Kota Sawahlunto
S
uatu arus lalu lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu lintas tersebut
dapat melewati suatu ruas jalan atau persimpangan tanpa mengalami
hambatan atau gangguan dari jalan ataupun arah lain, sehingga pada jaringan
jalan tersebut tidak mengalami masalah lalu lintas. Masalah lalu lintas yang timbul di
jalan raya dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi
serta keamanan perjalanan di jalan raya.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut secara garis besar yaitu :
Lalu lintas yang bergerak pada persimpangan dapat dikendalikan dengan berbagai
cara pengendalian. Pengendalian tersebut mengikuti urutan hirarki tertentu sesuai
dengan jenis-jenis jalan yang saling berpotongan dan besarnya arus lalu lintas yang
memasuki persimpangan. Hirarki ini dibagi atas 4 bagian besar, yaitu:
Gambar 5.1
Jenis Persimpangan Sebidang
Sumber: Morlok, E.K. (1991)
Persimpangan yang tidak dikendalikan ini umumnya hanya dapat digunakan pada
pertemuan jalan-jalan lokal perumahan yang arus lalu lintasnya pada masing-
masing kakinya kecil sehingga konflik yang terjadi juga kecil dan dengan sendirinya
tidakmemerlukan suatu pengendalian terhadap arus lalu lintas yang bergerak di
persimpangan tersebut.
D. Persimpangan Prioritas
2. Approach Width (WA), yaitu lebar pendekat atau lebar kaki persimpangan.
3. Entry Width (Qentry), yaitu lebar bagian jalan pada bagian pendekat yang
digunakan untuk memasuki persimpangan, diukur pada garis perhentian.
4. Exit Width (Wexit), yaitu lebar bagian jalan pada bagian pendekat yang digunakan
kendaraan untuk keluar dari persimpangan.
5. Width Left Turn On Red (WLTOR), yaitu lebar bagian pendekat yang digunakan
kendaraan untuk belok kiri pada saat lampu merah.
Untuk kelima hal tersebut diatas dapat dilihat dalam Gambar 5.2.
Gambar 5.2
Geometrik Persimpangan Dengan Lampu Lalu Lintas
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
6. Effective Approach Width (We), yaitu lebar efektif kaki persimpangan yang
dijelaskan dalam MKJI 1997.
Lampu pengaturan lalu lintas merupakan alat sederhana yang berfungsi untuk
mengatur para pengemudi untuk berhenti atau berjalan. Alat ini memberikan prioritas
bagi masing-masing pergerakan lalu lintas secara berurutan (bergantian) dalam suatu
periode waktu. Terdiri dari tiga buah lampu, yaitu merah, kuning, dan hijau (dengan
waktu-waktu yang tepat dialokasikan kepada masing-masing pergerakan lalu lintas).
Menurut UU No. 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan: Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas atau APILL, lampu lalu lintas adalah lampu yang mengendalikan arus lalu
lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki
(zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya.
2. Fase (phase). Pengaturan pemisahan arus lalu lintas Waktu Hijau Efektif Periode
waktu hijau yang dimanfaatkan pergerakan pada fase yang bersangkutan.
3. Waktu Antar Hijau. Waktu antara lampu hijau untuk satu fase, dengan awal lampu
hijau untuk fase lainnya.
4. Rasio Hijau. Adalah perbandingan antara waktu hijau efektif dan panjang siklus.
6. Lost Time. Waktu hilang dalam suatu fase karena keterlambatan start kendaraan
dan berakhirnya tingkat pelepasan kendaraan yang terjadi selama waktu kuning.
Dalam pengaturan lalu lintas pada persimpangan yang berupa konflik antara arus
kendaran, dapat dilakukan dengan pemisahan waktu. Pengaturan pemisahan arus lalu
lintas disebut fase (phase). Banyaknya fase ditentukan oleh banyak konflik yang harus
diselesaikan pada persimpangan. Pada umumnya, di beberapa persimpangan terdapat
lebih dari 2 konflik utama.Oleh karena itu, dibutuhkan juga lebih dari 2 fase.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, fase sinyal umumnya
mempunyai dampak yang besar pada tingkat kinerja dan keselamatan lalu-lintas
sebuah simpang, daripada jenis pengaturan. Waktu hilang sebuah simpang bertambah
dan rasio hijau untuk setiap fase berkurang, bila fase tambahan diberikan. Maka sinyal
akan efisien bila dioperasikan hanya pada dua fase, yaitu hanya waktu hijau untuk
konflik utama yang dipisahkan. Tetapi dari sudut keselamatan lalu-lintas, angka
kecelakaan umumnya berkurang bila konflik utama antara lalu-lintas belok kanan
dipisahkan dengan lalu-lintas terlawan, yaitu dengan fase sinyal terpisah untuk lalu-
lintas belok kanan.
Pergerakan arus lalu lintas pada persimpangan juga membentuk suatu manuver yang
menyebabkan sering terjadi konflik dan tabrakan kendaraan, diantaranya adalah:
1. Berpencar (Diverging)
2. Bergabung (Merging)
3. Bersilangan (Weaving)
4. Berpotongan (Crossing)
Sumber : Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas & Angkutan Kota (1999)
2. Kelandaian relatif belokan persimpangan tidak lebih dari 2%, fungsi utama
kelandaianuntuk mengalirkan air permukaan (run-off drainage).
3. Persimpangan pada daerah tikungan harus dihindarkan sejauh mungkin, minimal
lebihbesar dari jarak pandang henti, yaitu dimulai dari titik peralihan tangen ke
lengkung (TC/TS) sampai ke daerah persimpangan.
Jalan layang adalah jalan yang dibangun tidak sebidang, melayang menghindari
daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas, serta
melewati persilangan kereta api untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan
efisiensi. Jalan layang merupakan perlengkapan jalan bebas hambatan untuk
mengatasi hambatan karena konflik dipersimpangan, melalui kawasan kumuh yang
sulit ataupun melalui kawasan rawa-rawa.
5.1.7 Kapasitas
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume
lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan
yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kendaraan/jam), atau dengan
mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan digunakan
satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan kapasitas,
maka satuan yang digunakan oleh kapasitas adalah satuan mobil penumpang per jam
(smp/jam).
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997, arus lalu lintas adalah
jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu,
dinyatakan dalam veh/h (Qveh), pcu/h (Qpcu) atau AADT (Lalu Lintas Rata-Rata
Tahunan). Menurut Direktorat Jenderal Bina marga (1997), arus lalu lintas adalah
jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan
dalam kendaraan perjam atau smp/jam. Arus lalu lintas perkotaan terbagi menjadi
empat (4) jenis yaitu :
Meliputi kendaraan bermotor 2 as, beroda empat dengan jarak as 2.0 – 3.0 m
(termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).
Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3.5 m biasanya beroda
lebih dari empat (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk kombinasi).
Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor dan
kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
B. Kecepatan
C. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus lalu lintas terhadap
kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
D. Hambatan Samping
Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas
samping segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering menimbulkan
berbagai konflik yang sagat besar pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas hambatan samping dengan
frekuensi bobot kejadian per-jam, per-200 meter dari segmen jalan yang diamati,
pada kedua sisi jalan berdasarkan MKJI 1997 seperti Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Penentuan Tipe Frekuensi Kejadian Hambatan Samping
Tipe Kejadian Hambatan Samping Simbol Faktor bobot
Pejalan kaki PED 0,5
Kendaraan parkir PSV 1,0
Kendaraan masuk dan keluar sisi jalan EEV 0,7
Kendaraan lambat SMV 0,4
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 5.2
Nilai Kelas Hambatan Samping
Kelas Hambatan Jumlah kejadian per 200 m
Kode Kondisi Daerah
samping (SCF) perjam
Daerah pemukiman; hampir tidak ada
Sangat rendah VL <100
kegitan.
Daerah pemukiman; berupa angkutan
Rendah L 100-299
umum, dsb.
Sedang M 300-499 Daerah industri, beberapa toko disi jalan.
Daerah komersial; aktifitas sisi jalan yang
Tinggi H 500-899
sangat tinggi.
Daerah komersial; aktifitas pasar di samping
Sabgat tinggi VH >900
jalan.
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997.
Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah-daerah yang merupakan
kegiatan masyarakat seperti pusat-pusat perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan
kaki yang menyeberang atau berjalan pada samping jalan, sehingga dapat
menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini semakin diperburuk
Yang termasuk dalam kategori kendaraan lambat adalah becak, gerobak dan
sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat pada suatu ruas jalan dapat
menggaggu aktifitas-aktifitas kendaraan yang melewati suatu ruas jalan. Oleh
karena itu, kendaraan lambat merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan samping.
Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas
suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya.
Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan
dan volume merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan.
Menurut Warpani, (2002), tingkat pelayanan adalah ukuran kecepatan laju
kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas jalan. Morlok (1991)
mengatakan, ada beberapa aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi
tingkat pelayanan jalan antara lain: kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan
biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar). (lihat Tabel 5.3)
Tabel 5.3
Standar Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat Kecepatan Ideal
Karasteristik
Pelayanan jalan (km/jam)
Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi
A > 48.00
dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota,
B 40.00 – 48.00
kecepatan terbatas
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan
C 32.00 – 40.00
dipengaruhi oleh lalulintas
D 25.60 – 32.00 Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
Arus tidak stabil, volume mendekati kapasitas, kecepatan
E 22.40 – 25.60
rendah
Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas
F 0.00 – 22.40
kapasitas, banyak berhenti
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 5.4
Ekivalen Mobil Penumpang
Jenis Kendaraan Jalan Raya Perkotaan
Mobil penumpang, taksi, pick up, minibus 1 1
Sepeda Motor 0.5 - 1 0.2 - 0.5
Bus, truk 2 dan 3 sumbu 3 2
Bus tempel, truk > 3 sumbu 4 3
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997.
Tabel 5.5
Emp Untuk Jalur Perkotaan Tak Terbagi
Emp
Arus Lalu Lintas MC
Tipe Jalan : Jalan Tak Terbagi Total Dua Arah
(Kend/Jam) HV Lebar Jalur Lalu Lintas Wc (m)
≤6 ≥6
0 1,3 0,5 0,4
Dua Lajur Tak Terbagi (2/2 UD)
≥ 1800 1,2 0,35 0,25
0 1,3 0.4
Empat Lajur Tak Terbagi (4/2 UD)
≥ 3700 1,2 0.25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 5.6
Emp Jalur Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan : Jalan Satu Arah dan Arus Lalu Lintas Per Lajur Emp
Jalan Terbagi (Kend/Jam) HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,4
Empat lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,4
Enam lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Bentuk pengendalian tergantung kepada besarnya arus lalu lintas, semakin besar arus
semakin besar konflik yang terjadi semakin kompleks pengendaliannya atau dijalan
bebas hambatan memerlukan penanganan khusus (lihat Gambar 5.3).
Gambar 5.3
Bagan Pendekatan Dalam Pengendalian Persimpangan
A. Persimpangan Sederhana
Bila arus masih rendah dan kecepatan lalu lintas rendah dapat diterapkan, dimana
kendaraan yang datang dari kiri mendapat perioritas lebih dulu. Persimpangan
seperti ini banyak ditemukan di jalan lingkungan kawasan pemukiman.
B. Persimpangan Perioritas
Bila suatu persimpangan arus dijalan utama (mayor) bersimpangan dengan jalan
kecil (minor) maka kendaraan yang berada di jalan utama mendapat hak terlebih
dahulu, untuk menegaskan hal tersebut digunakan rambu lalu lintas 'beri
kesempatan' berupa segitiga terbalik yang ditempatkan dijalan minor, untuk lebih
mempertegas digunakan rambu 'stop' dimana pengemudi dijalan minor wajib
berhenti dan masih dilengkapi marka jalan sebagai pelengkap rambu Beri
Kesempatan dan Rambu Stop.
Bila arus sudah semakin tinggi, atau dua jalan dengan tingkatan yang sama
bertemu maka digunakan lampu lalu lintas. Isyarat lampu yang digunakan
ditetapkan berdasarkan ketentuan internasional Vienna Convention on Road Signs
and Signals tahun 1968, dimana isyarat lampu merah berarti berhenti, isyarat
lampu kuning berarti bersiap untuk berhenti atau jalan, sedang isyarat lampu hijau
berarti berjalan.
Gambar 5.4
Urutan Isyarat Lampu Lalu Lintas
Digunakan untuk mengendalikan persimpangan dengan arus yang tinggi atau pada
jalan bebas hambatan atau jalan tol. Bentuk persimpangan tidak sebidang dapat
berbentuk:
Pola jaringan jalan pada kawasan persimpangan bertujuan untuk membentuk suatu
sistim keseimbangan yang menjamin aksesibilitas masyarakat dalam kawasan
perencanaan dan dari dalam kota, baik yang berjalan kaki ataupun yang
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut diatas maka dilakukan beberapa
pendekatan sebagai berikut :
a. Memperhatikan pola jaringan jalan yang telah ada dalam kaitannya dengan potensi
kawasan perencanaan sekarang.
b. Memperhatikan karakteristik bentuk kawasan dan kesesuaian dengan pola tata
ruang lingkungan, dan kepemilikan tanah serta keadaan penyesuaian bangunan.
c. Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pemakai jalan.
Pola jaringan jalan yang terbentuk pada kawasan persimpangan diharapkan harus
mampu memberikan akses yang baik dari dalam kota maupun dari luar kota
(eksternal). Disamping itu persimpangan jalan ini juga diharapkan mampu
mengarahkan pemakaian lahan disekitar kawasan persimpangan. Hal lain yang harus
diperhatikan, perencanaan pola jaringan jalan juga harus mampu menciptakan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan dengan memperhatikan
keterkaitan antara fungsi kawasan yang terpisah oleh jaringan jalan.
a. Ditempatkan tidak dalam badan jalan atau pedestrian sepanjang koridor jalan
kawasan perencanaan, akan tetapi di tempatkan pada median jalan dan bahu
jalan.
Gambar 5.5
Prototipe Penyediaan Lampu Penerangan Jalan
Gambar 5.6
Prototipe Penyediaan Halte
Gambar 5.7
Prototipe Penyediaan Rambu Lalu Lintas
Gambar 4.8
Penempatan box telepon dan bis surat diusulkan (lihat Gambar 5.9) sebagai berikut :
a. Ditempatkan pada lokasi yang tidak langsung terkena matahari dan hujan. Boks
telepon agar dilindungi dengan tanaman peneduh.
b. Memberikan space yang agak lebih leluasa dengan mengadakan bukaan kedalam
dan apabila diperlukan dapat diberikan bangku-bangku taman untuk dipakai
sebagai ruang tunggu dan juga ruang untuk parkir kendaraan bermotor.
c. Kecuali yang menyatu dengan shelter, box telepon agar tidak ditempatkan di
daerah larangan parkir atau larangan berhenti kendaraan. Penempatannya
diupayakan agar mudah dijangkau.
d. Ditempatkan dalam jangkauan pencahayaan penerangan umum agar bisa
digunakan pada malam hari.
e. Penempatannya dikelompokkan dengan bis surat dan cukup tersedia ruang untuk
tempat berhenti sepeda motor dan mobil.
f. Agar tidak terjadi tumpang tindih dengan penempatan fasilitas-fasilitas lain.
Gambar 5.9
Prototipe Penyediaan Box Telepon dan Bis Surat
Penataan tempat sampah di area perencanaan (lihat Gambar 5.10) adalah sebagai
berikut :
a. Perlu penyeragaman bentuk dan besaran tempat sampah yang berada dalam
suatu koridor jalan.
b. Setiap pembangunan baru, perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai
tempat kediaman harus dilengkapi dengan tempat atau kotak pembuangan
sampah yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga kesehatan umum
masyarakat sekitarnya terjamin.
c. Penyedian tempat sampah di lokasi-lokasi tempat halte, pusat perdagangan dan
jasa, taman bermain serta jenis kegiatan lainnya.
d. Dalam hal lingkungan di daerah pertokoan yang mempunyai dinas pembersihan
kota, kotak-kotak sampah yang tertutup disediakan sedemikian rupa sehingga
petugas-petugas dinas tersebut dapat dengan mudah melakukan tugasnya.
e. Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika.
f. Ada pemisahan antara tempat sampah kering dan sampah basah (organik dan non
organik. Pemisahan jenis sampah diharapkan dilakukan di titik awal sumber
pembuangan sampah.
Gambar 5.10
Prototipe Penyediaan Tempat/Bak Sampah
Papan nama merupakan media informasi, pesan atau iklan. Papan nama
dipergunakan untuk memberikan informasi tentang nama dan arah jalan dan tempat,
sedangkan papan reklame lebih bersifat persuasif (iklan). Papan reklame merupakan
media penyampain pesan atau informasi yang juga bisa difungsikan sebagai media
promosi. Papan reklame diarahkan untuk mendukung pendapatan pemda melalui
pajak pendapatan retribusi, dengan tetap mempertimbangkan estetika kawasan dan
mendukung penampilan bangunan.
Penempatan papan reklame disarankan pada lokasi pusat perdagangan dan jasa,
pusat pemerintahan, dekat permukiman, lokasi sekitar perempatan dan atau pertigaan
jalan, serta lokasi strategis lainnya (lihat Gambar 5.11).
Gambar 5.11
Prototipe Penempatan Papan Nama dan Reklame