Anda di halaman 1dari 7

ABRASI KORNEA

Abrasi kornea adalah salah satu keluhan pasien yang paling sering, yaitu 24,3% dari
keluhan pasien oftalmologi yang datang ke instalasi gawat darurat. Hal ini terjadi ketika
epitel kornea rusak oleh karena berbagai macam luka. Seperti halnya luka mata lainnya,
luka ini lebih sering terjadi pada tempat kerja atau ketika aktivitas olahraga. Etiologi yang
sering antara lain oleh karena kuku jari, alat-alat olah raga, alat make up, dan airbag.
Adapun pada anak anak , etiologi paling sering dikarenakan oleh kuku jari tangan anak
maupun orang tua yang bermain dengan anak tersebut. Airbag dapat mengakibatkan
abrasi kornea oleh karena trauma tumpul dengan energi yang besar pada saat proses
terjadinya. Kejadian di rumah sakit, abrasi korena dapat terjadi lebih sering pada pasien
yang tidak sadar yang berada di ICU atau pasien yang menjalani bedah non-mata. Pasien
datang dengan keluhan nyeri, teriris, pandangan kabur, fotofobia, mata merah, dan
sensasi benda asing. Sering kali luka ini juga disertai dengan laserasi kornea dan adanya
benda asing seperti pada trauma mekanik. Prognosis tergantung pada besar dan dalamnya
luka serta keterlibatan lapisan Bowman
Pemeriksaan untuk luka seperti ini meliputi investigasi mengenai mekanisme trauma.
Trama dengan energi tinggi seperti airbag, projektil dan pukulan harus menjadi perhatian
bagi seorang dokter untuk mencari dampak okular maupun non okular. Dikarenakan nyeri
yang berat serta fotofobia oleh karena abrasi, pemeriksaan harus dimulai dengan
penggunaan tetes mata anestesi seperti tetracaine atau proparacaine. Anestesi topikal
tidak boleh diberikan pada pasien rawat jalan. Abrasia akan terlihat oleh mata telanjang
dan dapat terlihat adanya penurunan refleks cahaya. Pemeriksa dapat menggunakan tetes
fluorescein untuk melihat demarkasi dari abrasi. Seluruh pasien wajib dilakukan
pemeriksaan optamologi lengkap untuk menyingkirkan kerusakan lainnya terutama pada
bilik anterior dan retina. Tes Seidel dapat digunakan untuk menentukan apakah adanya
kebocoran pada bilik anterior.

PENATALAKSANAAN
Mayoritas pasiet dengan abrasi kurnia memerlukan terapi antibiotik untuk menurunkan
resiko kertatitis mikrobial. Antibiotik topikal seperti fluoroquinolon, yang merupakan
spektrum luas dan anti pseudomnas harus dimulai sesegera mungkin. Penutupan area
pada abrasi korena pernah menjadi standar penatalaksanaan, akan tetapi kemudian
dirubah pada tahun 1990an. Sebua meta analysis review, menyimpulkan bahwa abrasi
kecil tidak memerlukan perban mata pada hari pertama dan perban mata tidak menurangi
tingkat nyeri atau mempercepat penyemnbuhan. Perban mata bahkan dapat menyebabkan
pandangan mononokular yang akan menjadi masalah lebih lanjut dan ketidaknyamanan
pada pasien. Alternatif yang baik adalah penggunakan lensa kontak. AINS topikal seperti
dikolfenak terbukti aman dan efektif untuk menangani nyeri tanpa memperlambat proses
penyembuha. AINS topikal juga dapat mencegah penggunakan analgesik dan obat
narkotik per oral. Siklopegik dapat digunkan pula untuk mengontrol nyeri pada defek
yang lebih besar. Mayoritas defek biasanya sembuh pada 24 jam, sedangkan sisanya akan
hilang pada 48 jam. Rekuren erosi korena dapat menyebabkan abrasi kornea yang tidak
diinginkan. Diperkirakan 40% dari rukuren erosi kornea adalah disebabkan oleh trauma.
Hal ini dapat terjadi walaupun dengan tatalaksana yang adekuat dan dapat memberikan
nyeri okular pada pasien saat bangun, rasa teriris, ketidak nyamanan dan sensasi benda
asing setelah luka yang pertama.

BENDA ASING KORNEA


Benda asing kornea biasanya terjadi ketika proyektil kecil berkecepatan tinggi mengenai
kornea. Luka ini sering ini sering terjadi di tempat kerja pada pekerja di bidang logam
dan pasien yang menggunakan alat listrik. Mayoritas pasien adala pria dengan riwayat
tidak menggunakan alat pelindung mata. Hal yang menarik, sebuah studi yang dilakukan
di Australia menemukan 45% pasien dengan benda asing logam di kornea telah
menggunakan pelindung kelama. Akan tetapi belum jelas bagaimana mekanisme cedera
kegagalan alat pelindung mata dalam melindungi ataukah karena cara penggunaan yang
kurang tepat. Secara luas, benda asing dapat dikategorikan menjadi 2 macam yaitu
organik dan inorganik. Prevalensi dari kedua kategori tersebut seringkali bedasarkan
lokasi dari rumah sakit atau klinik dengan industri. Di sisi lain, mayoritas benda asing
adalah logam. Benda asing organik dapat mempunyai risiko infeksi yang lebih tinggi
dikarenakn mereka lebih mungkin untuk membawa bakteri dan jamur. Adapun benda
asing inorganik seperti kaca, batuan, plastik dan beberapa logam seringkali tidak
menginisiasi inflamasi. Beberapa logam seperti besi dan tembaga dapat menyebabkan
masalah dikarenakan proses oksidasi (karat) dan kemampuan untuk menginisasi
inflamasi. Benda asing logam dapat mempunyai kemungkinan untuk infeksi dikarenakan

mereka dalam keadaan dipanaskan ketika menjadi proyektil. Secara keseluruhan,


sebagian besar luka benda asing tidak berbahaya dan tidak dihubungkan dengan
morbiditas yang signfikan. Di sebuah studi mencakup 288 pasien dengan benda asing
korena yang superfisial, hanya 1 pasien yang berupa laserasi kornea yang kontaminan.

Gambar x. Pasien dengan benda asing korena setelah kecelakaan saat menggerinda
logam. (Gambar xa) Penting untuk melihat kedalman benda asing dengan slit lamp
sebelum menggunakan benda tajam untuk mengeluarkannya. Penulis memilih melakukan
pembengkokan jarum 25 gauge sehingga jarum tega k lurus dengan kornea untuk
mencegah kerusakan kornea yang tidak disengaja.(Gambar xb,c). Pada kasus lain dapat
dipilih cara dengan menghilangkan benda sing dengan kuas yang berputar. Alternatif lain,
jarum dapat digunakan untuk mengeluarkan benda asing dan karat. Pasien diperintahh
untuk duduk -ada slit lamp dengan dahi menakan pada bagian depan untuk mencegah
perforasi kornea oleh karena iatrogenik. Jika benda asing dalam dan melawat membran
Descemet atau entohelium, pengeluaran harus dilakukan di ruang operasi

Pasinen dengan benda asing mkorenea biasanya datang dengan nyeri, rasa ada nya benda
asing, rasa teriris, mata merah dan terkadang adanyua fotopobia. Ketka pasien datang
dengan keluhan pandangan kabur, hal ini tergantung oleh benda asing yang terletak pada
aksis visual. Pemeriksaan fisik harus fokus pada eliminasi ikerusakan intraokluar dan
kerusakan okular lebih lanjung. Jika pemeriksaan radiologis perlu dilakukan, MRI tidak
boleh dilakukan jika dicuragai benda asing logam. Seperti abrasi kornea, fluorescein
dapat membantu batas dari kerusakan. Tes Seidel dpat dilakukan apakah ada kebocoran
pada bilik anterior. Anestesi topikal dapat diberikan pada awal pemeriksaan untuk
meningkatkan kenyamanan dan kepatuan pasien saat diperiksa dan dilakukan tindakan
pengeluaran.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus fokus pada pengeluaran benda sing tanpa merusak struktur
sekitarnya. Seringkali benda asing inorganik dapat dibiarkan menetap secra aman jika
terdapat kesulitan untuk mengeluarkan dan jika tidak ada gangguan penglihatan dan
rendah dari risiko inflamasi dan infeksi. Benda asing besi seringkali perlu dikeluarkan
sesegera mungin dikarenakn kemampuannya membentuk cincin karat. Pemilihan
intervensi berdasarkan tipe benda asing dan kedalamannya. Cotton bud dapat digunakan
jika benda asingnya sangat superfisial, walaupun hal ini dapat menyebabkan abrasi
kornea pada akirnya jika tidak dilakukan dengan hati-hati. Jarum hypordermic gauge
kecil dapat dibengkogkan pad aujungnya dan digunakan untuk mencongkel benda asing.
Jika ujung jarung dibengkkan maka harus dilakukan dengan cara yang steril yaitu dengan
memasukkan jarum pada jarum lain kemudian dibengkokkan 90 derajat. Ketika
menggunakan jarum, baik pasien maupun dokter harus dalam posisi yang optimal untuk
kestabilan dan keamanan. Cincin karang juga dapat dittalaksana sebagaimana benda asing
dan dapat dihilangkan dengan bor atau jarum dan harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari defek epitelial yang lebih besar dari yang diperlukan.
Pasien juga harus mendapatkan terapi antrimikroba, diperkirakan 14% benda asing
postitif mikroba pada hasil kultur, dengan coagulase-ngative Staphylococcus sebagai
patogen terbagnyak. Terapi antimikroba harus dengan spektrum luas seperti
fluoroquinolon. Keratitis fungal, walaupun jarang pada benda sing juga perlu
dipertimangkan ketika infeksi terus terjadi walaupun telah dilakukan terapi antimiroba,
terutama pada benda aing organik. Tidak terdapat bukti yang ada untuk mendukun
penggunaan profilaksis tetanus rutin pada cedera okular nonpenetrasi. Seperti pada abrasi
kornea, penggunaan perban mata menjadi pertanyaan dikarenakan belum ditemukannya
manfaat pada penyembuhan. Dalam sebuah studi yang meneliti tentang cedera benda
asing nonkomplikata menyebutkan bahwa pasien dengan benda asing koreea yang tidak
menggunakan kontak lensa dan benda asing terletak diluar aksis visual, mereka
mempunyai lama waktu resolusi defek epitelial sebanyak 4 hari.

LASERASI KORNEA
Laserasi korena terjadi ketika kornea tersayat, seringkali oleh benda tajam, meninggalkan
defek yang parsial maupun full thickness. Diantara cedera-cedera kornea, lasrasi kornea
adalah cedera yang paling parah dikarenakan komorbiditas yang berhubungan dengan
cedera intraokular lebih lanjut. Untuk anak-anak, laserasi kornea ada merupakan sebab
tersering ambliopia dan morbiditas okular. Diperkirakan 86% luka petetrasi terjadi pada
pria. Luka full thickness muncul dengan beberapa tantangan oleh karena peningkatan
resiko infeksi intraokular dan sering dibutuhkannya pembedaan repair segera.
Kunci dalam pemeriksaan laserasi kornea adalah menentukan apakah luka parsial
ataukah full thickness, dan juga penentua apakah ada perluasan dari luka lain. Kedalaman
bilik anterior dalat membantu menentukan apakah terdapat kebocoran. Tes Seidel yang
positif dapat mengindikasikan laserasi full thickness, akan tetapi hasil negatif tidak dapat
mengeliminasi full thickness oleh karena kemampuannya untuk self-healing. Seketika
laserasi full thickness telah tegak, CT Scan mata harus dipertimbangkan untuk
mengesampingkan adanya benda asing kornea. Laserasi full thickness pada mata akan
susah untuk dinilai ketika deformasi anatomi signifikan terjadi

PENATALAKSANAAN
Pasien seringkali memerlukan obat pengontrol nyeri lokal dan sistemik dan obat
antiemetik untuk mencegah muntah dan peningkatan tekanan intraokular secara tidak
sengja. Laserai kornea nonpenetrasi dapat dittalaksana dengan cara tata laksana benda
asing. Antibiotik topikal yang diberikan adalah spektrul luas. Laserasi yang non
penetrating dan mempunya beberapa tingkatan avulsi seharusnya di direapproximasi dan
lem fibrin dapat diletakkan diatasnya untuk stabilisasi defek. Jika hal ini tidak dapat
dilakukan tanpa merusak korenea, maka tutup laserasi kornea ditutup secara beda. Pada
umumnya, luka lebih kecil (1-22 mm) dapat ditutup dengan lem fibrin. Begitu pula dngan
pasien yang memounyai lensa kontak lens setelah lem kering. Jika penjahitan diiperlukan,
10-0 jahitan dipelih dan mempunyai resiko dan membeutuhkan ketelitian tinggi dalam
penilaian kembali dari kornea dengan memperhatikan kedalaman lapisan yang dijahit
untuk menghindari tumpang tindak kornea dan kebocoran berulang. Pasien yang
mempunyai astigmatisme dari deformitas kornea pada akhirnya membutuhkan rigid
gaspermeable contac lenses untuk mengkoreksi astigmatisme atau transplantasi kornea.
Laserasi kornea yang full thicknes harus ditatalaksana seperti ruptur bola. Inspeksi
seksama pada mata sebaiknya fokus pada penentuan cedera intraokular lebih lanjut
termasuk didalamnya komunikasi ekstraokular yang mungkin menyebabkan sumber
infeksi. Seluruh intervensi yang memberikan tekanan pada maca seperti aplanasi dan B-
scans I harus diminalisiruntuk menghindari pengeluaran knten intrakcular. Pasien dengan
ruptur boa mata memerlukan pemberian antibiotik sistemik dan load spectrum dengan
profilaksis tetanus.
Bedah repair tergantung pada luasnya kerusakan. Berbagai studi telah menunjukkan
bahwa reparasi lasrasi, pencabutan katarak dan inplantasi okular pada bilik posterior
dapat dilakukan untuk secara simultan dengan repair primer pada pasien dengan cedera
yang stail. Metode dalam mempersiapkan reparasi defek korea adalah penggunaan
membrn tranasmisi, a
Adapun bagi anak - anak, teurtama usia 7 tahun, yang fokus penatalaksanaan pada
tatalaksana agresif untuk mencegah ambliopia. Penatalaksanaan yang ditemukan untuk
pencegahan ampliopia termasuk di dalamnya prompt-porotic termasuk didalamnya
katarak oleh karena trauma. Akuitas personal 20/.200 atau lebih atau lebih baik dengan

predictor yang biasa saja.Visual akuitas awal 20/200 atau lebih adalaah prediktor untuk
hasil yang baik dengan 95%pasien mempunyai akuitasi visul akhir 20.60 atau lebih.

Anda mungkin juga menyukai