‘’KRISTAL PEROVSKIT’’
OLEH :
ELSA ERGAWANDA
(2016-41-014)
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul ‘’kristal perovskit’’.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Kimia
Dasar II di Universitas Pattimura.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan mauoun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen mata kuliah ini telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................
3.2 Saran......................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Perovskit pertama kali ditemukan oleh Gustav Rose di pengunungan ural Rusia pada
akhir abad ke 19. Nama perovskit sendiri diberikan untuk menghormati ahli minerologi
Rusia, Count Lev Aleksevich Perovskit . Salah satu jenis material perovskit adalah kalsium
titanat (CaTiO3), namun struktur perovskit sendiri bisa dimiliki oleh berbagai jenis material
lain. Sebagian besar penelitian mengenai material perovskit berfokus untuk mengetahui sifat
feroelektrik, piezoelektrik, dan semikonduktornya, namun baru pada tahun 2009 sifat
fotovoltaik pada material perovskit ditemukan.
Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki struktur umum ABO3, dimana A
adalah ion-ion logam blok s,d, atau f yang berukuran lebih besar sedangkan B merupakan
ion-ion logam transisi ( Tien-Thao et al.,2008). Selama 2 dekade terakhir, oksida logam
dengan struktur perovskit ini, secara konsisten direkomendasikan sebagai katalis untuk deep
oxidation hidrokarbon. Hal ini dikarenakan perovskit merupakan material yang berpotensi
meningkatkan hasil konversi ( pecchi,2008). Sebagaimana kita tahu oksida-oksida perovskit
(ABO3) telah lama dikenal sebagai bahan yang dapat menyerahkan ion-ion oksigen yang
menyusun struktur (oksigen kisi) tanpa dirinya sendiri mengalami perubahan struktur yang
bererti. Oksigen kisi ini dapat bereaksi dengan lebih selektif dengan pereaksi lain
dibandingkan dengan oksigen dalam fasa gas. Sebagai akibatnya, oksida ini menyimpan
potensi tinggi sebagai sumber oksigen dalam reaksi-reaksi oksidasi reduksi yang selektif,
salah satunya adalah reaksi oksidasi gas metana menjadi syngas ( campuran gas CO dan H2)
serta sebagai bahan membran oksigen transfer yang ditandai oleh kedapat balikan proses
reduksi-oksidasi. Hasil yang sama sebenarnya juga telah dilaporkan sebelumnya oleh Fansuri
dan Onggo ( 1998 dan 1999 ). Namun , pada pembahasan masih berkisar pada aktivitas
katalitik untuk reaksi oksidasi dan belum ada pembahasan mengenai sifat-sifat lain yang
diperlukan oleh membran transfer oksigen.
PEMBAHASAN
2.1 Perovskit
Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki rumus ABO3 dengan A adalah ion-
ion logam blok s-,d-atau f- yang berukuran lebih besar sedangkan B merupakan ion-ion
logam transisi (Tien-Thao et al,.2008). Hal ini sesuai dengan peryataan Zeng et al (2007)
bahwa Oksida-oksida perovskit adalah jenis bahan dasar yang banyak digunakan sebagai
membran MIEC. Oksida perovskit secara umum memiliki rumus ABO3, dimana A adalah
ion-ion logam (biasanya logam tanah jarang dari deret lantanida dan aktinida ) berukuran
besar sedangkan B adalah ion dari logam transisi. Total muatan ion dari kedua logam tersebut
haruslah 6 agar terjadi keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga
ion oksigen .
Perovskit telah menjadi pilihan utama pada dekae lalu karena memiliki banyak
aplikasi. Sebagai contoh, sifat oxygen pemeating dari perovskit LaSrBFeO3 (B=Co,Ga)
membuatnya seperti membran, sedangkan yang menarik pada rangkaian La1-xCaxMnO3
adalah karena sifat magnetisnya. Perovskit secara luas juga pulajari dalam bidang katalis
hederogen, terutama untuk reaksi oksidasi, seperti ketika oksida sempurna atau oksidasi
sempurna atau oksida parsial pada metana. Sebagai tambahan, dalam adisi ini , perovskite
tereduksi secara parsial menghasilkan partikel logam di dalam kekosongan kation perovskit
yang stabil. Sebab Co dan Fe adalah katalis logam yang secara luas disesuaikan untuk
sintesisi Fischer Tropsch, kita menggabungkan kedua metal tersebut dalam suatu perovskit
berbasis La untuk mendapatkan efisien katalis untuk pembentukan light olefin dari syngas
setelah setelah reduksi parsial (Galasso, 1969).
Sel surya dengan material aktif perovskite saat ini banyak dikembangkan para peneliti
karena mampu menghasilkan efisiensi konversi diatas 20% ,sehingga diharapkan dapat
menjadi sel surya masa depan. Kontrol morfologi dan struktur kristal perovskit merupakan
kunci utama untuk meniingkatkan efisiensi sel surya dan stabilitas terhadap lingkungan. Film
perovskit harus menunjukkan derajat kristalinitas yang tinggi dengan ukuran butir dalam orde
mikrometer.
Perovskit menjadi salah satu teknology hijau (alternatif) paling menarik untuk
dikembangkan . Diharapkan perovskit mampu memadukan kemampuan menyediakan
kualitas energi yang baik dengan harga yang murah sehingga lebih mudah diterima oleh pasar
(produksi massal). Saat ini , perovskit masih memiliki kendala di ranah Durabilitas bahan
materialnya , lifespan dari solar cell materialnya belum memenuhi standar kelayakan.
Permasalahan ini sedang dicoba ditangani oleh para peneliti dari Swiss Federal Institute of
Technology in Lausanne(EPFL).
Perovskite memiliki jaringan dan struktur yang sering digunakan secara bergantian ,
teknisnya,perovskit merupakan suatu material yang mempunyai potensi kuat sebagai sumber
energi alternatif paling efektif, murah dan tangguh dimasa mendatang . Jika para peneliti
sukses mengembangkan perovskit sebagai energi alternatif yang siap diproduksi massal
(dipasarkan), kelak perangkat-perangkar elektronik ,seperti gawai, AC, kendaraan, pesawat
,dll akan ditempeli lapisan perovskit sebagai sumber energi utamanya. Tak perlu lagi kabel
changer,adaptor,dll cukup taruh dibawah sinar surya, tunggu hingga penuh dan perangkat
siap digunakan kembali. Gambaran yang menjadi harapkan para pihak yang menginginkan
adanya Revolusi baru dibidang sumber energi.
Kelebihan yang dimiliki oleh oksida perovskit adalah sebagian dari ion-ion oksigen
penyusun strukturnya dapat dilepaskan (mengalami reduksi) tanpa dirimya mengalami
perubahan struktur yang berarti. Kekosongan ion oksigen ini selanjutnya dapat diisi kembali
oleh ion oksigen lain melalui reaksi reoksidasi . Dengan sifat seperti itu, oksida perovskit
dapat berperan sebagai oksidator atau sumber oksigen bagi suatu reaksi oksidasi yang bersifat
reversibel karena dapat direoksidasi. Hal ini sesuai dengan aa yang telah dilaporkan oleh
Fransuri dan Onggo (1998 dan 1999) yakini oksida perovskit LaCoO3 telah banyak diteliti
dan memiliki sifat oksidasi dan reduksi yang baik, ia dapat mempertahankan integritas
struktrurnya saat berada dalam keadaan tereduksi dan kembali ke keadaan asalnya setelah
direoksidasi. Selain itu perovskit juga memiliki tingkat kestabilan struktur yang relatif tinggi
maka substitusi isomorfis dengan menggunakan kation-kation sejenis atau yang berukuran
sama sangat mungkin dilakukan (Tien-Thao et al., 2006).
2.3 Struktur Perovskit
Perovskit merupakan oksida logam yang memiliki rumus ABO3 dengan A adalah ion-
ion logam blok s-,d-,atau f- yang berukuran lebih besar sedangkan B merupakam ion-in
logam transisi (Tien –Thao et al.,2008). Jumlah muatan kation A dan B adalah +6, yang
dapat tersusun dari kation yang bermuatan (1+5),(2+4) atau (3+3), hal tersebut agar terjadi
keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga ion oksigen ( Wold
Aaron dan Kirby Dwight, 1993). Gambar kisi kristal perovskit kubus ideal ditunjukkan pada
gambar 1, yang mana pada posisi A ditempati oleh kation yang berdiameter lebih besar
meliputi La3+, Sr2+ dan Ca2+. Sedangkan pada posisi B ditempti ole unsur-unsur golongan
logam transisi yang memiliki ukuran lebih kecil meliputi Fe3+,
Fe2+,Co3+,Co2+,Mn3+,Ru3+ dll. Sedangkan O menunjukkan anion yang menjadi pengikat
ketiga ion ini.
Gambar
Struktur kristal perovskit , ABO3 , yang merupakan kunci untuk memahami potensi perovskit
sebagai mterial fotovoltaik . Perovskit ABO3 memiliki beberapa spesifikasi dan keuntungan
praktis sebagai material fotovoltaik diantaranya:
Band Gap
Perovskit ABX3 memiliki band gap sebesar 1,5 eV oleh karena itu memiliki
kemampuan absorpsi cahaya yang baik. Sementara itu, perovskit oksida memiliki band gap
yang lebih lebar ketimbang perovskit halida, sehingga mampu menyerap cahaya pada rentang
panjang gelombang yanga lebih besar. Namun sayangnya, perovskit oksida memiliki
koefisien abropsi yang lebih kecil dibandingkan perovskit halida pada panjang gelombang
yang sama. Inilah yang menjadi tantangan bagi para peneliti untuk merancang jenis perovskit
ABX3 yang sesuai untuk kebutuhan PV.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yang Yang dari Nano System
Institute of the University of California LA (UCLA),AS,nilai band gap teoritis yang ideal
bagi material PV adalah sebesar 1,34 eV , dimana pada band gap ini, akan didapat nilai
koefisien absorpsi tertinggi rentang spektrum cahaya matahari.
Pada material perovskit, transportasi muatan listrik dapat terjadi dengan baik. Material
ini memiliki energi ikatan eksiton (elektron-hole) yang lemah, yang artinya eksiton tersebut
dapat dipisahkan dengan cepat dan efisien, untuk menghasilkan muatan listrik yang dapat
bergerak bebas.
Salah satu keuntungan lain dari perovskit jika digunakan sebagai bahan baku material
fotovoltaik adalah dalam segi biaya. Secara umum perovskit mudah untuk diproses menjadi
serbuk, lapisan tipis, atau kristal tunggal. Perovskit memiliki sifat listrik semikonduktor
anorganik kristalin yang baik.
Pada tahun 2011, Nam Gyu Park dan timnya dari Universitas Sungkyunkwan Korea
Selatan berhasil meningkatkan efisiensi dan stabilitas fotovoltaik perovskit hingga 6,5%.
Tahun berikutnya , Henry Snaith dan timnya dari Universitas Oxford Inggris berhasil
mendapatkan efisiensi sebesar 10,9% dengan mengintegrasikan perovskit dengan alumina
mesopori.
Penemuan penting berikutnya berhasil dilakukan oleh Gratzel dkk pada tahun 2012.
Mereka menemukan bahwa CH3NH3PbI3 sendiri bertindak sebagai penghantar hole pada
sistem fotovoltaik berbasis perovskit. Jika dikombinasikan dengan TiO2 maka tebal lapisan
secara keseluruhan tidak lebih dari 200-300 nm, dan efisiensi yang didapat sebesar 9%.
Tahun berikutnya, Gratzel dan timnya berhasil mendapatkan efisiensi sebesar 15% dengan
mengubah urutan deposisi (pelapisan) yaitu lapisan PbI3 lalu diikuti CH3NH3.
Pada tahun 2014, Sang II Seok dan timnya dari Institut KRICT, Dejeon Korea
Selatan berhasil mengendalikan proses nukleasi kristal CH3NH3PbI3 pada TiO2 berpori
untuk mendapatkan efisiensi konversi daya sebesar 17,95%.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Yang di UCLA berfokus pada optimal
transportasi muatan, dengan cara memanipulasi jalur rekombinasi muatan pada antarmuka
(interface) perovskitlapisan tipis. Efisiensi yang berhasil didapat melalui penelitian ini
mencapai 19,3% tanpa perlu adanya lapisan antareflektif.
Fleksibilitas
Tidak seperti kebanyakan material anorganik lainnya yang bersifat rapuh, perovskit
lebih tangguh dan mudah dibengkokkan. Namun ,karena material ini tergolong kristalin ,
kemungkinan bisa terjadi retak dan catat pada perovskit ketika dibengkokkan atau digulung.
Baru baru ini, Henk Boling dan timnya dari Universidad de Valencia Spanyol berhasil
memfabrikasi sel surya lapisan tipis yang fleksibel dan memiliki efisiensi 7%. Jika
dibengkokkan beberapa kali, material ini hanya mengalami sedikit penurunan performansi.
Sel ini memiliki tebal 50 . dan hampir seluruh proses manufakturnya dikerjakan pada
temperatur ruang. Meskipun memiliki fleksibilitas yang baik, perovskit dapat mengalami
kerusakan jika mengalami kontak dengan udara dan air. Hal ini dapat dihindari dengan “
membungkus’’ sel perovskit dengan lapisan pelindung. Namun modifikasi ini akan
menyebabkan perubahan pada struktur internal perovskit itu sendiri. Oleh karena itu, agar sel
perovskit dapat dikomersialkan , permasalahan –permasalahan diatas harus dapat dipecahkan
terlenih dahulu.
Sifat-sifat tidak biasa yang dimiliki oleh perovskit amat berkaitan dengan struktur
yang dimilikinya (ABX). Jika berada dalam medan listrik atau diberi tekanan, struktur ini
akan berubah bentuk yang akan mempengaruhi sifatnya .
Unuk kedepannya , penelitian mengenai perovskit sebagai komponen utama sel surya
terus dilakukan. Park mengatakan bahawa sel surya perovskit dengan efisiensi 15% hanya
akan menelan biaya 20 sen per watt.
Oksida-oksida perovskit adalah jenis bahan dasar yagg banyak digunakan sebagai
membran IMEC.Oksida perovskit secara umum memiliki rumus ABO3, di mana A adalah
ion-ion logam ( biasanya logam tanah jarang dari deret lantanida dan aktinida ) berukuran
besar sedangkan b adalah ion dari logam transisi. Total muatan ion dari kedua logam tersebut
haruslah 6 agar terjadi kesimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga
ion oksigen.
a.Skema susunan sel surya perovskit tersensitisasi (sensitized perovskite solar cell).Pada sel
surya perovskit dengan struktur seperti ini,terdapat lapisan aktif yang terdiri dari lapisan
berpori(mesoporous)TiO2 dan absorber perovskit . Lapisan aktif ini berada di tengah-tengah
antara lapisan semikonduktor tpe p dan tipe n
b.Skema susunan sel surya perovskit lapisan tipis (thin-film perovskit solar cell) . Pada
susunan ini, lapisan tipis perovskit berada ditengah-tengah lapisan semikonduktor tipe n dn
dan tipe p.
c. prinsip kerja sel surya perovskit tersensitisasi. Cahaya yang diserap oleh perovskit akan
mengeksitasi elektron, elektron ini kemudian ditransfer menuju TiO2. Bersamaan dengan itu,
terbentuk hole yang akan ditransfer menuju semikonduktor tipe p.
d. cahaya yang diserap oleh lapisan perovskit akan mengeksitas elektron hole. Elektron hole
ini masing-masing akan menuju lapisan semikonduktor tipe p dan tipe n.
2.5 Aplikasi Perovskit
Oksida perovskit CaTiO3 disintesis dengan metode solid state. Digunakan adalah
CaCO3 dan TiO2- kedua bahan dicampurkan sesuai jumlah stoikiometri ke dalam mortar
porselin. Campuran digerus hingga homogen. Campuran serbuk homogen kemudian
dikalsinansi secara bertahap dengan laju kenaikan 3 C / menit sampai suhu 1200 C selama 4
jam. Hasil kalsinasi serbuk oksida perovskit kemudian dianalisis dengan XRD pada sudut 20
sampai 80 menggunakan radiasi sinar cuka. Pembuatan membran asimetris CaTiO3
dilakukan melalui metode inversi fasa dengan ketebalan membran 0,5 mm. Pembuatan
membran menggunakan polieterimida (PEI) ,pelarut N-metil-pirolidon (NMP) serta serbuk
hasil sintesis CaTiO3 yang sudah diayaj dengan variasi ukuran partikel lolos 60 mesh, lolos
120 mesh, dan lolos 200 mesh. Pembuatan diawali dengan pencampuran PEI dan NMP.
Kedua bahan diaduk dengan magnetik stirer hingga membentuk larutan polimer yang
homogen. Komposisi bahan yang digunakan adalah sama untuk variasi ukuran serbuk
CaTiO3 lolos 60 mesh, lolos 120 mesh, dan lolos 200 mesh. Larutan pasta kemudian dicetak
menggunakan plat kaca dan dicelupkan ke dalam bak koagulan berisi air untuk membentuk
membran mentah dianalisa menggunakan scanning micriscopy electron (SEM). Membran
asimetris CaTiO3 yang disintesis dengan metode solid state. Perbedaan ukuran pertikel
menyebabkan terjadinya perbedaan morofologi membran mentah khususnya pada bagian
permukaan baik permukaan lapisan rapat maupun lapisan berpori. Ukuran pertikel yang
semakin kecil berpotensi menghasilkan membran dengan kerapatan yang semakin tinggi.
Barium titanat (BaTiO3), pertama kali diteliti pada awal tahun 1940an oleh peneliti-
peneliti dari Amerika , jepang dan Rusia. Barium titanat pada saat ini merupakan material
ferroelektrik yang sangat cepat perkembangan penelitiannya. Hal ini menarik karena barium
titanat mempunyai struktur kristal perovskit yang sederhana , hal ini dapat mempermudah
pemahaman tentang material ferroelektrik itu sendiri. Barium ritanat mudah diaplikasi karena
dalam segi kimia maupun mekanik lebih stabil dan mempunyai temperatur curie yang
mendekati temperatur kamar dibandingkan material ferroelektrik lainnya. Aplikasi dari
barium titanat antara lain sebagai kapasitor baik sebagai kapasitor multilayer maupun
kapasitor single layer , sebagai sensor tekanan dan sensor suh
Barum titanat mempunyai struktur kristal perovskit yang mengacu pada struktur
kristal kalsium titanat (CaTiO3) .dalam struktur kalsium titanat, terdapat beberapaa kation
besar yang dapat membentuk struktur close pack berasamaan dengan oksigen. Ion-ion
kalsium dan oksigen secara bersama membentuk bangunan cubic close packing dengan ion
Ti4+ yang kecil menempati posisi intertitial oktahedron. Termasuk dalam struktur ini,
BaTiO3, SrTiO3, CazrO3,SrSnO3. Dalam struktur ini dimungkinkan untuk mensubsitusi
sebagian daro kation-kationnya, seperti dalam (BaSr)TiO3, Pb(MnNb)O3. Dalam satu kristal
perovskitbarium titanat, terdapat satu atom barium, satu atom titanium dan tiga atom oksigen.
Barium titanat mempunyai 5 struktur kristal yang berbeda yaitu hexagonal, kubik,
tetragonal, orthorhombik dan rhombohedral. Struktur kristal hexagonal dan struktur kristal
tetragonal , orthohombik dan rhombohedral dari barium titanat mempunyi sifat sebagai
material ferroelektik.
Pada temperatur 1460 C barium titanat mempunyai struktur kristal hexagonal . pada
saat terjadi pendinginan pada suhu 1460 C , terjadi perubahab struktur kristal dari hexagonal
menjadi kubik. Keadaan yang sangat penting terjadi pada temperatur120 C karena pada
temperatur ini, barium titanat bertranformasi menjadi ferroelektrik. Struktur kubik akan
terpolarisasi sehingga kisi kristal akan berubahsekitar 1% dan akibtnya struktur kristal
berubah menjadi tetragonal. Pada keadaan ini , atom titanium akan bergeser keatas sebesar
0,006 nm, sehingga bagian atas akan bermuatanpositif dan bagian bawah akan bermuatan
negatif. Akibatnya, strukturkristal barium titanat akan berubah dari kubik menjadi tetragonal.
Hal ini sangat penting untuk dapat menjelaskan proses dielektrik material.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Contoh aplikasi perovskit yaitu pada CaTiO3 dan BaTiO3 , yang pertama yaitu
CaTiO3 yang termasuk dalam perovskit oksida. Di alam perovskit dapat ditemukan pada
kerak bumi . perovskit banyak diaplikasikan sebagai material keramik, salah satunya adalah
pemanfaatan CaTiO3 sebagai membran keramik. Dan kedua adalah BaTiO3,Barium titanat
pada saat ini meruapakan material ferroelektik yang sangat cepat perkembangan penelitian .
hal ini menarik karena barium titanat mempunyai struktur kristal perovskit yang sederhana,
hal ini dapat mempermudah pemahaman tentang material ferroelektrikitu sendiri.
3.2 SARAN
Saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnana ,
oleh karena itu kami sngat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pak
dosen agar makalah yang saya buat kedepannya sesuai dengan apa yang pak harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Pecchi , Gina (2008), Structural Magnetic and Catalytic Properties of Perovskit-type Mixed
Oxides LaMn1-yCoyO3(y=0,0;0,1;0,3;0,5;0,7;0,9;1), journal of Molecular Catalysis A:
Chemical,282,158-166