Anda di halaman 1dari 5

Model – Model Pembelajaran Kimia

Model – Model Pembelajaran Kimia

Diklat Fasilitator Guru Kimia Tingkat Mahir yang diadakan pada tanggal 4 – 13 Maret 2010
di Kampus Pusdiklat Kementerian Agama Ciputat diikuti 35 orang peserta utusan Kanwil
Kementerian agama seluruh Indonesia.
Sebenarnya materi inti yang didapat peserta dari pelatihan ini cukup banyak, seperti
Stoikiometri, redoks dan elektrokimia, senyawa karbon dan makromolekul, termokimia,
kinetika dan kesetimbangan kimia, system periodik dan ikatakan kimia. Bahkan ditambah
materi analisis penialian dan analisis kesulitan implementasi KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) serta model – model pengembangan pembelajaran kimia yang efektif.
Banyak guru yang menguasai materi kimia secara ekspert (ahli di bidangnya), namun masih
banyak yang belum bisa bagaimana menyampaikan (mengajarkan) materi tersebut kepada
siswa secara efektif dan efesien. Salah satu upaya agar pemeblajaran dapat berjalan efektif,
maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang tepat sehingga siswa dapat belajar dengan
tuntas dan bermakna.
Pendekatan merupakan bagian dari strategi dan metode guru dalam melakukan pembelajaran
agar siswa dapat belajar lebih mandiri. Kenapa demikian karena strategi menurut Drs. Sukro
makmun, M.Si yang menjadi narasumber pada mmata diklat ini mengatakan bahwa
“pengalaman belajar atau kegiatan yang dilakukan oleh siswa dan atau guru untuk mencapai
kompetensi yang telah ditargetkan”. Lebih jauh dikatakan bahwa agar kegiatan tersebut dapat
berjalan dengan baik dan terukur diperlukan metode pembelajaran. Menurut Sukron metode
merupakan “cara atau prosedur yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif”.
Selanjutnya dikatakan bahwa Pendekatan terbagi atas Direct Teaching (pesan-pesan
pembelajaran disampaikan secara langsung oleh guru kepada siswa) dan Indirect Teaching
(Siswa memperoleh pesan-pesan pembelajaran, tetapi tidak secara langsung didapat dari guru
, melainkan melalui suatu proses yang dilakukan sendiri oleh siswa.
Dengan Indirect Teaching yang aktif adalah guru (teacher active teaching) karena
menggunakan metode ceramah. Sedangkan dengan Indirect Teaching yang aktif adalah siswa
(student active learning) karena cendrung menggunakan metode Metode tanya jawab,
eksperimen, tugas, diskusi dll.
Model pembelajaran Indirect Teaching:
Siswa aktif belajar (melakukan) –> learning by doing –> student active learning –>CBSA
membaca, mengamati, menghitung, mengukur, mengerjakan tugas, latihan, bertanya,
berdiskusi, meneliti, meramalkan, menyimpulkan, melaporkan, melakukan percobaan, studi
kasus, survey dll, 2. Guru sebagai fasilitator, motivator menyediakan alat, menyiapkan
lembar kerja, mengembangkan format observasi, mengembangkan pedoman wawancara,
membuat prosedur atau langkah-langkah kerja, membuat aturan main, mengorganisir
kegiatan, memberi umpan balik, memberi penguatan dll, 3. Variasi dalam sumber belajar
buku, majalah, surat kabar, nara sumber, museum, rumah sakit, kantor pos, pusat industri,
kebun binatang, hutan, laut, perusahaan, kantor pemerintah dll, 4. Proses sama pentingnya
dengan hasil. Target pembelajaran bukan semata-mata siswa menguasai informasi atau
konsep, tetapi juga menguasai cara atau proses untuk memperoleh informasi/konsep tersebut.
Jadi inilah yang dikenal dengan istilah Pendekatan Keterampilan Proses (PKP) yang berbasis
Contekstual Learning (CTL).

Model – model pembelajaran kimia yang dapat digunakan ketika pemebelajaran berlangsung
adalah :

1. Model Pembelajaran Konstruktivis. Model ini dapat digunakan untuk mengajarkan


konsep pembentukan reaksi kimia, ikatan kimia, system periodik, reaksi pembatas dll.
2. Model STM (Sains-Teknologi-Masyarakat). Model ini adalah dengan
menggabungkan konsep kimia dengan realitas yang ada di lingkugan masyarakat,
seperti pentingnya mangatasi pencemaran lingkungan. Dimasyarakat banyak yang
terkait tentang hal ini. Misalnya lingkungan bersih bernilai mulia disisi agama,
menjaga kebersihan menggambarkan prilaku yang baik. Dari sisi ekonomi lingkungan
bersih tidak banyak menimbulkan biaya pemeliharaan alias hemat dll.
3. Model Pembelajaran Kooperatif. Model ini siswa dapat melakukan diskusi untuk
menemukan indicator alam, setelah melakukan percobaan secara berkelompok dengan
berbagai bahan alam.
4. Model Pembelajaran Inquiri. Para siswa bisa menguji air sadah dan bukan sadah dan
bagaimana cara menghilngkan dari kesadahan dengan melakukan praktikum.
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning). Guru memberikan
masalah, misalnya diberikana beberapa larutan tanpa label, siswa dapat
mengidentifikasi larutan yang bersifat asam, basa dan garam.
6. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction). Dengan langkah sebagai berikut :
1). Temukan –> satu “hot spot” (pusat perhatian), 2). Observasi –
> pengamatan/identifikasi data/info tentang hot spot, 3). Diskusi –> questioning,
discussing, sharing, 4). Hasil –>hasil diskusi/pemecahan soal, 5. Laporanà sajian
laporan (hasil) : lisan dan atau tertulis, 6. Display –> laporan dapat berupa poster,
artikel, gambar, dll –> Hasil kelompok.
7. Model Pembelajaran berbasis Teknologi Informasi. Sebenarya model ini sangat
mudah digunakan bila guru sudah menguasai ICT (Information Teknology dan
Comunikation). Dalam bahasa sedehanya adalah pembelajara menggunakan media
computer. Hal ini dapat membantu guru dalam menjelaskan materi seperti reaksi inti
lewat animasi, kecepatan reaksi, reaksi-reaksi uji nyala, reaksi laruatan-larutan pekat
dan lain-lain. Apalagi sekarang sudah banyak animasi-animasi yang tersedia. Guru
dapat dengan mudah menggunakannya dalam pembelajaran.
Sebenarnya masih menurut Sukro, bahwa model pendekatan Kooperatif banyak jenisnya.
Guru tinggal memilih model-mana yang paling pas untuk membahas suatu topik. Misalnya
model cooperative script (siswa berpasangan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan
guru),student teams-achievement divisions (stad) (siswa belajar dalam kelompok untuk
menyelesaikan masalah 3 – 5 orang), jigsaw (model tim ahli). model pembelajaran yang lain
yang perlu diketahui oleh para guru adalah TGT (team games tournament). 4 langkah dalam
TGT adaalah : (a) identifikasi masalah, (b) pembahasan masalah dalam kelompok, (c)
presentasi hasil bahasan kelompok (turnamen) dan, (d) penguatan guru model ini sangat
cocok digunakan untuk pembelajaran Remedial Teaching. (Bhr)

Cara Mengajar Kimia Yang Menyenangkan

Pelajaran kimia dianggap sebagian besar siswa menjadi pelajaran yang sulit dipahami dan
dimengerti.Permasalahan pembelajaran kimia yang sampai saat ini belum mendapat
pemecahan secara tuntas adalah adanya anggapan pada diri siswa bahwa pelajaran ini sulit
dipahami dan dimengerti. Ini menyebabkan pelajaran kimia tidak disukai, bahkan sebagian
siswa bersikap antipati dan menganggapnya sebagai momok.

Mengapa itu bisa terjadi? Sukiman,Guru kimia SMA Negeri 1 Amuntai Kalimantan Selatan
menemukan setidaknya dua hal yang menjadi penyebab.

 Pertama, metode pembelajaran kimia yang diterapkan guru bersifat monoton dan
kurang variasi. Ini menjadikan belajar kimia kurang bermakna dan tidak menarik bagi
siswa.
 Kedua, sebagian besar siswa terbawa opini yang terbentuk di tengah-tengah
masyarakat bahwa pelajaran kimia itu sulit. Hal itu semakin memperkuat anggaan
siswa terhadap pelajaran kimia sebagai cabang ilmu yang sulit dipelajari dan
dipahami.

Permasalahan ini mendorong dia membuat metode pembelajaran kimia yang menyenangkan,
mengasyikkan, dan mencerdaskan. Metode tersebut diberi nama model pembelajaran kimia
rekreasi. Metode ini mengedepankan usaha menciptakan situasi belajar kimia bernuansa
gembira yang dapat membuat siswa merasa asyik, dilakukan di luar maupun di dalam kelas.

Dalam metode ini, dia menerapkan lima macam pembelajaran kimia rekreasi. Yakni,

1. belajar kimia sambil bernyanyi


2. puitisisasi kimia
3. kuis kimia
4. karyawisata atau berkunjung ke objek wisata
5. Menghapal delapan golongan unsur dengan kalimat jenaka (jembatan keledai).

Bernyanyi sambil belajar kimia, contohnya. Metode ini menggunakan pendekatan lagu atau
nyanyian. Konsep dan sub konsep yang ada pada suatu pokok bahasan dirumuskan dalam
bentuk bait lagu yang iramanya diambil dari lagu-lagu yang sudah dikenal siswa. Misalnya,
siswa kelas I yang biasanya kesulitan memahami konsep ikatan ion dan proses terjadinya ion,
ditanamkan lewat lagu Angin Mammiri.
Demikian pula dengan puitisasi kimia. Ini menggunakan pendekatan keindahan puisi. Siswa
diberi tugas membaca pokok bahasan yang sedang dipelajari kemudian guru merumuskan
konsep yang akan ditanamkan dalam bentuk puisi. Pada saat pembelajaran, siswa diminta
membaca puisi di depan kelas. Setelah itu, guru menjelaskan makna puisi. ”Berdasarkan
pengalaman penerapan model pembelajaran ini, antusias siswa meningkat, di samping dapat
menggali dan menyalurkan bakat siswa di bidang seni sastra,” tuturnya.

Diposkan oleh Bardiana Dwi S di 18:16

Label: Dunia Kimia

Pengertian

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan
bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya
terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural),
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

Rasional

Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih
memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam
benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami
bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang
siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional
tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Pemikiran Tentang Belajar

Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan,
kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna
belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru mengatur
strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru,
kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan
belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.

Hakekat

Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:


Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna
atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan
seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.

Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun
oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa
merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa,
guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke
kelas.

Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari
melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep.
Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data,
kemudian disimpulkan.

Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah
komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam;
pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja
dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.

Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat
mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru
memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat
diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.

Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang
bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui
agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan
langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan
dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.

Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,


ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada;
pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada
diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih
pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
siswa.

Penerapan CTL dalam pembelajaran

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru.
Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin
tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-
kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir
pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.

Anda mungkin juga menyukai