Anda di halaman 1dari 19

BAB 5

LAMPU LALU LINTAS



5.1 Jenis-jenis Pengendalian Lalu Lintas
Lampu lalu lintas adalah suatu alat kendali (kontrol) dengan mengguna-
kan lampu yang terpasang pada persimpangan dengan tujuan untuk mengatur
arus lalu lintas. Pengaturan arus lalu lintas pada persimpangan pada dasarnya
dimaksudkan untuk bagaimana pergerakan kendaraan pada masing-masing
kelompok pergerakan kendaraan (vehicle group movements) dapat bergerak
secara bergantian sehingga tidak saling menggangu antar arus yang ada. Ada
berbagai jenis kendali dengan menggunakan lampu lalu lintas di mana pertim-
bangan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi persimpangan yang ada
seperti volume, geometrik simpang dan sebagainya.
Berdasarkan cakupannya, jenis kendali dengan lampu lalu lintas pada
persimpangan dibedakan antara lain:
a) Lampu lalu lintas terpisah (isolated traffic signal): yaitu pengoperasian lampu
lalu lintas di mana dalam perancangannya hanya didasarkan pertimbangan
pada satu tempat persimpangan saja tanpa mempertimbangkan simpang lain
yang terdekat.
b) Lampu lalu lintas terkoordinasi (coordinated traffic signals): yaitu pengopera-
sian lampu lalu lintas di mana dalam perancangannya mempertimbangkan
mencakup beberapa simpang yang terdapat pada suatu jalur/arah tertentu.
c) Lampu lalu lintas jaringan (networking traffic signals): yaitu pengoperasian
lampu lalu lintas di mana dalam perancangannya mempertimbangkan men-
cakup beberapa simpang yang terdapat dalam suatu jaringan jalan dalam
suatu kawasan.

Berdasarkan cara pengoperasianya, jenis kendali lampu lalu lintas pada
persimpangan dibedakan antara lain:
a) Fixed time traffic signals: yaitu pengoperasian lampu lalu lintas di mana
pengaturan waktunya (setting time) tidak mengalami perubahan (tetap).
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-2

b) Actuated traffic signals: yaitu pengoperasian lampu lalu lintas di mana penga-
turan waktunya (setting time) mengalami perubahan dari waktu ke waktu
sesuai dengan kedatangan kendaraan (demand) dari berbagai pendekat/kaki
simpang (approaches).

Diperlukannya lampu lalu lintas pada suatu persimpangan bertujuan satu
atau beberapa berikut ini:
a) untuk menghindari hambatan (blockage) akibat adanya konflik arus lalu lintas
dari berbagai arah pergerakan kendaraan. Hal ini dimaksudkan untuk mem-
pertahankan kapasitas simpang terutama pada jam puncak.
b) untuk memfasilitasi persilangan antara jalan utama untuk kendaraan dan
pejalan kaki dengan jalan sekunder sehingga kelancaran pada jalan utama
dapat lebih terjamin.
c) untuk mengurangi tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh tubrukan
(collisions) antara kendaraan pada arah yang terdapat konflik.

Perlu dipahami bahwa pemasangan lampu lalu lintas tidak selalu bisa
meningkatkan kapasitas, hal ini salah satu penyebabnya adalah ketika lampu lalu
lintas dipasang pada volume rendah. (Salter, 1975). Begitu juga pada perancang-
an lampu lalu lintas yang kurang tepat dapat meningkatkan kecelakaan.

5.2 Karakteristik Lampu Lalu Lintas
Kondisi geometrik dan lalu lintas (demand) akan berpengaruh terhadap
kapasitas dan kinerja lalu lintas pada persimpangan. Oleh karena itu perencana
harus dapat merancang sedemikian rupa sehingga mampu mendistribusikan
waktu kepada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan secara propor-
sional sehingga memberikan kinerja yang sebaik baiknya. Menurut Webster dan
Cobbe (1956) optimasi lampu didasarkan pada tundaan yang minimum.

Sistem perlampuan lalu lintas menggunakan jenis nyala lampu sebagai
berikut:
a) lampu hijau (green): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus bergerak
maju.
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-3

b) lampu kuning (amber): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus mela-
kukan antisipasi, apabila memungkinkan harus mengambil keputusan untuk
berlakunya lampu yang berikutnya (apakah hijau atau merah).
c) lampu merah (red): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus berhenti
pada sebelum garis henti (stop line).

Perlu diketahui dengan adanya peraturan lalu lintas yang baru (PP 42
dan PP 43) untuk kendaraan yang belok kiri selama tidak diatur secara khusus
maka kendaraan boleh belok kiri jalan terus. Perlampuan (signalisation) dengan
berbagai nyala lampu tersebut diterapkan untuk memisahkan pergerakan lalu
lintas berdasarkan waktu. Pemisahan ini diperlukan khususnya untuk jenis konflik
primer, namun dalam hal tertentu dapat juga diterapkan pada kondisi konflik
sekunder.
Konflik primer adalah pertemuan aliran kelompok pergerakan kendaraan
dari persilangan jalan (crossing). Konflik sekunder adalah pertemuan yang tidak
berasal dari aliran kelompok pergerakan kendaraan dari persilangan jalan. Konflik
sekunder dapat berupa pertemuan lalu lintas berlawanan lurus dengan jalan
belok (opposing straight-through traffic), dan pertemuan dengan arus pejalan
kaki (crossing pedestrians). Penjelasan jenis konflik primer dan sekunder dapat
dilihat pada Gambar 5.1.
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-4


Gambar 5.1 Konflik primer dan sekunder pergerakan kendaraan pada suatu
simpang

5.3. Pengaturan Fase
Pemisahan berdasarkan waktu untuk menghindari/mengurangi adanya
konflik baik primer maupun sekunder dikenal dengan istilah pengaturan fase.
Pengaturan fase harus dilakukan analisis terhadap kelompok pergerakan kenda-
raan dari seluruh yang ada sehingga dapat terwujud:
o pengurangan konflik baik primer maupun sekunder,
o urutan yang optimum dalam pergantian fase,
o mempertimbangkan waktu pengosongan (clearance time) pada daerah
persimpangan.
Jika hanya untuk memisahkan konflik primer yang terjadi maka penga-
turan fase dapat dilakukan dengan dua fase. Hal ini dilakukan dengan masing-
masing fase untuk masing-masing jalur jalan yang saling persilangan, yaitu kaki
simpang yang saling lurus menjadi dalam satu fase. Pengaturan dua fase ini juga
pada diterapkan untuk kondisi yang ada larangan belok kanan. Lebih jelas
tentang ilustrasi pengaturan untuk dua fase dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-5

















Gambar 5.2 Pengaturan fase untuk dua fase

Pergantian antar fase diatur dengan jarak waktu penyela/waktu jeda supaya
terjadi kelancaran ketika pergantian antar fase. Istilah ini disebut dengan waktu
antar hijau (intergreen) yang berfungsi sebagai waktu pengosongan (clearance
time). Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu semua merah (all
red). Waktu antar hijau bertujuan untuk:
a) Waktu kuning: peringatan bahwa kendaraan akan berangkat maupun ber-
henti. Besaran waktu kuning ditetapkan berdasarkan kemampuan seorang
pengemudi untuk dapat melihat secara jelas namun singkat sehingga dapat
sebagai informasi untuk ditindaklanjuti dalam pergerakannya. Penentuan ini
biasanya ditetapkan sebesar 3 detik dengan anggapan bahwa waktu tersebut
sudah dapat mengakomodasi ketika terjadi kedipan mata.
b) Waktu semua merah: untuk memberikan waktu pengosongan (clearance
time) sehingga resiko kecelakaan dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan
supaya akhir rombongan kendaraan pada fase sebelumnya tidak berbenturan
dengan awal rombongan kendaraan pada fase berikutnya. Besaran waktu
semua merah sangat tergantung pada kondisi geometrik simpang sehingga
Street B
Street A
Intergree
n
A B
Intergreen
B A
AllRed
A B
AllRed
B A
Green Time
Cycle Time
Green
Amber
Red
Phase A Phase B
Fase A
Fase B
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-6

benar benar cukup untuk sebagai clearance time. Pertimbangan yang harus
diperhitungkan adalah waktu percepatan dan jarak pada daerah clearance
time pada simpang.

Jika diinginkan tingkat keselamatan yang tinggi pada gerakan belok
kanan maka pengaturan fase dapat ditambah jumlahnya lebih dari dua fase. Hal
ini tentunya akan berpengaruh terhadap penurunan kapasitas dan perpanjangan
waktu siklus. Dengan demikian apabila tidak ada pergerakan kendaraan lain yang
menghalangi dengan melakukan gerakan yang berlawanan dengan menyilang
(crossing) maka disebut dengan istilah Protected (P) dan sebaliknya disebut
dengan istilah Oposite (O). Pengaturan fase dengan berbagai variasi persoalan
baik jumlah fase maupun jenisnya (O) atau (P) dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Berbagai kasus pengaturan fase adalah sebagai berikut:
a) pengaturan dengan dua fase: pengaturan ini hanya diperlukan untuk konflik
primer yang terpisah
b) pengaturan tiga fase: pengaturan ini digunakan untuk kondisi penyisaan akhir
(late cut-off) untuk meningkatkan kapasitas arus belok kanan
c) pengaturan tiga fase: dilakukan dengan cara memulai lebih awal (early start)
untuk meningkatkan kapasitas belok kanan
d) pengaturan tiga fase: dengan memisahkan belok kanan dalam satu jalan
e) pengaturan empat fase: dengan pemisahan belok kanan untuk kedua arah
f) pengaturan empat fase: dengan mengalirkan satu pendekat (approach) pada
waktu tertentu

Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-7



Gambar 5.3 Pengaturan fase lampu lalu lintas dengan pemisahan gerakan belok
kanan

5.4 Analisis Perancangan
Metode analisis untuk simpang berlalu lintas didasarkan kepada hal-hal
pokok seperti, geometrik jalan, arus lalu lintas, model dasar waktu siklus, per-
waktuan sinyal, kapasitas dan derajat kejenuhan serta kinerja lalu lintas

Geometrik Jalan
Perhitungan serta analisis jalan dipandang secara terpisah untuk masing-
masing pendekat. Sebuah kaki simpang dapat konsisten hanya satu pendekat
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-8

atau dipisah menjadi lebih dari satu sub pendekat (sub-approaches). Dalam hal
ini pergerakan kendaraan belok kanan dan atau belok kiri mendapatkan sinyal
hijau pada fase yang berbeda dengan lalu lintas yang lurus.
Untuk masing-masing pendekat atau sub pendekat lebar efektif (W
e
)
ditentukan dengan pertimbangan tata letak masuk dan keluar dalam distribusi
gerakan belok kendaraan. Secara lebih rinci pengaturan tentang fase yang terkait
dengan geometrik simpang dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 Pengaturan fase untuk berbagai jenis geometrik simpang.

Arus Lalu Lintas
Perhitungan arus lalu lintas didasarkan kepada arus lalu lintas jam-jaman
(hourly basis) untuk satu atau beberapa periode, misalnya didasarkan kepada
kondisi arus lalu lintas jam puncak pagi, siang dan sore.
Arus lalu lintas dalam Q untuk masing-masing pergerakan kendaraan
(belok kiri, lurus, belok kanan) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan
mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang
(emp) untuk tipe pendekat dengan lalu lintas terproteksi atau berlawanan. Nilai
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-9

emp untuk berbagai jenis kategori kendaraan sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Nilai smp berbagai jenis kendaraan
Terlindung Berlawanan
Kendaraan ringan 1,0 1,0
Kendaraan berat 1,3 1,3
Sepeda Motor 0,2 0,4
smp per tipe pendekat
Jenis Kendaraan


a. Model dasar arus jenuh
Kapasitas sebuah pendekat pada simpang bersinyal dihitung berdasarkan
Rumus 5.1.
C = S * g/c Rumus 5.1
dengan:
C = kapasitas (smp/jam ),
S = arus jenuh (smp/jam-hijau),
g = waktu hijau aktual (detik),
c = waktu siklus (detik).
Berdasarkan rumus di atas maka penentuan perwaktuan sinyal (signal
timing) suatu simpang dapat dipergunakan untuk menghitung kapasitas dan
pengukuran kinerja lalu lintas. Berdasarkan Rumus 1 di atas arus jenuh (S)
diasumsikan bahwa selalu konstan sepanjang waktu hijau, walaupun dalam
kenyataannya tingkat aliran arus lalu lintas mulai dari nol pada permulaan hijau
dan mencapai puncak setelah antara 1015 detik kemudian. Selanjutnya tingkat
aliran lalu lintas akan turun secara drastis setelah berakhirnya hijau. Biasanya
aliran arus lalu lintas masih berlanjut selama waktu kuning dan waktu semua
merah hingga turun sama dengan nol, yang biasanya memakan waktu 510
detik setelah permulaan sinyal merah. Ilustrasi tentang hal ini dapat dilihat pada
Gambar 5.5 yang menyatakan hubungan waktu hijau dan arus jenuh dalam
setiap pias pengamatan.
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-10


Gambar 5.5 Arus jenuh hasil pengamatan dalam setiap pias pengamatan
tertentu.

Permulaan aliran arus lalu lintas dapat digambarkan sebagai waktu yang
hilang (start loss time), aliran pada akhir hijau menghasilkan keuntungan akhir
(end gain). Ilustrasi tentang hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.6. Hasil waktu
hijau efektif total yang merupakan waktu hijau selama aliran lalu lintas yang
terjadi dengan tingkat konstanta s dapat dihitung dengan Rumus 5.2.
g = G tls + teg Rumus 5.2
dengan
g = waktu hijau efektif (detik)
G = waktu hijau aktual (detik),
tls = waktu yang hilang di awal hijau (detik),
teg = waktu untung setelah akhir waktu hijau nyala.


Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-11


Gambar 5.6 Model dasar arus jenuh (Akcelik, 1989)

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai pembuatan jastifikasi terhadap
arus jenuh dasar (S
o
) di mana jastifikasi tersebut tergantung kepada kondisi
aktual lapangan. Perumusan arus jenuh dihitung berdasarkan Rumus 5.3,
sedangkan arus jenuh dasar dapat ditentukan berdasarkan Rumus 5.4.
S = S
o
x F
1
x F
2
x F
3
x F
4
x.. x F
n
(Rumus 5.3)
So = 600 x W
e
(Rumus 5.4)
dengan:
S = Arus jenus (smp/jam-hijau),
So = Arus jenuh dasar (smp/jam-hijau),
Fn = Faktor penyesuaian yang tergantung pada kondisi lapangan,
We = Lebar efektif jalan (m).

Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-12

Jasitifikasi kondisi lapangan didasarkaan pada ukuran kota, friksi samping,
gradien atau tanjakan jalan, parkir, serta pergerakan belokan kendaraan. Arus
jenuh dasar ditentukan berdasarkan fungsi lebar pendekat efektif (W
e
).

b. Perwaktuan sinyal
Perwaktuan sinyal untuk kondisi pengendalian waktu tetap (fixed-time)
ditentukan berdasarkan metode Webster (1966) di mana pemodelannya didasar-
kan pada minimalisasi seluruh tundaan kendaraan pada simpang. Waktu siklus
menurut Webster dihitung berdasarkan Rumus 5.5, sedangkan waktu hijau efek-
tif dihitung berdasarkan Rumus 5.6.

c = (1.5 x LTI + 5) (1-FR
krit
) Rumus 5.5
g = (c LTI) x FR
krit
/(FR
krit
) Rumus 5.6

dengan:
c = waktu siklus (detik),
LTI = waktu hilang persiklus (detik),
FR = arus dibagi arus jenuh (Q/S),
FR
krit
= nilai tertinggi dari FR dalam satu kelompok sinyal (signal group),

c. Kapasitas dan derajat kejenuhan
Kapasitas pendekat didapatkan dari pengalian antara arus jenuh dengan
rasio hijau (g/j) untuk masing-masing pendekat. Sedangkan perhitungan derajat
kejenuhan (DS) dihitung berdasarkan Rumus 5.7.
DS = Q/C = (Q x c) / (S x g) Rumus 5.7

d. Kinerja lalu lintas
Kinerja lalu lintas didasarkan pada panjang antrian, tingkat hentian,
proporsi kendaraan berhenti, dan tundaan. Jumlah rata-rata antrian pada awal
hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang mana merupakan sisa dari fase
hijau sebelumnya (NQ1) ditambah dengan jumlah antrian yang datang selama
fase merah (NQ2), yang ketiganya dinyatakan berdasarkan Rumus 5.8a, Rumus
5.8b, dan Rumus 5.8c.
NQ = NQ
1
+ NQ
2
Rumus 5.8a
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-13

NQ
1
=
(
(


+ +
C
DS x
DS DS x C x
) 5 . 0 ( 8
) 1 ( ) 1 ( 25 . 0
2
Rumus 5.8b
NQ
2
=
3600 1
1 Q
DS GR
GR
c


Rumus 5.8c
dengan:
NQ
1
= jumlah smp yang sisa dari fase hijau sebelumnya (smp),
NQ
2
= jumlah smp yang datang selama waktu merah,
DS = derajat kejenuhan (degree of saturation),
GR = rasio hijau,
c = waktu siklus (detik),
C = kapasitas pendekat (smp/jam-hijau),
Q = arus lalu lintas pada pendekat (smp/jam).

Panjang antrian (QL) diperoleh dengan pengalian NQ dengan rata-rata
luas yang ditempati per smp (20 m
2
) dan dibagi dengan lebar jalan untuk masuk.
Rumusan panjang antrian sebagaimana ditunjukkan pada Rumus 5.9.
ENTERY
MAX
W
x NQ
QL
20
= Rumus 5.9
Tingkat hentian (stop rate) adalah jumlah rata-rata kendaraan yang ber-
henti (termasuk kendaraan yang berhenti beberapa kali) sebelum melewati sim-
pang. Perhitungan tingkat hentian (NS) didasarkan pada Rumus 5.10.
NS = 3600 9 , 0

c Q
NQ
Rumus 5.10
Proporsi kendaraan berhenti (Psv) adalah rasio kendaraan yang berhenti
yang disebabkan oleh sinyal merah sebelum melewati persimpangan, di mana
perhitungan ini didasarkan pada Rumus 5.11.
P
sv
= min (NS, 1) Rumus 5.11
Tundaan (delay) pada suatu simpang dapat terjadi akibat dua alasan
yaitu tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik. Tundaan lalu lintas (DT) adalah
tundaan yang diakibatkan oleh interaksi lalu lintas dengan pergerakan dengan
kendaraan yang lain dalam sebuah simpang. Sedangkan tundaan geometrik (DG)
diakibatkan oleh perambatan dan percepatan ketika melakukan belokan pada
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-14

suatu simpang dan atau ketika berhenti akibat lampu merah. Tundaan rata-rata
pada suatu simpang dihitung berdasarkan Rumus 5.12.
D = DT + DG Rumus 5.12
dengan:
D = tundaan pada simpang (detik/smp),
DT = tundaan lalu lintas pada suatu pendekat (detik/smp),
DG = tundaan geometrik suatu simpang (detik/smp).

Tundaan lalu lintas rata-rata pada sebuah pendekat dapat dihitung berda-
sarkan model Akcelik (1988) yang dinyatakan sebagaimana pada Rumus 5.13.
DT =
C
NQ
DS GR
GR
c
3600
) 1 (
) 1 ( 5 , 0
1
2

+


Rumus 5.13
dengan:
DT = tundaan lalu lintas rata-rata (detik/smp),
GR = rasio hijau,
DS = derajat kejenuhan,
C = kapasitas (smp/jam),
NQ
1
= jumlah smp yang tersisa pada fase hijau sebelumnya.
Tundaan geometrik rata-rata untuk suatu simpang diestimasi berdasarkan
Rumus 5.14.
DG = (1 p
sv
) x p
T
x 6 + (p
sv
x 4) Rumus 5.14
dengan:
DG = tundaan geometrik suatu pendekat (detik/smp),
Psv = proporsi kendaraan berhenti pada suatu pendekat,
Pt = proporsi kendaraan yang belok pada suatu pendekat.

Nilai dasar tundaan geometrik adalah 6 detik untuk kendaraan belok
tanpa henti dan 4 detik untuk kendaraan berhenti.

e. Pengaturan fase dan perwaktuan
Pengaturan fase tergantung pada kondisi lapangan, apakah mau diran-
cang untuk dua fase atau lebih. Jika jumlah dan tipe fase sinyal belum diketahui
maka jumlah pengendalian fase dianggap dua fase sebagai dasar perancangan.
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-15

Pemisahan pengendalian untuk gerakan belok kanan pada umumnya dilakukan
bila gerakan belok melebihi 200 smp/jam dan mempunyai lajur tersendiri
(separate lane). Jika lajur untuk belok kanan tidak tersedia akan tetapi arus belok
kanan diperlukan maka pemisahan fase adalah untuk seluruh pendekat.
Waktu antar hijau (intergreen times) harus ditentukan berdasarkan kon-
disi ukuran simpang apakah simpang tersebut berukuran kecil, sedang, atau
besar. Penentuan waktu antar hijau didasarkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Waktu antar hijau untuk berbagai ukuran simpang
Ukuran
Simpang
Lebar Jalan Waktu antar hijau
Kecil
Sedang
Besar
6 9 m
10 14 m
15 m
4 fase
5 fase
6 fase

f. Waktu yang hilang persiklus (LTI)
Waktu yang hilang per siklus adalah jumlah kehilangan waktu total dari
masing-masing fase. Kehilangan waktu ini terdiri dari waktu semua merah dan
waktu kuning. Dengan demikian maka kehilangan waktu ini juga bisa dikatakan
merupakan waktu antar hijau (intergreen). Perhitungan LTI sebagaimana ditun-
jukkan pada Rumus 5.15.
LTI = (ar + y) = IG Rumus 5.15
dengan:
LTI = kehilangan waktu total persiklus (detik),
ar = waktu semua merah (detik),
y = waktu kuning (detik),

Panjang waktu kuning biasanya diambil tiga detik, sedangkan panjang
semua waktu merah sangat bergantung kepada geometrik simpang, di mana hal
ini secara keseluruhan dinyatakan dalam bentuk waktu antar hijau sebagaimana
yang telah dijelaskan pada Tabel 5.2.

5.5 Arus Jenuh
Penentuan arus jenuh dasar (S
o
) untuk masing-masing pendekat dipe-
ngaruhi oleh lebar efektif dimana perumusannya sebagaimana pada Rumus 5.16.
So = 600 x W
e
Rumus 5.16
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-16


Namun demikian arus jenuh dasar yang dipengaruhi oleh lebar efektif ini
masih perlu dibedakan untuk kondisi aliran lalu lintas terlindung (protected
discharge) dan aliran lalu lintas berlawanan (opposed discharge). Lebih lanjut
tentang penentuan arus jenuh dasar tipe terlindung maupun berlawanan dapat
dipelajari pada IHCM (1997) halaman 2 49.

Faktor Penyesuaian
Faktor penyesuaian adalah merupakan koreksi terhadap arus jenuh dasar
sehingga sesuai dengan kondisi riel di lapangan. Faktor penyesuaian ini meliputi
ukuran kota, friksi samping, gradien, dan parkir.
Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs) ditentukan berdasarkan fungsi jum-
lah penduduk pada suatu kota atau wilayah. Penentuan Fcs ini sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs).
Populasi Kota Ukuran faktor penyesuaian
> 3.0
1.0 3.0
0.5 1.0
0.1 0.5
< 0.1
1,05
1,00
0,94
0,88
0,82

Faktor penyesuaian friksi samping (F
SF
) ditentukan berdasarkan fungsi
tipe lingkungan jalan, tingkat friksi samping dan rasio kendaraan tak bermotor.
Tipe lingkungan jalan dibedakan atas kawasan perdagangan (komersial), pemu-
kiman, dan akses terbatas. Sedangkan friksi samping dibedakan atas aktivitas
tinggi, menengah, rendah. Penentuan SF ditunjukkan sebagaimana Tabel 5.4.

Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-17

Tabel 5.4 Faktor penyesiaian friksi samping (F
SF
)











Faktor penyesuaian gradien (F
G
) didasarkan pada fungsi kemiringan
tanjakan ataupun turunan. Penentuan F
G
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
5.7.

Gambar 5.7 Faktor penyesesuaian akibat gradient (F
G
)


Faktor penyesuaian parkir (F
p
) ditentukan berdasarkan pada jarak di
mana kendaraan yang parkir pertama pada garis-henti. Selain itu F
p
juga dipe-
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25
Tinggi Berlawanan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,7
Tinggi Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Berlawanan 0,94 0,89 0,85 0,8 0,75 0,71
Sedang Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Berlawanan 0,95 0,9 0,86 0,81 0,76 0,72
Rendah Terlindung 0,95 0,93 0,9 0,89 0,87 0,83
Tinggi Berlawanan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Tinggi Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84
Sedang Berlawanan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Sedang Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Rendah Berlawanan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Rendah Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Berlawanan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88
Pemukiman
Akses Terbatas
Tinggi/sedang/
rendah
Komersial
Tipe
lingkungan
Rasio kendaraan tak bermotor
Friksi samping Tipe fase
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-18

ngaruhi oleh lebar pendekat. Penentuan F
p
sebagaimana dirumuskan pada
Rumus 5.17.
F
p
= [L
p
/3 - (W
A
- 2) x (L
p
/3 - G)/W
A
] / G Rumus 5.17
dengan:
L
p
= jarak antara garis-henti dan kendaraan yang parkir pertama (m),
W
A
= lebar pendekat (m),
G = waktu hijau aktual (detik).

Faktor penyesuaian belok kanan (F
RT
) ditentukan berdasarkan fungsi rasio
kendaraan belok kanan (P
RT
), yang dihitung dengan Rumus 5.18a. Sedangkan
faktor penyesuai belok kiri (F
LT
) ditentukan berdasarkan fungsi rasio kendaraan
belok kiri (P
LT
), yang dihitung berdasarkan Rumus 5.18b.
F
RT
= 1.0 + P
RT
x 0.26 Rumus 5.18a
F
LT
= 1.0 P
LT
x 0.16 Rumus 5.18b

Dengan demikian maka penentuan arus jenuh dihitung berdasarkan
Rumus 5.19.
S = S
o
x F
CS
x F
SF
x F
G
x F
P
x F
RT
x F
LT
Rumus 5.19
dengan:
S = arus jenuh (smp/jam-hijau),
S
o
= arus jenuh dasar (smp/jam-hijau),
F
CS
= faktor penyesuaian ukuran kota,
F
SF
= faktor penyesuaian friksis samping,
F
G
= faktor penyesuaian gradien,
F
P
= faktor penyesuaian parkir,
F
RT
= faktor penyesuaian belok kanan,
F
LT
= faktor penyesuaian belok kiri.

Jika sebuah pendekat mempunyai waktu hijau lebih dari satu fase maka
arus jenuh ditentukan tersendiri yang menghasilkan arus jenuh kombinasi yang
dihitung secara proporsional terhadap waktu hijau masing-masing fase. Misalnya,
jika sebuah pendekat mempunyai waktu hijau pada fase satu dan fase dua di
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang



Lampu Lalu Lintas V-19

mana waktu hijaunya G
1
dan G
2
serta arus jenuhnya S
1
dan S
2
maka penentuan
arus jenuh kombinasi adalah sebagaimana ditunjukkan pada Rumus 5.20.
2 1
2 2 1 1
2 1
g g
g x S g x S
S
+
+
=
+
Rumus 5.20

dengan:
S
1+2
= Arus jenuh kombinasi (kend/jam-hijau),
S
1
= Arus jenuh fase satu (kend/jam-hijau),
S
2
= Arus jenuh fase dua (kend/jam-hijau),
g
1
= waktu hijau fase satu (detik),
g
2
= waktu hijau fase dua (detik).

Anda mungkin juga menyukai