen imunoglobulin pada sel B matur di pusat
germinal nodus limfe juga dapat menghasilkan autoantibodi. Apabila sel B
baru atau hipermutasi sel B berikatan dengan antigen yang sesuai, namun
tidak terdapat bantuan sel T, maka sel B akan mengalami apoptosis atau
anergi.

2. Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai
antigen. Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen
dari bahan asing atau Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem
kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri.

Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya


sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-
jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ
dan jaringan. Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut
antigen. Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di
atas permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa
antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di mereka sendiri.

berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan

9
sendirii. Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan
jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan (disebut
autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan
tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut
menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin
merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan
jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak
terjadi.

Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :

 Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan
demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke
dalam aliran darah.Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola
mata dilepaskan ke dalam aliran darah.Cairan merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan
menyerangnya.
 Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar
matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin
kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa
menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus
merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
 Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin
memasuki badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat
menjadikan senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran.
Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa
antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem
kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit
kerongkongan (reaksi ini bagian dari deman rumatik).
 Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel
darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang
menyerang beberapa sel badan.

10
Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun.
Kerentanan kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi.
Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan
jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor Hormonal juga
mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering
terjadi pada wanita.

Beberapa ganguan autoimun yang sering terjadi seperti radang sendi


rheumatoid, lupus erythematosus sistemik (lupus), dan vasculitis,
diantaranya. Penyakit tambahan yang diyakini berhubungan dengan
autoimun seperti glomerulonephritis, penyakit Addison, penyakit
campuran jaringan ikat, sindroma Sjogren, sclerosis sistemik progresif,
dan beberapa kasus infertilitas.

Penyakit autoimun:
Lupus
Lupus adalah suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh peradangan
kronis dari jaringan-jaringan tubuh yang disebabkan oleh penyakit
autoimun. Penyakit-penyakit autoimun adalah penykit-penyakit yang
terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistim imunnya
sendiri. Sistim imun adalah suatu sistim yang kompleks didalam tubuh
yang dirancang untuk memerangi/melawan agen-agen yang menular,
contohnya, bakteri-bakteri, dan penyerbu-penyerbu asing lainnya. Salah
satu dari mekanisme yang digunakan oleh sistim imun untuk melawan
infeksi-infeksi adalah produksi dari antibodi-antibodi. Pasien-pasien
dengan lupus memproduksi antibodi-antibodi yang abnormal didalam
darahnya yang mentargetkan jaringan-jaringan didalam tubuhnya sendiri
dari pada agen-agen menular asing. Karena antibodi-antibodi dan sel-sel
peradangan yang mendampinginya dapat melibatkan jaringan-jaringan
dimana saja didalam tubuh, lupus mempunyai potensi untuk
mempengaruhi beragam area-area tubuh. Kadangkala lupus dapat

11
menyebabkan penyakit kulit, jantung, paru-paru, ginjal, persendian-
persendian, dan/atau sistim syaraf. Ketika hanya kulit yang terlibat,
kondisi ini disebut lupus diskoid (discoid lupus). Ketika organ-organ
internal yang terlibat, kondisi ini disebut lupus sistemik eritematosus
(systemic lupus erythematosus, SLE).

Penyakit-penyakit Spesifik-organ

1. Myasthenia gravis

Antibodi dihasilkan terhadap reseptor asetilkolin pada persimpangan


neurootot. Reseptor ini dimusnahkan menyebabkan isyarat dari saraf yang
dibawa oleh asetilkolin tidak diterima oleh otot dan otot menjadi lemah.
Penyakit ini boleh dirawat dengan perencat kolinesterase dan
plasmaferesis untuk membersihkan autoantibodi.

2. Diabetes mellitus bergantung insulin

Penyakit ini dikenali juga sebagai diabetes jenis I (diabetes juvana) dan
disebabkan oleh sel Tc spesifik memusnahkan sel b pankreas yang terlibat
menghasilkan insulin. Apabila sel b dimusnahkan kurang insulin akan
dihasilkan. Aktiviti sel Tc bergantung kepada sitokin dari sel CD4 Th1,
oleh itu kerentanan terhadap penyakit ini dikaitkan dengan individu yang
mempunyai alel MHC II HLA-DR3 dan -DR4. Simptom-simptom
penyakit ini dirawat dengan suntikan insulin. Siklosporin A yang menekan
sel Tc telah berjaya digunakan untuk merawat penyakit ini.

3. Pernicious anemia

Penyakit ini berlaku pada usus. Sel plasma dalam mukosa perut
merembeskan autoantibodi (IgG) terhadap faktor intrinsik dan
mengganggu pengambilan normal vitamin B12. Pergabungan autoantibodi

12
kepada faktor intrinsik menghalang pengangkutan vitamin B12 yang perlu
untuk pematangan eritrosit dan tidak disintesis oleh tubuh. Oleh itu, lebih
banyak eritrosit tak matang yang tak efisien mengangkut oksigen
dihasilkan.

4. Anemia hemolisis autoimun

Autoantibodi dihasilkan terhadap berbagai antigen eritrosit seperti antigen


ABO dan Rh. Pergabungan antibodi kepada eritrosit akan menyebabkan
pemugaran eritrosit terpeka oleh limpa. Kesannya ialah anemia.
Pengaktifan pelengkap juga boleh berlaku dan menyebabkan hemolisis.

5. Sindrom Goodpasteur

Autoantibodi dihasilkan terhadap kolagen jenis IV yang terdapat pada


membran dasar alveolus peparu dan kapilari glomerulus ginjal. Pelengkap
akan diaktifkan dan tisu ini dimusnahkan.

6. Sklerosis berganda

Sklerosis berganda (multiple sclerosis) ialah sejenis penyakit nyahmielin


(demyelinating disease) pada sistem saraf pusat. Mielin ialah satu lapisan
selaput berlemak yang memudahkan pengangkutan impuls saraf. Dalam
penyakit sklerosis berganda, selaput ini dimusnahkan dan perpindahan
impuls menjadi perlahan. Proses nyahmielin mungkin diperantarakan oleh
gerak balas imun terhadap antigen diri, iaitu mielin. Autoantibodi anti-
mielin akan bergabung dan pemusnahan selaput ini berlaku hasil tindakan
bersama pelengkap. Pencetusan proses nyahmielin mungkin dimulakan
oleh infeksi virus.

7. Penyakit Grave

13
Autoantibodi dihasilkan reseptor TSH (thyroid stimulating hormone) dan
kesannya ialah hipertiroidisme. Dalam keadaan normal sel tiroid
dirangsang oleh TSH dari kelenjar pituitari yang bergabung kepada
reseptor TSH. Apabila autoantibodi bergabung dengan reseptor ini,
kelenjar ini akan dirangsang untuk merembeskan hormon dan menjadi
hiperaktif. Penyakit ini boleh dirawat dengan dadah anti-tiroid atau
pembuangan tiroid.

8. Penyakit Hashimoto

Kelenjar tiroid diserang oleh limfosit dan fagosit menyebabkan


keradangan dan tiroid menjadi bengkak (goiter). Autoantibodi dihasilkan
terhadap tiroglobulin dan pemusnahan sel-sel tiroid berlaku. Kedua-dua
keimunanan humor dan perantaraan sel terlibat. Kesannya ialah
hipotiroidisme. Penyakit ini dirawat dengan tiroksin.

B. Penyakit-penyakit Tak Spesifik-organ

1. Artritis reumatoid

Penyakit ini disebabkan pemusnahan sendi-sendi terutamanya pada jari.


Pemusnahan ini berpunca dari sel keradangan Th1 yang mengaktifkan sel-
sel sinovial menghasilkan enzim-enzim hidrolisis. Enzim-enzim ini
memusnahkan kartilaj, ligamen dan tendon. Pesakit-pesakit mempunyai
faktor reumatoid, iaitu antibodi terhadap bahagian Fc IgG. Kehadiran
faktor reumatoid digunakan untuk diagnosis artritis reumatoid.

2. Lupus eritematosus sistemik (SLE)

SLE ialah satu penyakit autoimun kronik dan pelbagai organ yang
melibatkan tindak balas imun terhadap beberapa antigen diri. Dalam SLE,
kompleks imun yang terdiri dari DNA atau nukleoprotein diri, antibodi

14
spesifik dan pelengkap, tertempat dalam kulit, ginjal dan sendi-sendi. Ini
menyebabkan eritema, glomerulonefritis dan artritis, masing-masing.
Antibodi anti-nukleus (DNA, nukleoproein) boleh dikesan dalam lebih
90% pesakit dan 20% mempunyai faktor reumatoid. Autoantibodi terhadap
RNA, eritrosit, platlet juga boleh dikesan. Ciri utama penyakit ini ialah
kemerahan berbentuk kupu-kupu (butterfly rash) pada hidung dan pipi.
Satu lagi ciri penyakit ini ialah fenomenon sel LE (lupus erythematosus
cell). Apabila darah pesakit ini dieram pada 37oC selama 30 - 60 min,
limfosit menjadi bengkak dan membebaskan bahan nukleusnya. Bahan ini
diopsoninkan oleh antibodi anti-DNA dan pelengkap, dan difagositosis
oleh sel LE. Kehadiran antibodi anti-DNA dan sel LE digunakan untuk
diagnosis SLE. Penyakit ini lazimnya berlaku pada wanita berumur antara
20 - 40 tahun.

3. Sindrom Sjogren

Ini ialah penyakit keradangan kronik yang diperantarakan sel T CD4 yang
memasukki kelenjar eksokrin (terutamanya kelenjar lakrimal dan air liur).
Sindrom Sjogren lazimnya dikaitkan dengan penyakit tisu hubungan lain
seperti artritis reumatoid dan SLE.

4. Sindrom Guillain-Barre

Penyakit ini menjejaskan saraf periferi dan menyebabkan kelemahan yang


mungkin berakhir dengan kelumpuhan. Lazimnya ia berlaku selepas
pemvaksinan (seperti influenzae) atau selepas infeksi (contohnya measles,
hepatitis). Kemungkinan gerak balas imun terhadap agen menginfeksi
bertindak terhadap tisu neuron kerana kehadiran epitop yang dikongsikan.

Beberapa Gangguan Autoimun

Jaringan yang
Gangguan Konsekwensi
terkena

15
Anemia (berkurangnya jumlah sel darah
Anemia merah) terjadi, menyebabkan kepenatan,
hemolitik Sel darah merah kelemahan, dan sakit kepala ringan.
autoimun Limpa mungkin membesar.
Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.

Lepuh besar, yang kelilingi oleh area


Bullous bengkak yang merah, terbentuk di kulit.
Kulit
pemphigoid Gatal biasa.
Dengan pengobatan, prognosis baik.

Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk


darah, kepenatan, bengkak, dan gatal,
Sindrom mungkin berkembang.
Paru-paru dan ginjal
Goodpasture Prognosis baik jika pengobatan dilaukan
sebelum kerusakan paru-paru atau ginjal
hebat terjadi.

Kelenjar gondok dirangsang dan


membesar, menghasilkan kadar tinggi
hormon thyroid (hyperthyroidism).
Penyakit
Kelenjar tiroid Gejala mungkin termasuk detak jantung
Graves
cepat, tidak tahan panas, tremor, berat
kehilangan, dan kecemasa.
Dengan pengobatan, prognosis baik.

Kelenjar gondok meradang dan rusak,


menghasilkan kadar hormon thyroid rendah
(hypothyroidism).
Gejala seperti berat badan bertambah, kulit
Tiroiditis
Kelenjar tiroid kasar, tidak tahan ke dingin, dan
Hashimoto
mengantuk.
Pengobatan seumur hidup dengan hormon
thyroid perlu dan biasanya mengurangi
gejala secara sempurna.

16
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak.
Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan
sinyal syaraf seperti biasanya.
Gejala mungkin termasuk kelemahan,
Multiple Otak dan spinal sensasi abnormal, kegamangan, masalah
sclerosis cord dengan pandangan, kekejangan otot, dan
sukar menahan hajat.
Gejala berubah-ubah tentang waktu dan
mungkin datang dan pergi.
Prognosis berubah-ubah.

Otot, teristimewa yang dipunyai mata,


Koneksi antara
melemah dan lelah dengan mudah, tetapi
Myasthenia saraf dan otot
kelemahan berbeda dalam hal intensitas.
gravis (neuromuscular
Pola progresivitas bervariasi secara luas.
junction)
Obat biasanya bisa mengontrol gejala.

Lepuh besar terbentuk di kulit.


Pemphigus Kulit
Gangguan bisa mengancam hidup.

Kerusakan pada sel sepanjang perut


membuat kesulitan menyerap vitamin B12.
(Vitamin B12 perlu untuk produksi sel
darah tua dan pemeliharaan sel syaraf).
Anemia adalah, sering akibatnya
menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan
Pernicious Sel tertentu di sakit kepala ringan.
anemia sepanjang perut Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan
dan kehilangan sensasi.
Tanpa pengobatan, tali tulang belakang
mungkin rusak, akhirnya menyebabkan
kehilangan sensasi, kelemahan, dan sukar
menahan hajat.
Risiko kanker perut bertambah.

17
Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.

Banyak gejala mungkin terjadi.


termasuk demam, kepenatan, rasa sakit
Sendi atau jaringan
sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk
Rheumatoid lain seperti jaringan
sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi,
arthritis paru-paru, saraf,
kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan
kulit dan jantung
bengkak di bawah kulit.
Progonosis bervariasi

Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi


cacat.
Gejala anemia, seperti kepenatan,
kelemahan, dan ringan-headedness, dan
yang dipunyai ginjal, paru-paru, atau
Systemic lupus sendi, ginjal, kulit, jantung mengacaukan, seperti kepenatan,
erythematosus paru-paru, jantung, pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada,
(lupus) otak dan sel darah mungkin terjadi.
Bercak mungkin timbul.
Ramalan berubah-ubah secara luas, tetapi
kebanyakan orang bisa menempuh hidup
aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang
kekacauan.

Gejala mungkin termasuk kehausan


berlebihan, buang air kecil, dan selera
makan, seperti komplikasi bervariasi
Sel beta dari dengan jangka panjang.
Diabetes pankreas (yang Pengobatan seumur hidup dengan insulin
mellitus tipe 1 memproduksi diperlukan, sekalipun perusakan sel
insulin) pankreas berhenti, karena tidak cukup sel
pankreas yang ada untuk memproduks
iinsulin yang cukup.
Prognosis bervariasi sekali dan cenderung

18
menjadi lebih jelek kalau penyakitnya
parah dan bertahan hingga waktu yang
lama.

Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh


darah di satu bagian badan (seperti syaraf,
kepala, kulit, ginjal, paru-paru, atau usus)
atau beberapa bagian. Ada beberapa
macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit
abdominal, kehilangan berat badan,
kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit
Vasculitis Pembuluh darah dada, sakit kepala, kehilangan pandangan,
dan gejala kerusakan syaraf atau kegagalan
ginjal) bergantung pada bagian badan mana
yang dipengaruhi.
Prognosis bergantung pada sebab dan
berapa banyak jaringan rusak.
Biasanya, prognosis lebih baik dengan
pengobatan.

3. Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem


kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami
cedera/terluka.

Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme


dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu
reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang
merupakan komponen pelindung yang normal pada sistem kekebalan,

Macam-macam reaksi alergi:


 Rinitis Alergika Musiman
 Rinitis Alergika Pereneal
 Konjungtivitis Alergika

19
 Alergi & Intoleransi Makanan
 Anafilaksis
 Kaligata (Urtikaria)
 Angioedema Herediter
 Mastositosis
 Alergi Fisik
 Reaksi Alergi Akibat Olah Raga.

PENYEBAB
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang
melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel
khusus, termasuk basofil di dalam sirkulasi darah dan sel mast di dalam
jaringan.
Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan
antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong
untuk melepaskan zat kimia yang melukai jaringan di sekitarnya.
Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan,
yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon
kekebalan.
Penyakit alergi yang kita kenal dalam praktek sehari-hari antara lain
ialah, reaksi atopi (rhinitis alergika, asthma bronehiale, urticaria,
eezema atopik) alergi obat, dermatitis kontak, dan serum sickness yang
sudah jarang dilihat lagi.

GEJALA
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri
dari mata berair, mata terasa gatal dan kadang bersin.
Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi gangguan pernafasan, kelainan
fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah, yang
menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi
pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan

20
makanan atau obat tertentu atau setelah disengat lebah.

DIAGNOSA
Setiap reaksi alergi dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan
utama dari diagnosis adalah mengenali alergen. Alergen bisa berupa
tumbuhan musim tertentu (misalnya serbuk rumput atau rumput liar)
atau bahan tertentu (misalnya bulu kucing, obat atau makanan).
Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk ke dalam mata, terhirup,
termakan atau disuntikkan, alergen bisa menyebabkan reaksi alergi

Pemeriksaan bisa membantu menentukan apakah gejalanya berhubungan


dengan alergi dan menentukan alergen penyebabnya.
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan banyak eosinofil (sejenis sel darah
putih yang seringkali meningkat selama terjadinya reaksi alergi).
Tes RAS (radioallergosorbent) dilakukan untuk mengukur kadar
antibodi IgE dalam darah yang spesifik untuk alergen individual. Hal ini
bisa membantu mendiagnosis reaksi alerki kulit, rinitis alergika
musiman atau asma alergika.

Tes kulit sangat bermanfaat untuk menentukan alergen penyebab


terjadinya reaksi alergi. Larutan encer yang terbuat dari saripati pohon,
rumput, rumput liar, serbuk tanaman, debu, bulu binatang, racun
serangga, makanan dan beberapa jenis obat secara terpisah disuntikkan
pada kulit dalam jumlah yang sangat kecil.
Jika terdapat alergi terhadap satu atau beberapa bahan tersebut, maka
pada tempat penyuntikkan akan terbentuk bentol (pembengkakan seperti
kaligata yang sekelilingnya merah) dalam waktu 15-20 menit.

Jika tes kulit tidak dapat dilakukan atau keamanannya diragukan, maka
bisa digunakan tes RAS. Kedua tes ini sangat spesifik dan akurat, tetapi
tes kulit biasanya sedikit lebih akurat dan lebih murah serta hasilnya bisa
diperoleh dengan segera.

21
PENGOBATAN
Menghindari alergen adalah lebih baik daripada mencoba untuk
mengobati suatu reaksi alergi.
Dengan menghindari alergen, maka penderita tidak perlu:
- mengkonsumsi obat tertentu
- memasang alat penyaring pada AC
- melarang hewan peliharaan berkeliaran di dalam rumah
- berhenti mengkonsumsi makanan tertentu.
Kadang penderita yang alergi terhadap bahan yang berhubungan dengan
jenis pekerjaan tertentu, mungkin harus berganti pekerjaan. Penderita
alergi musiman yang berat mungkin perlu mempertimbangkan untuk
pindah ke suatu daerah yang tidak memiliki alergen tersebut.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari kontak


dengan alergen:
 Jika alergi terhadap debu rumah, sebaiknya jangan menggunakan
mebel, karpet dan tirai yang sifatnya menampung debu
 Membungkus kasur dan bantal dengan pelindung plastik
 Menghisap debu sesering mungkin
 Menggunakan AC untuk mengurangi kelembaban ruangan yang tinggi
 Memasang penyaring udara yang sangat efisien.

Beberapa alergi yang terbawa oleh udara tidak dapat dihindari, karena
itu seringkali digunakan metode untuk menghalangi respon alergi dan
penggunaan obat untuk meringankan gejala.

Imunoterapi alergen

Jika tidak dapat menghindari alergen, pilihan pengobatannya adalah


imunoterapi alergen (suntikan alergi).
Dengan imunoterapi, sejumlah kecil alergen disuntikkan di bawah kulit

22
dan dosisnya dinaikkan secara bertahap sampai tercapai dosis
pemeliharaan. Pengobatan ini merangsang tubuh untuk menghasilkan
antibodi penghalang atau antibodi penetralisir yang bertindak sebagai
pencegah terjadinya reaksi alergi. Pada akhirnya kadar antibodi IgE
dalam darah (sebagai antigen) juga turun.
Imunoterapi harus dilakukan secara hati-hati karena pemberian alergen
dosis tinggi yang terlalu cepat bisa menyebabkan terjadinya reaksi alergi.

Imunoterapi paling sering digunakan untuk penderita alergi terhadap


serbuk tanaman, partikel debu rumah, racun serangga dan bulu binatang.
Imunoterapi tidak dianjurkan untuk dilaksanakan pada penderita alergi
makanan karena resiko terjadinya anafilaksis.

Pada awalnya, pengobatan biasanya diberikan 1 kali/minggu, selanjutnya


dosis pemeliharaan diberikan setiap 4-6 minggu.
Prosedur ini sangat efektif jika dosis pemeliharaan diberikan sepanjang
tahun.

Setelah penyuntikan imunoterapi bisa terjadi reaksi yang merugikan


seperti:
- bersin-bersin
- batuk
- kemerahan (flushing)
- kesemutan
- gatal-gatal
- rasa sesak di dada
- bunyi nafas mengi
- kaligata.
Jika timbul gejala yang ringan, bisa diberikan antihistamin (misalnya
difenhidramin atau klorfeniramin). Jika gejalanya lebih berat bisa
diberikan suntikan epinefrin (adrenalin).

23
Antihistamin

Antihistamin adalah obat-obatan yang paling sering digunakan untuk


mengatasi alergi (tidak digunakan untuk mengatasi asma).
Terdapat 2 macam reseptor histamin di dalam tubuh, yaitu histamin1
(H1) dan histamin2 (H2).

Istilah antihistamin biasanya dipakai untuk obat-obat yang menghalangi


reseptor H1 (perangsangan oleh histamin terhadap reseptor ini
menyebabkan cedera pada jaringan target). Bloker H1 sebaiknya tidak
dikacaukan dengan obat-obat yang menghalangi reseptor H2 (bloker H2)
yang digunakan untuk mengobati ulkus peptikum dan heartburn.

Efek dari reaksi alergi yang ringan tetapi cukup mengganggu


penderitanya (seperti mata terasa gatal, hidung meler dan kulit terasa
gatal) disebabkan oleh pelepasan histamin.
Efek histamin lainnya yang lebih berbahaya adalah sesak nafas, tekanan
darah rendah dan pembengkakan di tenggorokan yang dapat
menghalangi jalannya udara.

Semua antihistamin memiliki efek yang diinginkan yang sama, tetapi


memiliki efek yang tidak diinginkan yang berbeda.
Beberapa antihistamin memiliki efek sedatif (penenang) yang lebih kuat
daripada yang lainnya.
Kadang efek yang tidak diinginkan juga mendatangkan keuntungan.
Beberapa antihistamin memiliki efek kolinergik yang menyebabkan
kekeringan pada selaput lendir. Efek ini bisa dimanfaatkan kuntuk
meringankan hidung meler akibat cuaca dingin.

Beberapa antihistamin dijual bebas tanpa resep dokter dan ada yang
dikombinasikan dengan dekongestan (obat untuk mengkerutkan
pembuluh darah dan membantu melegakan hidung tersumbat).

24
Kebanyakan antihistamin menyebabkan ngantuk. Efek sedatif yang kuat
dari antihistamin menyebabkan obat ini banyak ditemukan sebagai bahan
aktif dalam berbagai obat tidur yang dijual bebas.
Antihistamin juga sebagian besar memiliki efek antikolinergik yang
kuat, yang bisa menyebabkan linglung, pusing, mulut kering, sembelit,
sulit berkemih dan penglihatan kabur. Tetapi kebanyakan orang yang
menggunakan antihistamin tidak mengalami efek tersebut.
Rasa ngantuk dan efek samping lainnya juga dapat diminimalisasi
dengan cara mengawali pemakaian antihistamin dalam dosis rendah dan
secara bertahap menambah dosisnya sampai dicapai dosis yang efektif
mengendalikan gejala.
Saat ini juga tersedia antihistamin non-sedatif (tidak menimbulkan rasa
kantuk), seperti astemizol, setirizin, loratadin dan feksofenadin.

Dari kepustakaan dikatakan bahwa 30% dari penduduk yang diteliti


mempunyai kemungkinan selama dalam hidupnya untuk menunjukkan
suatu reaksi alergi, tapi hanya 10% yang membutuhkan pertolongan
medik.

Rhinitis alergika adalah penyakit alergi yang paling banyak ditemukan,


lalu disusul oleh asthma bronchiale dan urticaria. Meskipun rhinitis
alergika kelihatannya tidak seberapa payah, tapi dalam praktek kita,
banyak sekali yang mendapat cukup gangguan-gangguan hidungnya
antara lain berair terus sehingga memakai lebih dari 10 saputangan
sehari, matanya berair dan gatal-gatal yang hilang timbul, berbangkis-
bangkis yang tak henti-henti, terutama dipagi hari atau kalau penderita
banyak kena debu. Kalau hal ini dibiarkan terus, kelak akan timbul
berbagai komplikasi yang menyangkut kesulitan-kesulitan didaerah
hidung (sinusitis dsb).

25
Pada rhinitis alergika yang menjadi alergen biasanya berbentuk inhalan ;
pada asthma bronehiale umumnya juga inhalan, meskipun seperti pada
urticaria semua bentuk alergen dapat menimbulkannya . Perlu diketahui
bahwa pada penyakit alergi ada pula faktor-faktor lain yang non-
antigenik yang dapat menimbulkan manifestasi yang sama misalnya
kecapaian, kurang tidur, udara yang lembab , emosi, yang dapat
menimbulkan serangan asthma bronchiale dan urticaria. Dalam usaha
mencari alergen, pertama dibutuhkan suatu anamnesa yang teliti, antara
lain menanyakan kepada penderita tentang kemungkiman yang menjadi
sebab timbulnya keluhan yang mungkin diketahui dan mungkin tidak,
keadaan rumah penderita (ada atau tidaknya binatang piaraan seperti
kucing, anjing, burung, ayam, dsb., keadaan kamar tidur seperti jenis
kasur dan bantal, apa dibuat dari karet busa atau kapuk) tempat bekerja
penderita, apa alat-alat tulis, buku-buku disimpan rapi dalam lemari atau
tidak, dan apa ada permadani atau tidak, disckeliling penderita bekerja
atau tidur, dll.

Selanjutnya perlu ditanyakan kepada penderita kapan keluhannya lebih


sering timbul, diluar atau didalam rumah. Kalau di rumah harus
ditanyakan kapan dan dimana keluhan timbul.

Selanjutnya usaha untuk mencari alergen dapat dibantu dengan berbagai


cara yang dikerjakan baik in-vivo maupun in-vitro, antara lain : Tes kulit
(suntikan intrakutan, prick test, scratch test, patch test). Tes dari
Prausnitz Kustner, tes provokasi, tes sensitisasi pasip dari paru-paru
manusia, sensitisasi pasif dari lekosit, tes yang mengukur pengeluaran
kinin, tes dari Rast, tes degranulasi basofil, tes tranformasI limfosit dan
lain-lainnya.

Asthma bronchiale, meskipun hanya menduduki tempat kedua dalam


frekwensi penyakit alergi, tapi penyakit ini kalau tak segera
ditanggulangi dengan baik, dapat berjalan kronis, dan malahan dapat

26
menyebabkan kematian. Pada anak-anak kalau tidak ditanggulangi
dengan baik mungkin pertumbuhan rongga dadanya akan mengalami
gangguan.

Pada tahun 1974 dari 1526 penderita yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam FKUI/RSTM Jakarta, 97 adalah penderita asthma bronchiale dan
dari jumlah tersebut 7 orang meninggal. Serangan asthma bronchiale
yang sering timbul, menyebabkan angka absensi sekolah dan kantor
yang cukup tinggi, disamping mungkin timbulnya gangguan psikis yang
biasa terjadi pada perjalanan suatu penyakit yang kronis.

Urticaria sangat sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, Tetapi,


umumnya ada hubungan dengan jenis makanan. banyak pula jenis
urticaria yang sebabnya tak diketahui dengan pasti oleh penderita
sendiri, misalnya masih juga timbul-timbul meskipun diit sudah sangat
ketat; sering dijumpai seseorang yang takut makan itu ini, sehingga
mungkin pula akan timbul suatu defisiensi makanan.

Alergi obat sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, dalam berbagai


bentuk dan corak, seperti :
a. Serum sickness
b. Shock anafilaksis
c. Manifestasi kulit :
- pruritus
- urticaria dan angioedema
- exanthema
- dermatitis cksfoliatif
- erythema multiformc dan erupsi bulosa
- erupsi tertentu/fixed drug eruption
- erupsi purpura
- eczcma dan fotosensitisasi
d. Manifestasi hematologik :

27
- thrombositopenia
- agranulositosis
- anemia aplastik
- anemia hemolitik

e. Vaskulitis dan kerusakan jaringan


f. Kerusakan hati
g. Demam
h. Nefropati
i. Limfadenopati
j. Manifestasi paru-paru : asthma bronchiale
k. Cardiopati
Sering seseorang penderita hanya tahu ada obat yang tidak tahan dari
pengalamannya, tapi kalau ditanyakan mereka sering pula tak dapat
mengatakan dengan pasti jenis obat apa. Dokter yang memberikan obat
tersebut, seringkali kurang terbuka untuk menerangkannya kepada
sipenderita, bahwa reaksi itu dapat terjadi pada semua orang, dan bahwa
selanjutnya jenis obat itu perlu dicatat penderita, agar obat itu tak
diberikan lagi oleh dokter lain, sehingga reaksi yang kedua yang mungkin
lebih hebat terjadi sesudah pemakaian ulangan obat yang sama itu
(mungkin anafilaksis) dapat dielakkan. Alergi obat ditemukan dalam 2%
dari masyarakat yang mendapatkan pengobatan.

Dermatitis kontak yang terjadi sesudah pemakaian obat yang ditempelkan


pada kulit, pada waktu ini lebih jarang terjadi, semenjak beberapa obat-
obatan yang berupa salep, terutama salep penicillin dan sulfa, banyak
dihentikan dari peredaran seperti di Amerika. Di Indonesia banyak orang
orang medis memakai salep-salep tsb, bahkan kalau salep tidak ditemukan,
maka dipakainya pula kristal penicillin yang ditaburkan diatas luka
penderita, atau dicarinya pula puyer sulfa untuk maksud yang sama.
Kontak dengan kulit adalah cara yang paling cepat untuk mensensitisasi
seseorang, sehingga pemakaian salep berikutnya akan lebih mudah

28
menimbulkan suatu dermatitis kontak. Perlu diperhatikan perananperanan
dari logam-logam perhiasan, bahan kosmetik, bahan tekstil yang dapat
menjadi sebab jenis penyakit tersebut.
10 Cermin Dunia Kedokteran No. 6, 1976.

Serum sickness, dengan jarangnya pemakaian serum dalam pengobatan,


dengan sendirinya sudah sangat jarang terjadi.
Penyakit alergi yang disebut dengan serum sickness ini tidak selalu
disebabkan oleh karena pemakaian serum yang antigenik; tapi mungkin
pula terjadi sebagai salah satu manifestasi dari alergi obat, misalnya
limfadenopati yang telah disebutkan lebih dulu.

Sindrom Stevens-Johnson
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah kelainan serius pada kulit dan
selaput lendir akibat reaksi dari obat atau adanya infeksi, kondisi ini sangat
jarang terjadi. Seringkali reaksi ini dimulai dengan gejala mirip penyakit
flu, dan diikuti dengan ruam merah yang menyebar hingga akhirnya
lapisan kulit bisa mati dan mengelupas.

Sindrom ini merupakan kondisi medis darurat yang membutuhkan


perawatan di rumah sakit. Perawatan yang diberikan terfokus pada
menghilangkan penyebab, mengendalikan serta meminimalkan timbulnya
komplikasi.
Penyembuhan setelah terkena SJS bisa mencapai mingguan atau bulanan,
tergantung dari tingkat keparahan kondisi pasien. Jika disebabkan oleh
obat-obatan, maka pasien harus menghindarinya secara permanen.
Tanda dan gejala dari SJS biasanya meliputi pembengkakan di muka, lidah
membengkak, sakit pada kulit, ruam kulit berwarna merah atau ungu yang
menyebar dalam hitungan jam atau hari, melepuh pada kulit dan selaput
lendir terutama di mulut, hidung dan mata serta kulit yang mengelupas.
Beberapa hari sebelumnya muncul demam, sakit tenggorokan, batu dan
mata seperti terbakar.

29
SJS memerlukan perhatian medis yang segera, terutama jika gejala-gejala
tersebut sudah muncul. Penyebab pasti SJS tidak selalu dapat diidentifikasi
dengan pasti, biasanya akibat reaksi alergi dari obat, infeksi atau penyakit
tertentu.
Obat-obatan yang terkait dengan SJS adalah obat anti asam urat
(allopurinol), obat anti peradangan non-steroid (NSAID), obat untuk
infeksi seperti sulfonamid dan penisilin dan obat untuk kejang-kejang
(antikonvulsan). Infeksi yang dapat meyebabkan SJS adalah herpes,
influenza, HIV, difteri, tifus dan hepatitis. Dalam beberapa kasus SJS
dapat disebabkan oleh terapi radiasi atau sinar ultraviolet.
SJS adalah suatu reaksi alergi yang sangat langka dan tak bisa diduga.
Sampai saat ini tidak ada tes yang tersedia untuk membantu memprediksi
siapa yang lebih berisiko.

Toxic Epidermal Necrolysis


Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) adalah gangguan kulit yang dapat
mengancam hidup dan ditandai dengan kelainan kulit melepuh atau
mengelupas dari lapisan atas kulit. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
reaksi obat seperti penisilin atau akibat penyakit lain. Sekitar sepertiga dari
semua kasus yang didiagnosis tidak dapat diketahui penyebabnya.
TEN menyebabkan kulit mengelupas sehingga meninggalkan daerah besar
yang terlihat seperti tersiram air panas. Kehilangan lapisan kulit ini dapat
menyebabkan hilangnya cairan dan garam serta memudahkan terjadinya
infeksi.
Gejala yang paling umum dari TEN adalah kulit mengelupas seperti
lembaran, rasa tidak nyaman, badan demam dan kondisi ini bisa menyebar
ke mata, mulut hingga alat kelamin. Terkadang gejala yang ditimbulkan
mirip dengan kondisi penyakit kulit lainnya.
Pengembangan dari penyakit ini bisa terjadi dengan cepat, biasanya dalam
waktu 3 hari. Perawatan yang diberikan rumah sakit seringkali masuk ke
unit luka bakar.
Pengobatan khusus yang diberikan pada pasien biasanya tergantung dari

30
kondisi kesehatan secara menyeluruh, usia dan riwayat kesehatan,
keparahan kondisi dan toleransi terhadap obat, prosedur atau terapi
tertentu.
Pengobatan yang diberikan bisa berupa isolasi untuk mencegah infeksi,
melindungi luka dengan perban, pemberian cairan dan elektrolit melalui
intravena dan antibiotik. Perawatan yang diterima bisa gabungan
semuanya atau hanya salah satu saja.
Baik SJS atau pun TEN jika kondisinya parah bisa mengakibatkan
kematian. Angka kematian untuk TEN sekitar 30-35 persen, sedangkan
untuk SJS sebesar 5-15 persen.
Berdasarkan beberapa penelitian dan observasi didapatkan rasio penderita
untuk TEN sebesar 1 dari 1,4 juta penduduk sedangkan untuk SJS 1-3 dari
1 juta penduduk.

"Sindrom Stevens-Johnson dan TEN merupakan alergi berat di kulit dan


mukosa (selaput lendir), tapi alergi ini sangat jarang terjadi dan bisa juga
disebabkan oleh non-obat. Sebaiknya waspadai apapun gejala yang
timbul," ujar Dr Dante Saksono, SpPD, PhD saat dihubungi detikhealth,
Selasa (19/1/2010).
4. Penyakit Jantung Reumatik

Definisi
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik. Penyakit jantung reumatik adalah
sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup

31
jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung
tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β
hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa
menyebabkan demam reumatik.

Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa


terjadi kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung,
perikarditis (radang selaput jantung), bahkan kematian. Dengan penyakit
jantung reumatik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup
(gangguan katup), pembesaran atrium (ruang jantung), aritmia (gangguan
irama jantung) dan gangguan fungsi ventrikel (ruang jantung). Penyakit
jantug reumatik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan
penggantian katup pada orang dewasa di Amerika Serikat.

Penyebab
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik.
Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu
mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan
pertama maupun demam reumatik serangan ulang.

Gejala Klinis
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik.
Demam reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai
terutama jantung, sendi, otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut
demam reumatik bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat
keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam
minggu setelah infeksi oleh Streptococcus. Gejala klinis pada penyakit
jantung reumatik bisa berupa gejala kardiak (jantung) dan non kardiak.
Gejalanya antara lain:

 Manifestasi kardiak dari demam reumatik

32
o (infeksi dan peradangan jantung) adalah komplikasi paling serius
dan kedua paling umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada
kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien dapat mengeluh sesak nafas,
dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak), batuk atau
ortopneu (sesak saat berbaring)
o Pada pemeriksaan fisik, karditis (peradangan pada jantung)
umumnya dideteksi dengan ditemukannya bising jantung
(gangguan bunyi jantung) atau takikardia (jantung berdetak >
100x/menit) diluar terjadinya demam
o Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan
perikarditis (radang selaput jantung)
o Pasien dengan diagnosis demam reumatik akut harus dikontrol
sesering mungkin karena progresifitas penyakitnya
 Murmur (bising jantung) baru atau perubahan bunyi murmur. Murmur
yang didengar pada demam reumatik akut biasanya disebabkan oleh
insufisiensi katup (gangguan katup).
 Gagal jantung kongestif
o Gagal jantung dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang
berat atau miokarditis (radang pada sel otot jantung)
 Perikarditis
 Gejala umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut
antara lain:
o Poliartritis (peradangan pada banyak sendi) adalah gejala umum
dan merupakan manifestasi awal dari demam reumatik (70 – 75
%). Umumnya artritis (radang sendi) dimulai pada sendi-sendi
besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi ke
sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan
pergelangan tangan). Sendi yang terkena akan terasa sakit,
bengkak, terasa hangat, eritem dan pergerakan terbatas. Gejala
artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 – 24 jam dan bertahan
dalam waktu 2 – 6 hari (jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan
berespon sangat baik dengan pemberian aspirin. Poliartritis lebih

33
umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan
pada anak-anak.
o Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai
hampir 15% penderita demam reumatik. Manifestasi ini
mencerminkan keterlibatan sistem syaraf sentral pada proses
radang. Penderita dengan khorea ini datang dengan gerakan-
gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan dan emosi
labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam
keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali
menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-ledak.
Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan
ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang
ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat
dibaca sama sekali.
o Erithema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam
reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena
kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor.
Kelainan ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema
(kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain
mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita.
Gangguan ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan
pada batang tubuh dan tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka.
Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang
tersering adalah pada stadium awal, dan biasanya terjadi hanya
pada penderita demam reumatik dengan karditis.
o Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak
beberapa dekade terakhir, dan kini hanya ditemukan pada penderita
penyakit jantung reumatik khronik. Frekuensinya kurang dari 5%,
namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan ditemukan
pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan) ini biasanya
terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut, dan
persendian kaki. Kadang-kadangg nodulus ini ditemukan pada kulit

34
kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5
sampai dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara
bebas; biasanya kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang
menutupi tidak pucat atau meradang. Nodulus ini muncul hanya
sesudah beberapa minggu sakit dan kebanyakan hanya ditemukan
pada penderita dengan karditis.
o Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain nyeri perut,
epistaksis (mimisan), demam dengan suhu di atas 39 °C dengan
pola yang tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya
mirip dengan pneumonia karena infeksi.
 Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai
komplikasi dari stenosis mitral (gangguan katup).
 Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah
karena bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan
penghancuran trombosit bisa juga terjadi.
 Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena
pembesaran atrium kiri karena gangguan pada katup mitral.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali
diantaranya adalah :

1. Tirah baring dan mobilisasi (kembali ke aktivitas normal) secara bertahap


2. Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian
antibiotic penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan
dapat diberikan antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine
3. Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat
dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)

Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di
seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau

35
sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).

36
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology. Edisi ke-2. Philadelphia:


Saunders, 2004.

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Disease caused by humoral and cell-
mediated immune reactions. Dalam: Cellular and molecular immunology.
Philadelphia: WB Saunders, 1991; 353-76.

Bellanti JA. Mechanism of tissue injury produced by immunologic reactions.


Dalam: Bellanti JA, penyunting. Immunology III. Philadelphia: WB Saunders,
1985; 218-60.

Roitt IM. Essential immunology; edisi ke-6. Oxford: Blackwell Scioentific, 1988;
233-67.

Stiehm ER. Immunologic disorders in infants and children. Edisi ke-3.


Philadelphia: WB Saunders, 1989.

www.klikdokter.com

www.medicastore.com

37

Anda mungkin juga menyukai