Anda di halaman 1dari 23

Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan

Kota Sawahlunto

5.1 KONSEP UMUM PERSIMPANGAN JALAN

S
uatu arus lalu lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu lintas tersebut
dapat melewati suatu ruas jalan atau persimpangan tanpa mengalami
hambatan atau gangguan dari jalan ataupun arah lain, sehingga pada jaringan
jalan tersebut tidak mengalami masalah lalu lintas. Masalah lalu lintas yang timbul di
jalan raya dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi
serta keamanan perjalanan di jalan raya.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut secara garis besar yaitu :

1. Faktor jalan (fisik).


2. Faktor lalu lintas (kendaraan).
3. Faktor manusia (pengemudi dan pemakai jalan).
4. Fasilitas jalan.

5.1.1 Jenis Persimpangan Jalan

Lalu lintas yang bergerak pada persimpangan dapat dikendalikan dengan berbagai
cara pengendalian. Pengendalian tersebut mengikuti urutan hirarki tertentu sesuai
dengan jenis-jenis jalan yang saling berpotongan dan besarnya arus lalu lintas yang
memasuki persimpangan. Hirarki ini dibagi atas 4 bagian besar, yaitu:

LAPORAN AKHIR 5-1


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

A. Persimpangan Sebidang (at grade)

Persimpangan sebidang merupakan persimpangan yang kaki-kakinya berpotongan


pada satu bidang datar, sehingga memungkinkan terjadinya konflik antar satu arus
dengan arus yang lain yang berpotongan (lihat Gambar 5.1). Jenis sistem
pengendaliannya meliputi:

a. Jenis tanpa pengaturan lalu lintas (uncontrolled).


b. Jenis pengaturan berhenti atau prioritas (stop).
c. Jenis pengaturan dengan lampu pengatur lampu lalu lintas (traffic light).
d. Jenis pengaturan dengan bundaran lalu lintas (roundabout).

Gambar 5.1
Jenis Persimpangan Sebidang
Sumber: Morlok, E.K. (1991)

B. Persimpangan Tidak Sebidang (Grade Separate)

Persimpangan tidak sebidang merupakan persimpangan yang kaki-kakinya tidak


berpotongan satu sama lain, melainkan saling bersilangan dengan ketinggian yang
berbeda antara satu kaki dengan kaki lainnya.

LAPORAN AKHIR 5-2


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

C. Persimpangan Tanpa Pengaturan Lalu Lintas (Uncontrolled)

Persimpangan yang tidak dikendalikan ini umumnya hanya dapat digunakan pada
pertemuan jalan-jalan lokal perumahan yang arus lalu lintasnya pada masing-
masing kakinya kecil sehingga konflik yang terjadi juga kecil dan dengan sendirinya
tidakmemerlukan suatu pengendalian terhadap arus lalu lintas yang bergerak di
persimpangan tersebut.

D. Persimpangan Prioritas

Metode pengendalian terhadap pergerakan-pergerakan kendaraan pada


persimpangan sangat diperlukan, dengan maksud agar kendaraan-kendaraan yang
melakukan pergerakan konflik tersebut tidak akan saling bertabrakan. Konsep
utama dalam sistem prioritas merupakan suatu aturan untuk menentukan
kendaraan mana yang dapat berjalan terlebih dahulu. Sistem pengendalian ini
mempunyai prinsip-prinsip tertentu, yaitu:

a. Aturan-aturan prioritas harus secara jelas dimengerti oleh semua pengemudi.


b. Prioritas harus terbagi dengan baik, sehingga setiap orang mempunyai
kesempatan untuk bergerak.
c. Prioritas harus terorganisasi, sehingga titik-titik konflik dapat teratasi dan
diperkecil.
d. Keputusan-keputusan yang dilakukan oleh pengemudi harus dijaga agar
sesederhana mungkin.
e. Jumlah total hambatan-hambatan terhadap lalu lintas harus diperkecil.

5.1.2 Geometrik Persimpangan

Geometrik persimpangan merupakan dimensi yang nyata dari suatu persimpangan.


Oleh karena itu, perlu di ketahui beberapa defenisi berikut ini :

1. Approach (kaki persimpangan), yaitu daerah pada persimpangan yang


digunakan untuk antrian kendaraan sebelum menyeberangi garis henti.

2. Approach Width (WA), yaitu lebar pendekat atau lebar kaki persimpangan.

LAPORAN AKHIR 5-3


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

3. Entry Width (Qentry), yaitu lebar bagian jalan pada bagian pendekat yang
digunakan untuk memasuki persimpangan, diukur pada garis perhentian.

4. Exit Width (Wexit), yaitu lebar bagian jalan pada bagian pendekat yang digunakan
kendaraan untuk keluar dari persimpangan.

5. Width Left Turn On Red (WLTOR), yaitu lebar bagian pendekat yang digunakan
kendaraan untuk belok kiri pada saat lampu merah.

Untuk kelima hal tersebut diatas dapat dilihat dalam Gambar 5.2.

Gambar 5.2
Geometrik Persimpangan Dengan Lampu Lalu Lintas
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

6. Effective Approach Width (We), yaitu lebar efektif kaki persimpangan yang
dijelaskan dalam MKJI 1997.

5.1.3 Lampu Pengaturan Lalu Lintas

Lampu pengaturan lalu lintas merupakan alat sederhana yang berfungsi untuk
mengatur para pengemudi untuk berhenti atau berjalan. Alat ini memberikan prioritas
bagi masing-masing pergerakan lalu lintas secara berurutan (bergantian) dalam suatu

LAPORAN AKHIR 5-4


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

periode waktu. Terdiri dari tiga buah lampu, yaitu merah, kuning, dan hijau (dengan
waktu-waktu yang tepat dialokasikan kepada masing-masing pergerakan lalu lintas).

Menurut UU No. 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan: Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas atau APILL, lampu lalu lintas adalah lampu yang mengendalikan arus lalu
lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki
(zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya.

Berdasarkan cakupannya, jenis lampu lalu lintas dibedakan menjadi :

1. Lampu lalu lintas terpisah.


2. Pengoperasian lampu lalu lintas yang pemasangannya didasarkan pada suatu
tempat persimpangan saja tanpa mempertimbangkan persimpangan lain.
3. Lampu lalu lintas terkoordinasi.
4. Pengoperasian lampu lalu lintas yang pemasangannya mempertimbangakan
beberapa persimpangan yang terdapat pada arah tertentu.
5. Lampu lalu lintas jaringan.
6. Pengoperasian lampu lalu lintas yang pemasangannya mempertimbangkan
beberapa persimpangan yang terdapat dalam suatu jaringan yang masih dalam
satu kawasan.

Beberapa istilah yang digunakan dalam operasional lampu persimpangan bersinyal


(Liliani, 2002)) :

1. Siklus. Merupakan urutan lengkap suatu lampu lalu lintas.

2. Fase (phase). Pengaturan pemisahan arus lalu lintas Waktu Hijau Efektif Periode
waktu hijau yang dimanfaatkan pergerakan pada fase yang bersangkutan.

3. Waktu Antar Hijau. Waktu antara lampu hijau untuk satu fase, dengan awal lampu
hijau untuk fase lainnya.

4. Rasio Hijau. Adalah perbandingan antara waktu hijau efektif dan panjang siklus.

5. Merah Efektif. Waktu selama suatu pergerakan atau sekelompok pergerakan


secara efektif, tidak diijinkan bergerak. Dihitung sebagai panajng siklus dikurangi
waktu hijau efektif.

6. Lost Time. Waktu hilang dalam suatu fase karena keterlambatan start kendaraan
dan berakhirnya tingkat pelepasan kendaraan yang terjadi selama waktu kuning.

LAPORAN AKHIR 5-5


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

5.1.4 Fase Lalu Lintas (Phase)

Dalam pengaturan lalu lintas pada persimpangan yang berupa konflik antara arus
kendaran, dapat dilakukan dengan pemisahan waktu. Pengaturan pemisahan arus lalu
lintas disebut fase (phase). Banyaknya fase ditentukan oleh banyak konflik yang harus
diselesaikan pada persimpangan. Pada umumnya, di beberapa persimpangan terdapat
lebih dari 2 konflik utama.Oleh karena itu, dibutuhkan juga lebih dari 2 fase.

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, fase sinyal umumnya
mempunyai dampak yang besar pada tingkat kinerja dan keselamatan lalu-lintas
sebuah simpang, daripada jenis pengaturan. Waktu hilang sebuah simpang bertambah
dan rasio hijau untuk setiap fase berkurang, bila fase tambahan diberikan. Maka sinyal
akan efisien bila dioperasikan hanya pada dua fase, yaitu hanya waktu hijau untuk
konflik utama yang dipisahkan. Tetapi dari sudut keselamatan lalu-lintas, angka
kecelakaan umumnya berkurang bila konflik utama antara lalu-lintas belok kanan
dipisahkan dengan lalu-lintas terlawan, yaitu dengan fase sinyal terpisah untuk lalu-
lintas belok kanan.

Pergerakan arus lalu lintas pada persimpangan juga membentuk suatu manuver yang
menyebabkan sering terjadi konflik dan tabrakan kendaraan, diantaranya adalah:

1. Berpencar (Diverging)

2. Bergabung (Merging)

3. Bersilangan (Weaving)

4. Berpotongan (Crossing)

Sumber : Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas & Angkutan Kota (1999)

LAPORAN AKHIR 5-6


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

5.1.5 Persyaratan Persimpangan Sebidang

1. Persimpangan harus mempunyai kemudahan pandang ke arah memanjang dan


menyamping, sesuai dengan jarak pandang masuk dan jarak pandang untuk
keselamatan sebagai berikut:
a. Jarak pandang masuk diperlukan untuk pengendara di jalan minor masuk ke
jalan utama, didasarkan pada asumsi kendaraan pada jalan utama tidak
mengurangi kecepatan.
b. Jarak pandang aman persimpangan disediakan untuk kendaraan agar dapat
berhenti sebelum persimpangan.
c. Gradien alinyemen vertikal diusahakan serendah mungkin/datar.

2. Kelandaian relatif belokan persimpangan tidak lebih dari 2%, fungsi utama
kelandaianuntuk mengalirkan air permukaan (run-off drainage).
3. Persimpangan pada daerah tikungan harus dihindarkan sejauh mungkin, minimal
lebihbesar dari jarak pandang henti, yaitu dimulai dari titik peralihan tangen ke
lengkung (TC/TS) sampai ke daerah persimpangan.

5.1.6 Jalan Layang (Fly Over)

Jalan layang adalah jalan yang dibangun tidak sebidang, melayang menghindari
daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas, serta
melewati persilangan kereta api untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan
efisiensi. Jalan layang merupakan perlengkapan jalan bebas hambatan untuk
mengatasi hambatan karena konflik dipersimpangan, melalui kawasan kumuh yang
sulit ataupun melalui kawasan rawa-rawa.

5.1.7 Kapasitas

Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume
lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan
yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kendaraan/jam), atau dengan
mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan digunakan
satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan kapasitas,

LAPORAN AKHIR 5-7


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

maka satuan yang digunakan oleh kapasitas adalah satuan mobil penumpang per jam
(smp/jam).

5.1.8 Karakteristik Lalu Lintas

A. Arus Lalu Lintas dan Volume

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997, arus lalu lintas adalah
jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu,
dinyatakan dalam veh/h (Qveh), pcu/h (Qpcu) atau AADT (Lalu Lintas Rata-Rata
Tahunan). Menurut Direktorat Jenderal Bina marga (1997), arus lalu lintas adalah
jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan
dalam kendaraan perjam atau smp/jam. Arus lalu lintas perkotaan terbagi menjadi
empat (4) jenis yaitu :

1. Kendaraan Ringan / Light Vehicle (LV)

Meliputi kendaraan bermotor 2 as, beroda empat dengan jarak as 2.0 – 3.0 m
(termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).

2. Kendaraan Berat / Heavy Vehicle (HV)

Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3.5 m biasanya beroda
lebih dari empat (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk kombinasi).

3. Sepeda Motor/ Motor Cycle (MC)

Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor dan
kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

4. Kendaraan Tidak Bermotor / Un Motorized (UM)

Meliputi kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia, hewan, dan


lain-lain (termasuk becak, sepeda,kereta kuda, kereta dorong dan lain-lain
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

LAPORAN AKHIR 5-8


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

B. Kecepatan

Kecepatan merupakan besaran yang menunjukkan jarak tempuh kendaraan dibagi


waktu tempuh. Kecepatan dapat diukur sebagai kecepatan titik, kecepatan
perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan gerak. Sedangkan kelambatan
merupakan waktu yang hilang pada saat kendaran berhenti, atau tidak dapat
berjalan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan karena adanya sistem
pengendali atau kemacetan lalu-lintas. Terdapat 4 klasifikasi kecepatan pada lalu
lintas:

1. Kecepatan titik/sesaat (spot speed).Keadaan dimana kendaraan mengalami


kecepatan yang stabil pada suatu titik.

2. Kecepatan perjalanan (journey speed). Kecepatan rata-rata dimana nilainya


dapat ditentukan dari jarak perjalanan dibagi dengan total waktu perjalanan.

3. Kecepatan bergerak (running speed). Kecepatan rata-rata kendaraan untuk


melintasi suatu jarak tertentu dalam kondisi kendaraan tetap berjalan, yaitu
kondisi setelah dikurangi oleh waktu hambatan terjadi (misalnya hambatan
pada persimpangan). Kecepatan bergerak ini dapat ditentukan dari jarak
perjalanan dibagi total waktu perjalanan yang telah dikurangi dengan waktu
berhenti karena adanya hambatan yang disebabkan gangguan yang terjadi
pada lalu lintas.

C. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus lalu lintas terhadap
kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

D. Hambatan Samping

Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas
samping segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering menimbulkan
berbagai konflik yang sagat besar pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas hambatan samping dengan

LAPORAN AKHIR 5-9


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

frekuensi bobot kejadian per-jam, per-200 meter dari segmen jalan yang diamati,
pada kedua sisi jalan berdasarkan MKJI 1997 seperti Tabel 5.1.

Tabel 5.1
Penentuan Tipe Frekuensi Kejadian Hambatan Samping
Tipe Kejadian Hambatan Samping Simbol Faktor bobot
Pejalan kaki PED 0,5
Kendaraan parkir PSV 1,0
Kendaraan masuk dan keluar sisi jalan EEV 0,7
Kendaraan lambat SMV 0,4
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Untuk mengetahui nilai kelas hanmbatan samping, maka tingkat hambatan


samping dibagi menjadi 5 kelas. Dari tingkat yang sangat rendah, sampai tingkat
yang tinggi dan sangat tinggi (lihat Tabel 5.2).

Tabel 5.2
Nilai Kelas Hambatan Samping
Kelas Hambatan Jumlah kejadian per 200 m
Kode Kondisi Daerah
samping (SCF) perjam
Daerah pemukiman; hampir tidak ada
Sangat rendah VL <100
kegitan.
Daerah pemukiman; berupa angkutan
Rendah L 100-299
umum, dsb.
Sedang M 300-499 Daerah industri, beberapa toko disi jalan.
Daerah komersial; aktifitas sisi jalan yang
Tinggi H 500-899
sangat tinggi.
Daerah komersial; aktifitas pasar di samping
Sabgat tinggi VH >900
jalan.
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997.

Adapun beberapa hal yang mempengaruhi besarnya hambatan samping pada


suatu jalan adalah:

1. Faktor Pejalan Kaki

Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah-daerah yang merupakan
kegiatan masyarakat seperti pusat-pusat perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan
kaki yang menyeberang atau berjalan pada samping jalan, sehingga dapat
menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini semakin diperburuk

LAPORAN AKHIR 5-10


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

oleh kurangnya kesadaran pejalan kaki untuk menggunakan fasilitas-fasilitas


jalan yang tersedia, seperti trotoar dan tempat-tempat penyeberangan.

2. Faktor Kendaraan Parkir dan Berhenti

Kurang tersedianya lahan parkir yang memadai bagi kendaraan, dapat


menyebabkan kendaraan parkir dan berhenti pada sisi samping jalan. Pada
daerah-daerah yang mempunyai tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup
tinggi, kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan dapat memberikan
pengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas. Keadaan tesebut akan
mempengaruhi kapasitas lebar jalan, dimana kapasitas jalan akan semakin
sempit akibatsisi samping jalan tersebut telah diisi oleh kendaraan parkir dan
berhenti.

3. Faktor Kendaraan Masuk/Keluar Pada Samping Jalan

Banyaknya kendaraan yang masuk/keluar melalui samping jalan, sering


menimbulkan berbagai konflik terhadap arus lalu lintas perkotaan. Pada
daerah-daerah yang memiliki tingkat lalu lintas yang sangat padat, disertai
dengan aktifitas masyarakat yang cukup tinggi, kondisi ini sering menimbulkan
masalah dalam kelancaran arus lalu lintas. Dimana arus lalu lintas yang
melewati ruas jalan tersebut menjadi terganggu dan dapat mengakibatkan
terjadinya kemacetan.

4. Faktor Kendaraan Lambat

Yang termasuk dalam kategori kendaraan lambat adalah becak, gerobak dan
sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat pada suatu ruas jalan dapat
menggaggu aktifitas-aktifitas kendaraan yang melewati suatu ruas jalan. Oleh
karena itu, kendaraan lambat merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan samping.

E. Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas
suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya.
Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan

LAPORAN AKHIR 5-11


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

dan volume merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan.
Menurut Warpani, (2002), tingkat pelayanan adalah ukuran kecepatan laju
kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas jalan. Morlok (1991)
mengatakan, ada beberapa aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi
tingkat pelayanan jalan antara lain: kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan
biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar). (lihat Tabel 5.3)

Tabel 5.3
Standar Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat Kecepatan Ideal
Karasteristik
Pelayanan jalan (km/jam)
Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi
A > 48.00
dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota,
B 40.00 – 48.00
kecepatan terbatas
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan
C 32.00 – 40.00
dipengaruhi oleh lalulintas
D 25.60 – 32.00 Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
Arus tidak stabil, volume mendekati kapasitas, kecepatan
E 22.40 – 25.60
rendah
Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas
F 0.00 – 22.40
kapasitas, banyak berhenti
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

F. Ekivalen Mobil Penumpang

Ekivalen mobil penumpang adalah faktor yang menunjukkan berbagai tipe


kendaraan yang dibandingkan dengan tipe kendaraan ringan lain, sehubungan
dengan pengaruhnya terhadap kecepatannya dalam arus lalu lintas (untuk mobil
penumpang dan kendaraan ringan yang sasisnya mirip, emp = 1.0). Untuk UM
(Kendaraan Tak Bermotor) nilai Emp-nya tidak ada karena termasuk hambatan
samping (kendaraan lambat), yaitu sepeda, gerobak, becak, andong dan lain-lain
(lihat Tabel 5.4 s/d Tabel 5.7).

Tabel 5.4
Ekivalen Mobil Penumpang
Jenis Kendaraan Jalan Raya Perkotaan
Mobil penumpang, taksi, pick up, minibus 1 1
Sepeda Motor 0.5 - 1 0.2 - 0.5
Bus, truk 2 dan 3 sumbu 3 2
Bus tempel, truk > 3 sumbu 4 3
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997.

LAPORAN AKHIR 5-12


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

Tabel 5.5
Emp Untuk Jalur Perkotaan Tak Terbagi
Emp
Arus Lalu Lintas MC
Tipe Jalan : Jalan Tak Terbagi Total Dua Arah
(Kend/Jam) HV Lebar Jalur Lalu Lintas Wc (m)
≤6 ≥6
0 1,3 0,5 0,4
Dua Lajur Tak Terbagi (2/2 UD)
≥ 1800 1,2 0,35 0,25
0 1,3 0.4
Empat Lajur Tak Terbagi (4/2 UD)
≥ 3700 1,2 0.25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel 5.6
Emp Jalur Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan : Jalan Satu Arah dan Arus Lalu Lintas Per Lajur Emp
Jalan Terbagi (Kend/Jam) HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,4
Empat lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,4
Enam lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

5.1.9 Bentuk Pengendalian Persimpangan

Bentuk pengendalian tergantung kepada besarnya arus lalu lintas, semakin besar arus
semakin besar konflik yang terjadi semakin kompleks pengendaliannya atau dijalan
bebas hambatan memerlukan penanganan khusus (lihat Gambar 5.3).

Gambar 5.3
Bagan Pendekatan Dalam Pengendalian Persimpangan

LAPORAN AKHIR 5-13


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

Bentuk pengendalian persimpangan terdiri atas:

A. Persimpangan Sederhana

Bila arus masih rendah dan kecepatan lalu lintas rendah dapat diterapkan, dimana
kendaraan yang datang dari kiri mendapat perioritas lebih dulu. Persimpangan
seperti ini banyak ditemukan di jalan lingkungan kawasan pemukiman.

B. Persimpangan Perioritas

Bila suatu persimpangan arus dijalan utama (mayor) bersimpangan dengan jalan
kecil (minor) maka kendaraan yang berada di jalan utama mendapat hak terlebih
dahulu, untuk menegaskan hal tersebut digunakan rambu lalu lintas 'beri
kesempatan' berupa segitiga terbalik yang ditempatkan dijalan minor, untuk lebih
mempertegas digunakan rambu 'stop' dimana pengemudi dijalan minor wajib
berhenti dan masih dilengkapi marka jalan sebagai pelengkap rambu Beri
Kesempatan dan Rambu Stop.

C. Lampu Lalu Lintas

Bila arus sudah semakin tinggi, atau dua jalan dengan tingkatan yang sama
bertemu maka digunakan lampu lalu lintas. Isyarat lampu yang digunakan
ditetapkan berdasarkan ketentuan internasional Vienna Convention on Road Signs
and Signals tahun 1968, dimana isyarat lampu merah berarti berhenti, isyarat
lampu kuning berarti bersiap untuk berhenti atau jalan, sedang isyarat lampu hijau
berarti berjalan.

Urutan lampu menyala seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.4, adalah:


a. Lampu merah menyala, kendaraan berhenti.
b. Lampu merah dan kuning menyala, kendaraan bersiap untuk berjalan.
c. Lampu hijau, kendaran berjalan.
d. Lampu kuning, kendaraan berhenti kecuali terlalu dekat dengan garis henti atau
kalau berhenti dapat mengakibatkan celaka kendaraan masih bisa berjalan.

LAPORAN AKHIR 5-14


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

Gambar 5.4
Urutan Isyarat Lampu Lalu Lintas

D. Bundaran Lalu Lintas

Digunakan bila lahan mencukupi untuk membangun bundaran di tengah


persimpangan. Persimpangan ini mempunyai kapasitas kurang lebih sama dengan
lalu lintas. Aturan yang berlaku pada bundaran lalu lintas adalah kendaraan yang
berada di bundaran mendapat perioritas terlebih dahulu.

E. Persimpangan Tidak Sebidang

Digunakan untuk mengendalikan persimpangan dengan arus yang tinggi atau pada
jalan bebas hambatan atau jalan tol. Bentuk persimpangan tidak sebidang dapat
berbentuk:

 Jembatan layang yang disebut juga Flyover.


 Terowongan yang disebut juga Underpass.
 Interchange merupakan persilangan yang bisa berpindah dari ruas yang satu
ke ruas yang lain, salah satu bentuk yang populer adalah jembatan dengan
bentuk diamont.

5.2 RENCANA PENGEMBANGAN PERSIMPANGAN JALAN

Pola jaringan jalan pada kawasan persimpangan bertujuan untuk membentuk suatu
sistim keseimbangan yang menjamin aksesibilitas masyarakat dalam kawasan
perencanaan dan dari dalam kota, baik yang berjalan kaki ataupun yang

LAPORAN AKHIR 5-15


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

berkendaraan. Peningkatan kualitas lingkungan dan penghematan energi serta


memberikan penekanan pada aspek-aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan.
Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah :

a. Menciptakan prasarana yang seimbang untuk pejalan kaki dan kendaraan.


b. Menciptakan keseimbangan transportasi internal dan eksternal.
c. Mengatur kembali tempat pemberhentian kendaraan umum.
d. Menciptakan akses yang mendukung fungsi kawasan perencanaan sebagai
kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran, kawasan ruang terbuka
hijau, kawasan cagar budaya, dan kawasan perumahan.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut diatas maka dilakukan beberapa
pendekatan sebagai berikut :

a. Memperhatikan pola jaringan jalan yang telah ada dalam kaitannya dengan potensi
kawasan perencanaan sekarang.
b. Memperhatikan karakteristik bentuk kawasan dan kesesuaian dengan pola tata
ruang lingkungan, dan kepemilikan tanah serta keadaan penyesuaian bangunan.
c. Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pemakai jalan.

Pola jaringan jalan yang terbentuk pada kawasan persimpangan diharapkan harus
mampu memberikan akses yang baik dari dalam kota maupun dari luar kota
(eksternal). Disamping itu persimpangan jalan ini juga diharapkan mampu
mengarahkan pemakaian lahan disekitar kawasan persimpangan. Hal lain yang harus
diperhatikan, perencanaan pola jaringan jalan juga harus mampu menciptakan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan dengan memperhatikan
keterkaitan antara fungsi kawasan yang terpisah oleh jaringan jalan.

5.2.1 Penyediaan Lampu Jalan

Penyediaan dan desain penempatan Lampu Jalan direncanakan di sepanjang koridor


jalan wilayah perencanaan (lihat Gambar 5.5) sebagai berikut:

a. Ditempatkan tidak dalam badan jalan atau pedestrian sepanjang koridor jalan
kawasan perencanaan, akan tetapi di tempatkan pada median jalan dan bahu
jalan.

LAPORAN AKHIR 5-16


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

b. Ketinggian lampu jalan diusahakan tidak sampai membentur atap kendaraan


(Ketinggian minimal 5 m).
c. Jarak penempatan antara titik lampu jalan dengan lampu jalan lainnya dalam satu
jalur ± 25-50 m.
d. Mempunyai penerangan yang cukup untuk menerangi sekitar jalan.
e. Diusahakan tidak terjadi tumpang tindih dengan penempatan fasilitas semacam
rambu-rambu jalan, vegetasi dan reklame.

Gambar 5.5
Prototipe Penyediaan Lampu Penerangan Jalan

5.2.2 Penyediaan Halte

Penempatan lokasi pembangunan halte direncanakan pada lokasi-lokasi pusat


perdagangan dan jasa, perkantoran serta sebelum gang langsung ke dalam
lingkungan permukiman. Desain pembangunan halte adalah berada pada bahu jalan
dengan desain atap, papan informasi, menyediakan ruang iklan di bagian atas dan
tempat telepon umum. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 5.6.

LAPORAN AKHIR 5-17


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

Gambar 5.6
Prototipe Penyediaan Halte

5.2.3 Penyediaan Rambu-Rambu Lalu Lintas

Di kawasan perencanaan perlu pengembangan pengadaan rambu-rambu lalulintas,


lampu pengatur jalan serta papan petunjuk informasi arah. Berdasarkan hasil survei
lapangan, pada kawasan perencanaan masih minim rambu-rambu lalu lintas.
Pengembangan dan penempatan rambu lalu lintas (lihat Gambar 5.7) adalah sebagai
berikut:

a. Penempatan rambu-rambu petunjuk informasi untuk daerah sebelum pertigaan,


perempatan, jalan masuk, tikungan, kawasan tanjakan, turunan jalan, jembatan
serta pusat-pusat kegiatan.
b. Pengembangan lampu pengaturan lalulintas untuk daerah pertigaan, perempatan,
kawasan pusat perkantoran, pendidikan, kawasan perumahan serta kawasan
lainnya.

LAPORAN AKHIR 5-18


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

Gambar 5.7
Prototipe Penyediaan Rambu Lalu Lintas

5.2.4 Penyediaan Sarana Penyebrangan (Zebra Cross)

Penyediaan sarana penyebrangan di kawasan perencanaan berupa zebra cross yang


ditempatkan pada jarak tertentu di sepanjang koridor jalan kawasan perencanaan (lihat
Gambar 5.8).

Gambar 4.8

LAPORAN AKHIR 5-19


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

Prototipe Penyediaan Sarana Penyeberangan

5.2.5 Penempatan Box Telepon dan Bis Surat

Penempatan box telepon dan bis surat diusulkan (lihat Gambar 5.9) sebagai berikut :

a. Ditempatkan pada lokasi yang tidak langsung terkena matahari dan hujan. Boks
telepon agar dilindungi dengan tanaman peneduh.
b. Memberikan space yang agak lebih leluasa dengan mengadakan bukaan kedalam
dan apabila diperlukan dapat diberikan bangku-bangku taman untuk dipakai
sebagai ruang tunggu dan juga ruang untuk parkir kendaraan bermotor.
c. Kecuali yang menyatu dengan shelter, box telepon agar tidak ditempatkan di
daerah larangan parkir atau larangan berhenti kendaraan. Penempatannya
diupayakan agar mudah dijangkau.
d. Ditempatkan dalam jangkauan pencahayaan penerangan umum agar bisa
digunakan pada malam hari.
e. Penempatannya dikelompokkan dengan bis surat dan cukup tersedia ruang untuk
tempat berhenti sepeda motor dan mobil.
f. Agar tidak terjadi tumpang tindih dengan penempatan fasilitas-fasilitas lain.

Gambar 5.9
Prototipe Penyediaan Box Telepon dan Bis Surat

LAPORAN AKHIR 5-20


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

5.2.6 Penataan Tempat/Bak Sampah

Penataan tempat sampah di area perencanaan (lihat Gambar 5.10) adalah sebagai
berikut :

a. Perlu penyeragaman bentuk dan besaran tempat sampah yang berada dalam
suatu koridor jalan.
b. Setiap pembangunan baru, perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai
tempat kediaman harus dilengkapi dengan tempat atau kotak pembuangan
sampah yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga kesehatan umum
masyarakat sekitarnya terjamin.
c. Penyedian tempat sampah di lokasi-lokasi tempat halte, pusat perdagangan dan
jasa, taman bermain serta jenis kegiatan lainnya.
d. Dalam hal lingkungan di daerah pertokoan yang mempunyai dinas pembersihan
kota, kotak-kotak sampah yang tertutup disediakan sedemikian rupa sehingga
petugas-petugas dinas tersebut dapat dengan mudah melakukan tugasnya.
e. Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika.
f. Ada pemisahan antara tempat sampah kering dan sampah basah (organik dan non
organik. Pemisahan jenis sampah diharapkan dilakukan di titik awal sumber
pembuangan sampah.

Gambar 5.10
Prototipe Penyediaan Tempat/Bak Sampah

LAPORAN AKHIR 5-21


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

5.2.7 Penempatan Papan Nama dan Reklame

Papan nama merupakan media informasi, pesan atau iklan. Papan nama
dipergunakan untuk memberikan informasi tentang nama dan arah jalan dan tempat,
sedangkan papan reklame lebih bersifat persuasif (iklan). Papan reklame merupakan
media penyampain pesan atau informasi yang juga bisa difungsikan sebagai media
promosi. Papan reklame diarahkan untuk mendukung pendapatan pemda melalui
pajak pendapatan retribusi, dengan tetap mempertimbangkan estetika kawasan dan
mendukung penampilan bangunan.

Penempatan papan reklame disarankan pada lokasi pusat perdagangan dan jasa,
pusat pemerintahan, dekat permukiman, lokasi sekitar perempatan dan atau pertigaan
jalan, serta lokasi strategis lainnya (lihat Gambar 5.11).

Gambar 5.11
Prototipe Penempatan Papan Nama dan Reklame

LAPORAN AKHIR 5-22


Penyusunan Masterplan Kawasan Persimpangan Jalan
Kota Sawahlunto

5.3 RENCANA DESAIN PENGEMBANGAN PERSIMPANGAN JALAN

Rencana desain pengembangan persimpangan terdiri atas:

1. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Muaro Kalaban.


2. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Lapangan Segitiga.
3. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Lubang Panjang.
4. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Santur.
5. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Kolok Mudik.
6. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Kandi.
7. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Napar.
8. Rencana Desain Pengembangan Persimpangan Puskesmas Talawi.

5.4 PENENTUAN DAN PENETAPAN KAWASAN PERSIMPANGAN

JALAN YANG DIPRIORITASKAN

Penentuan kawasan persimpangan jalan yang diprioritaskan didasarkan hasil rumusan


potensi, permasalahan, dan strategi pengembangan. Sedangkan penetapan kawasan
persimpangan jalan yang diprioritaskan berdasarkan pertimbangan rencana tindak
yang dapat diimplementasikan pembangunan baik jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.7.

LAPORAN AKHIR 5-23

Anda mungkin juga menyukai