OLEH:
ISNA WIRANTI
NIM 2012.C.03b.0035
OLEH:
ISNA WIRANTI
NIM 2012.C.03b.0035
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang menyatakan
Isna Wiranti
iii
PERSETUJUAN
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus ini
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. H Dengan Diagnosa Medis
Pterigyum Sinistra Di IBS-OK BLUD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
tepat pada waktunya. Penulisan Laporan Studi Kasus ini disusun untuk memenuhi
syarat untuk melanjutkan ke stase berikutnya.
Penulis menyadari dalam penulisan banyak menemukan kesulitan tetapi
berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya Laporan Studi
Kasus ini dapat diselesaikan. Penulis mengakui masih banyak terdapat
kekurangan dari Laporan Studi Kasus ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
Laporan Studi Kasus ini.
Akhir kata, semoga Laporan Studi Kasus ini dapat berguna bagi
pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam asuhan keperawatan dan
semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, Amin.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1 KONSEP DASAR
1.1.1 PENGERTIAN
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah
kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke
pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu
pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi
yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke
permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas
atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas
fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi
kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi
pusat optik dari kornea.
Pteregium merupakan pertumbuhan jaringan ikat pada fibrovaskuler
konjungtiva bulbar intrapalpebra dengan ektensi ke kornea yang bersifat
degeneratif.
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan konjungtiva ke dalam kornea.
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan infasiv, berbentuk segitiga dan puncaknya disentral atau didaerah
kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata,
menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa
mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun
jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama
akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari
dokter mata akan menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus,
1
2
1.1.2 Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan
suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada
mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena
panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah
yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya
besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar
matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan
angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal
ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia
dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan
orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-
anak.
1.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,
Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi
ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea
bagian atas.
3
PATWAYS
Terjadi iritasi
Menjalar ke kornea
Perubahan rasa
Perubahan rasa nyaman
nyaman Menutupi kornea
(Rasa kemeng di mata,
(sensasi benda asing di
Sensasi benda asing)
mata) Perubahan
Pandangan kabur
persepsi sensori
Risiko Cidera
4
2) Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa
visus pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa
positif terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang
anamneses cukup untuk membuat suatu diagnosa pterygium.
3) Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk
memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari
diagnosa banding lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat
yang terdiri dari lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat
bagian luar bola mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan
seluruh bagian luar untuk terlihat dengan jelas.
1.1.7 Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.
Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata
dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan
dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air
mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone asetat)
maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan
dihentikan.
Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan
bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi
seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk
mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi
6
penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan
diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.
1.1.8 Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1) Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2) Kemerahan
3) Iritasi
4) Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
c) Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur.
d) Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya
maumun tindakan operatif yang akan dijalaninya.
e) Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem
vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti
peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes,
serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
7) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b) Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang
tumbuh abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.
Post Operasi
1) Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan akibat pembedahan.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat
diskontinuitas jaringan.
9
1.2.3 Perencanaan
Pre Operasi
1) Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan
dengan adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea.
a) Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa
nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
b) Kriteria Hasil :
Pasien merasa nyaman.
Pasien dapat rileks
Intervensi Rasional
1) Kaji dan dokumentasikan 1) Untuk mengetahui penyebab
keluhan pasien. penyakit pasien.
2) Beri pemahaman kepada pasien 2) Agar pasien paham dan
tentang penyakitnya. mengerti dengan penyakitnya
sehingga mampu menjalani
pengobatan sesuai saran dokter.
3) Beri penjelasan kepada pasien
3) Untuk mengurangi pemaparan
mengenai tindakan yang dapat
sunar ultraviolet maupun debu
membantu pasien agar merasa
pada mata.
lebih nyaman seperti: memakai
kaca mata gelap pada siang
hari, beerusaha memperkecil
kemunginan kontak dengan
angin, asap, debu, dan sinar
4) Untuk mengetahui
10
Post operasi
1) Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan akibat pembedahan.
1) Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang
atau terkontrol.
2) Kriteria hasil :
Pasien mengeluh tidak nyeri
Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan.
Intervensi Rasional
1) Monitor TTV pasien 1) Mengetahui keadaan
umum pasien.
2) Kaji tingkat nyeri yang
2) Untuk mengetahui
dialami oleh klien.
tingkat nyeri pasien.
3) Berikan posisi yang nyaman.
3) Membantu pasien untuk
4) Ajarkan kepada klien tekhnik
rileks.
distraksi / relaksasi.
4) Untuk mengurangi rasa
5) Anjurkan pasien untuk tidak
nyeri.
melakukan aktifitas yang
dapat meningkatkan 5) Vasokontraksi dapat
vasokontraksi, seperti meningkatkan tekanan
mengedan dan batuk bola mata sehinggan
beruntun. dapat meningkatkan
6) Ciptakan tempat tidur yang nyeri yang dirasakan.
nyaman.
6) Memberikan
7) Kolaborasi dengan tim medis
kenyamanan pada pasien
untuk pemberian analgetik
7) Mengurangi nyeri secara
farmakokinetik.
14
b) Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolaesa.
Intervensi Rasional
1) Kaji karakteristik luka, pantau 1) Mengetahui keadaan
adanya tanda infeksi (rubor, umum luka dan
kalor, dolor, tumor, dan mengidentifikasi adanya
fungsiolaesa). tanda-tanda infeksi.
2) Gunakan tehnik aseptik
2) Untuk mencegah
dalam perawatan post
terjadinya kontaminasi
operatif.
terhadap mikroba
3) Beri tahu klien tentang
3) Mencegah terjadinya
pentingnya kebersihan dan
infeksi. Bila tangan yang
cara mencuci tangan yang
menyentuh daerah mata
baik. Yaitu cuci tangan
kotor maka akan
dibawah air mengalir dan
mempermudah jalan
gunakan 6 langkah cuci
masuknya
tangan yang baik dan benar.
mikrooorganisme
Informasikan untuk
pathogen ke dalam luka.
melakukan cuci tangan yg
benar sebalum dan sesudah
menyentuh daera mata.
4) Ajarkan untuk membersihkan 4) Air hangat-hangat kuku
mata dengan kapas yang dapat membunuh
dibasahi dengan air hangat- beberapa jenis
hangat kuku bila mata tersa mikroorganisme
15
gatal. pathogen
5) Membantu membunuh
5) Kolaborasi dalam pemberian mikroorganisme
antibiotika. patogen.
1.2.4 IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam
kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
1.2.5 EVALUASI
1) Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2) Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3) Pasien tidak mengalami cedera.
19
DAFTAR PUSTAKA