+ +
C
DS x
DS DS x C x
) 5 . 0 ( 8
) 1 ( ) 1 ( 25 . 0
2
Rumus 5.8b
NQ
2
=
3600 1
1 Q
DS GR
GR
c
Rumus 5.8c
dengan:
NQ
1
= jumlah smp yang sisa dari fase hijau sebelumnya (smp),
NQ
2
= jumlah smp yang datang selama waktu merah,
DS = derajat kejenuhan (degree of saturation),
GR = rasio hijau,
c = waktu siklus (detik),
C = kapasitas pendekat (smp/jam-hijau),
Q = arus lalu lintas pada pendekat (smp/jam).
Panjang antrian (QL) diperoleh dengan pengalian NQ dengan rata-rata
luas yang ditempati per smp (20 m
2
) dan dibagi dengan lebar jalan untuk masuk.
Rumusan panjang antrian sebagaimana ditunjukkan pada Rumus 5.9.
ENTERY
MAX
W
x NQ
QL
20
= Rumus 5.9
Tingkat hentian (stop rate) adalah jumlah rata-rata kendaraan yang ber-
henti (termasuk kendaraan yang berhenti beberapa kali) sebelum melewati sim-
pang. Perhitungan tingkat hentian (NS) didasarkan pada Rumus 5.10.
NS = 3600 9 , 0
c Q
NQ
Rumus 5.10
Proporsi kendaraan berhenti (Psv) adalah rasio kendaraan yang berhenti
yang disebabkan oleh sinyal merah sebelum melewati persimpangan, di mana
perhitungan ini didasarkan pada Rumus 5.11.
P
sv
= min (NS, 1) Rumus 5.11
Tundaan (delay) pada suatu simpang dapat terjadi akibat dua alasan
yaitu tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik. Tundaan lalu lintas (DT) adalah
tundaan yang diakibatkan oleh interaksi lalu lintas dengan pergerakan dengan
kendaraan yang lain dalam sebuah simpang. Sedangkan tundaan geometrik (DG)
diakibatkan oleh perambatan dan percepatan ketika melakukan belokan pada
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang
Lampu Lalu Lintas V-14
suatu simpang dan atau ketika berhenti akibat lampu merah. Tundaan rata-rata
pada suatu simpang dihitung berdasarkan Rumus 5.12.
D = DT + DG Rumus 5.12
dengan:
D = tundaan pada simpang (detik/smp),
DT = tundaan lalu lintas pada suatu pendekat (detik/smp),
DG = tundaan geometrik suatu simpang (detik/smp).
Tundaan lalu lintas rata-rata pada sebuah pendekat dapat dihitung berda-
sarkan model Akcelik (1988) yang dinyatakan sebagaimana pada Rumus 5.13.
DT =
C
NQ
DS GR
GR
c
3600
) 1 (
) 1 ( 5 , 0
1
2
+
Rumus 5.13
dengan:
DT = tundaan lalu lintas rata-rata (detik/smp),
GR = rasio hijau,
DS = derajat kejenuhan,
C = kapasitas (smp/jam),
NQ
1
= jumlah smp yang tersisa pada fase hijau sebelumnya.
Tundaan geometrik rata-rata untuk suatu simpang diestimasi berdasarkan
Rumus 5.14.
DG = (1 p
sv
) x p
T
x 6 + (p
sv
x 4) Rumus 5.14
dengan:
DG = tundaan geometrik suatu pendekat (detik/smp),
Psv = proporsi kendaraan berhenti pada suatu pendekat,
Pt = proporsi kendaraan yang belok pada suatu pendekat.
Nilai dasar tundaan geometrik adalah 6 detik untuk kendaraan belok
tanpa henti dan 4 detik untuk kendaraan berhenti.
e. Pengaturan fase dan perwaktuan
Pengaturan fase tergantung pada kondisi lapangan, apakah mau diran-
cang untuk dua fase atau lebih. Jika jumlah dan tipe fase sinyal belum diketahui
maka jumlah pengendalian fase dianggap dua fase sebagai dasar perancangan.
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang
Lampu Lalu Lintas V-15
Pemisahan pengendalian untuk gerakan belok kanan pada umumnya dilakukan
bila gerakan belok melebihi 200 smp/jam dan mempunyai lajur tersendiri
(separate lane). Jika lajur untuk belok kanan tidak tersedia akan tetapi arus belok
kanan diperlukan maka pemisahan fase adalah untuk seluruh pendekat.
Waktu antar hijau (intergreen times) harus ditentukan berdasarkan kon-
disi ukuran simpang apakah simpang tersebut berukuran kecil, sedang, atau
besar. Penentuan waktu antar hijau didasarkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Waktu antar hijau untuk berbagai ukuran simpang
Ukuran
Simpang
Lebar Jalan Waktu antar hijau
Kecil
Sedang
Besar
6 9 m
10 14 m
15 m
4 fase
5 fase
6 fase
f. Waktu yang hilang persiklus (LTI)
Waktu yang hilang per siklus adalah jumlah kehilangan waktu total dari
masing-masing fase. Kehilangan waktu ini terdiri dari waktu semua merah dan
waktu kuning. Dengan demikian maka kehilangan waktu ini juga bisa dikatakan
merupakan waktu antar hijau (intergreen). Perhitungan LTI sebagaimana ditun-
jukkan pada Rumus 5.15.
LTI = (ar + y) = IG Rumus 5.15
dengan:
LTI = kehilangan waktu total persiklus (detik),
ar = waktu semua merah (detik),
y = waktu kuning (detik),
Panjang waktu kuning biasanya diambil tiga detik, sedangkan panjang
semua waktu merah sangat bergantung kepada geometrik simpang, di mana hal
ini secara keseluruhan dinyatakan dalam bentuk waktu antar hijau sebagaimana
yang telah dijelaskan pada Tabel 5.2.
5.5 Arus Jenuh
Penentuan arus jenuh dasar (S
o
) untuk masing-masing pendekat dipe-
ngaruhi oleh lebar efektif dimana perumusannya sebagaimana pada Rumus 5.16.
So = 600 x W
e
Rumus 5.16
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang
Lampu Lalu Lintas V-16
Namun demikian arus jenuh dasar yang dipengaruhi oleh lebar efektif ini
masih perlu dibedakan untuk kondisi aliran lalu lintas terlindung (protected
discharge) dan aliran lalu lintas berlawanan (opposed discharge). Lebih lanjut
tentang penentuan arus jenuh dasar tipe terlindung maupun berlawanan dapat
dipelajari pada IHCM (1997) halaman 2 49.
Faktor Penyesuaian
Faktor penyesuaian adalah merupakan koreksi terhadap arus jenuh dasar
sehingga sesuai dengan kondisi riel di lapangan. Faktor penyesuaian ini meliputi
ukuran kota, friksi samping, gradien, dan parkir.
Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs) ditentukan berdasarkan fungsi jum-
lah penduduk pada suatu kota atau wilayah. Penentuan Fcs ini sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs).
Populasi Kota Ukuran faktor penyesuaian
> 3.0
1.0 3.0
0.5 1.0
0.1 0.5
< 0.1
1,05
1,00
0,94
0,88
0,82
Faktor penyesuaian friksi samping (F
SF
) ditentukan berdasarkan fungsi
tipe lingkungan jalan, tingkat friksi samping dan rasio kendaraan tak bermotor.
Tipe lingkungan jalan dibedakan atas kawasan perdagangan (komersial), pemu-
kiman, dan akses terbatas. Sedangkan friksi samping dibedakan atas aktivitas
tinggi, menengah, rendah. Penentuan SF ditunjukkan sebagaimana Tabel 5.4.
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang
Lampu Lalu Lintas V-17
Tabel 5.4 Faktor penyesiaian friksi samping (F
SF
)
Faktor penyesuaian gradien (F
G
) didasarkan pada fungsi kemiringan
tanjakan ataupun turunan. Penentuan F
G
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
5.7.
Gambar 5.7 Faktor penyesesuaian akibat gradient (F
G
)
Faktor penyesuaian parkir (F
p
) ditentukan berdasarkan pada jarak di
mana kendaraan yang parkir pertama pada garis-henti. Selain itu F
p
juga dipe-
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25
Tinggi Berlawanan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,7
Tinggi Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Berlawanan 0,94 0,89 0,85 0,8 0,75 0,71
Sedang Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Berlawanan 0,95 0,9 0,86 0,81 0,76 0,72
Rendah Terlindung 0,95 0,93 0,9 0,89 0,87 0,83
Tinggi Berlawanan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Tinggi Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84
Sedang Berlawanan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Sedang Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Rendah Berlawanan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Rendah Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Berlawanan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88
Pemukiman
Akses Terbatas
Tinggi/sedang/
rendah
Komersial
Tipe
lingkungan
Rasio kendaraan tak bermotor
Friksi samping Tipe fase
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang
Lampu Lalu Lintas V-18
ngaruhi oleh lebar pendekat. Penentuan F
p
sebagaimana dirumuskan pada
Rumus 5.17.
F
p
= [L
p
/3 - (W
A
- 2) x (L
p
/3 - G)/W
A
] / G Rumus 5.17
dengan:
L
p
= jarak antara garis-henti dan kendaraan yang parkir pertama (m),
W
A
= lebar pendekat (m),
G = waktu hijau aktual (detik).
Faktor penyesuaian belok kanan (F
RT
) ditentukan berdasarkan fungsi rasio
kendaraan belok kanan (P
RT
), yang dihitung dengan Rumus 5.18a. Sedangkan
faktor penyesuai belok kiri (F
LT
) ditentukan berdasarkan fungsi rasio kendaraan
belok kiri (P
LT
), yang dihitung berdasarkan Rumus 5.18b.
F
RT
= 1.0 + P
RT
x 0.26 Rumus 5.18a
F
LT
= 1.0 P
LT
x 0.16 Rumus 5.18b
Dengan demikian maka penentuan arus jenuh dihitung berdasarkan
Rumus 5.19.
S = S
o
x F
CS
x F
SF
x F
G
x F
P
x F
RT
x F
LT
Rumus 5.19
dengan:
S = arus jenuh (smp/jam-hijau),
S
o
= arus jenuh dasar (smp/jam-hijau),
F
CS
= faktor penyesuaian ukuran kota,
F
SF
= faktor penyesuaian friksis samping,
F
G
= faktor penyesuaian gradien,
F
P
= faktor penyesuaian parkir,
F
RT
= faktor penyesuaian belok kanan,
F
LT
= faktor penyesuaian belok kiri.
Jika sebuah pendekat mempunyai waktu hijau lebih dari satu fase maka
arus jenuh ditentukan tersendiri yang menghasilkan arus jenuh kombinasi yang
dihitung secara proporsional terhadap waktu hijau masing-masing fase. Misalnya,
jika sebuah pendekat mempunyai waktu hijau pada fase satu dan fase dua di
Diktat Kuliah : Rekayasa Lalu lintas Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang
Lampu Lalu Lintas V-19
mana waktu hijaunya G
1
dan G
2
serta arus jenuhnya S
1
dan S
2
maka penentuan
arus jenuh kombinasi adalah sebagaimana ditunjukkan pada Rumus 5.20.
2 1
2 2 1 1
2 1
g g
g x S g x S
S
+
+
=
+
Rumus 5.20
dengan:
S
1+2
= Arus jenuh kombinasi (kend/jam-hijau),
S
1
= Arus jenuh fase satu (kend/jam-hijau),
S
2
= Arus jenuh fase dua (kend/jam-hijau),
g
1
= waktu hijau fase satu (detik),
g
2
= waktu hijau fase dua (detik).