Anda di halaman 1dari 23

BAB III.

AIR DALAM BAHAN PANGAN


3.1 Peranan Air
Air mempunyai peranan penting di dalam suatu bahan pangan. Air merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap penampakan, tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, dan
aktivitas mikroorganisme. Karakterisitik hidratasi bahan pangan merupakan karakterisitk
fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang terkandung di
dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya.

Menurut Wirakartakusumah, dkk (1989) bahwa air dibagi atas empat tipe moleku air
berdasarkan derajat keterikatan air dalam bahan pangan, sebagai berikut:

1. Tipe I, yaitu moleku air yang terikat secara kimia dengan molekul-molekul lain
melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar. Derajat pengikatan air ini sangat besar
sehingga tidak dapat membeku pada proses pembekuan dan sangat sukar untuk
dihilangkan dari bahan. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain
yang mengandung atom-atom oksigen dan nitrogen seperti karbohidrat, protein dan
garam.
2. Tipe II, yaitu molekul air yang terikat secara kimia membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air lainnya. Jenis air ini terdapat pada mikrokapiler dan sukar
dihilangkan dari bahan. Jika air tipe ini dihilangkan seluruhnya, maka kadar air bahan
berkisar antara 3 – 7%.
3. Tipe III, yaitu molekul air yang terikat secara fisik dalam jaringan – jaringan matriks
bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain – lain. Air tipe ini mudah dikeluarkan
dari bahan, dan bila diuapkan seluruhnya, kadar air bahan mencapai 12 – 25%. Air ini
dimanfaatkan untuk pertumbuhan jasad renik dan merupakan media bagi reaksi
kimiawi.
4. Tipe IV, yaitu air bebas yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni,
dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.
Peranan air dalam berbagai produk hasil pertanian dapat dinyatakan sebagai kadar air
dan aktivitas air. Sedangkan di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan kelembaban
mutlak.
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping
ikut sebagai bahan pereaksi. Dalam suatu bahan pangan, air dikategorikan dalam 2 tipe yaitu
air bebas dan air terikat. Air bebas menunjukan sifat-sifat air dengan keaktifan penuh,
sedangkan air terikat menunjukan air yang terikat erat dengan komponen bahan pangan
lainnya. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat
secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air
kristal dan air yang terikat dalam sistem disperse.
Air terikat (bound water) merupakan interaksi air dengan solid atau bahan pangan. Ada
beberapa definisi air terikat adalah sejumlah air yang berinteraksi secara kuat dengan solute
yang bersifat hidrofilik. Air terikat adalah air yang tidak dapat dibekukan lagi pada suhu
lebih kecil atau sama dengan -40C, merupakan subtansi nonaqueousdan mempunyai sifat
yang berbeda dengan air kamba. Air dalam bahan pangan terikat secara kuat pada sisi-sisi
kimia komponen bahan pangan misalnya grup hidroksil dari polisakarida, grup karbonil dan
amino dari protein dan sisi polar lain yang dapat memegang air dengan ikatan hidrogen.

Menurut Nagashima dan Suzuki (1981), air terikat meliputi:


- Air hidratasi
- Air dalam mikrokapiler atau air yang terjebak dalam mikrokapiler
- Air yang terabsorbsi pada permukaan solid.
Air terikat berhubungan dengan energi pengikatan yang tinggi. Energi pengikatan
merupakan istilah termodinamika yang menyatakan perbedaan antara panas absorbsi air oleh
solid dengan panas kondensasi uap air pada suhu yang sama. Berdasarkan tingkat energi
pengikatan, air terikat terbagi atas tiga fraksi yaitu:
- Fraksi air terikat primer
- Fraksi air terikat sekunder
- Fraksi air terikat tersier

Proses pengawetan produk pertanian dititikberatkan kepada kandungan air pada bahan.
Kebanyakan pengawetan bahan bertujuan untuk mengurangi sebagian kadar air pada bahan
seperti pengeringan, evaporasi, dan sebagainya. Dengan berkurangnya air dan berubahnya
wujud air pada bahan maka pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis dapat
dihambat atau dihentikan, sehingga bahan lebih awet. Selain air yang terdapat pada bahan,
yang menjadi ancaman pada bahan adalah air yang terdapat di udara dalam bentuk uap air.
Hal ini menjadi ancaman bahan pada saat penyimpanan. Perbedaan tekanan uap air antara
bahan dan lingkungan dapat menyebabkan air berpindah dari lingkungan ke bahan atau
sebaliknya. Hal ini dapat menyebabkan kandungan air pada bahan bertambah atau berkurang.
Produk pertanian banyak diawetkan dalam bentuk bubuk dan tepung, Bubuk dan
tepung memiliki kadar air yang rendah dan porositas yang tinggi sehingga bersifat
higroskopis dimana produk dapat menyerap uap air dari lingkungan atau melepaskan air dari
bahan ke lingkungan. Penurunan mutu pada produk berbentuk bubuk atau tepung dapat
dilihat secara visual seperti produk menggumpal dan berair, atau reaksi enzimatis seperti
perubahan warna. Pada umumnya penyimpanan bahan pertanian dilakukan pada lingkungan
yang suhu dan kelembaban relatif (RH) yang tidak terkendali, hal ini menyebabkan bahan
akan mengalami adsorpsi maupun desorpsi secara bergantian setiap waktu.
3.2 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air
yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air
terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan
kadar air basis basah (bb) yang dinyatakan dengan persamaan dibawah ini:

(3.1)

Dimana:
m : Kadar air basis basah (%)
Wm : Berat air dalam bahan (gr)
Wm : Berat padatan (gr)
Cara lain yang digunakan untuk mengukur kadar air adalah kadar air basis kering (bk)
yaitu berat air yang diuapkan dibagi dengan berat padatan

(3.2)

Dimana:
M : Kadar air basis kering (%)

Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan
beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan).
Hubungan antara kadar air basis basah (m) dan kadar air basis kering (M) adalah
sebagai berikut:

Kemudian pembilang dan penyebut dari persamaan tersebut dibagi dengan masa
padatan kering sehingga diperoleh:

(3.3)
Hubungan diatas digunakan untuk menghitung kadar air basis basah (m) jika kadar air
basis kering (M) diketahui. Dan sebaliknya, jika kadar air basis basah (m) yang diketahui
maka kadar basis keringnya (M) adalah sebagai berikut.

(3.4)
Contoh soal 1.
Tentukan kadar air basis kering dari ikan tuna yang memiliki kadar air basis basah sebesar
70% bb.

3.3 Kadar Air Keseimbangan


Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari bahan ke
udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air keseimbangan dapat
digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses pengeringan
dengan tingkat suhu dan kelembaban udara relatif tertentu. Menurut Heldman dan Singh
(1981), Kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut pada saat
tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif
pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban relatif keseimbangan.

Gambar 3.2 Hubungan antara RH dan kadar air keseimbangan

Gambar 3.3 Kondisi keterikatan air berdasarkan RH dan Kadar Air

Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC) dari
bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan. Kadar air keseimbangan
didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan yang seimbang dengan kandungan
air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa
jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu)
dan dapat digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air minimum yang
dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban
relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju kehilangan air dari
bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di
sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan
atau keseimbangan higroskopis. Perhitungan empiris untuk menentukan kadar air
keseimbangan adalah (Henderson, 1952 dalam Hall, 1980):

(3.5)
dimana: RH = Kelembaban relatif (%)
T = Suhu absolute (K)
Me = Kadar air keseimbangan (%) b.k.
c dan n = Konstanta (tergantung dari jenis bahan)

Tabel 3.1. Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan


Produk c n

Jagung pipil 1.90


Gandum 3.30
Kedelai 1.52
Kapas 1.70
Kayu 1.41

Sumber: Handerson dan Perry, 1976


Dalam percobaan menentukan kadar air keseimbangan, kondisi termodinamika udara
(suhu dan kelembaban relatif) harus konstan. Penentuan kadar air keseimbangan ada dua
metode yaitu metode dinamis dan statis. Metode dinamis, kadar air keseimbangan bahan
diperoleh pada keadaan udara yang bergerak. Metode dinamik biasanya digunakan untuk
pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan
dan menghindari penjenuhan uap air disekitar bahan. Sedangkan metode statis, kadar air
keseimbangan bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statik biasanya digunakan
untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara disekitar bahan relatif tidak bergerak.
Menentukan Nilai Me, K, dan A
Persamaan Lewis (Lewis, 1921; Sokhansanj dan Cenkowski, 1988) digunakan untuk
menerangkan laju pengeringan pada bahan solid :

(3.6)
Dengan mengintegralkan persamaan 3.6) maka diperoleh:

(3.7)

(3.8)
Modifikasi persamaan Page (Page, 1949; Overhults et al. 1973) dalam Tan et al (2001)
diperoleh persamaan berikut :

(3.9)
Henderson dan Pabis (1961) dalam Sokhansanj dan Cenkowski (1988), menyatakan
bahwa nilai k hanya dipengraruhi oleh suhu udara pengering. Penentuan nilai k dilakukan
dengan asumsi bahwa perubahan suhu bahan terhadap waktu dan suhu udara pengering
adalah eksponensial. Untuk menduga nilai k, model yang digunakan mengikuti persamaan
Arhenius :

(3.10)
Menurut Henderson dan Perry (1976), model pengeringan lapisan tipis adalah :

(3.11)
Dimana, konstanta A adalah faktor bentuk tergantung bentuk geometri bahan yang
dikeringkan. Untuk bentuk :
Lempeng : A = 8 π-2 = 0.81057
Bola : A = (8 π-2)-3 = 0.53253
Silinder : A = 6 π-2 = 0.60793
Sedangkan Me adalah kadar air keseimbangan (% bk) dan K adalah konstanta

pengeringan, yaitu : , dimana DV = difusifitas massa


persamaan kadar air keseimbangan dapat dibuat dalam bentuk ;
(3.12)

dengan : M = Nilai

deret
Sehingga persamaan di 3.12) menjadi :

dengan mendiferensialkan persamaan di atas terhadap Me, K dan A, maka


didapatkan:

(3.13)

(3.14)

(3.15)
Dengan menggunakan metoda kuadrat terkecil (least square), persamaan (3.12) dapat
dinyatakan dalam bentuk :

dengan syarat minimum adalah :


Dari persamaan (9), dapat dibuat 3 persamaan simultan dengan 3 bilangan yang tidak

diketahui, yaitu ; . Adapun bentuk persamaan simultannya adalah

Persamaan (3.16) – (3.18) dapat dibuat dalam bentuk yang sederhana, seperti berikut :
P1 ΔMe + Q1 ΔK + R1 ΔA = X1 (3.16)
P2 ΔMe + Q2 ΔK + R2 ΔA = X2 (3.17)
P3 ΔMe + Q3 ΔK + R3 ΔA = X3 (3.18)
Persamaan (13) – (15), dalam bentuk matrik dapat ditulis seperti berikut ini :

=
Untuk menyelesaikan matrik persamaan (3.16 -3.18), untuk menentukan ΔMe, ΔK dan
ΔA dengan cara terlebih dahulu menentukan nilai sembarang untuk ΔMe, ΔK dan ΔA.
Perhitungan iterasi untuk nilai variable baru dilakukan dengan cara trial dan error.
Proses iterasi dilakukan terus sampai diperoleh hasil yang konvergen antara nilai
variabel yang lama dengan nilai variable yang baru. Untuk mendapatkan hasil yang
konvergen, maka harus dipenuhi syarat tertentu, yaitu nilai dari elemen-elemen diagonalnya
tidak boleh mengandung nilai nol dan harga mutlak dari nilai elemen dari diagonal utamanya

harus lebih besar dari harga mutlak jumlah nilai elemen-elemen yang lainnya. >

dimana N = jumlah persamaan, i = 1,2,……N.

3.4 Aktivitas Air


Dalam bahan pangan, air berperan sebagai pelarut yang digunakan selama proses
metabolisme, dimana kandungan air suatu bahan pangan tidak dapat digunakan sebagai
petunjuk nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Tingkat mobilitas dan peranan air
dalam bahan pangan bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air atau
water activity (Aw) yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Berbagai jenis mikroorganime yang yang dapat hidup pada nilai Aw
tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.2:

Tabel 3.2 Nilai Aw yang dapat ditumbuhi mikroorganisme

Mikroorganisma Aktivitas air


Organisma penghasil lendir pada daging 0,98
Spora Pseudomonas, Bacillus cereus 0,97
Spora B. subtilis, C. botulinum 0,95
C. botulinum, Salmonella 0,93
Bakteri pada umumnya 0,91
Ragi pada umumnya 0,88
Aspergillus niger 0,85
Jamur pada umumnya 0,80
Bakteri halofilik 0,75
Jamur Xerofilik 0,65
Ragi Osmofilik 0,62

Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kimia yang nilainya bervariasi dari 0
sampai 1. Pada nilai aktivitas air sama dengan 0 berarti molekul air yang bersangkutan sama
sekali tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses kimia. Sedangkan nilai aktivitas air sama
dengan 1 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal.
Aktivitas air merupakan salah satu parameter hidratasi yang sering diartikan sebagai air
dalam bahan yang digunakan untuk pertumbuhan jasad renik. Scott (1957) dalam Purnomo
(1995), pertama kali menggunakan aktivitas air sebagai petunjuk adanya sejumlah air dalam
bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air ini juga
terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan.
Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air dari larutan
dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama.

(3.19)
Dimana :
P : tekanan uap air dari larutan pada suhun T
Po : tekanan uap air murni pada suhu T
Aktivitas air dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan, menurut
hukum Raoult, aw berbanding lurus dengan jumlah molekul di dalam pelarut (solvent) dan
berbanding terbalik dengan jumlah molekul di dalam larutan (solution).

(3.20)
Dimana:
n1 = jumlah molekul zat yang dilarutkan
n2 = jumlah molekul air
Parameter ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relatif berimbang
(equilibrium relative humidity = ERH) dibagi 100.
(3.21)
Aktivitas air mengambarkan sifat dari bahan pangan itu sendiri sedangkan ERH
menggambarkan sifat lingkungan atmosfir yang berada dalam keadaan seimbang dengan
bahan tersebut. Bertambah atau berkurangnya kandungan air sesuatu bahan pangan pada
suatu keadaan lingkungan yang diberikan tergantung pada ERH. Aktivitas air dari bahan
adalah untuk mengukur terikatnya air pada bahan pangan atau komponen bahan pangan
tersebut dimana aw dari bahan pangan cenderung untuk berimbang dengan aw lingkungan
sekitarnya. Grafik hubungan antara kadar air dengan aw pada berbagai produk pangan.

Gambar 3.4. Hubungan Nilai aw dan Kadar Air pada berbagai bahan pangan
Contoh Soal 3.1
Ikan teri kering diberada pada lingkungan yang RH 30% pada suhu 15 oC selama 5 jam tanpa
perubahan berat. Kadar air yang diukur adalah 7.5% bb. Produk dipindahkan ke lingkungan
yang RH 50%. Dan pertambahan berat menjadi 0.1 kgH2O/kg produk sebelum keseimbangan
dicapai. Tentukan:
a. Aktivitas air produk pada lingkungan pertama dan kedua.
b. Hitung kadar air produk basis kering pada kedua lingkungan.
Jawab
RH keseimbangan 30% pada lingkungan pertama dengan kadar air produk 7.5%bb. Untuk
lingkungan dengan RH 30% akan jadi kadar air 0.075 kg H2O/kg produk
a. Kadar air bahan pangan adalah kelembaban relatif keseimbangan (moisture content
equilibrium) dibagi 100. Pada lingkungan petama aktivitas airnya adalah 0.3, dan pada
lingkungan kedua aktivitas airnya adalah 0.5.
b. Kadar air basis kering 7.5 %bb adalah 8.11% bk. Terjadi pertambahan berat pada RH 50%.
Atau dalam basis keringnya adalah:

Dalam mengontrol aktivitas air atau kelembaban relatif dapat digunakan berbagai jenis
garam seperti tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 3.3 Nilai Aw yang terbentuk dari larutan garam jenuh
Garam Water Activity (Aw)
jenuh 5 oC 15 oC 25 oC 35 oC
LiBr 0.074 0.069 0.064 0.597
LiCl 0.113 0.113 0.113 0.113
KCH3CO2 0.291 0.234 0.225 0.216
MgCl2 0.336 0.333 0.328 0.321
K2CO3 0.431 0.432 0.432 0.436
Mg(NO3)2 0.589 0.559 0.529 0.499
NaNO2 0.732 0.693 0.654 0.628
SrCl2 0.771 0.741 0.709 -
NaCl 0.757 0.756 0.753 0.749
(NH4)2SO4 0.824 0.817 0.803 0.803
KCl 0.877 0.859 0.843 0.830
BaCl2 - 0.910 0.903 0.895
K2SO4 0.985 0.979 0.973 0.967

DAFTRA PUSTAKA

Adawiyah, D.R. 2006. Hubungan sorpsi air, suhu tansisi gelas dan mobilitas air serta pengaruhnya
terhadap stabilitas produk pada model pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB
Brunauer,S., P.H. Emmett dan E. Teller .1938. Adsorption of gasses in multimolecular layers. J.
Am. Chem. Soc. 60:309.
Hall. C.W. 1980. Drying and storage of agricultural crops. The AVI Publishing Company Inc.
Westport, Connecticut.
Purwadaria, H.K dan H.R. Heldman. 1980. Computer simulation of vitamin degradation in a dry
model food system during strorage. J. of Food Process Engineering. Vol. 3(1) : 7-28.
Purnomo, Hari. 1995. Aktivitas air dan peranannya dalam pengawetan pangan. UI-Press. Jakarta.
Somantri, A.S. 2003. Persamaan korelasi kadar air keseimbangan untuk lada. Buletin Keteknikan
Pertanian. IPB
Wirakartakusumah, M.A dkk .1989. Prinsip teknik pangan. Pusat Antar Universitas (PAU). IPB

Aktivitas air atau Aw adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air
solven murni pada temperatur yang sama (aw = p/po). Aktifitas air paling umum digunakan
sebagai kriteria untuk keamanan pangan dan kualitas pangan.

Aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat digunakan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya. Secara sederhana, Aw adalah ukuran dari status energi air
dalam suatu sistem. Air murni mempunyai aw 1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya
terdehidrasi memiliki aw = 0. Hubungan aktivitas air dengan stabilitas pangan diantaranya
adalah, aktivitas air bahan pangan berkaitan dengan stabilitas, reaksi kimia kerusakan bahan
pangan tertentu terjadi pada tingkat Aw tertentu, serta kebutuhan mikroba akan air
dinyatakan dengan istilah aw (water activity).

Istilah kadar air dan aktivitas air adalah dua hal yang berbeda. Kadar air lebih mengarah pada
seberapa banyak air yang terkandung dalam produk pangan, sedangkan Aw lebih pada
seberapa banyak air yang dapat digunakan untuk aktivitas pertumbuhan mikroba pada pangan
tersebut.

Aktifitas air ( water activity “ aw” ) merupakan parameter yang lebih tepat untuk mengukur
aktivitas mikroba pada bahan pangan . Untuk meramalkan populasi mikroba yang berperan
dalam kerusakan bahan pangan sehingga tipe dan bentuk kerusakan yang terjadi diketahui .
Selain itu aw dapat digunakan sebagai indikator dalam usaha pengawetan bahan pangan .

Jika kandungan air bahan diturunkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat.
Pertumbuhan bakteri patogen terutama Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum
dapat dihambat jika aw bahan pangan < 0.8 sementara produksi toksinnya dihambat jika aw
bahan pangan kurang dari < 0.85. Sehingga, produk kering yang memiliki aw < 0.85, dapat
disimpan pada suhu ruang. Tapi, jika aw produk >0.85 maka produk harus disimpan dalam
refrigerator untuk mencegah produksi toksin penyebab keracunan pangan yang berasal dari
bakteri patogen. Perlu diperhatikan bahwa nilai aw < 0.8 ditujukan pada keamanan produk
dengan menghambat produksi toksin dari mikroba patogen. Pada kondisi ini, mikroba
pembusuk masih bisa tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Bakteri dan kamir butuh
kadar air yang lebih tinggi daripada kapang. Sebagian besar bakteri terhambat
pertumbuhannya pada aw < 0.9; kamir pada aw < 0.8 dan kapang pada aw < 0.7. Beberapa
jenis kapang dapat tumbuh pada aw sekitar 0.6

https://meitaisme.wordpress.com/tuu-gaasss/kimia-pangan/laporan-air/

Makalah Kimia Pangan 1 HUBUNGAN AIR DENGAN UMUR SIMPAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua
atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antara keduanya.
Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip
kunci yang masuk lubangnya, kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolong senyawa alam
yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang
hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia
seperti logam kalium.

Oksigen mempunyai nomor atom 8 dan massa atom 16, terletak pada periode ke-2 dan
golongan VI A pada sistem periodik. Sebuah atom oksigen mempunyai delapan elektron, dua
elektron berada pada kulit elektron bagian dalam (kulit K) dan enam elektron berada pada kulit
berikutnya (kulit L), jadi kulit L belum penuh atau masih bias diisi dua elektron. Sedang sebuah atom
hydrogen dengan nomor atom 1 hanya mempunyai satu elektron pada kulit K, jadi belum penuh
atau kekurangan satu elektron. Kulit yang belum terisi penuh tersebut tidak mantap dan elektronnya
cepat bergabung dengan elektron lain untuk memenuhi ruang dalam suatu kulit. Kulit yang telah
terisi penuh merupakan bentuk yang mantap, dan setelah hal itu terjadi, maka akan dilawannya
setiap usaha pemisahan.

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak
pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan
makanan kerena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan yang kering
sekalipun seperti buah kering, tepung biji-bijian mengandung air dalam jumlah tertentu (Ir.
Muhammad Arfah, 1993).Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan
makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup.

Air dalam industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu
makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang
diolah, oleh karena itu perlu adanya suatu standar untuk masing-masing jenis pengolahan. Air yang
digunakan pada industri umunya harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau,
jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi dan mangan, serta dpat diterima secara
bakteriologis yaitu tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan
yang diolah (Slamet Sudarmadji, 2003)
Air juga berpengaruh terhadap umur simpan, umur simpan merupakan rentang waktu antara
saat produk mulai dikemas dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana
mutu sangat berpengaruh pada suatu produk, semakin baik mutu suatu produk maka semakin
memuaskan konsumen.

Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan
kemanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saa produk sampai ke tangan
konsumen. Informassi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen,
konsumen, penjual, dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamam
kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberi petunjuk terjadinya perubahan
citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Perubahan-perubahan tersebut secara
langsung akan mempengaruhi mutu dari suatu produk. Untuk itu, perlu diketahui umur simpan dari
setiap produk.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang uraian di atas maka kami akan mengambil tema
Hubungan Air Dengan Umur Simpan

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian kadar air ?

2. Apakah pengertian aktivitas air ?

3. Apakah pengertian kadar air kesetimbangan ?

4. Bagaimana menentukan kadar air ?

5. Apakah pengertian umur simpan ?

6. Bagaimana pengaruh kadar air dan aktivitas air terhadap umur simpan ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan pengertian kadar air

2. Mendeskripsikan pengertian aktivitas air

3. Mendeskripsikan pengertian kadar air kesetimbangan


4. Untuk mengetahui bagaimana menentukan kadar air

5. Mendeskripsikan pengertian umur simpan

6. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kadar air dan aktivitas air terhadap umur simpan

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan
kepustakaan yang bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang
diteliti karena penyusun tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek pengamatan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kadar air terhadap umur simpan.

1.5 Manfaat Penulisan

1. Bagi Pemerintah

Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas industri pangan.

2. Bagi Dosen

Bisa dijadikan sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini agar
para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.

3. Bagi Mahasiswa

Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kadar Air

Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan.
Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan
dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap
kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian
dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif. Aktivitas air dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Aw = ERH/100

Aw = aktivitas air

ERH = kelembaban relative seimbang

Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif pada
hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering
disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan
lainnya. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan
Aw yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan
Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh
bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan
jenis ini mempunyai Aw yang rendah (Wulanriky,2011).

Menurut Fennemena (1996), memaparkan adanya hubungan antara kadar air dalam bahan
pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan
penguap air bertujuan untuk mengawetakan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap
kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet
bahan pangan ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotic, kelembaban relative
berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan konsentrasi larutan hanya sedikit berhubungan dengan
sifat-sifat air yang terdapat dalam bahan pangan dan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata
dalam menentukan ketahanan simpan. Karenanya lalu muncul istilah aktivitas air yang digunakan
untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang
reaksi biologis atau kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan
komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia
hidrolik (Syarief dan Halid, 1993).

2.2 Aktivitas Air

Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air
solven murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po ). Aktivitas air (singkatan: aw) adalah sebuah
angka yang menghitung intensitas air di dalam unsur-unsur bukan air atau benda padat. Secara
sederhana, itu adalah ukuran dari status energi air dalam suatu sistem. Hal ini didefinisikan sebagai
tekanan uap dari cairan yang dibagi dengan air murni pada suhu yang sama , karena itu, air suling
murni memiliki aw tepat satu. Semakin tinggi suhu biasanya aw juga akan naik, kecuali untuk benda
yang yang mengkristal seperti garam atau gula.

Semakin tinggi aw dalam sebuah benda, akan lebih menopang kehidupan mikroorganisme.
Bakteri biasanya memerlukan aw paling tidak 0.91 dan jamur paling tidak 0.7.

Air akan berpindah dari benda dengan aw tinggi ke benda dengan aw rendah. Sebagai contoh,
jika madu (aw ≈ 0.6) ditempatkan di udara terbuka yang lembap (aw ≈ 0.7), maka madu akan
menyerap air dari udara.

Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan dan
bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada
konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut (mis. gula, garam). Air murni mempunyai aw
1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Bakteri Gram negatif lebih
sensitif terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw minimum untuk multiplikasi
sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan aw minimum sebesar 0,96,
sedangkan Penicillium 0,81. Meskipun demikian aw minimum untuk Staphylococcus aureus adalah
0,85.

Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti
dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan
pangan tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai
Aw yang paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah
0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup
pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw =
0,99. Pada produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw. Cara
menurunkan nilai Aw antara lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air (
Ahmadi & Estiasih,2009).

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap
serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar
dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-
0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan
dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan
penjemuran atau dengan alat pengering buatan (Winarno,1992).

2.3 Kadar Air Kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan kadar air bahan pangan ketika uap air bahan
tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami
penambahan atau pengurangan bobot produk (Fellows, 1990). Kadar air kesetimbangan adalah
kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan tertentu dalam periode waktu yang
lama (Brooker et al., 1992).

Kadar air kritis kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk menentukan dan
menggunakan kurva sorpsi isotermis produk tersebut. Kurva tersebut digunakan untuk
mendapatkan informasi tentang perpindahan air selama proses adsorpsi atau desorpsi. Proses
penyerapan air (adsorpsi) terjadi saat kelembaban relative lingkungan lebih tinggi dibandingkan
dengan kelembaban relative bahan pangan. Kelembaban relative lingkungan yang lebih rendah
daripada kelembaban bahan menyebabkan terjadinya distribusi uap air dari bahan ke lingkungan
melalui proses penguapan (desorpsi) (Brooker et al., 1992). Penambahan atau penurunan bobot
sampel selama penyimpanan menunjukkan fenomena hidratasi (deMan, 1979)

Uap air akan berpindah dari lingkungan ke produk atau sebaliknya sampai tercapai kondisi
kesetimbangan. Perpindahan uap air ini terjadi sebagai akibat perbedaan RH lingkungan dan produk,
dimana uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH rendah. Tercapainya kondisi kesetimbangan
antara sampel dan lingkungan ditandai oleh bobot sampel yang konstan. Bobot yang konstan
ditandai oleh selisih penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang
disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH
di atas 90% (Adawiyah, 2006).

Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode
statis dan dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pangan pada tempat
dengan RH dan suhu yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan ditentukan
dengan meletakkan bahan pangan pada kondisi udara bergerak. Metode dinamis sering digunakan
untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan
dan menghindari penjenuhan uap air disekitar bahan (Brooker et al., 1992).
2.4 Penentuan Kadar Air

Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada
sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam
oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat
sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang
tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti
bahan bekadar gula tinggi, minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan
dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai
pengering, sehingga mencapai berat yang konstan. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar
airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan
terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang
mempengaruhi indeks refraksi. Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk
menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan
dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-
bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun
1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi langsung dari bahan
basah dengan larutan iodine, sulfur, dioksida, dan piridina dalam methanol. Perubahan warna
menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno.1992).

2.5 Umur Simpan

Umur simpan adalah periode waktu dimana makanan atau minuman yang diproduksi masih
dapat dikonsumsi. kadaluarsa adalah waktu dimana makanan atau minuman yang diproduski sudah
tidak boleh dikonsumsi lagi. parameternya dari umur simpan dan kadaluarsa tersbut dari banyak
faktor, namun saya bagi 3 faktor saja yaitu dari bahan kemas, bahan pangan itu sendiri dan faktor
lingkungan.

Bahan kemas dapat menjadi faktor dimana umur simpan akan berbeda padahal produkny
sama. fungsi dari pengemasan adalah memperlambat proses deteriorasi, yaitu penyimpangan suatu
produk dari mutu awalnya. Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun
ekstrinsik yang akan memicu reaksi ini di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau
proses fisik yaitu penyerapan uap air atau gas dari sekelilingnya. Hal ini menyebabkan perubahan
terhadap produk meliputi perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun
mikrobiologis. misalnya saja kemasan plastik akan berbeda dengan kemasan kaca. permeabilitas
kaca lebih kecil dari pada plastik sehingga plastik lebih mudah terjadi transfer udara atau uap air. di
antara plastik juga punya permeabilitas yang berbeda. penentuan kemasan ini juga menjadi salah
satu faktor untuk menentukan umur simpan makanan.

Faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, panas, kelembaban, tekanan fisik, dll menjadi faktor
yang diperhitungkan juga dalam penentuan umur simpan. misalanya saja produk yang disimpan di
suhu tropis akan berbeda umur simpannya dibanding yang disimpan di suhu subtropis. makanan
biasanya disimpan di tempat yang tidak panas dan tidak dingin, namun kadang kala baik dalam
transportasi ataupun penyimpanan ternyata terkena faktor lingkungan yang ekstrim, maka
perusahaan akan mempertimbangkan juga umur simpan dari makanan tersebut jika produknya akan
terkena faktor lingkungan yang tidak biasa.

2.6 Pengaruh Kadar Air Dan Aktivitas Air Terhadap Umur Simpan

Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari
makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan)
dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan
enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2004). selama penyimpanan akan
terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami
penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2010).

Menurut Labuza (1982), hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas
adalah sebagai berikut:

1. Produk dikatakan pada selang aktivitas air sekitar 0.7-0.75 dan di atas selang tersebut
mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun.

2. Pada selang aktivitas air sekitar 0.6-0.7 jamur dapat mulai tumbuh.

3. Aktivitas air sekitar 0.35-0.5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahannya.

4. Produk pasta yang terlalu kering selama pengeringan atau kehilngan air selama distribusi atau
penyimpanan, akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis. Hal
ini terjadi pada selang aktivitas air 0.4-0.5.

Aktivitas air ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relative kesetimbangan
(equilibrium relative humidity = ERH) dibagi dengan 100 (Labuza, 1980 diacu dalam Arpah, 2001).
Aktivitas air menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat
lingkungan disekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Bertambah
atau berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan sangat
tergantung pada ERH lingkungannya.

Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah air yang tersedia
untuk pertumbuhan mikroba didalamnya. Jumlah air didalam bahan yang tersedia untuk
pertumbuhan mikroba dikenal dengan istilah aktivitas air (water activity = aw). Jika kandungan air
bahan diturunkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Pertumbuhan bakteri patogen
terutama Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum dapat dihambat jika aw bahan pangan <
0.8 sementara produksi toksinnya dihambat jika aw bahan pangan kurang dari < 0.85. Sehingga,
produk kering yang memiliki aw < 0.85, dapat disimpan pada suhu ruang. Tapi, jika aw produk >0.85
maka produk harus disimpan dalam refrigerator untuk mencegah produksi toksin penyebab
keracunan pangan yang berasal dari bakteri patogen. Perlu diperhatikan bahwa nilai aw < 0.8
ditujukan pada keamanan produk dengan menghambat produksi toksin dari mikroba patogen. Pada
kondisi ini, mikroba pembusuk masih bisa tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Bakteri dan
kamir butuh kadar air yang lebih tinggi daripada kapang. Sebagian besar bakteri terhambat
pertumbuhannya pada aw < 0.9; kamir pada aw < 0.8 dan kapang pada aw < 0.7. Beberapa jenis
kapang dapat tumbuh pada aw sekitar 0.62. Karena itu, kapang sering dijumpai mengkontaminasi
makanan kering seperti ikan kering dan asin yang tidak dikemas. Penghambatan mikroba secara total
akan terjadi pada aw bahan pangan < 0.6.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan.

2. Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven
murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po ).

3. Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan
tertentu dalam periode waktu yang lama (Brooker et al., 1992).
4. Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat
bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven,
oven vakum, refractometer, reaksi kimia air dari titrasi langsung dari bahan basah.

5. Umur simpan adalah periode waktu dimana makanan atau minuman yang diproduksi masih dapat
dikonsumsi.

6. Bila kadar air tinggi dan Aw rendah maka air terikat akan meningkat dan mikroba menurun sehingga
memperpanjang umur simpan ditambah dengan penyimpanan yang tepat.

http://laporannurainisolihat.blogspot.co.id/2015/02/makalah-kimia-pangan-1-hubungan-air.html

Anda mungkin juga menyukai