Anda di halaman 1dari 10

ISLAM DAN SISTEM PEREKONOMIAN MODERN

ISLAM DAN SISTEM PEREKONOMIAN MODERN


Kita mengetahui dari beberapa kaidah yang telah diterangkan di atas di mana ekonomi Islam tegak di atas kaidah-
kaidah tersebut. Dia merupakan sistem yang berbeda dengan sistem-sistem yang ada saat ini, baik yang berorientasi
ke kanan atau ke kiri atau yang dikenal dengan sistem Materialis dan Sosialis. Islam berbeda dengan keduanya
secara menyeluruh dalam berbagai segi, apalagi Islam lebih mendahului keduanya lebih dari 12 abad yang lalu.
Islam dan Materialisme
Sistem ekonomi Materialis tegak di atas pengkultusan terhadap kebebasan individu dan terlepas dari segala ikatan.
Setiap individu bebas memiliki, mengembangkan dan menafkahkan dengan berbagai sarana yang dimiliki tanpa
adanya aturan dan pembatasan.
Adapun hak masyarakat atas hartanya dan di dalam pengawasannya serta perhitungan atas pemilikannya,
pengembangan dan pendistribusiannya, adalah hak yang lemah, bahkan hampir tidak memiliki pengaruh apa-apa.
Sementara dari hati nurani mereka tidak lagi memiliki rasa pengawasan dan tanggung jawab yang menjadikannya
menghormati kebenaran dan memeliharanya. Bahkan setiap saat mereka berusaha sedapat mungkin untuk lolos dari
pengawasan hukum.
Adapun Islam, sungguh telah kita lihat bahwa dia meletakkan batas-batas atas pemilikan (hak milik) dan karya, juga
batas-batas dalam pengembangan, pengeluaran dan pembelanjaannya. Islam menentukan batas-batas atas
pemilikan, yang sebagiannya bersifat selamanya dan sebagian lagi bersifat sementara. Islam juga menghapus
bentuk pemilikan yang diharamkan dan melarang riba, menimbun, menipu dan yang lainnya dari segala sesuatu
yang menafikan (mengesampingkan) akhlaq dan bertentangan dengan kemaslahatan umum. Islam juga menjadikan
hati nurani seorang Muslim untuk selalu melihat Al Khaliq Allah SWT, sebelum makhluq-Nya dalam setiap
permasalahan. Dialah yang menjaga dan mengawasi pertama kali untuk memelihara hak-hak tersebut dari pemilik
harta yang sesungguhnya. Dia-lah Allah SWT.
Islam juga memberi hak kepada seorang hakim syar'i yang melaksanakan hukum Allah untuk mencabut pemilikan
seseorang, apabila ternyata memang bertentangan dengan kemaslahatan umum. Demikian juga Islam memberi
wewenang kepadanya untuk tidak memberikan harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya dan orang
yang menghambur-hamburkan harta serta menahan mereka untuk tidak mempergunakan harta yang pada
hakekatnya merupakan harta masyarakat atau harta Allah menurut prinsip "Istikhlaf" (amanah), sebagaimana yang
telah kami terangkan sebelum ini.
Islam dan Sosialisme
Jika faham Ekonomi Materialis Liberal mengkultuskan kebebasan individu sampai batas yang telah kita sebutkan
maka faham Ekonomi Sosialis juga memiliki pandangan tersendiri, antara lain sebagai berikut:
Sistem ekonomi Sosialis menghilangkan pemilikan individu dan kebebasannya dan menganggap semua kekayaan
itu sebagai perisai pemerintahan. Prinsip ini sangat diagung-agungkan oleh masyarakat sebagai perwakilan dari
negara.
Individu dalam sistem ini tidak berhak memiliki tanah, pabrik pekarangan atau yang lainnya dari sarana produksi,
tetapi ia wajib bekerja sebagai karyawan pemerintah sebagai pemilik segala sumber produksi dan yang berhak
mengoperasikannya. Pemerintah juga melarang seseorang untuk memiliki modal harta meskipun melalui prosedur
yang halal.
Adapun dalam Islam kita mengetahui bahwa dia menghargai hak milik pribadi, karena itu termasuk konsekuensi fitrah
dan termasuk bagian dari kebebasan (kemerdekaan). Bahkan termasuk sifat dasar kemanusiaan, karena hak milik
pribadi itu merupakan motivasi yang paling kuat untuk merangsang produktivitas dan meningkatkannya. Islam tidak
membedakan antara sarana produksi dan yang lainnya, tidak pula membedakan antara pemilikan besar atau kecil,
selama ia memperolehnya dengan cara yang sah menurut syari'at.
Sesungguhnya faham Sosialis Marxisme itu tegak di atas perang antar golongan dan mengobarkan api permusuhan
antar golongan yang satu dengan yang lainnya dengan mempergunakan sarana kekerasan yang penuh
pertumpahan darah. Sehingga pada akhirya seluruh golongan itu hancur, kecuali satu golongan yaitu kaum "Proletar"
termasuk di dalamnya kaum buruh rakyat kecil.
Padahal yang sebenarnya menang bukanlah dari kalangan buruh, tetapi sekelompok manusia yang bekerja di partai
dan militer yang berkuasa atas nama golongan buruh di segala bidang dan melarang sebagian besar penduduk dari
segala sesuatu.
Oleh karena itu akhir penjelasan dari Karl Marx adalah, "Wahai kaum buruh sedunia bersatulah!" untuk melawan
kelompok-kelompok lainnya.
Adapun Islam, aturan dan falsafahnya tegak di atas persaudaraan antar manusia dan menganggap mereka
semuanya satu keluarga dan memperbaiki hubungan di antara mereka apabila terjadi ketidakberesan. Islam
menganggap hal itu lebih mulia daripada shalat atau puasa sunnah. Maka jelaslah perbedaan antara orang yang
mengajak para buruh untuk bersatu melawan yang lainnya dengan orang yang mengajak manusia seluruhnya untuk
bersaudara dan menjalin cinta kasih sesama mereka. Nabi SAW bersabda:
"Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Ahmad dan Muslim)
Faham Sosialis Marxis selalu diliputi oleh tekanan politik, dan teror pemikiran serta berbagai pelarangan terhadap
kebebasan. Mereka menyembunyikan aspirasi kelompok-kelompok yang menentang sistem dan menuduh setiap
kelompok oposisi sebagai sikap primitif, kontra revolusi, pengkhianat atau dengan tuduhan yang lainnya. Sama saja
sejak masa "Lenin" sampai hari ini. Dan Lenin pernah menulis kepada salah seorang sahabatnya, ia mengatakan,
"Sesungguhnya tidak mengapa membunuh tiga perempat penduduk dunia agar sisanya seperempat menjadi
Sosialis."
Adapun Islam itu tegak di atas dasar musyawarah, dan menjadikan nasihat pemerintah itu termasuk inti ajarannya,
dan mendidik masyarakat untuk menyelamatkan orang yang berbuat kejahatan dengan lembut dan beramar ma'ruf
nahi munkar serta memperingatkan ummat apabila melihat orang yang zhalim, kemudian bila mereka tidak
memegang kedua tangannya (mencegahnya) maka Allah akan menyegerakan siksa untuk mereka dari sisi-Nya.

TUJUAN EKONOMI ISLAM DAN URGENSINYA


<< Kembali ke Daftar Isi >>
Selain berbeda dengan seluruh sistem buatan manusia yang ada -yaitu lebih dalam dari segi kebebasan individu
pemanfaatan sosial -sesungguhnya Islam juga berbeda dengan sistem-sistem itu di dalam ruh dan asasnya, dalam
tujuan dan orientasinya dan di dalam kepentingan dan fungsinya.
Sesungguhnya dasar-dasar dari sistem Islam bukanlah buatan manusia, bukan pula ciptaan sekelompok dari
manusia, tetapi ia merupakan ketentuan Allah yang Maha Mengetahui, yang menginginkan bagi hamba-Nya
kemudahan dan bukan kesulitan.
Sesungguhnya Allah adalah Rabb bagi segala makhluq. Dia-lah yang mengatur segala sesuatu tanpa penyimpangan
dan tanpa pemihakan. Dia adalah Rabbnya aghniya' dan fuqara', Rabbnya para buruh dan para pemilik profesi,
Rabbnya para pemilik dan Rabbnya para penyewa, mereka semua adalah hamba dan keluarga-Nya. Dia mengasihi
mereka jauh lebih besar daripada kasih seorang ibu terhadap anaknya. Maka apabila Allah membuat suatu sistem
hidup untuk mereka, niscaya tidak ada yang lebih adil, lebih sempurna dan lebih ideal dari rancangan Allah. Berbeda
dengan sistem-sistem lainnya, yang semuanya adalah buatan manusia yang penuh dengan kekurangan dan dikuasai
oleh hawa nafsu.
Sesungguhnya sistem-sistem itu bersifat materi murni yang menjadikan ekonomi sebagai orientasi hidupnya,
menjadikan harta sebagai sesembahannya dan dunia seluruhnya menjadi pusat perhatiannya (tumpuan
harapannya). Sesungguhnya kemewahan materi itulah tujuan akhir dan menjadi Firdaus yang diinginkan.
Adapun Islam, dia telah menjadikan ekonomi sebagai sarana untuk mencapai tujuan besar, yaitu hendaknya
manusia tidak disibukkan dengan kesusahan hidup dan perang roti yang melalaikan dari ma'rifah kepada Allah dan
hubungan baik dengan-Nya serta kehidupan lain yang lebih baik dan abadi. Karena sesungguhnya manusia itu
apabila terpenuhi kebutuhannya dan keamanannya maka mereka merasa tenteram dan berkonsentrasi untuk
beribadah kepada Allah dengan khusyu'. Allah berfirman, "Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dan ketakutan." (Quraisy 4). Sehingga mereka merasa terikat
dengan ikatan persaudaraan yang kuat antara satu dengan yang lainnya dari hamba-hamba Allah. Inilah tujuan
ekonomi dalam Islam.
Sesungguhnya ekonomi dalam sistem-sistem Materialis yang ada itu terpisah dari akhlaq dan nilai-nilai kemuliaan,
karena penekanan utamanya adalah meningkatkan produktivitas, dan penumpukan kekayaan pribadi atau kelompok
dengan cara apa pun.
Dalam pandangan Islam, ekonomi adalah khadim (penopang atau sarana pendukung) bagi nilai-nilai dasar seperti
aqidah Islamiyah, ibadah dan Akhlaqul Karimah. Maka apabila ada pertentangan antara tujuan ekonomi bagi individu
atau masyarakat dengan nilai-nilai dasar itu maka Islam tidak mau peduli dengan tujuan-tujuan tersebut dan sanggup
mengorbankan tujuan-tujuan itu dengan kerelaan hati. Hal itu dalam rangka memelihara prinsip-prinsip, tujuan dan
keutamaan manusia itu sendiri.
Dari sinilah Islam mengharamkan haji bagi kaum musyrikin dan mengharamkan thawaf mereka di Baitullah dengan
telanjang. Betapa pun syi'ar agama ini membawa suatu keuntungan materi bagi penduduk Makkah dan sekitarnya,
tetapi Al Qur'an menganggap semua itu kecil dan menjanjikan kepada mereka bahwa Allah akan mengganti untuk
mereka yang lebih baik dari itu. Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka
mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan
memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana"(At Taubah: 28)
Apabila kita membuka klub-klub untuk judi atau dansa, dan penjualan minuman keras. Memang hal itu dapat
menghasilkan manfaat ekonomi, seperti mendorong para turis untuk datang dan mendapatkan mata uang asing dan
sebagainya. Akan tetapi manfaat seperti itu tidak ada nilainya dalam pandangan Islam, karena dia bertentangan
dengan prinsip-prinsipnya dalam memelihara kesehatan akal, fisik, akhlaq, aqidah dan hubungan sosial. Karena
itulah Al Qur'an mengharamkan minuman keras dan judi, karena pada keduanya terdapat madharat yang besar.
Adapun manfaat keduanya dari segi ekonomi sama sekali tidak perlu diperhitungkan. Allah SWT berfirman:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduarya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." (Al Baqarah: 219)
Dengan demikian maka jelaslah bagi kita bahwa sistem Islam itu benar-benar terpadu dengan rapi.
Sesungguhnya Islam berbeda dengan paham Materialis yang berlebihan dalam mengumbar hawa nafsu manusia
dan memberinya hak yang tak terbatas sehingga membengkak dan melampaui batas. Islam juga berbeda dengan
Sosialisme yang berlebihan dalam menekan seseorang dan membebaninya dengan kewajiban-kewajiban yang berat
sehingga tertekan dan merasa terus-menerus dalam kesulitan.
Sesungguhnya paham pertama di atas memihak perorangan dan mengesampingkan pertimbangan kemaslahatan
bersama. Sedang yang kedua memihak masyarakat dengan menzhalimi hak-hak serta kebebasan individu. Kedua
sistem tersebut berlebihan dalam memberikan nilai dunia lebih di atas perhitungan akhirat, dan memberikan
kebutuhan jasmani lebih atas kebutuhan ruhani. Maka hanya Islamlah satu-satunya aturan yang bersih dari
ekstrimitas yang dilakukan oleh kedua sistem tersebut dan penyimpangan keduanya ke arah ifrath (berlebihan) atau
tafrith (mengurangi).
Islamlah aturan yang adil dan seimbang, yang membuat perimbangan antara hak-hak dan kewajiban, antara individu
dan masyarakat, antara ruhani dan jasmani, dan antara dunia dan akhirat, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi.
Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah SWT:
"Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi neraca itu." (Ar-Rahman: 8-9)
Tidaklah demikian itu kecuali karena Islam merupakan syari'at Allah yang tidak menyimpang dan hukum-Nya yang
tidak menzhalimi. Allah SWT berfirman:
"Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." (Al Maidah: 50)
Implementasi Ekonomi
Syariah Menuju Islam
Kaffah
Ditulis oleh Agustianto
(Materi Khutbah Jum’at di Mesjid Al-Balagh Kompleks Bulog, 17 April 2006
dan Mesjid Al-Ikhwan Depertemen Luar Negeri,12 Mei 2006 )

‫ثم جعلناك على شريعة من األمر فاتبعها وآل تتبع‬


‫أهواء الذين ال يعلمون‬
Firman Allah tersebut terdapat dalama surah Al-Jatsiyah ayat 18 :

”Kemudian kami jadikan bagiu kamu sebuah syari’ah, maka ikutilah syariah itu, dan
jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”
Islam sebagai ad-din mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna (
syumul). Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah,
tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Al- Qur’an secara tegas
menyatakan kesempurnaan Islam tersebut dalam banyak ayat, antara lain, ( QS. 5:3, 6:38,
16:89).
Kesempurnaan Islam itu tidak saja diakui oleh intelektual muslim, tetapi juga para
orientalist barat, di antaranya H.A.R Gibb yang mengatakan, “ Islam is much more than a
system of theology it’s a complete civilization.”
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek
ekonomi(mua’malah, iqtishodiyah ). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik
dalam Al-quran, Sunnah, maupun ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa
perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-
Quran justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah)
atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Albaqarah, yang
menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/malasah ekonomi).
C.C. Torrey dalam The Commercial Theological Term in the Quran
menerangkan bahwa Alquran memakai 20
terminologi bisnis. Ungkapan tersebut malahan diulang
sebanyak 720 kali.
Dua puluh terminologi bisnis tersebut antara lain, 1.Tijarah, 2. Bai’, 3. Isytara, 4. Dain
(Tadayan) , 5. Rizq, 6. Riba, 7. dinar, 8. dirham, 9. qismah 10. dharb/mudharabah, 11.
Syirkah, 12. Rahn, 13.Ijarah/ujrah, 14. Amwal 15.Fadhlillah 17. akad/’ukud 18. Mizan
(timbangan) dalam perdagangan, 19. Kail (takaran) dalam perdagangan, 20. waraq (mata
uang).

Nabi Muhammad menyebut, ekonomi adalah pilar pembangunan dunia. Dalam berbagai
hadits ia juga menyebutkan bahwa para pedagang (pebisnis) sebagai profesi terbaik,
bahkan mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan.

‫عليكم بالتجارة فان فيها تسعة اعشار الرزق‬


( ‫)رواه احمد‬

“ Hendaklah kamu kuasai bisnis, karena 90 % pintu rezeki ada dalam bisnis”.
(H.R.Ahmad)

‫ان أطيب الكسب كسب التجار‬

”Sesungguhnya sebaik-baik usaha/profesi adalah usaha perdagangan


(H.R.Baihaqi) (Sumber Muhammad Ali As-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Juz 2, tp, tt,
hlm 86.)

Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam pada ekonomi, karena itu tidak
mengherankan jika ribuan kitab Islam membahas konsep ekonomi Islam. Kitab-kitab
fikih senantiasa membahas topik-topik mudharabah, musyarakah, musahamah,
murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam,istisna’, riba,
dan ratusan konsep muamalah lainnya. Selain dalam kitab-kitab fikih, terdapat karya-
karya ulama klasik yang sangat melimpah dan secara panjang lebar (luas) membahas
konsep dan ilmu ekonomi Islam. Pendeknya, kajian-kajian ekonomi Islam yang
dilakukan para ulama Islam klasik sangat melimpah.

Prof. Dr. Muhammad N. Ash-Shiddiqy, dalam buku “Muslim Economic


Thinking” meneliti 700 judul buku yang membahas ekonomi Islam. (London, Islamic
Fountaion, 1976)
Dr. Javed Ahmad Khan dalam buku Islamic Economics & Finance : A
Bibliografy, (London, Mansell Publisihing Ltd) , 1995 mengutip 1621 tulisan tentang
Ekonomi Islam,
Seluruh kitab fikih Islam membahas masalah muamalah, contoh : Al-Umm (Imam
Syafi’i), Majmu’ Syarah Muhazzab (Imam Nawawi), Majmu Fatawa (Ibnu Taimiyah).
Sekitar 1/3 isi kitab tersebut berisi tentang kajian muamalah. Oleh karena itulah maka
Prof. Dr.Umer Ibrahim Vadillo (intelektual asal Scotlandia) pernah menyatakan dalam
ceramahnya di Program Pascasarjana IAIN Medan, bahwa 1/3 ajaran Islam tentang
muamalah.
Materi kajian ekonomi Islam pada masa klasik Islam itu cukup maju dan berkembang.
Shiddiqi dalam hal ini menuturkan :
“Ibnu Khaldun has a wide range of discussions on economics including the subject
value, division of labour, the price system, the law of supply and demand, consumption
and production, money, capital formation, population growth, macroeconomics of
taxation and public expenditure, trade cycles, agricultural, industry and trade, property
and prosperity, etc. He discussses the various stages through which societies pass in
economics progress. We also get the basic idea embodied in the backward-sloping supply
curve of labour” (Shiddiqy, Muhammad Nejatullah, Muslim Economic Thinking, A
Survey of Contemporary Literature,dalam buku Studies in Islamic Economics,
International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz Jeddah and
The Islamic Foundation, United Kingdom, 1976, hlm. 261.)
(Artinya, “Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk
ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan
permintaan/Supply and demand, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal,
pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur
perdagangan, pertanian, industri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan
sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam
perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam
kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur).
Boulakia bahkan menyatakan bahwa Ibnu Khaldun jauh mendahului Adam Smith,
Keyneys, Ricardo dan Robert Malthus.
Ibnu Khaldun discovered a great number of fundamental economic notions a few
centuries before their official births. He discovered the virtue and the necessity of a
division of labour before Smith and the principle of labour value before Ricardo. He
elaborated a theory of population before Malthus and insisted on the role of the state
in the economy before Keyneys. But much more than that, Ibnu Khaldun used these
concepts to build a coherent dinamics system in which the economic mechanism
inexorably led economic activity to long term fluctuation.....[1]. (Sumber Boulakia, Jean
David C., “Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist” – Journal of Political
Economiy 79 (5) September –October 1971: 1105-1118

(Artinya, “Ibn Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi
fundamental beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia menemukan
keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip
tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan
sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum
Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini
untuk membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami di mana mekanisme
ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang…:”)

Demikian gambaran maju dan berkembangnya ekonomi Islam di masa lampau.Tetapi


sangat disayangkan, dalam waktu yang relatif panjang yaitu sekitar 7 abad ( sejak abad 13
s/d pertengahan abad 20 ), ajaran –ajaran Islam tentang ekonomi ditelantarkan dan
diabaikan kaum muslimin. Akibatnya ekonomi Islam terbenam dalam limbo sejarah dan
mengalami kebekuan ( stagnasi ). Dampak selanjutnya, ummat Islam tertinggal dan
terpuruk dalam bidang ekonomi. Dalam kondisi yang demikian, masuklah kolonialisme
barat mendesakkan dan mengajarkan doktrrin-doktrin ekonomi ribawi (kapitalisme),
khususnya sejak abad 18 sd abad 20. Proses ini berlangsung lama, sehingga paradigma
dan sibghah ummat Islam menjadi terbiasa dengan sistem kapitalisme dan malah sistem,
konsep dan teori-teori itu menjadi berkarat dalam pemikiran ummat Islam. Maka sebagai
konsekuensinya, ketika ajaran ekonomi Islam kembali mau ditawarkan kepada ummat
Islam, mereka melakukan penolakan, karena dalam pikirannya telah mengkristal
pemikiran ekonomi ribawi, pemikiran ekonomi kapitalisme. Padahal ekonomi syari’ah
adalah ajaran Islam yang harus diikuti dan diamalkan, sebagaimana terdapat dalam
firman Allah dalam Al-Quran
Firman Allah tersebut terdapat dalama surah Al-Jatsiyah ayat 18 :
”Kemudian kami jadikan bagiu kamu sebuah syari’ah, maka ikutilah syriah itu, dan
jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”

Sikap ummat Islam (utamanya para ulama dan intelektual muslim) yang mengabaikan
kajian-kajian muamalah sangat disesalkan oleh ulama (para ekonom muslim). Prof.
Dr.Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi mengatakan dalam buku ”Muslim Economic
Thinking”, sebagai berikut

“The ascendancy of the Islamic civilization and its dominance of the world scene for a
thousand years could not have been unaccompanied by economic ideas as such. From
Abu Yusuf in the second century to Tusi and Waliullah we get a contiunity of
serious discussion on taxation, government expenditure, home economics, money and
exchange, division of labour, monopoly, price control, etc, Unfortunelly no serious
attention has been paid to this heritage by centres of academic research in
economics. (Muslim Economic Thingking,Islamic Fondation United Kingdom, 1976, p
264)
Artinya, “Kejayaan peradaban Islam dan pengaruhnya atas panggung sejarah dunia untuk
1000 tahun, tidak mungkin tanpa diiringi dengan ide-ide (pemikiran) ekonomi dan
sejenisnya. Dari Abu Yusuf pada abad ke 2 Hijriyah sampai ke Thusi dan Waliullah kita
memiliki kesinambungan dari serentetan pembahasan yang sungguh-sungguh mengenai
perpajakan, pengeluaran pemerintah, ekonomi rumah tangga, uang dan perdagangan,
pembagian kerja , monopoli, pengawasan harga dan sebagainya. Tapi sangat
disayangkan, tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh yang diberikan
atas khazanah intelektual yang berharga ini oleh pusat-pusat riset akademik di
bidang ilmu ekonomi”.

Memasuki Islam Secara Kaffah


Dari paparan di atas jelaslah bahwa Islam memiliki ajaran ekonomi Islam yang luar biasa
banyaknya. Sebagai konsekuensinya, kita harus mengamalkan ajaran ekonomi Islam
tersebut agar keIslaman kita menjadi kaffah, tidak sepotong-potong. Allah SWT secara
tegas memerintahkan agar kita memasuki Islam secara kaffah ( menyeluruh ). “ Hai
orang – orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam kaffah, dan jangan kamu
ikuti langkah – langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. ( QQ.
2 : 208 ). Dalam ayat lain Allah berfirman , “Apakah kamu beriman kepada sebagian
kitab dan kafir kepada sebagian yang lain”.( QS 2 :85 ). Kedua ayat di atas mewajibkan
kaum muslimin supaya masuk ke dalam Islam secara utuh dan menyeluruh.
Namun, sangat disesalkan, tidak sedikit kaum muslimin yang telah terperosok
kepada Islam persial ( separoh – separoh ). Betul, dalam bidang ibadah, kematian dan
akad perkawinan, umat Islam mengikuti ajaran Islam, tapi dalam bidang dan aktivitas
ekonomi, banyak sekali umat Islam mengabaikan ajaran ekonomi syari’ah dan bergumul
dengan sistem ekonomi ribawi. Dana umat Islam, seperti ONH atau tabungannya, uang
mesjid, uang Perguruan Tinggi Islam, dana organisasi Islam, uang perusahaan yang
dimiliki kaum muslimin, dan dana masyarakat Islam secara luas, te diputar dan
dibisniskan secara ribawi melalui bank dan lembaga keuangan yang bukan sesuai dengan
prinsip syari’ah Islam.
Kebangkitan Kembali Ekonomi Islam
Baru tiga dasawarsa menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk
mengembangkan kembali kajian ekonomi syari’ah. Ajaran Islam tentang ekonomi,
kembali mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Pada era tersebut lahir dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan
memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang mu’amalah. Sebagai realisasi
dari ekonomi syariah, maka sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development
Bank ( IDB ) di Jeddah. Setelah itu, di berbagai negara, baik negeri- negeri muslim
maupun bukan, berkembang pula lembaga – lembaga keuangan syariah.
Sekarang di dunia telah berkembang lebih dari 400an lembaga keuangan dan perbankan
yang tersebar di 75 Negara, baik di Eropa, Amerika, Timur Tengah maupun kawasan
Asia lainnya. Perkembangan aset – aset bank mencatat jumlah fantastis 15 % setahun.
Kinerja bank – bank Islam cukup tangguh dengan hasil keuntungannya di atas perbankan
konvensional. Salah satu bank terbesar di AS, City Bank telah membuka unit syariah dan
menurut laporan keuangan terakhir pendapatan terbesar City Bank berasal dari unit
syariah. Demikian pula ABN Amro yang terpusat di Belanda dan merupakan bank
terbesar di Eropa dan HSBC yanag berpusat di Hongkong serta ANZ Australia, lembaga-
lembaga tsb telah membuka unit-unit syariah.
Dalam bentuk kajian akademis, banyak Perguruan Tinggi di Barat dan di Timur Tengah
yang mengembangkan kajian ekonomi Islam,di antaranya, Universitas Loughborough
Universitas Wales, Universitas Lampeter di Inggris. yang semuanya juga di Inggris.
Demikian pula Harvard School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas
Wonglongong Australia, serta lembaga populer di Amerika Serikat, antara lain Islamic
Society of north America (ISNA). Kini Harvard University sebagai universitas paling
terkemuka di dunia, setiap tahun menyelenggrakan Harvard University Forum yang
membahas tentang ekonomi Islam.
Bank Syariah di Indonesia
Di Indonesia, bank Islam baru hadir pada tahun 1992, yaitu Bank Muamalat
Indonesia. Sampai tahun 1998, Bank Mualamat masih menjadi pemain tunggal dalam
belantika perbankan syari’ah di Indonesia, ditambah 78 BPR Syari’ah. Pada tahun 1997
terjadi krisis moneter yang membuat bank-bank konvensional yang saat itu berjumlah
240 mengalaminegative spread yang berakibat pada likuidas, kecuali babk Islam.
Pada November 1997, 16 bank ditutup (dilikuidasi), berikutnya 38 bank,
Selanjutnya 55 buah bank masuk kategori BTO dalam pengawasan BPPN. Tetapi kondisi
itu berbeda dengan perbankan syari`ah. Hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak
dibebani membayar bunga simpanan nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil
yang jumlahnya sesuai dengan tingkat keuntungan perbankan syari`ah. Dengan sistem
bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank syari`ah selamat dari negative spread.
Sedangkan bank-bank yang lain bisa selamat karena bantuan pemerintah (BLBI)
700an triliun rupiah yang sampai hari ini bermasalah. Kalau tidak ada BLBI dan
rekapitalisasi, berupa suntikan obligasi dari pemerintah, niscaya semua bank tewas
dilikuidasi.
Pada masa krisis moneter berlangsung, hampir seluruh bank melakukan kebijakan
uang ketat. Kucuran kredit dihentikan, karena cuaca perekonomian yang tak kondusif, di
mana suku bunga yang tinggi pasti menyulitkan nasabah untuk membayar bunganya.
Berbeda dengan bank konvensional yang mengetatkan kucuran kredit, bank syari`ah
malah sebaliknya, yaitu dengan mengekstensifkan kucuran pembiyaannya, baik kepada
pegusaha kecil maupun menengah. Hal ini terbukti, di masa krisis yang lalu di mana
sampai akhir 1998, ketika krisis tengah melanda, bank Muamalat menyalurkan
pembiayaan Rp 392 milyard. Dan sampai akhir 1999 ketika krisis masih juga berlangsung
bank Muamalat meningkatkan pembiayaannya mencapai Rp 527 milyard, dengan tingkat
kemacetan 0% (non ferforming loan). Pada saat itu malah CAR Bank Muamalat sempat
mencapai 16,5%, jauh di atas CAR minimal yang ditetapkan BI (hanya 4%).
Oleh karena itulah pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 10/1998.
Dalam Undang-Undang ini diatur dengan rinci landasan hukum, serta jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syari`ah. Undang-Undang
tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk konversi kepada
sistem syari`ah, baik dengan cara membuka cabang syari`ah ataupun konversi secara total
ke sistem syari`ah.
Peluang itu ternyata disambut antusias oleh kalangan perbankan konvensional.
Beberapa bank yang konversi dan akan membuka cabang syari`ah antara lain bank
Syariah Mandiri, Bank IFI Syari’ah, Bank BNI Syariah, BRI Syari’ah, Bank DKI
Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank BTN Syari’ah, Bank Niaga Syari’ah, dll. Kini
telah berkembang 19 Bank Syariah, 25 Asuransi Syari’ah, Pasar Modal syari’ah,
Pegadaian Syari’ah dan lebih 3200 BMT (Koperasi Syariah), dan Ahad – Net
Internasional yang bergerak di bidang sektor riel.
Kalau pada masa lalu, sebelum hadirnya lembaga–lembaga keuangan syariah, umat
Islam secara darurat berhubungan dengan lembaga keuangan ribawi, tetapi pada masa
kini, di mana lembaga keuangan syariah telah berkembang, maka alasan darurat tidak ada
lagi. Ini artinya, dana umat Islam harus masuk ke lembaga – lembaga keuangan syariah
yang bebas riba..
Manfaat Mengamalkan Ekonomi Syari’ah
Mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi umat Islam
itu sendiri, Pertama, mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga
Islamnya tidak lagi persial. Bila umat Islam masih bergelut dan mengamalkan ekonomi
ribawi, berarti keIslamannya belum kaffah, sebab ajaran ekonomi syariah
diabaikannya. Kedua, menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui bank
syariah, asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian syari’ah, atau BMT,
mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan
bagi hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan.
Selain itu seorang muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala,
karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi. Ketiga, praktek
ekonominya berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan
syari’ah Allah Swt.. Keempat, mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga bank
syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam
sendiri. Kelima, mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito
atau menjadi nasabah Asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan
ekonomi umat Islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan
syariah itu dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha
kaum muslimin.Keenam, mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung
gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh
dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek –proyek halal. Bank syariah tidak akan mau
membiayai usaha-usaha haram, seperti pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha
narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa
munkar, seperti diskotik, dan sebagainya.

Penutup
Dengan hadirnya lembaga- lembaga keauangan syariah, seperti perbankan
syari’ah, asuransi syari’ah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Reksadana Syari’ah, pasar
modal syari’ah, pegadaian syari’ah,dll, maka menjadi keharusan bagi umat Islam, untuk
hijrah dari sistem ekonomi konvensional kepada sistem ekonomi syariah dalam rangka
menuju Islam yangkaffah.

Anda mungkin juga menyukai