Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOKIMIA
ACARA I
ANALISIS KADAR AIR DAN KADAR ABU

DISUSUN OLEH:
ZAHARA LINDRA RAHMADIA
26020113120011
ILMU KELAUTAN A
KELOMPOK I (SHIFT I)
ASISTEN:
SETIA DEVI KURNIASIH
26020110110038
INTAN CHANDRA DEWI
26020111120002

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2014
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mahkluk hidup terdiri dari sebagian besar air dan merupakan penyusun utama
dalam tubuh, yaitu sekitar 96% air dan bahan organik. Bahan pangan termasuk
bahan yang menganduk banyak air dan berguna sebagai sumber nutrisi, namun air
yang terdapat dalam bahan tesebut juga sangat berpengaruh pada lama
penyimpanan bahan. Contohnya rumput laut yang dimana memiliki kandungan
mineral yang tinggi yang nantinya dapat diolah menjadi bahan bahan pangan dan
sebagainnya (Alang, 2012)
Sering kali kita mengalami kesulitan untuk menentukan kandungan mineral
suatu bahan secara langsung dari bahan aslinya seperti apa yang ada di dalam
bahan pangan tersebut. Kandungan mineral tersebut dapat diukur melalui analisis
kadar abu yang terdapat pada rumput laut tersebut ( Puspitasari, 1991).
Selain itu agar dalam proses pengolahan rumput laut tersebut kandungan
mineralnya tidak terbuang / tidak rusak maka kita harus menegetahui kadar air
yang terkandung dalam rumput laut tersebut agar dapat menentukan metode
pengolahan yang tepat untuk pengolahan rumput laut tersebut (Alang, 2012)
1.2 Tujuan Praktikum
a. Menentukan kadar air pada rumput laut (Sargassum polycystum)
b. Menentukan kadar abu pada rumput laut (Sargassum polycystum)
1.3 Manfaat Praktikum
a. Mengetahui kadar air pada rumpu laut Sargassum polycystum
b. Mengetahui kadar air pada rumpu laut Sargassum polycystum

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1Sargassum polycystum
Sargassum polycystum merupakan spesies dari makroalga divisi
Phaeophyta. Ciri-ciri Sargassum polycytum memiliki thalus berduri-duri kecil
merapat, holofast membentuk cakram kecil dengan di atasnya secara
karakteristik terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi ke segala
arah. Thallus pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun.
Rumput laut ini hidup di daerah tropis, merupakan sumber penghasil
alginat. Polimer alginat yang bersifat koloid, membentuk gel, dan bersifat
hidrofilik menyebabkan senyawa ini dimanfaatkan sebagai emulsifying agent,
thickening agent, dan stabilizing agent. (McHugh, 1987).
Klasifikasi tumbuhan Sargassum polycystum adalah sebagai berikut :
Divisi

: Phaeophyta

Kelas

: Phaeophyceae

Bangsa

: Fucales

Suku

: Sargassaceae

Marga

: Sargassum

Jenis

: Sargassum polycystum

II.2Kadar Air
Kadar air merupakan perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Setiap bahan jika diletakkan dalam udara terbuka kadar
airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya.
Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang (Zulidar , 2011).
II.2.1

Pengertian Air
Menurut Sutrisno tahun 1996 Air merupakan suatu sarana
utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air
merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit.
Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk
bumi (zat padat, air dan atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70%

sedangkan sisanya 30% berupa daratan apabila dilihat dari permukaan


bumi.
Air yang terdapat dalam suatu bahan makanan terdapat dalam
tiga bentuk:
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antarsel

dan

intergranular dan pori-pori yang terdapat pada bahan.


2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi)
pada permukaan koloid makromolekulaer seperti protein,
pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi di
antara kolloid tersebut dan merupakan pelerut zat-zat yang
ada di dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap
mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada
proses pembekuan. Ikatan antara air dengan kolloid
tersebut merupakan ikatan hidrogen.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk
hidrat. Ikatannya berifat ionik sehingga relatif sukar
dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku
meskipun pada suhu 0o F.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
kesegaran dan daya tahan bahan itu sendiri. Sebagian besar dari
perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang
ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri.
Keterikatan air dalam bahan makanan atau bound water dibagi
menjadi 4 tipe, antara lain :
1. Tipe I. Tipe molekul air yang terikat pada molekul-molekul
air melalui suatu ikatan hydrogen yang berenergi besar.
Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul
lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti
karbohidrat, protein atau garam.

2. Tipe II. Tipe molekul-molekul air membentuk ikatan


hydrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam miro
kapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni.
3. Tipe III. Tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan
matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lainlain. Air tipe inisering disebut dengan air bebas.
4. Tipe IV. Tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu
bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa.(F.G.
Winarno, 1999)
II.2.2

Metode Penentuan Kadar Air


Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan
kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada
suhu 105-110C selama 3 jam. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan
yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum
dengan suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar gula tinggi,
minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan
dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam desikator
dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat yang
konstan. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat
diukur dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan
padatan terlarutnya pula.
Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang
dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan
diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun,
tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer
pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi
kimia air dari titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodine,

sulfur, dioksida, dan piridina dalam methanol. Perubahan warna


menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno.1992).
Kadar air dapat dianalisis / ditentukan dengan beberapa
metode, diantaranya :
1. Metode Pengeringan
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan
dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai
berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini
relatif mudah dan murah.
Kelemahan cara ini adalah :
Bahan lain juga ikut menguap dan ikut hilang bersama
dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat dan lain

lain.
Dapat

terjadi

reaksi

selama

pemanasan

yang

menghasilkan air atau zat mudah menguap. Contoh


gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak

mengalami oksidasi.
Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari

terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun


reaksi yang lain karena pemanasan. Maka dapat dilakukan
dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian
akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang
sebenarnya (Sudarmadji,2003).

2. Metode Destilasi
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah
menguapkan air dengan pembawa cairan kimia yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat
bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah

dari pada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain :
toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol. Cara
penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak
75-100 ml pada sampel yang diberikan mengandung air
sebanyak 2-5 ml kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap
air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam
tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada
zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada
tabung penampung. bila pada tabung penampung dilengkapi
skala maka banyaknya dapat diketahui. Cara destilasi ini baik
untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya
kecil yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan
kadar

air

ini

hanya

memerlukan

waktu

jam

(Sudarmadji,2003).
3. Metode Kimiawi
a. Titrasi Karl Fischer
b. Calcium Carbid
c. Asetil Chlorida
4. Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini
antara lain :
a. Berdasarkan tetapan dieletrikum
b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik)
atau resistensi
c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR =

II.2.3

Nuclear Magnetic Resonance) (Sudarmadji,2003).


d.
Faktor yang Mempengaruhi Kadar Air
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa
tersebut(pengeringan) adalah :
a. Luas pengeringan
b. Permukaan bahan yang luas menyebabkan air lebih mudah
berdifusi atau menguap sehingga kecepatan penguapan lebih cepat

dan bahan lebih cepat kering. Ukuran yang kecil menyebabkan


c.

penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas.


Suhu
Jika suhu semakin tinggi, maka uap air yang tertampung akan
lebiih banyak sebelum mencapai kejenuhan. Dapat disimpulkan
bahwa udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan

pangan sehingga proses pengeringan lebih cepat.


d. Kecepatan pergerakan udara
Jika sirkulasi udara / perputaran udara lebih cepat, maka proses
pengeringan pun akan jauh lebih cepat. Pada proses pegerakan
udara, uap air dari bahan akan diambil dan terjadi mobilitas yang
menyebabkan udara tidak pernah mencapai titik jenuh.
e. Kelembaban udara
Jika bahan pangan dikeringkan di udara, semakin kering udara
tersebut (kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan
semakin tinggi.
f. Tekanan atmosfer
Jika pengeringan bahan pangan dilakukan pada suhu konstan dan
tekanan diturunkan, maka penguapan akan lebih cepat terjadi.
g. Penguapan air
Pada proses penguapan air dari permukaan bahan, terjadi proses
pengambilan energi dari bahan menjadi dingin. Penguapan yang
terjadi selama pengeringan tidak menghilangkan semua air yang
terdapat dalam bahan pangan.
h. Lama pengeringan
Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek
dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan dibandingakan
dengan pengeringan yang lebih lama dan suhu rendah (Ahmadi &
Estiasih,2009).
II.2.4

Standart Kadar Air yang Baik untuk Rumput Laut


Berdasarkan Zailanie tahun 2001, standart untuk alginate (rumput laut)
adalah :

Karakteristik
Kemurnian (% Bobot Kering)
Kadar As
Kadar Pb
Kadar abu 18 27 %
Kadar Hg
Kadar Air

Natrium Alginat
90.8 100%
< 3 ppm
< 10 ppm
18- 27 %
< 0,004 %
< 15 %

II.3Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga
di kenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran,
bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah
disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas
diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis
dilakuakan pada manusia. Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi
manusia masih belum sepenuhnya diketahui (Winarno,1997).
II.3.1

Pengertian Abu
Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara
mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan.
Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan
pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam
bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri
(indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam
bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Abu dalam
bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak
larut. (Puspitasari, et.al, 1991)

II.3.2

Metode Penentuan Kadar Abu


Penentuan kadar abu sesuai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengabuan cara langsung (Cara Kering).
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar

500600C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang


tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji,
1996). Mekanisme pengabuan pada percobaan ini adalah
pertama-tama cawan porselin dioven selama 1 jam. Cawan
porselin adalah tempat atau wadah yang digunakan dalam
pengabuan, karena penggunaannya luas dan dapat mencapai
berat konstan maka dilakukan pengovenan. Kemudian
didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator.
Lalu timbang cawan sebagai berat a gram. Setelah itu
masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam cawan dan catat
sebagai berat b gram. Pengabuan di anggap selesai apabila di
peroleh pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu
(Tamiang, 2011).
Pengabuan
yang

dilakukan

didalam muffle dilakukan

melalui 2 tahap yaitu :


a) Pemanasan pada suhu 300C yang dilakukan dengan
maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang
bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan
asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b) Pemanasan pada suhu 800C yang dilakukan agar
perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak
secara tiba-tiba agar tidak memecahkan cawan yang
mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.
Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur
selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, cawan
porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan
air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan
dalam muffle dimana
sehingga

pada

memungkinkan

bagian
air

atas

masuk,

muffle berlubang
kemudian

cawan

dimasukkan dalam deksikator yang dilengkapi zat penyerap air


berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat

sebagai bera c gram. Beberapa kelemahan maupun kelebihan


yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung.
Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a) Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan
makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan
untuk sampel yang relatif banyak,
b) Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak
larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam.
c) Tak menggunakan regensia, biaya lebih murah dan
tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen
berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
a) Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b) Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
c) Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian
suhu tinggi (Apriantono 1989).
5. Pengabuan cara tidak langsung (Cara Basah)
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu
memberikan reagen kimia tertentu pada bahan sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan
adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik
selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Proses
pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk
kerak

sehingga

menyebabkan

percepatan

oksidasi.

Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat


membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen
semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga
mempercepat

proses

pengabuan.

Mekanisme

pengabuannya adalah pertama-tama cawan porselin dioven


selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit,
setelah itu dimasukkan ke dalam desikator (Sudarmadji,
1996).

Lalu timbang cawan sebagai berat a gram. Setelah


itu masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam cawan dan
catat sebagai berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol
alkohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan
sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi
pengabuan,

abu

dalam muffle selama

yang
1

hari.

terbentuk
Sebelum

dibiarkan
dilakukan

penimbangan, cawan porselin dioven terlebih dahulu


dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap
oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada
bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air
masuk, kemudian cawan dimasukkan dalam eksikator yang
telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah
itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat c gram.
Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang
bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K dan P menguap.
Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi
K2CO3 dan CaCO3. pengeringan pada metode ini
bertujuan untuk mendapatkan berat konstan. Sebelum
sampel dimasukkan dalam cawan, bagian dalam cawan
dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan bagian
dalam cawan oleh zat asam yang terkandung dalam sampel
dan utnuk menyerap air yang kemungkinan ada pada cawan
(Anonim 2010c).
Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a) Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b) Suhu yang digunakan relatif rendah,
c) Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif
rendah,
d) Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat
pengabuan, dan

e) Penetuan kadar abu lebih baik


Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung,
meliputi :
a) Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam
beracun,
b) Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan
c) Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.
II.3.3

Faktor yang Mempengaruhi Kadar Abu


Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar abu:
a. Luas pengeringan
Permukaan bahan yang luas menyebabkan air lebih mudah
berdifusi atau menguap sehingga kecepatan penguapan lebih cepat
dan bahan lebih cepat kering. Ukuran yang kecil menyebabkan
penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas.
b. Suhu
Jika suhu semakin tinggi, maka uap air yang tertampung akan
lebiih banyak sebelum mencapai kejenuhan. Dapat disimpulkan
bahwa udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan
pangan sehingga proses pengeringan lebih cepat.
c. Kecepatan pergerakan udara
Jika sirkulasi udara / perputaran udara lebih cepat, maka proses
pengeringan pun akan jauh lebih cepat. Pada proses pegerakan
udara, uap air dari bahan akan diambil dan terjadi mobilitas yang
menyebabkan udara tidak pernah mencapai titik jenuh.
d. Kelembaban udara
Jika bahan pangan dikeringkan di udara, semakin kering udara
tersebut (kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan
semakin tinggi.
e. Tekanan atmosfer
Jika pengeringan bahan pangan dilakukan pada suhu konstan dan
tekanan diturunkan, maka penguapan akan lebih cepat terjadi.
f. Penguapan air

Pada proses penguapan air saat di oven & di tanur pengeringan


dari permukaan bahan, terjadi proses pengambilan energi dari
bahan

menjadi

dingin.

Penguapan

yang

terjadi

selama

pengeringan tidak menghilangkan semua air yang terdapat dalam


bahan pangan.
f. Lama pengeringan
Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek
dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan dibandingakan
dengan pengeringan yang lebih lama dan suhu rendah (Ahmadi &
Estiasih,2009).
II.3.4

Standart Kadar Abu yang Baik untuk Rumput Laut


Berdasarkan Zailanie tahun 2001, standart untuk alginate (rumput laut)
adalah :
Karakteristik
Kemurnian (% Bobot Kering)
Kadar As
Kadar Pb
Kadar abu 18 27 %
Kadar Hg
Kadar Air

Natrium Alginat
90.8 100%
< 3 ppm
< 10 ppm
18- 27 %
< 0,004 %
< 15 %

III. MATERI METODE


III.1
Pelaksanaan
Waktu
: Rabu, 2 April 2014; 15.00 WIB
Tempat: Lab Kimia Gedung E FPIK Universitas Diponegoro
III.2
III.2.1

Alat dan Bahan


Kadar Air
NO.

Nama

1.

Aluminium

Sebagai wadah

Foil

sample

Oven

Sebagai

2.

Gambar
ALAT

Fungsi

pemanas /
pengering
sample

3.

Desikator

Sebagai
penyerap air
yang tersisa.

4.

Penjepit

Membantu
mengeluarkan
alumuniumfoil
dari oven

5.

Neraca

Menimbang
sample

BAHAN
1.

Sargassum

Sebagai bahan

polycystum

uji kadar air

III.2.2

Kadar Abu
NO.

Nama

1.

Cawan Porselen

Gambar
ALAT

Fungsi
Sebagai wadah
sample

2.

Oven

Sebagai
pemanas /
pengering
wadah sample

3.

Desikator

Sebagai
menyerap air

4.

Penjepit

Membantu
mengeluarkan
cawan dari

5.

Furnace

oven
Sebagai
pemanas /alat
pengabuan.

6.

Neraca

Menimbang
sample

BAHAN
1.

Sargassum

Sebagai bahan

polycystum

uji (sample)
kadar air

III.3
III.3.1

Metode
Penentuan Kadar Air
a. Alumunium foil dikeringkan di dalam oven selama 15 menit.
b. Kemudian dipindahkan ke desikator selama 15 menit untuk di
netralkan suhunya dengan bantuan penjepit.
c. Sample rumput laut Sargassum polycystum ditimbang sebanyak 5
gr kemudian di masukan kedalam alumunium foil yang telah
dikeluarkan dari desikator.
d. Alumunium foil yg berisi sample kemudian dimasukan kedalam
oven selama 30 menit dengansuhu maksimal 170 oC (suhu saat
dimasukan 165oC)
e. Setelah 30 menit, alumunium foil yang berisi Sargassum
polycystum dikeluarkan dari oven dengan bantuan penjepit dan
langsung dipindahkan kedalam desikator selama 15 menit untuk
dinetralkan suhunya.
f. Kemudian alumunium yg berisi sample dapat di timbang dan
dihitung kadar airnya.

III.3.2

Penentuan Kadar Abu

a. Cawan porselen ditimbang dan dicatat beratnya sebagai a gram,


kemudian dipanaskan kedalam oven selama 30 menit.
b. Setelah 30 menit, cawan dipindahkan dari oven dengan penjepit ke
desikator selama 15 menit untuk dinetralkan suhunya.
c. Setelah itu sample sebanyak 4,04 gram dimasukan kedalam cawan
dan ditimbang beratnya. Dicatat sebagai b gram.
d. Lalu cawan yang berisi sample dimasukan kedalam tanur
pengabuan (furnace) dan dipanaskan dengan suhu 600 oC (suhu
dinaikan secara bertahap) selama 4 jam. Kemudian dibiarkan
selama 1 hari untuk pengabuan.
e. Setelah 1 hari, timbang cawan yang berisi abu dan catat sebagai c
gram. Kadar abu pada sample sudah dapat dihitung.
III.4
III.4.1

Perhitungan
Kadar Air
Kadar Air dalam basis kering (BK) =

W 1W 2
x 100
W1

Keterangan:
W1 = Berat alumunium foil kosong + sampel sebelum di oven (gram)
W2 = Berat awal setelah di oven (gram)
III.4.2

Kadar Abu
Kadar Abu =

ca
x 100
Berat Sample

Keterangan:
a = Berat cawan kosong (gram)
c = Berat cawan setelah di muffle (gram)

IV.
IV.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

NO.

Sampl

Berat awal

%Kadar Air

1.
2.

e
A
B

sample
5 gram
5 gram

Standar
t Kadar Air

14,976%
14,01%

< 15 %
< 15 %

% Kadar Standart
Abu
18,56 %
20,54 %

Kadar Abu
18 27%
18 27%

4.1.1 Kadar Air


Sample A
a. Berat alumunium foil
: 1,41 gram
b. Berat sample Sargassum polycystum
: 5 gram
c. Berat alumunium foil + sample (setelah di oven) : 5,45 gram
d. Berat bersih Sargassum polycystum
: 4,04 gram
Sample B
a. Berat alumunium foil
: 1,85 gram
b. Berat sample Sargassum polycystum
: 5 gram
c. Berat alumunium foil + sample (setelah di oven) : 5, 89 gram
d. Berat bersih Sargassum polycystum
: 4,04 gram
4.1.2 Kadar Abu
Sample A
a. Berat Cawan (a gram)
: 35,6 gram
b. Berat sample Sargassum polycystum
: 4,04 gram
c. Berat cawan + sample setelah di furnace (c gram): 36,44 gram
Sample B
a. Berat Cawan (a gram)
: 33,9 gram
b. Berat sample Sargassum polycystum
: 4,04 gram
c. Berat cawan + sample setelah di furnace (c gram): 34,73 gram
IV.2
IV.2.1

Pembahasan
Kadar Air
Berdasarkan praktikum analisis kadar air yang telah di lakukan oleh
praktikan dengan menggunakan metode pengeringan dengan oven
karena metode pengringan oven lebih mudah digunakan dan tidak
membutuhkan waktu yang lama.

Pada praktikum ini, kami (praktikan) melakukan pengeringan alat


dengan cara mengeringkannya di dalam oven selama 30 menit lalu di
keringkan lagi pada desikator agar tidak ada air yang terserap kedalam
Sargassum polycystum. Sehingga hasil kadar air yang diperoleh
nantinya lebih akurat.
Hasil analisis kadar air antara sample A dan sample B berbeda, di
karenakan ada perbedaan berat saat penimbangan alumunium foil. Dan
di karenakan berat alumunium foil dari masing masing sample di
timbang sebanyak 3kali baru dirata ratakan beratnya di mungkinkan
ada kesalahan saat perhitungan penimbangan alumunium foil.
Hasil kadar air yang di peroleh oleh kelompok kami ( sample A)
adalah 14, 976 % dan hasil ini sudah sesuai dengan standart yang saya
dapatkan yaitu < 15 %
IV.2.2

Kadar Abu
Berdasarkan praktikum analisis kadar abu yang telah di
lakukan oleh praktikan dengan menggunakan metode pengabuan
kering yang biasa digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan
makanan dan bahan hasil pertanian. Kami menggunakan metode ini
karena metode pengabuan kering dapat digunakan untuk sample yang
relatif banyak, Tidak menggunakan regensia, sehingga biaya lebih
murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen
berbahaya.
Pada praktikum ini, kami (praktikan) melakukan pengeringan
alat dengan cara mengeringkannya di dalam oven selama 30 menit lalu
di keringkan lagi pada desikator agar tidak ada air yang terserap
kedalam Sargassum polycystum. Sehingga hasil kadar abu yang
diperoleh nantinya lebih akurat.
Hasil analisis kadar abu antara sample A dan sample B
berbeda, di karenakan ada perbedaan berat saat penimbangan cawan

kosong dan cawan + sample setelah di furnace. Keduanya di timbang


sebanyak 3kali baru dirata ratakan beratnya di mungkinkan ada
kesalahan saat perhitungan penimbangan cawan kosong dan cawan +
sample yang di furnace.
Hasil kadar abu yang di peroleh oleh kelompok kami ( sample
A) adalah 18,56 % dan hasil ini sudah sesuai dengan standart yang
saya dapatkan yaitu 18-27 %

V.

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
a. Kadar air yang terdapat pada sample uji kelompok A pada praktikum kali
ini (Sargassum polycystum) adalah 14,976 %.
b. Kadar abu yang terdapat pada sample uji kelompok A pada praktikum kali
ini (Sargassum polycystum) adalah 18,56%.
V.2 Saran
a. Praktikan diharapkan untuk lebih teliti saat melakukan penimbangan serta
perhitungan terhadap sample.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Estiasih, T. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta. Bumi Aksara
Alang, Syamsul. 2012. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu. Makassar. Universitas
Hasanuddin.
Apriyantono A, dkk. 1989. Analisa Pangan. Bogor : PAU IPB.
Fardiaz, Srikandi, FG. Winarno, dan Dedi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi
Pangan. Jakarta. Gramedia.
Harahap, Hamidah. 2007. Studi Pengendalian Kualitas Air PDAM Tirtanadi pada
Reservoar Tuasan dan Sambungan Pelanggan. Medan. Jurnal Teknologi Proses.
Vol. 6 No. 1 Januari 2007.
McHugh, D. J., 1987. Production, properties and uses of alginate. In : D.J.
McHUGH (Ed.) Production and Utilization of Products From Commercial
Seaweeds. Food and Agriculture Organization of the United nations. Rome: 58
115.
Puspitasari, et.al. 1991. Teknik Penelitian Mineral Pangan. Bogor: IPB-press.
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta. Penerbit
Liberty.
Sutrisno, C.T. 1996. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta. UI Press.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Zailanie, Kartini, dkk. 2001. Ekstraksi Dan Pemurnian Alginat Dari Sargassum
Filipendula Kajian Dari Bagian Tanaman, Lama Ekstraksi Dan Konsentrasi
Isopropanol. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, No. 1, April 2001 : 10-27.
Zulidar, Juliana. 2011. Penentuan Kadar Air Pada Mie Instan Di Pt Indofood Cbp
Sukses Mamur Tbk Medan. Medan. Universitas Sumatera Utara.

PERHITUNGAN
Sample A

Kadar Air
Diketahui:
a. Berat alumunium foil
: 1,41 gram
b. Berat sample Sargassum polycystum
: 5 gram
c. Berat alumunium foil + sample (setelah di oven) : 5,45 gram

Kadar Air dalam basis kering (BK) =

W 1W 2
x 100
W1
6.415.45
x 100
6.41

= 14.976 %
Berat bersih Sargassum polycystum (W) = 5.45 1.41
= 4.04 gram

Kadar Abu
Diketahui:
a. Berat Cawan (a gram)
b. Berat sample Sargassum polycystum
c. Berat cawan + sample setelah di furnace (c gram)

Kadar Abu =

ca
x 100
Berat Sample
36.4435.6
x 100
4.04

= 18,56 %

: 35,6 gram
: 4,04 gram
: 36,44 gram

Anda mungkin juga menyukai