Anda di halaman 1dari 26

10

Kotler dalam Sampara Lukman yang dikutip oleh (Sanambela, 2008:4)

mengatakan pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu

kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak

terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat,

pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang dalam interaksi

langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan

menyediakan kepuasan pelanggang. Sementara itu dalam kamus besar Bahasa

Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara atau hasil kerja melayani.

Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan, minuman,

menyediakan keperluan orang lain, mengiakan, menerima dan menggunakan.

Kemudian istilah publik berasal dari Bahasa Inggris (public) yang berarti

umum, masyarakat, Negara. Kata publik sudah diterima manjadi Bahasa

Indonesia baku yang menjadi publik yang berarti umum, orang banyak, ramai.

Padanan kata yang tepat digunakan adalah praja yang berarti pemerintah yang

melayani kepentingan seluruh rakyat. (Sinambela, 2008:5) mendifinisikan publik

adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan

sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang

merasa memiliki. Jadi pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang

menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan

meskipun hasilnya tiadak terikat pada suatu produk secara fisik. Negara terdiri

dari kumpulan individu yang memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang

saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Hal yang wajar


11

apabila Negara memiliki suatu Pemerintah dan Pemerintahan yang dibentuk dan

dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi untuk membuat dan menjalankan

peraturan-peraturan yang bersifat memikat demi tercapainya tujuan bersama

(Sinambela, 2008:6)

Satuan kerja dalam lingkungan Pemerintahan, terdapat pembagian tugas

yang pada umumnya didasarkan pada prinsip fungsionalisasi. Dari segi pemberian

pelayanan pada masyarakat, fungsionalisasi berarti bahwa setiap instansi

Pemerintah berperan selaku penanggung jawab utama atas terselenggaranya

fungsi tertentu dan perlu bekerja secara koordinasi dengan instansi lain. Setiap

instansi Pemerintah mempunyai kelompok pelanggan. Kepuasan kelompok

pelanggan inilah yang harus dijamin oleh birokrasi Pemerintah.

Pada dasarnya Pemerintah beserta seluruh jajaran aparatur birokrasi

bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan

berbagai kegiatan pembangunan nasional tetapi merupakan kenyataan bahwa

peranan pemerintah dengan seluruh jajarannya bersifat dominan. Pemerintah

berfungsi antara lain untuk menjabarkan strategi pembangunan Nasional menjadi

rencana pembangunan baik untuk kepentingan jangka panjang, jangka menengah

dan jangka pendek. Aparat birokrasi Pemerintah harus menciptakan iklim yang

kondusif untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi berbagai kelompok di

masyarakat, bahkan dalam mengalokasikan sumberdaya dan dana tertentu untuk

menyelenggarakan fungsi tersebut, birokrasi Pemerintah harus menjadi instrument

yang handal, tangguh dan propessional cirri-ciri tersebut berlaku bagi seluruh

jajaran birokrasi. (Sinambela, 2008:63-64).


12

Menurut prospektif teoritik telah terjadi pergeseran paradigm Pelayanan

Publik dari model administrasi Publik tradisional (old public administration) ke

model managemen Publik baru (new public managemen), dan akhirnya menujiu

model Pelayanan Publik baru (new public service) Denhardt and Denhart, 2000,

dalam model new public service, pelayanan publik berlandaskan teori demokrasi

yang mengajarkan adanya egaliter dan persaman hak diantara warga Negara.

Dasar teoritis Pelayanan Publik yang ideal menurut paradigm new public

service yaitu Pelayanan Publik yang harus responsive terhadap berbagai

kepentingan dan nilai-nilai Publik. Tugas Pemerintah adalah melakukan negosiasi

dan mengolaborasi berbagai kepentingsn Warga Negara dan kelompok komunitas,

dengan demikian karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik

tersebut harus berisi referensi nilai-nilai yang ada didalam masyarakat karena

masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu

berubah mengikuti perkembangan masyarakat. (Dwiyanto, 2008:138-140)

Sesuai dengan Peraturan Permindagri Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan yang berisikan berbagai aturan dalam bidang ketenagakerjaan.

Hal tersebut antara lain mengenai ketentuan umum pembuatan Kartu Pencari

Kerja Online (AK.1), Register administrasi Kartu Pencari Kerja Online (AK.1),

pendaftaran Kartu Pencari Kerja Online (AK.1), blangko dokumen Kartu Pencari

Kerja Online (AK.1), dan laporan IPK. Dengan berdasarkan instansi kebijakan

publik, seperti peraturan Mentri Tenaga Kerja RI Nomor KEP. 320/MEN/1987

untuk diimplemintasikan di lembaga administrasi Negara seperti Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo.


13

Pelayanan Kartu Pencari Kerja Online (AK.1) merupakan salah satu

bentuk pelayanan Pemerintah kepada masyarakat sebagai implementasi dari

pelaksanaan tugas umum Pemerintahan. Kartu Pencari Kerja Online (AK.1)

merupakan bentuk sarana pengantar kerja sehingga dapat mempertemukan secara

langsung masyarakat pencari kerja dan pengguna tenaga kerja, dari beberapa

pengertian tersebut dapat disimpulkan pelayanan publik adalah sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan publik. Pemerintah dengan tugas dan fungsinya wajib

memberikan pelayanan kepada warga negaranya dengan sebaik-baiknya.

2.2. Kinerja Organisasi

Kinerja menurut Perawientono (dalam Sinambela, 2006:137) adalah hasil

kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu

organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam

upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar

hokum dan sesuai dengan moral dan etika.

Rumusan diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah tingkat

keberhasilan seseorang atau lembaga dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari

definisi tersebut ada empat hal yang bias dilihat, pertama, hasil kerja secara

individual atau secara institusi yang berarti kinerja tersebut adalah hasil akhir

yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau kelompok; kedua, dalam melaksanakan

tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggungjawab. Di sini orang

atau lembaga diberikan hak atau kekuasaan untuk bertindak sehingga

pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik, namun orang tersebut harus tetap
14

dalam kendali dimana orang atau lembaga tersebut harus memberikan laporan

pertanggung-jawabannya kepada yang memberikan hak dan wewenang tersebut;

ketiga, pekerjaan harus dilakukan dengan legal, artinya orang atau lembaga dalam

bekerja harus mengikuti peraturan yang telah ditetapakan; keempat, pekerjaan

tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Mengingat kompleksnya ketertarikan organisasi Publik dengan

lingkungan, konsep kinerja organisasi Publik menjadi sulit untuk didifinisikan

atau dirumuskan. Meski demikian, dari kedua pendekatan tersebut, dapat ditarik

suatu garis yang dapat menandai batasan konsp kinerja organisasi Publik. Batasan

konsep kinerja khusus mengenai organisasi Publik yang bergerak dibidang

peelayanan. Kinerja Pelayanan Publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai

indikator yang sifatnya ” fisik ” (Zeithaml, Parasuraman dan Berry, 1990).

Penyelenggaraan Pelayanan Publik baik dapat dilihat melalui aspek fisik

pelayanan seperti tersedianya gedung pelayanan yang representative, fasilitas

pelayanan berupa televesi, ruang tunggu yang nyaman, penampilan aparat yang

menarik dimata pengguna jasa, seperti seragam dan aksesoris serta berbagai

pesilitas kantor pelayanan yang memudahkan akses pelayanan bagi masyarakat,

(Dwiyanto Agus, 2006:53).

Keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi, apakah

perusahaan, lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun organisasi sosial lainnya,

akan selalu dikaitkan dengan pemimpin dari organisasi dimaksud. Dengan kata

lain, kepemimpinan merupakan unsur kunci dalam menentukan efektivitas

maupun tingkat produktifitas suatu organisasi. Banyak definisi kepemimpinan


15

yang dikemukakan para ahli, beberapa diantaranya adalah Ordway Tead (dalam

Kartini Kartono, 1994:49) Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang -

orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Ada juga George R. Terry (dalam Kartini Kartono, 1994:49) Kepemimpinan

adalah kegiatan mempengaruhi orang - orang agar mereka suka berusaha

mencapai tujuan - tujuan kelompok. Menurut K. Hemphill (dalam M. Thoha,

1996:227) Kepemimpinan adalah suatu inisiatif untuk bertindak yang

menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan

dari suatu persoalan bersama. Dan yang terakhir Prof. Kimball Young (dalam

Kartini Kartono, 1994:50) Kepemimpinan adalah bentuk dominasi didasari

kemauan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain unuk

berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan

memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus.

Kinerja organissi Publik tidak hanya dilihat ukuran internal tetapi lebih

penting dari pada itu sebagai agen pembangunan sudah selayaknya apabila

organisasi publik juga menggunakan ukuran-ukuran ekternal yakni nilai-nilai

yang berasal dari rakyat. Beberapa pendapat diatas tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa kinerja pada sektor organisasi Publik dalam ini organisasi

Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo digunakan untuk

mengetahui ketercapaian tujuan organisasi dan juga untuk menunjukkan apakah

organisasi yang ada berjalan sesuai arah atau menyempang dari tujuan yang telah

ditetapkan karena indikator-indikator yang digunakan untuk menyusun kinerja


16

Pelayanan Publik sangat bervariasi. Secara garis besar berbagai parameter yang

digunakan untuk melihat kinerja dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan yaitu :

1. Melihat kinerja dari perspektif pemberi layanan;

2. Melihat kinerja dari perspektif pengguna jasa;

Pendekatan tersebut dipahami sebgai suatu sudut pandang saling

berinteraksi diantara keduanya. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang

mempengarui secara timbal-balik, baik kondisi lingkungan internal maupun

kondisi lingkungan eksternal yang mempengarui secara langsung aktifitas

Pemerintah Kabupaten. Dalam penelitian terhadap kinerja Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Situbondo, penulis menggunakan pengukuran kinerja

yang dikemukakan Dwiyanto, yang menggunakan 3 (tiga) indikator yaitu

efiesensi, akuntabilitas dan responsivitas sedangkan pruduktifitas, renponsibilitas

dan orentasi terhadap pelayanan tidak digunakan dalam pengukuran kinerja Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo dengan pertimbangan

sebagai berikut :

1. Bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dibidang pelayanan itu selalu

berhubungan dengan orang per-orang secara individual jadi tidak

hanya secara tersruktur.

2. Bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo

menyediakan jasa pelayanan secara langsung sebagaimana instusi

pelayanan publik lainnya. Sehingga menurut penulis indikator


17

produktifitas dan responsibilitas kurang tepat digunakan sebagai salah

satu indikator dalam pengukuran kinerja.

3. Begitupula dengan indikator orientasi pelayanan yang tidak digunakan

dalam pengukuran kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Situbondo, karena menurut penulis ketiga indikator yang

digunakan semua mengarah pada orientasi pelayanan.

Ketiga indikator yang digunakan seperti efiesensi, akuntabilitas dan

responsivitas sangat tepat untuk digunakan dalam pengukuran kinerja, dengan

mengacu pada tugas pokok dan fungsi serta kewenangan yang dimiliki. Efiesensi

digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Situbondo, disamping itu bertujuan untuk melakukan

penilaian terhadap hasil kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Situbondo dan biaya yang digunakan. Kemudian akuntabilitas digunakan untuk

mengukur sejauh mana kebijakan dan kegiatan Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Situbondo konsisten dengan kehendak masyarakat serta

memperhatikan nilai dan norma yang berhubungan dengan masyarakat, sedangkan

responsivitas digunakan dalam pengukuran kinerja Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Situbondo, dimana terkait dengan tugasnya dibidang

pelayanan yaitu sejauh mana Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Situbondo mempunyai daya tanggap, mengenali kebutuhan, aspirsi, harapan dan

keinginan masyarakat yang dapat diujudkan dalam bidang pelayanan.

Untuk lebih jelasnya maka ketiga indikator tersebut dapat dilihat pada

penjelasan berikutnya :
18

2.2.1 Efiesensi

Jika ekonomi hanya berbicara mengenai input, yaitu bagaimana

memperoleh input dan output. Efiesensi terkait dengan hubungan antara output

berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan dengan sumber daya yang

digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Secara sistematis, efiesensi

merupakan perbandingan antara output dengan input atau dengan istilah lain

output per unit input. Suatu organisasi, program atau kegiatan dikatakan efisien

apabila mampu menghasilkan output tertentu dengan input sebesar-besarnya

(Mahmudi, 2010:85).

Dalam konteks pelayanan publik, (Dwiyanto dkk, 2006:76)

mengemukakan efiesensi pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan

output pelayanan. Secara ideal, pelayanan akan efiesien apabila birokrasi

pelayanan dapat menyediakan input pelayanan, seperti biaya dan waktu pelayanan

yang meringankan masyarakat pengguna jasa. Demikian pula pada sisi output

pelayanan, birokrasi secara ideal harus membarikan pruduk pelayanan yang

berkualitas, terutama dari asfek biaya dan waktu pwlayanan.

Dari beberapa pengertian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa

efiesensi pelayanan adalah merupakan perbandingan terbaik antara input dan

output. Dan asfek yang dijadikan indikator untuk melihat/mengukur efisensi

pelayanan adalah besarnya biaya pelayanan dan rentan waktu dalam pelayanan.

2.2.2. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik adalah ”kewajiban agen untuk mengelola sumber

daya, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang


19

berkaitan dengan sumber daya publik kepada pihak pemberi mandat (principal)”.

Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian

informasi aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. Penekanan utama akuntabilitas publik adalah pemberian

informasi kepada publik dan konstituen lainnya yang menjadi pemangku

kepentingan (stakeholder). Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban

untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah, sedang

dan direncanakan akan dilakukan organisasi sektor publik. Akuntabilitas berarti

kewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan atau tidak

dilakukan oleh seseorang. Namun harus diingat bahwa tuntutan akuntabilitas

harus diikuti dengan pemberian kapasitas untuk melaksanakan, keleluasaan

(diskresi) dan kewenangan, (Mahmudi, 2010:09).

Menurut Ismail H.M (2009:165) akuntabilitas publik merupakan salah satu

hal yang seharusnya dipergunakan sebagai faktor pendorong untuk melakukan

perubahan atau reformasi kelembagaan birokrasi pemerintah. Senada dengan itu,

Marita Ahdiyana (2008) mengatakan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan

kewajiban dari institusi atau aparat yang bekerja didalamnya untuk membuat

kebijakan atau melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai yang berlaku

maupun kebutuhan masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, akuntabilitas adalah suatu

ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan

pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang ada di

masyarakat atau yang dimiliki olah stake holders. Nilai dan norma pelayanan yang
20

berkembang dalam masyarakat tersebut diantaranya meliputi trasparansi

pelayanan, prinsip keadilan dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap

pengguna jasa. Dilihat dari dimensi konsistensi organisasi publik terhadap

kehendak masyarakat banyak, Dwiyanto mengatakan bahwa kinerja organisasi

publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan organisasi

publik atau Pemerintah seperti pencapaian target tetapi harus dinilai dari ukuran

eksternal yakni nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat (Dwiyanto,

Agus dkk, 2006:57).

Uraian diatas tersebut mengisyaratkan kinerja organisasi dianggap atau

mempunyai akuntabilitas yang baik apabila organisasi tersebut dalam

melaksanakan kegiatannya tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang tumbuh

dan berkembang dalam masyarakat. Jadi penilaian akuntabilitas ini lebih legitimit

apabila telah memenuhi acuan-acuan yang ada di masyarakat.

Lebih lanjut Dwiyanto dkk (2006:57) mengemukakan untuk mengetahui

akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilihat melalui indikatar-

indikator kinerja yang meliputi:

1. Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses

penyelenggaaraan pelayanan publik, indikator tersebut mencerminkan

prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi

terhadap masyarakat pengguna jasa.

2. Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi terdapat masyarakat

pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan.
21

3. Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan

pengguna jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan akuntabilitas

pelayanan publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat

kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-

norma yang ada di masyarakat. Indikator dari akuntabilitas Pelayanan Publik

tersebut meliputi: (1) acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam

proses penyelenggaraan Pelayanan Publik; (2) tindakan yang dilakukan oleh

aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan: (3)dalam menjalankan tugas pelayanan,

seberapa jauh pengguna jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.

2.2.3. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan

program-progam sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas

dibutuhkan dalam Pelayanan Publik karena merupakan bukti kemampuan

organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan

prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program Pelayanan Publik

sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat (Dilulio, 1994 dalam

Dwiyanto, dkk 2006). Dari hal ini dapat dilihat adanya keselarasan program

dengan kegiatan dan kebutuhan masyarakat.

Widodo (2007) mengatakan nilai responsivitas berkaitan dengan daya

tanggap dan menanggapi apa yang menjadi keluhan, masalah dan aspirasi Publik.
22

Birokrasi Publik yang baik adalah yang responsive (mempunyai daya tanggap

yang tinggi dan cepat menanggapi) terhadap apa yang menjadi keluhan, masalah

dan aspirasi Publik. Responsiivitas merupakan pertanggungjawaban dari sisi yang

menerima Pelayanan (masyarakat). Birokrasi Publik dikatakan baik jika mereka

dinilai mempunyai responsivitas yang tinggi terhadap apa yang menjadi

”permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi” masyarakat. Mereka cepat

memahami apa yang menjadi tutuntutan Publik dan berusaha semaksisimal

mungkin untuk memenuhinya. Ia dapat menangkap masalah yang dihadapi Publik

dan berusaha untuk mencari solusinya. Mereka tidak suka menunda-nunda waktu,

memperpanjang jalur Pelayanan atau mengutamakan prosedur tetapi mengabaikan

substansi. Responsivitas yang rendah, seperti ditunjukkan dengan

ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat, jelas

menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi

Publik. Organisasi yang memiliki responsivitas yang rendah dengan sendirirnya

memiliki kinerja yang jelek pula (Osborne & Plastrik:1997 dalam Dwiyanto dkk,

2006:62). Dalam operasionalnya, responsivitas Pelayanan Publik dijabarkan

menjadi beberapa indikator yang meliputi: (1) terdapat tidaknya keluhan dari

pengguna jasa selama satu tahun terakhir; (2) sikap aparat birokrasi dalam

merespon keluhan dari pengguna jasa; (3) penggunaan keluhan dari pengguna jasa

sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa

mendatang; (4) berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan

pelyanan kepada pengguna jasa; dan (5) penempatan pengguna jasa oleh aparat

birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku (Dwiyanto: 2006). Jadi


23

responsivitas adalah kemampuan suatu organisasi Publik dalam menanggapi

keluhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pengguna jasa yang

kemudian direfleksikan dalam bentuk program dan kegiatan yang nyata dengan

berusaha untuk mewujudkan keinginan dari masyarakat itu sehingga akan tercapai

suatu kepusan pelayanan kepada masyarakat.

Responsivitas yang rendah salah satunya disebabkan karena

ketidakselarasan atau ketidakpekaan antara kebijakan, kegiatan dan prosedur

pelayanan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Dari beberapa indikator

yang telah dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini : (1) tingkat kepekaan

terhadap keluhan masyarakat; (2) tingkat keselarasan antara pelayanan dan

kebutuhan masyarakat.

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik

Dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Pelayanan

Publik di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo, penulis

mencoba mengacu kepada beberapa kerangka teori dan model yang digunakan

para ahli. Dengan mengacu kepada kerangka teori yang digunakan para ahli maka

dalam penelitian kinerja Pelayanan Publik diharapkan dapat dijadikan pedoman

dalam melihat fenomena yang terjadi dalam melihat kinerja Pelayanan Publik di

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo, walaupun dalam

pelaksanaannya menyesuaikan dengan kenyataan di lapangan.

Kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Dalam

konteks organisasi Publik, kesuksesan organisasi itu tentunya dipengaruhi oleh


24

beberapa faktor yang dapat digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan

dukungan Publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor Publik

melalui kemampuan organisasi dalam memberikan Pelayanan Publik yang relatif

murah dan berkualitas. Beberapa pandangan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja organisasi Publik dapat ditemui dari berbagai kepustakaan

yangberusaha menggambarkan kinerja organisasi Publik.

Suatu organisasi, terlepas dari bagaimana bentuknya organisasi tersebut,

apapun tujuan yang dapat dicapai, selalu mengharapkan sasaran/target yang telah

ditetapkan akan dapat tercapai semaksimal mungkin. Untuk mencapai target

tersebut, tentu banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi tersebut akan menentukan baik tidaknya kinerja organisasi Publik,

sehingga faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi baik tidaknya kinerja

organisasi Publik tersebut.

Dwiyanto dkk (2006) mengemukakan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja organisasi Publik, yaitu : diskresi, orientasi terhadap

perubahan, budaya paternalisme, etika pelayanan, sistem insentif dan semangat

kerja. Sedangkan menurut Osborne dan Plastrik (1997:4) faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja organisasi adalah meliputi: tujuan organisasi, sistem

insentif, pertanggungjawaban, struktuk kekuasaan dan budaya organisasi. Dengan

mengacu pada teori yang dijelaskan tersebut dan jika dihubungkan dengan

kenyataan dan fenomena di lapangan, maka tidak semua fariabel obyek penelitian

diungkapkan dalam penulisan skripsi ini. Hanya fariabel yang dianggap penting

saja digunakan untuk mengkaji permasalahan penelitia kinerja pelayanan Publik


25

di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo. Maka dalam

penelitian kinerja ini penulis menggunakan diskresi, budaya paternalisme dan

sumberdaya organisasi sebagai faktor yang mempengaruhi. Penggunaan ketiga

faktor tersebut karena suatu upaya dalam melaksanakan tugas bidang pelayanan

sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi eksternal dan kondisi internal. Faktor

lingkungan misalnya rekan kerja, pimpinan dan lain-lain dapat mempengaruhi

seseorang untuk dapat berupaya lebih keras untuk sesuatu. Sedamgkam faktor

internal adalah segala sesuatu yang berasal dari diri sendiri yang dapat memberi

dorongan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu dengan gigih untuk

mencapai tujuan.

Analisis terhadap keadaan kondisi input dan proses administrasi maupun

managemen organisasi, merupakan analisis kondisi internal organisasi. Selain itu

kondisi-kondisi eksternal tersebut juga mempunyai peran yang besar dalam

mempengaruhi kinerja organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Situbondo. Pemilihan terhadap faktor-faktor eksternal tersebut dapat

dilakukan dengan menganalisis peranan yang dimainkan oleh pihak-pihak yang

berperan baik dari aparat maupun masyarakat. Faktor-faktor yang disebutkan

sangat relevan untuk dianalisis dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan

dalam penelitian. Dengan demikian analisis terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja sebagaimana tersebut tidak dapat dihindari guna mendapat

gambaran yang jelas dan kondisi yang sesungguhnya. Hal tersebut terkait dengan

tugas dan fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo

sebagai organisasi yang bergerak dibidang pelayanan. Maka pendekatan yang


26

dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo adalah dengan menetapkan

berbagai faktor sebagaimana tersebut.

Untuk lebih jelasnya,maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1. Diskresi

Dalam sebuah organisasi setiap orang mempunyai batasan-batasan

wewenang yang ditentukan dalam bentuk peraturan-peraturan. Pelaksanaan

wewenang yang dilimpahkan dalam bentuk peraturan itu harus juga diberi

kebebasan yang sesungguhnya untuk menjalankan tugas-tugas yang telah

dilimpahkan tersebut dan saat memberikan pelayanan publiksering dihadapkan

pada permasalahan yang harus segera diatasioleh petugas pelayanan, hal tersebut

memerlukan kewenangan diskresi luas agar dapat mengembangkan inisiatif dan

kreativitas.

Berdasarkan hal itu diskresi mmenjadi isu yang penting dalam

melaksanakan Pelayanan Publik seiring dengan adanya tututan masyarakat atas

pelayanan publik yang berkulitas, efisien, responsif dan akuntabel. Diskresi dalam

pelayanan publik dilakukan oleh aparat birokrasi dalam bentuk memberikan

kelonggaran pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa yang masih

sejalan dengan visi dan misi organisasi. Diskresi adalah kebebasan mengambil

keputusan sendiridisetiap situasi yang dihadapi. Pertimbangan melakukan diskresi

adalahadanya realitas bahwa suatu kebijakan dan peraturan tidak mungkin mampu

menjawab semua persoalan akibat adanya keterbatasan prediksi dalam proses

perumusan kebijakan peraturan itu. Chandler dan Plano, 1998 dan dalam
27

(Dwiyanto, 2006: 144) mengungkapkan bahwa ”Administrative diskretion is the

freedom administrators have to make choice which determine a policy will be

implemented. Administratif discretion is the result of the interaction between

politics and administration” (diskresi administrasi adalah kebebasan

administrator untuk mengambil pilihan/keputusan yang menentukan bagaimana

suatu kebijakan akan diimplementasikan. Diskresi administrasi merupakan hasil

dari interaksi antara politik dan administrasi). Dalam implemantasinya, tindakan

diskresi diperlukan sebagai kewenangan untuk menginterpretasikan kebujakan

yang ada atas suatu kasus yang belum atau tidak diatur dalam suatu ketentuan

yang baku, yang berarti diskresi adalah merupakan suatu penyimpangan. Namun

prinsip diskresi menyatakan bahwa pelanggaran atau tindakan penyimpangan

prosedur tidak perlu dipermasalahkan sepanjang tindakan yang diambil tetap pada

koridor visi dan misi organisasi serta tetap dalam kerangka pencapaian tujuan

organisasi.

Pelayanan Publik yang dilakukan selama ini belum menunjukkan tingkat

diskresi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dengan kemampuan responsivitas

dalam memahami aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa

berkembang. Kemampuan birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat pengguna jasa masih bertindak atas dasar peraturan berupa petunjuk

pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Akibatnya birokrasi menjadi

lamban dalam merespon setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat, padahal dalam era globalisasi dan kompetisi, birokrasi dituntut untuk

mampu bekerja dengan cepat dalam mengantisipasi dinamika masyarakat.


28

Diskresi penting dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada

masyarakat sebagai penerima pelayanan karena dengan adanya berbagai

penyesuaian sehingga peraturan yang ada tetap mampu menjawab tuntutan

aspirasi dan dinamika masyarakat yang berkembang. Diskresi dinilai baik apabila

aparat berusaha mencari solusi sendiri untuk mengatasi kesulitan tetapi tetap

berada pada jalur visi dan misi organisasi, aparat pelayanan masih berorientasi

pada juklak/juknis dinilai mempunyai tingkat diskresi yang rendah karena aparat

hanya memahami peraturan secara kaku sehingga tidak mampu berinisiatif dan

menerjemahkan aturan sesuai denga situasi dan kondisi, akibatnya pelayanan

terhadap pengguna jasa menjadi lambat dan tidak efisien. Dari uraian tersebut

dapat disimpulkan kewenangan diskresi adalah keleluasaan bertindak aparat

birokrasi dalam rangka memberikan pelayanan berkualitas kepada pengguna jasa

sesuai dengan visi dan misi organisasi. Berkaitan dengan kualitas pelayanan

publik, maka tingkat kewenangan diskresi sangat berperan penting dalam hal ikut

menentukan kualitas pelayanan tersebut. Untuk itu maka indikator dalam

kemampuan aparat adalah:

1. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketika pimpinan tidak

ada;

2. Tindakan atau langkah yang dilakukan ketika menemui kesulitan dalam

melaksanakan tugas;

3. Pernah tidaknya menerapkan prosedur sesuai dengan petunjuk

pelaksanaan;

Tabel 2.1 Acuan Petugas Pelayanan


29

No Peraturan yang Digunakan %


1 Peraturan (Juklak) 80
2 Kepuasan Masyarakat 50
3 Inisiatif Sendiri 3
4 Visi dan Misi 1
Sumber:center for Population an Policy Studies, UGM, 2001.

Dari tabel di atas dapat dalihat dalam memberikan pelayanan seorang

pegawai yang menggunakan inisiatif sangat kecil yang hanya 3% sehinga seorang

pegawai dalam birokrasi Indonesia masih belum memberikan aspirasinya secara

maksimal karena tidak adanya kepercayaan pimpinan terhadap bawahan.

2.3.2. Budaya Paternalisme

Menurut Agus, (2006:176-177) Budaya paternalisme adalah suatu sistem

yang menempatkan pimpinan sebagai pihak yang paling dominan. Corak

hubungan dalam paternalisme adalah seperti hubungan antara seorang ayah

dengan anaknya. Budaya paternalisme dalam kinerja Pelayanan Publik menunjuk

pada hubungan antara pemimpin, yang berfungsi dan berkedudukan sebagai

”ayah” dengan masyarakat yang berkedudukan sebagai ”anak”. Berarti selama ini

budaya birokrasi yang dikembangkan adalah budaya yang lebih menekankan pada

kekuasaan, bukan pada pelayanan. Objek Pelayanan tidak memiliki kewenangan

untuk memperoleh pelayanan yang terbaik dan kondisi ini sudah tentu

menghambat terciptanya Pelayanan yang akuntabel dimana praktek-praktek,

simbol-simbol dan nilai-nilai yang selama ini berkembang dalam birokrasi dan

pemerintah sangat jauh dari kepentingan masyarakat atau publik.

Sistem pelayanan publik paternalisme memiliki dua diminsi yaitu : (1)

hubbbungan antara paternalime antara pejabat birokrasi dangan masyrakat

pengguna jasa; (2) hubungan paternalisme yang terjadi antara pimpinan instansi
30

atau atasan dengan para staf pelaksana atau bawahan. Paternalisangme yang

pertama lebih menunjuk pada hubungan yang bersifat eksternal, sedangkan

paternalisme yang kedua menunjuk pada hubungan yang bersifat internal, yakni

dalam organisasi sendiri. Peranan pimpinan dalam pelayanan Publik adalah

dengan memberikan motivasi pada bawahan. Motivasi kerja bawahan dalam

memberikan pelayanan dipengarui oleh lingkungan tempat kerjanya. Pimpinan

harus dapat menciptakan suasana yang harmonis yang dapat mendorong

hubungan atau menimbulkan motivasi kerja seorang pegawai adalah hubungan

antara atasan dan bawahan yang lazim disebut hubungan vertikal dan hubungan

antara sesama bawahan atau yang disebut hubungan horizontal.

Corak hubngan tersebut tidak dapat dilepaskan dari adanya pengaruh

feodalisme, yaitu suatu sikap mintal yang mentukan bentuk-bentuk relasi dan

interaksi antara sesama anggota kelompok. Pola interaksi dalam feodalisme

biasanya dibangun berdasarkan hubungan yang asimetris, bukannya egaliterian,

seperti dengan adanya eksklusivisme dalam intraksi dengan seorang karena

adanya perbedaan dalam hal usia, jabatan, peran, kedudukan, maupun status

seseorang (Dwiyanto, dkk, 2006:177).

Feodalisme dalam birokrasi muncul dan berkembang dalam bentuk

hubungan atau inetraksi yang asimetris antara pejabat birokrasi dengan

masyarakat, arogansi birokrasi, pembedaan pelayanan, maupun budaya suap

dalam birokrasi, fiodalisme dalam birokrasi lainnya adalah adanya budaya tabu

dan ketakutan dari aparat bawahan untuk mengkritik sikap atau tindakan

pimpinan, perekrutan dari aparat bawahan untuk mengkritik sikap atau tindakan
31

pimpinan, perekrutan pejabat atas dasar hubungan pribadi, nepotisme atau tradisi

pemberian hadiah kepada pejabat.

Hubungan budanya tertentu dalam birokrasi Pemerintah menjadi suatu

yang alamiyah. Pada setip tingkatan, budaya atau tradisi yang dianut dan

dipertahankan oleh suatu etnik tertentu akan selalu bersinggungan dengan

birokrasi dalam kerangka penyelenggaraan Pemerintahan. Terkait dengan hal ini,

budaya dapat digambarkan sebagai sistem atau seprangkat nilai yang memiliki

simbol, orientasi nilai, keyakinan, pengetahuan dan pengalaman kehidupan yang

terinternalisasi dalam sikap, tinkah laku dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap

aparat birokrasi, setiap aspek dalam kehidupan birokrasi selalu bersinggungan

dengan aspek budaya masyarakat setempat. Birokrasi sebgaimana organisasi

lainnya, dalam setiap dinamika yang terjadi didalamnya, selalu memiliki korelasi

dengan lingkungan eksternal Dwiyanto, dkk. Dalam birokrai Pemerintahan di

Kabupaten Situbondo. Ini khususya menyangkut keterkaitan perilaku aparat

birokrasi dengan nilai-nilai budaya, setidak-tidaknya membawa pengaruh yang

cukup signifikan bagi kelancaran tugas-tugas Pemerintahan.

Dari uraian tersebut disimpulkan budaya paternalisme adalah sistem yang

menunjukkan pola hubungan/intraksi yang asimetris antara pejabat birokrasi

dengan bawahan dan masyarakat dalam kehidupan organisasi dan bermasyarakat.

Indikator yang digunakan untuk mengukur budaya paternalisme dalam

penyelenggaraan Pelayanan Publik adalah (1) simbol-simbol atau bahasa baik

lisan maupun tertulis yang digunakan birokrasi dalam kehidupannya sehari-hari;


32

dan (2) persepsi masyarakat terhadap birokrasi, terutama terhadap birokrasi yang

merugikan pengguna jasa.

2.3.3. Sumber Daya Organisasi

Berkenaan dengan pokok bahasan kinerja Pelayanan Publik di Kabupaten

Situbondo khususnya pelayanan Kartu Pencari Kerja Online (AK.1) dapat

diasumsikan sumber daya organisasi merupakan salah satu aspek yang

berpengaruh terhadap kinerja organisasi publik. Moenir mengemukakan ada 6

(enam) faktor pendukung dalam suatu sitem pelayanan. Dua diantaranya adalah

faktor sarana pelayanan dan kemampuan ketrampilan aparat. Keduanya

merupakan salah satu sistem yang memungkinkan berjalannya makanisme

pelayanan. Lebih lanjut Moenir mengatakan sarana pelayanan adalah segala jenis

peralatan, pelengkapan kerja danfasilitas lain yang berfungsi sebagai alat

utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam

rangka kepentingan orang-orang yang berhubungan dengan organisasi itu,

(Moenir, H.A.S.,2008:119). Fungsi sarana pelayanan tersebut antara lain :

1. Mempercepat proses pelaksanaan pekarjaan, sehingga dapat menghemat

waktu;

2. Meningkatkan produktivitas, baik barang atau jasa;

3. Kualitas produk yang lebih baik/terjamin;

4. Ketetapan susunan dan stabilitas ukuran terjamin;

5. Lebih mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya;

6. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi oarang-orang yang berkepeningan;


33

7. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan

sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.

Peranan sarana pelayanan sebagaimana terurai di atas sangat penting

disamping sudah tentu peranan unsur manusianya sendiri. Dalam bidang

pelayanan publik yang paling menonjol dan paling cepat dirasakan oleh orang-

orang yang menerima layanan selain sarana pelayanan adalah keterampilan dan

kemampuan teknis pelaksanaannya. Kemampuan berasal dari kata yang dalam

hubungan dengan tugas/pekerjaan berarti dapat melakukan tugas/pekerjaan

sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan.

Sedangkan keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas/pekerjaan

dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia. Dengan

kemampuan dan keterampilan yang memadai maka pelaksaan tugas/pekerjaan

dapat dilakukan dengan baik, cepat dan memenuhi keinginan semua pihak baik

managemen itu sendiri maupun masyarakat. (Moenir, H.A.S., 2008:117)

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan sumberdaya organisasi

merupakan masukan-masukan dalam sebuah organisasi baik sumber daya

manusia, sarana prasarana dan teknologi yang digunakan organisasi dalam setiap

kegiatannya. Untuk melihat sumber daya organisasi dalam pelayanan di Dinas

Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Kabupaten Situbondo yang digunakan meliputi: (1)

ketersediaan sarana komputer; (2) ketersediaan blanko/formulir pelayanan; dan

(3) kemampuan teknis yang dimiliki aparat

2.4. Ketrkaitan Antara Diskresi, Budaya Paternalisme dan Sumberdaya

Organisasi dengan Kinerja


34

Berdasarkan uraian di atas diambil keputusan bahwa yang menentukan

kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Kabupaten Situbondo dalam

Pelayanan Publik yaitu Kartu Pencari Kerja Online (AK.1) sangat dipengaruhi

oleh faktor diskresi, budaya paternalisme dan sumberdaya organisasi. Ketiga

faktor ini saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan dan ikut

menentukan tinggi rendahnya serta baik buruknya budaya suatu pelayanan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah.

Kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Kabupaten Situbondo dengan

Pelayanan Publik mempunyai indikator efisiensi, akuntabilitas dan responsivitas.

Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor diskresi, budaya paternalisme dan

sumberdaya organisasi. Semakin baik faktor diskresi, budaya paternalisme dan

sumberdaya organisasi maka kinerja Kabupaten dalam Pelayanan Publik akan

semakin baik pula dan semakin dapat memuaskan masyarakat sebagai pengguna

hasil pelayanan. Sehingga kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Kabupaten

Situbondo dalam Pelayanan Publik yang berkualitas dapat tercapai.

Konsep yang melandasi penelitian ini adalah konsep tentang Kinerja

Birokrasi dengan dasar teori Pelayanan Publik, penelitian ini mengambil

lokasi di Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Kabupaten Situbondo dengan

pendekatan metodologi Deskriptif kualitatif.

Aspek yang diteliti dari penelitian ini antara lain; aspek efisiensi, aspek

akuntabilitas, aspek responsivitas dan faktor yang mempengaruhi kinerja

organisasi yaitu diskresi, paternalisme serta Sumberdaya Organisasi.


35

Anda mungkin juga menyukai

  • Contoh Surat Jawaban Rekonpensi Contohpedi.c0m
    Contoh Surat Jawaban Rekonpensi Contohpedi.c0m
    Dokumen3 halaman
    Contoh Surat Jawaban Rekonpensi Contohpedi.c0m
    Lika Liyakil Hasanah
    100% (2)
  • Hukum Kontrak
    Hukum Kontrak
    Dokumen8 halaman
    Hukum Kontrak
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Sewa Menyewa Dalam Perpekstif Hukum
    Sewa Menyewa Dalam Perpekstif Hukum
    Dokumen38 halaman
    Sewa Menyewa Dalam Perpekstif Hukum
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • KONTRAK NOMINAAT
    KONTRAK NOMINAAT
    Dokumen6 halaman
    KONTRAK NOMINAAT
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Contoh Lamaran Kerja Umum
    Contoh Lamaran Kerja Umum
    Dokumen2 halaman
    Contoh Lamaran Kerja Umum
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Sewamenyewa
    Sewamenyewa
    Dokumen7 halaman
    Sewamenyewa
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Bab IV
    Bab IV
    Dokumen1 halaman
    Bab IV
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Dak Waan
    Dak Waan
    Dokumen2 halaman
    Dak Waan
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Print 1
    Print 1
    Dokumen1 halaman
    Print 1
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Lanjutan
    Bab 3 Lanjutan
    Dokumen10 halaman
    Bab 3 Lanjutan
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Bronkitis Kronis
    Bronkitis Kronis
    Dokumen2 halaman
    Bronkitis Kronis
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Lanjutan
    Bab 3 Lanjutan
    Dokumen10 halaman
    Bab 3 Lanjutan
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Lanjutan
    BAB IV Lanjutan
    Dokumen52 halaman
    BAB IV Lanjutan
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Undang
    Undang
    Dokumen7 halaman
    Undang
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Bab I Lanjutan
    Bab I Lanjutan
    Dokumen7 halaman
    Bab I Lanjutan
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Rumusan Masala1
    Rumusan Masala1
    Dokumen1 halaman
    Rumusan Masala1
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isian Analisis Jabatan
    Daftar Isian Analisis Jabatan
    Dokumen11 halaman
    Daftar Isian Analisis Jabatan
    Devin Hulu
    Belum ada peringkat
  • 20 Februari 2014
    20 Februari 2014
    Dokumen1 halaman
    20 Februari 2014
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Honorarium 01
    Honorarium 01
    Dokumen1 halaman
    Honorarium 01
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Non Pns
    Non Pns
    Dokumen1 halaman
    Non Pns
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • 1las Listrik
    1las Listrik
    Dokumen1 halaman
    1las Listrik
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir Rapat Batik
    Daftar Hadir Rapat Batik
    Dokumen1 halaman
    Daftar Hadir Rapat Batik
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • 3 Elektro
    3 Elektro
    Dokumen1 halaman
    3 Elektro
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Agenda Surat
    Agenda Surat
    Dokumen2 halaman
    Agenda Surat
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Agenda Surat
    Agenda Surat
    Dokumen2 halaman
    Agenda Surat
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Kwitansi Ipk
    Kwitansi Ipk
    Dokumen5 halaman
    Kwitansi Ipk
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Formulir PK 2
    Formulir PK 2
    Dokumen6 halaman
    Formulir PK 2
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • CONTOH Proposal Pelatihan 2013
    CONTOH Proposal Pelatihan 2013
    Dokumen5 halaman
    CONTOH Proposal Pelatihan 2013
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir Rapat Batik
    Daftar Hadir Rapat Batik
    Dokumen1 halaman
    Daftar Hadir Rapat Batik
    Lika Liyakil Hasanah
    Belum ada peringkat