Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan pengusahaan hutan saat ini semakin mengalami peningkatan

terutama untuk hutan produksi. Masih sangat banyak manfaat lain yang tetap

harus dijaga keberlanjutannya. Berbagai upaya yang ditujukan bagi tetap

berlangsungnya keberadaan manfaat dan fungsi hutan terus dilakukan oleh

berbagai pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat pada

umumnya.

Hutan merupakan salah satu kawasan yang memiliki nilai dan manfaat

yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik manfaat ekologi, sosial,

budaya maupun ekonomi. Oleh karena itu keberadaan hutan harus dipertahanan

dan pemanfaatan hasil hutannya harus diatur sedemikian rupa sehingga terjaga

dengan baik dan bernilai maksimal serta dampak negativ dari pemanfaatan

hutan tersebut dapat ditekan serendah mungkin.

Salah satu caranya dengan membuat perencanaan pemanenan hutan.

Menurut suparto (1982) perencanaan pemanenan hutan diartikan sebagai

perencanaan keterlibatan hutan beserta isinya. Manusia/organisasi. Peralatan

dan dana untuk memproduksi kayu secara lestari bagi masyarakat yang

membutuhkannya dan mendatkan nilai tambah baik bagi perusahaan maupun

bagi masyarakat local (sekitar hutan), regional dan nasional, pada kurun waktu

tertentu.
Perencanaan yang baik dan tepat sangat diperlukan dalam kegiatan

pemanenan hutan agar pelaksanaan pengeloaan hutan dapat berjalan lancar

esuai dengan yang diharapkan, yaitu sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian

dimana hutan selalu ada, produksi selalu ada, dan kondisinya, selalu baik.

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari Pemanenan Hutan yang berjudul Simulasi Penebangan

dan Penyaradan adalah untuk mengetahui dan mengamati secara langsung

pohon yang akan ditebang dengan menggunakan tahapan penebangan yang

benar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan Pemanenan

Pemanenan adalah keputusaan untuk menetapkan seperangkat kegiatan

yang akan dilakukan pada masa datang. Conway 1982 menuliskan perencanaan

pemanenan adalah tindakan yang perlu dilakukan di masa datang yang diatur

berdasarkan tahapan pemanenan yang paling efisien dengan teknologi yang

telah ditentukan dan dilaksanakan pada saat yang ditetapkan untuk

mengeluarkan kayu dari hutan.

Kegiatan pemanenan kayu menyebabkan meningkatnya keterbukaan

lahan. Besarnya keterbukaan lahan akibat kegiatan ini antara lain dipengaruhi

oleh sistem pemanenan, intensitas pemanenan, perencanaan petak tebang,

perencanaan penyaradan dan kemiringan lapangan. Sistem pemanenan yang

dilakukan berpengaruh terhadap besarnya keterbukaan lahan dan gangguan

yang berada pada tanah (Purwodido, 1999).

Unit pengelolaan pemanenan kayu perlu dibagi dalam blok kerja tahunan

sesuai dengan daur tebangan. Blok kemudian dibagi ke dalam petak

pemanenan. Tipe tapak atau kondisi silvikultur yang ada di tiap petak di

deliniasi dan di taksir luasnya masing–masing. Unit pengelolaan harus

mempunyai unit administrasi berupa petak permanen. Hutan produksi dan

kebun kayu yang tidak mempunyai petak permanen bisa dikelola. Sama halnya

tidak mungkin mengelola penduduk di sebuah kelurahahn yang tidak

mempunyai RT atau RW. Pemonitoran luas hutan dan keadaan tegakan,


pengaturan tat tempat kegiatan dan sistem informasi tidak akan dapat dilakukan

bila hutan tidak dilengkapi dengan petak permanen. Blok kerja tahunan dibagi

dalam petak permenen dengan luas 100–1000 ha. Dengan menggunakan

sungai, trase jalan. Jalan dan punggung lahan sebagai pembatas. Pembutan

petak tat hutan permanen paling lambat dilakukan setelah trase jalan diketahui.

Karena jalan akan digunakan sebagai batas petak dan petak harus di petakan

dan tidak boleh hanya di sketsa (Sagala, 1994).

Kemudian adapun beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan

dalam menentukan arah rebah pohon, yaitu :

1. Kondisi pohon : kondisi pohon yang dimaksud disini adalah posisi pohon

(normal atau miring): kesehatan pohon (gerowong atau terdapat cacat-cacat

lain yang mempengaruhi rebahnya pohon); bentuk tajuk dan keberadaan

banir.

2. Kondisi lapangan di sekitar pohon : kondisi lapangan ini meliputi keadaan

vegetasi di sekitar pohon yang akan ditebang, termasuk keadaan tumbuhan

bawah, lereng, rintangan (jenis-jenis pemanjat, tunggak dan batu-batuan).

3. Keadaan cuaca pada saat penebangan. Apabila hujan turun dan angin

kencang, maka semua kegiatan harus dihentikan, karena sangat

mempengaruhi arah rebah pohon pada saat penebangan.

Kemudian keberhasilan penebangan sangat ditentukan oleh arah rebah pohon.

Arah rebah yang benar akan menghasilkan kayu sesuai dengan yang diinginkan

dan kecelakan kerja dapatdihindari serta kerusakan terhadap lingkungan dapat

ditekan, sedangkan apabila arah rebah yang ditentukan tidak benar, maka kayu
akan rusak dan kemungkinan terjadinya kecelakaan sangat besar serta pohon

yang rebah akan merusak lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya dalam

nenentukan arah rebah pohon harus berpedoman pada ketentuan-ketentuan

yang sudah ditetapkan.(Muhdi, 2006).Bebererapa ketentuan arah rebah yang

benar adalah sebagai berikut :

1. Sedapat mungkin menghindari arah rebah yang banyak dijumpai rintangan,

seperti :batu-batuan, tunggak, pohon roboh dan parit.

2. Jika pohon terletak di lereng atau tebing, maka arah rebah diarahkan ke

puncak lereng. Diusahakan menuju tempat yang tegakan tinggalnya relatif

sedikit.

3. Arah rebah diupayakan disesuaikan dengan arah penyaradan kayu atau ke

arah yangmemudahkan penyaradan kayu.

4. Pada daerah yang datar, arah rebah pohon disesuaikan dengan bentuk tajuk

dan posisi pohon. Selain menentukan arah rebah pohon, perlu juga

ditentukan arah keselamatan bagi regu penebang. Apabila sebatang pohon

akan ditebang, luas daerah berbahaya diperkirakan 2 x tinggi pohon yang

bersangkutan. Demi menjamin keselamatan penebang, maka daerah yang

aman berada pada sudut 450 di kiri dan kanan garis lurus arah rebah pohon

yang ditentukan.

B. Prosedur Penebangan

Berdasarkan Pedoman RIL Indonesia prosedur penebangan adalah sebagai

berikut:
1. Penebangan dimulai sesuai dengan urutan atau pola penebangan yang

telah direncanakan di atas peta.

2. Pemeriksaan keadaan lokasi penebangan, penentuan arah rebah pohon,

persiapan tempat kerja, pembuatan jalur penyelamatan dan pemberi

peringatan.

3. Pembuatan takik rebah dan takik balas pada tunggak serendah mungkin

4. Pembersihan batang dari cabang-cabang dan pemotongan tajuk pohon

5. Pembersihan batang dari banir pohon

6. Pengukuran dan pemotongan batang sesuai dengan permintaan perusahaan

7. Memasang nomor pohon pada tunggak dan pada ujung batang log

8. Membuka jalur winching

9. Menuju pohon lain yang akan ditebang(Elias dkk, 2008).

C. Alternatif Meminimalisasi Kerusakan

Untuk mengurangi kerusakan pada pohon dan kerugian ekonomi dari

kegiatan operasional penyadaran traktor maka salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah melakukan rancangan jalan sarad yang dirancang sebelumnya

ternyata lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan segi ekologi. Jalan sarad

yang dirancang sebelumnya juga akan memudahkan penebang untuk

mengarahkan kayu yang akan ditebang sehingga akan lebih mudah bagi traktor

untuk menyaradnya tanpa membuat manuver-manuver yang akan merugikan

(Elias, 1997).

Pada saat ini teknologi untuk meminimalkankan kerusakan lingkungan

akibat akibat penebangan kayu yang sudah ada yakni yang dikenal dengan
Reduced Impact Logging, teknik operasi yang kurang tepat atau terencana akan

mengakibatkan kerusakan lingkungan (hutan rusak, pemadatan tanah dan

terjadinya pengendapan akibat terjadinya erosi tanah). Untuk meminimalkan

kerusakan tersebut dilakukan dengan merencanakan logging yang baik dan

teknik operasi yang tepat dan terkendali. Reduced Impact Logging adalah

pemanenan kayu yang didasarkan pada rancangan kedepan dari tegakan yang

akann dipanen yang didasari rencana yang akurat untuk digunakan dalam

perencanaan dan digunakan untuk mendisain lay out dari petak-petak tebang

dan unit-unit inventarisasi serta digunakan untuk merencanakan operasi

pemanenan kayu (Elias, 1997).

Arah rebah yang terbaik adalah yang mendekati atau menjauhi jalan sarad

dengan membentuk sudut 300-450 (pola sirip ikan) atau arah rebah dalam

posisi sejajar di atas jalan sarad dengan arah berlawanan dengan arah

penyaradan. Bila memungkinkan, arah rebah pohon diarahkan ke tempat

kosong dan pada tajuk pohon yang sudah ditebang sebelumnya (maksimal 3).

Pada areal curam, arah rebah menyerong kesamping lereng (sepanjang kontur).

Hindarkan pohon rebah memotong sungai atau masuk areal kawasan lindung

dan kerusakan pada pohon inti permudaan dan pohon lindung (Elias dkk,

2008).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktek dilaksanakan pada tanggal 9 - 10 Mei 2018, bertempat di

Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin (UNHAS) di Desa Limapoccoe,

Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan prkatikum ini

adalah sebagai berikut:

1. GPS untuk menentukan titik koordinat.

2. Abney level sebagai alat ukur tinggi pohon.

3. Tali raffia untuk membuat plot.

4. Kertas millimeter A4 sebagai penggambaran peta pohon yang akan

ditebang.

5. Kompas sebagai alat penentu arah mata angin.

6. Alat tulis memulis sebagai prasarana pendukung terciptanya data.

C. Prosedur Praktikum

Pembuatan petak kerja

1. Membuat plot ukuran 20 m x 20 m dengan menggunakan tali raffia.

2. Mengukur diameter pohon dengan pita meter/ meteran.

3. Mengukur tinggi pohon dengan menggunakan abney level.

Pengamatan wilayah
1. Mengamati wilayah yang menjadi areal penebangan, meliputi keadaan

vegetasi di sekitar pohon yang akan ditebang, termasuk keadaan tumbuhan

bawah, lereng, rintangan (jenis-jenis pemanjat, tunggak dan batu-batuan).

2. Menentukan pohon yang akan ditebang dengan memberi tanda X (merah).

Pengamatan pohon

1. Memperhatikan pohon yang akan ditebang meliputi, posisi pohon (normal

atau miring), kesehatan pohon (gerowong atau terdapat cacat-cacat lain yang

mempengaruhi rebahnya pohon), bentuk tajuk dan keberadaan banir.

2. Membuat proyeksi tajuk untuk mengetahui arah tujuan tebangan.

3. Membuat arah rebah yang terbaik mendekati jalan sarad dengan membentuk

sudut 300 – 400.

4. Mengarahkan pohon ke tempat kosong.

Simulasi penebangan

1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

2. Mengukur diameter pohon dengan menggunakan pita meter.

3. Menggambar proyeksi tajuk pohon yang akan ditebang pada kertas

millimeter dengan skala 1:100.

4. Membuat takik rebah, yakni alas takik dengan kedalama 1/5 samapai 1/3

diameter batang pohon, diukur dengan mengunakan penggaris dan

Digambar dengan kapur tulis, serta atap takik dengan sudut 450 di atas alas

takik. Digambar dengan menggunakan kapur tulis.

5. Menentukan jarak takik rebah dengan takik balas (enggsel) sebsar 1/10

diameter, baik jarak horizontal maupun pertikalnya.


6. Melakukan simulasi penebangan

7. Menggambar proyeksi tampak atas hasil penebangan pada kertas millimeter.

8. Langkah yang sama dilakuka untuk setiap pohon yang akan disimulasikan

kegiatan penebangannya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pengamatan pohon

Adapun hasil praktek atau pengamatan pohon yang akan di tebang

sesuai dengan kondisi lapangan sebagai berikut.

Tabel 1. Pengamatan pohon

Jenis pohon Diameter Tinggi Proyeksi tajuk (m)


(cm) (m)
Utara Selatan Timur Barat

Pinus 63,06 19,25 5 3 2 4

a. Arah rebah: Timur

b. Takik balas : Barat

c. Sudut arah rebah : 400

d. Kondisi pohon: posisi pohon tidak normal, dan terdapat cacat pada pohon.

Tabel 2. Lebar Arah Rebah Takik Balas dan Engsel

Jenis Lebar Arah Rebah Lebar Takik Balas Lebar Engsel


pohon (cm) (cm) (cm)
Pinus 21,02 35,73 6,306

B. Pembahasan

Dari simulasi yang dilaksanakan diperoleh data bahwa arah rebah untuk

mengurangi dampak kerusakan tinggal berdasarkan pedoman RIL (Reduce

Impact Logging) adalah pada arah barat laut dengan sudut rebah berkisar 400,

hal ini dilihat dari kondisi dilapangan dimana pada sekitar daerah tersebut

tidak terdapat tanaman yang bisah rusak akibat penebangan dan pada arah
tersebut kondisi tanahnya datar dimana tidak terdapat gundukan tanah yang

dapat merusak atau mengurangi nilai jual kayu, karena berdasarkan pedoman

RIL dalam prosedur penebangan ada beberapa hal yang harus dihindari yaitu

pohon rebah memotong sungai atau masuk areal kawasan lindung dan

kerusakan pada pohon inti, permudaan dan pohon lindung.

Berdasarkan ketetapan batas diameter pohon yang di tebang yaitu

63,06 cm ke atas. Penebangan pohon diawali dengan penentuan arah

rebah pohon. Arah rebah yang benar menghasilkan rebahnya pohon

sesuai dengan yang diinginkan, selain itu kecelakaan kerja dan

kerusakan lingkungan juga dapat ditekan. Lebar arah rebah pohon yaitu

21,02 cm. Setelah membuat takik rebah selanjutnya membuat takik balas

untuk merebahkan pohon, takik balas yaitu 35,73 cm, selanjutnya yaitu

membuat engsel, besar engsel yaitu 6,306 cm. Engsel berfungsi untuk

menentukan arah rebah pohon. Sisi engsel yang akan menjadi tumpuan arah

rebah umumnya dibuat lebih lebar dibanding engsel yang berfungsi untuk

arah rebah. Hal ini dikarenakan engsel yang lebih kecil akan menyebabkan

gaya gravitasi lebih besar pada sisi tersebut, sehingga jatuhnya atau

rebahnya pohon berada disisi yang dimaksud.

Selain menentukan takik rebah, takik balas dan engsel, sebelum

melakukan penebangan harus diperhatikan kondisi pohon yang akan

ditebang. Pohon yang akan ditebang posisinya tidak normal, dan terdapat

cacat pada pohon.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari simulasi penebangan yang dilakukan dalam

kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut

1. Arah rebah pohon yang didapat dengan menggunakan Pedoman RIL

berada pada arah barat laut.

2. Sudut yang diperoleh dari arah rebah berkisar 400 dari proyeksi tajuk

3. Kondisi pohon tidak normal dan terdapat cacat pada pohon, proyeksi tajuk

arah utara 5 m, timur 2 m, selatan 3 m dan arah barat 4 m, berdiameter

63,506 cm, tinggi 19 m.,25

B. Saran

Sebelum melakukan penebangan sebaiknya harus diperhatikan terlebih

dahulu area yang menjadi wilayah tebangan dan kondisi tegakannya sehingga

dalam melakukan penebangan tegakan yang didapat lebih maksimal tanpa ada

kerusakan yang dapat mengurangi kualitas kayu serta juga mengurangi

kerusakan terhadap tegakan maupun ekologi lahan penebangan.


DAFTAR PUSTAKA

Conway S. 1982. Timber Cutting Practices of Timber Harvesting Revised. New


York (US) : Miller Freeman Publication, Inc
Elias 1997. Bahan Kuliah Pemanenan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB
Bogor. Bogor.
Elias., Grahame, A., Kuswata, K., Machfudh., Art, K. 2008. Reduced Impact
Logging Guidelines for Indonesia. ITTO, Dephutbun, CIFOR, CIRAD,
INHUTANI II, WCS. Bulungan
Iskandar. 2000. Pengelolaan Hutan Tropika dan Alternatif Pengelolaan Hutan
yang Selaras dengan Desentralisasi dan Anatomi Daerah Biografi
Pubershing. Jakarta
Muhdi. 2006. Pemanenan Hasil Hutan (Buku Ajar). USU. Medan.
Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Fakultas Kehutanan
IPB Press. Bogor.
Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai