Anda di halaman 1dari 11

RETENSIO PLASENTA

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Retensio plasenta (plasental retention) adalah plasenta yang belum lahir dalam
setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest plasenta) merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan
post partum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan postpartum lambat (late
postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalm 6-10 hari pasca persalinan.
Menurut Prawirohardjo (2011), Retensio plasenta adalah plasenta tetap tertinggal
dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara
kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani
setelah 5 menit, kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk
keluar sebelum menyebutnya untuk tertahan (Varney, 2007).
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak
lahir. (Sastrawinata, 2004)
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah
jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta
yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila
retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi
plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba, 2007).

B. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
3. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis.
4. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah
menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive,
proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas.
Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang
beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa
perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi
kanker.
5. Syok haemoragik
Syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak yang disebabkan oleh
perdarahan antepartum

C. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara
serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta
perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang
mekanisme kala tiga persalinan.

Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:


1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan
oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda
lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi
globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena
plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih
panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah
rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh
adanya tekanan interabdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi
terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya,
dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode
yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan
dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta adalah:


1. kelainan dari uterus yaitu anomali dari uterus atau serviks
2. kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus
3. kontraksi yang kuat dari uterus
4. kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya
plasenta akreta
5. kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan
serviks kontraksi dan menahan plasenta
6. pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Prawirohardjo (2011), Retensio plasenta adalah plasenta tetap tertinggal
dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1. Perdarahan
2. Infeksi
3. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis.
4. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
5. Syok haemoragik
Patofisiologi retensio plasenta adalah Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan
berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir
persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih
pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium
menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.

B. Saran
Perdarahan bertanggung jawab atas 28% kematian ibu. Sebagian besar kasus

perdarahan dalam persalinan yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu

dilakukan upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya

peningkatan keterampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan persalinan.

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN


DENGAN RETENSIO PLASENTA
DI RUANG BERSALIN RSIA BANDA ACEH

KALA I FASE AKTIF


Hari/Tanggal : Rabu/18 Desember 2013
Pukul : 16.30 WIB
Tempat : Ruang Bersalin, RSIA Banda Aceh

S : Ibu R berusia 32 tahun datang dengan keluhan mules yang menjalar ke pinggang. Ibu
mengatakan belum keluar air-air dan lender bercampur darah dari vaginanya. Ini
merupakan kehamilan yang keempat dan pernah keguguran satu kali. Ibu
mengatakan riwayat kehamilan yang lalu bayinya lahir normal. Hari pertama haid
terakhir tanggal 16-3-2013.

O : K/U ibu baik


TTP : 23-12-2013 TFU : 41 cm
TD : 140/80 mmHg TBJ : 4690 gram
N : 80 x/m DJJ : 146 x/m
R : 20 x/m His : 3x10 menit 25 detik
T : 36ºC VT ø 8 cm, H III
L1 : 3 jari di bawah px Porsio : oedem
L2 : PUKA-PUKI Ketuban : utuh
L3 : Kepala USG : gameli
L4 : Divergen

A : G4P2A1 Usia kehamilan 39 minggu dengan gameli dalam kala I fase aktif
Keadaan ibu baik dan janin baik.

P :
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
2. Kolaborasi dengan dokter spesialis: injeksi gitas 20 mg IM/IV, observasi kemajuan
persalinan dan lahirkan pervaginam.
3. Memasang cairan infus RL 20 tetes/menit
4. Memantau DJJ, HIS dan TTV
5. Mengajarkan ibu teknik mengedan yang baik
6. Menganjurkan ibu untuk tidur miring kiri
7. Menganjurkan ibu untuk tetap makan dan minum
8. Mengajarkan ibu cara bernafas diantara kontraksi
9. Memberi dukungan pada ibu dan keluarga yang menemani
10. Mengajarkan suami atau anggota keluarga yang menemani mengenai cara-cara
bagaiman memperlihatkan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran
bayi
11. Ibu dan keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan melakukan semua
yang telah dijelaskan.
12. Menyiapkan peralatan persalinan yaitu partus set dan heating set, obat-obatan, dan
perlengkapan ibu dan bayi.

KALA II
Pukul : 17.00 WIB

S : Ibu mengatakan rasa nyeri yang hebat dan keluar lendir bercampur darah. Ibu merasa
ingin BAB.

O : K/U ibu : baik


DJJ : 156 x/m
His : 4x10 menit 45 detik
VT ø 10 cm, H III-IV
Ketuban : keruh
Adanya tanda dan gejala kala II yaitu: doran, teknus, perjol, vulka

A : Ibu dalam kala II persalinan

P : 1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan dan proses persalinan akan dimulai


2. Membantu ibu mencari posisi yang nyaman
3. Mengajarkan ibu cara mengedan yang benar
4. Menganjurkan ibu untuk mengedan bila his adekuat
5. Memimpin persalinan
6. Membentang handuk di atas perut ibu dan kain segitiga di bawah bokong jika
kepala sudah crowning 5-6 cm depan vulva ibu
7. Melakukan stenen hingga kepala keluar, periksa lilitan tali pusat (tidak ada lilitan
tali pusat.
8. Menunggu putaran paksi luar lakukan biparietal dan melakukan sangga kemudian
susur hingga seluruh badan bayi lahir
8. Menilai bayi (segera menangis dan bergerak aktif), keringkan bayi dengan handuk
9. Melakukan palpasi adanya bayi kedua
10. Melahirkan bayi kedua dengan presentasi kepala
10. Memberitahu ibu akan disuntikkan oksitosin 1/3 paha bagian luar IM
11. Menjepit tali pusat 3 cm dari pangkal dan 2 cm dari klem yang pertama, potong
tali pusat diantara kedua klem, ikat tali pusat, dan ganti handuk dengan kain yang
kering dan bersih

Catatan Persalinan:
Pukul 17:45 WIB bayi pertama lahir spontan segera menangis dan bergerak aktif, JK:
perempuan, BB: 2880 gram, PB: 48 cm.
Pukul 17:55 WIB bayi kedua lahir spontan segera menangis dan bergerak aktif, JK:
perempuan, BB: 2500 gram, PB: 48 cm.

KALA III
Pukul : 18.10 WIB

S : Ibu mengatakan lemas dan masih mules.

O : K/U ibu sedang


Kontraksi : kuat
TFU setinggi pusat
Perdarahan : ±150 cc
Kandung Kemih : kosong
Tidak terdapat tanda pelepasan plasenta yaitu: tali pusat tidak bertambah panjang.
A : Ibu dalam kala III persalinan dengan retensio plasenta

P : 1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan


2. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis: melakukan injeksi oksitosin kedua
setelah 15 menit tidak lahir, dan melakukan manual plasenta setelah 30 menit
tidak lahir
3. Memberitahu ibu akan disuntikkan oksitosin kedua
4. Plasenta tidak lahir setelah disuntikkan oksitosin kedua
5. Dokter melakukan manual plasenta
6. Plasenta lahir jam 18.40 WIB
7. Memeriksa kelengkapan plasenta (frezen dan kotiledon semua lengkap)
8. Memeriksa laserasi : tidak ada robekan
9. Menilai perdarahan : perdarahan ±150 cc.
10. Memeriksa kontraksi : kontraksi kuat.

KALA IV
Pukul : 19.00 WIB

S : Ibu merasa lemah namun bahagia dengan kelahiran bayinya.

O : K/U ibu sedang


TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/m
R : 20 x/m
T : 36ºC
Kontraksi : kuat
TFU 2 jari di bawah pusat
Perdarahan ±150 cc
Ruptur : tidak ada
Kandung kemih : kosong

A : Ibu dalam kala IV persalinan

P : 1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan


2. Melaksanakan intruksi dokter untuk transfusi darah (2 kolf) : infus dipasang
(kanan drip oksitosin 10 IU dan kiri transfusi darah)
3. Mengajarkan ibu dan keluarga cara masase uterus selama 2 jam
4. Melakukan pemeriksaan TTV, kotraksi, kandung kemih, setiap 15 menit pada satu
jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua
5. Merapikan ibu dan membereskan alat serta mendekontaminasikan semua alat
6. Memberikan konseling pada ibu mengenai pemberian ASI ekslusif, cara merawat
tali pusat, dan personal hygiene
7. Ibu dan keluarga mengerti dengan penjelasan dan dapat melakukannya dengan
baik
8. Mendokumentasikan hasil asuahan kebidanan dan partograf

BAB 1V
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Prairohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin, Abdu Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Obstetri Patologi, Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai