Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PRATIKUM

(PENGUKURAN KADAR AIR)

Di Susun Oleh:

Salma
45.451.19.012

PRODI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI


POLITEKNIK PALU
TAHUN 2020
DAFTAR ISI

halaman
DAFTAR ISI............................................................................................
KATA PENGATAR................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. latar belakang.............................................................................
1.2. tujuan percobaan.........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. pengertian kadar air..................................................................
2.2. metode-metode analisis kadar air...........................................
2.3. penentuan kadar air dengan metode oven..............................
BAB III METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian ...................................................
3.2. alat dan bahan penelitian ........................................................
3.3. prosedur penelitian......................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.hasil ..............................................................................................
4.2. pembahasan ...............................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakn tugas berjudul “Pengukuran
kadar air ” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dosen Fitriani Basrin., S.TP., MP pada mata kuliah Analisis hasil pertanian ,
selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang
Analisis hasil pertanian bagi para pembaca dan penulis.

Saya sebagai penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada semua


pihak yang telah membantu penulis dalam membagi sebagian pengatahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari, laporan yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh kerena itu, diperlukan kritik dan sarannya yang akan membantu penulis
untuk lebih menyempurnakan laporan ini.

Palu, 16, Desember, 2020

SALMA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. latar belakang


Air adalah substansi kimia yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat
secara kovalen pada suatu atom oksigen. Air merupakan suatu pelarut yang
penting dan memiliki kemampuan melarutkan banyak zat kimia lain kadar air
dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan
pangan tersebut. Kadar air dapat juga mempengaruhi penampakan, rasa, tekstur
dan warna bahan sekalipun. Semua bahan makanan memiliki kadar air yang
berbeda-beda tergantung karakteristik bahan itu sendiri.
Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah bahan pangan
tersebut memiliki daya simpan yang panjang dan kualitas yang baik. Dengan
penentuan kadar air maka dapat ditentukan proses penyimpanan, pengolahan,
pendistribusian serta penanganan yang tepat. Semakin tinggi kadar air suatu bahan
maka semakin cepat bahan pangan tersebut untuk mengalami kerusakan atau
kebusukan. Untuk mengetahui kadar air suatu bahan, maka dilakukan penentuan
kadar air.
     Penentuan kadar air dapat di lakukan dengan beberapa metode dan salah
satunya yaitu metode pengerinagn atau oven. Metode ini merupakan suatu metode
untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan
cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Metode dapat
dilakukan dan cukup mudah diterapkan pada bahan pangan untuk mengetahui
daya simpan dan kualitas dari bahan tersebut. Oleh karna itu, pentingnya
dilakukan penentuan kadar air ini dalam menentukan mutu dari suatu bahan
pangan.

1.2. Tujuan percobaan


Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar air
pada beberapa jenis komoditi pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian kadar air
Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat
yang bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut
sebagai zat-zat “hidrofilik” (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur
dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik”
(takut-air). Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat
tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-
dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya
tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan
mengendap dalam air.
Air menempel pada sesamanya (kohesi) karena air bersifat polar. Air
memiliki sejumlah muatan parsial negatif (σ-) dekat atom oksigen akibat
pasangan elektron yang (hampir) tidak digunakan bersama, Dalam air hal ini
terjadi karena atom oksigen bersifat lebih elektronegatif dibandingkan atom
hidrogen—yang berarti, ia (atom oksigen) memiliki lebih “kekuatan tarik” pada
elektron-elektron yang dimiliki bersama dalam molekul, menarik elektron-
elektron lebih dekat ke arahnya (juga berarti menarik muatan negatif elektron-
elektron tersebut) dan membuat daerah di sekitar atom oksigen bermuatan lebih
negatif ketimbang daerah-daerah di sekitar kedua atom hidrogen.Air memiliki
pula sifat adhesi yang tinggi disebabkan oleh sifat alami kepolarannya.
Air memiliki tegangan permukaan yang besar yang disebabkan oleh kuatnya
sifat kohesi antar molekul-molekul air. Hal ini dapat diamati saat sejumlah kecil
air ditempatkan dalam sebuah permukaan yang tak dapat terbasahi atau
terlarutkan (non-soluble); air tersebut akan berkumpul sebagai sebuah tetesan. Di
atas sebuah permukaan gelas yang amat bersih atau bepermukaan amat halus air
dapat membentuk suatu lapisan tipis (thin film) karena gaya tarik molekular antara
gelas dan molekul air (gaya adhesi) lebih kuat ketimbang gaya kohesi antar
molekul air.
Pengertian Kadar air menurut beberapa Ilmuan sebagai berikut :1
Menurut Syarif dan Halid, (1993) Kadar air adalah persentase kandungan air
suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berda
sarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimu
m teoritissebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat
lebih dari 100 persen.2.
 
Menurut Tabrani(1997) Kadar air merupakan pemegang peranan penting,
kecualitemperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses
pembusukandan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya
merupakan prosesmikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara
ketiganya. Berlangsungnyaketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini
telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya
proses tersebut.3.
 
Menurut Kusumah, dan Andarwulan (1989) Kadar air suatu bahan
biasanyadinyatakan dalam persentase berat bahan basah, misalnya dalam gram air
untuk setiap100 gr bahan disebut kadar air berat basah. Berat bahan kering adalah
berat bahansetelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga
beratnya tetap(konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam
bahan tidak dapatseluruhnya diuapkan.4.
 
Menurut Winarno (1997) Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandungdalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu 
karakteristik yang sangat 5 penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan,tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air
dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
tersebut, kadar air yang tinggimengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan
khamir untuk berkembang biak,sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
pangan.
2.2. metode-metode analisi kadar air
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan, meskipun
bukansumber nutrient namun keberadaannya sangat esensial dalam kelangsungan
proses biokimiawi organisme hidup. Air dalam bahan pangan terdapat dalam berb
agai bentuk,yaitu :1.
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular serta pori-
pori yangterdapat pada bahan2.
2. Air terikat secara lemah karena teradsorpsi pada permukaan koloid
makromolekulerseperti protein, pectin pati,dan selulosa. Selain itu air juga
terdispersi diantara koloidtersebut dan merupakan pelarut zat yang ada dalam
sel. Air dalam bentuk ini masihmemiliki sifat air bebas dan dapat dikristalkan
dalam proses pembekuan. Ikatan antaraair dengan koloid tersebut merupakan
ikatan hidrogen3.
3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu air yang membentuk hidrat. Ikatannya
bersifationic sehingga relative sukar dihilangkan atau diuapkan. Air jenis ini
tidak membekumeskipun didinginkan pada suhu 0o
2.3. penentuan kadar air dengan metode oven
Metode Oven Biasa Metode oven biasa yang digunakan merupakan salah satu
metode pemanasan langsung dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan.
Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga semua air
menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode pemanasan
tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang
terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil
terhadap pemanasan yang agak tinggi, Metode ini dilakukan dengan cara
pengeringan bahan pangan dalam oven. Berat sampel yang dihitung setelah
dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan yang
tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel
setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah
menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat
dalam sampel.
Setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air
dalam bahan (Winarno, F.G. 1993). Secara teknik, metode oven langsung dibagi
menjadi dua yaitu, metode oven temperatur rendah dan metode oven temperatur
tinggi. Metode oven temperatur rendah menggunakan suhu (103 + 2)˚C dengan
periode pengeringan selama 17 ± 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada saat
oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan, contoh
bahan beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk
menyesuaikan suhu media yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya.
Setelah itu bahan ditimbang beserta wadahnya.
Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang laboratorium harus kurang
dari 70% (AOAC, 1970). Selanjutnya metode oven temperatur tinggi. Cara kerja
metode ini sama dengan metode temperatur rendah, hanya saja temperatur yang
digunakan pada suhu 130-133˚C dan waktu yang digunakan relatif lebih rendah
(Winarno, F.G. 1993). Metode ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu ; a) Bahan
lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air
misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain ; b) Dapat terjadi reaksi
selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap.

BAB III
METEDOLOGI

3.1. waktu dan tempat penelitian


Peneitian ini dilaksanakan pada bulan desember yang sebagia besar
dilasankan di labolatorium politeknik palu jurusan teknologi pengolah hasil bumi,
diantannya proses pengukuran kadar air

3.2. alat dan bahan


Bahan-bahan yang digunakan sebagai sampel adalah beras, kacang tanah,
susu bubuk, dan tomat ranti. Alat-alat yang diperlukan adalah oven, desikator
yang telah berisi silika gel, cawan (aluminium atau porselen), penjepit cawan, dan
timbangan analitik.

3.3. prosedur penelitian


1. Bersihkan cawan (aluminium) dan panaskan di dalam oven pada suhu 105 oC
selama 2 jam.
2. Pindahkan cawan panas tersebut ke dalam desikator sampai dingin.

3. Timbanglah cawan atau botol timbang yang sudah dingin tersebut (Bcawan).

4. Timbang sampel sebanyak 3 gram (Bsampel) (bahan dihaluskan terlebih


dahulu).

5. Masukkan bahan yang sudah dihaluskan ke dalam cawan yang sudah


ditimbang dan dikeringkan di dalam oven selama 5 sampai 6 jam untuk bahan
yang berkadar air rendah (misalnya biji-bijian), tetapi bila yang berkadar air
tinggi (misalnya buah-buahan) dibiarkan di dalam oven selama semalam (12
jam). Untuk memudahkan pengukuran kadar air pada sampel, maka baik
untuk sampel atau berkadar air tinggi dapat dibiarkan saja dalam oven pada
suhu 105oC selama semalam.
6. Sampel tersebut kering dan konstan beratnya, apabila tidak ada penurunan
berat sampel pada beberapa kali penimbangan setelah pemanasan. Sampel
beserta cawan dipindahkan ke dalam desikator sampai dingin (15-30 menit).
7. Timbang sampel bersama cawan tersebut (Bcawan+sampel). Jumlah air dalam bahan
adalah selisih berat sampel setelah dikeringkan dengan berat sampel segar.
8. Perhitungan persentase kadar air adalah:

Bsegar  Bkering
Kadar air(%,BasisBasah )  x 100
Bsegar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
Tabel 1. Hasil analisis kadar air
Kelompok Berat Cawan (g) Berat Sampel Berat Cawan Kadar Air
(g) dan Sampel (%)
yang telah BB
kering (g)
A1 6,85 47,78 47,78
bahan=....
B1 6,64 35,25 35,25
bahan=....

4.2. PEMBAHASAN
Analisis kadar air dengan metode oven perlakuan berbeda - beda
untuk berbagai jenis sampel. Pada praktikum kali ini sampel adalah jenis 
buah dan sayur. Bahan di haluskan terlebih dahulu agar tidak
menimbulkankomposisi yang berlebihan
Setelah bahan dihaluskan, bahan dimasukkan ke cawan yang telah diketahui
beratnya. Cawan yang digunakan adalah cawan porselein.
Cawan porselen digunakan karena beratnya yangrelatif konstan setelah pemanasa
n berulang - ulang dan harganya yang murah.

Cawan yang digunakan sudah di masukin sempel kemudian dikeringkan


didalam oven selama 3 jam dengan suhu 100º C sampai diperoleh berat konstan
yaitu selisihnya berat dari hasil pemanasan denga
beratawal adalah minimal 0,02g. Jika selisih berat sampel tidak sampai 0,02 g ma
ka pemanasan diulangi lagi. Dalam praktikum ini dilakukan 3 kali pengulangan pe
manasan hingga dicapai beratkonstan. Setelah keluar dari oven, selalu cawan
berisi sampel dimasukkan kedalam desikator (penangas air) karena di dalam
desikator terdapat zat penyerap air. Alasan setelah dilakukan pengovenan sampel
dimasukkan ke desikator adalah karena bahan yang telah mengalami pengeringan
bersifat lebih higroskopisdaripada bahan asalnya.Analisis kadar air dengan
metode oven didasarkan atas berat yang hilang.
LAPORAN PRATIKUM

(PENGUKURAN KADAR ABU)

Di Susun Oleh:
Salma
45.451.19.012

PRODI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI


POLITEKNIK PALU
TAHUN 2020

DAFTAR ISI

halaman
DAFTAR ISI............................................................................................
KATA PENGATAR................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. latar belakang...............................................................................
1.2. tujuan percobaan..........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. pengertian abu...............................................................................
BAB III METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian ........................................................
3.2. alat dan bahan penelitian ............................................................
3.3. prosedur penelitian........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.hasil .................................................................................................
4.2. pembahasan ..................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakn tugas berjudul “Pengukuran
kadar abu” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dosen Fitriani Basrin., S.TP., MP pada mata kuliah Analisis hasil pertanian ,
selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang
Analisis hasil pertanian bagi para pembaca dan penulis.

Saya sebagai penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada semua


pihak yang telah membantu penulis dalam membagi sebagian pengatahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari, laporan yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh kerena itu, diperlukan kritik dan sarannya yang akan membantu penulis
untuk lebih menyempurnakan laporan ini.
Palu, 16, Desember, 2020

SALMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar belakang
Abu merupakan residu dari hasil pembakaran bahan organik pada suhu
tinggi (550oC). Kadar abu dapat digunakan sebagai indikator mutu pangan. Kadar
abu dapat mempenagruhi proses pengolahan pangan. Untuk penentuan kadar abu
suatu bahan, bahan tersebut dikeringkan terlebih dahulu dengan oven pada suhu
105oC (menggunakan cawan dan sampel yang telah digunakan untuk penentuan
kadar air). Cawan porselen bebeserta sampel yang telah kering, dipanaskan di atas
api sampai semua asap yang ditimbulkan dari sampel tersebut tidak terlihat lagi.
Sampel untuk penentuan kadar abu dapat juga dibakar langsung dalam
bentuk segar pada api sampai semua asap hilang tanpa melalui proses pengeringan
terlebih dahulu dengan oven. Adapun tujuan pengeringan dan pemanasan
pendahuluan adalah untuk mengurangi bahaya adanya api dan asap yang dapat
ditimbulkan dari bahan tersebut (terutama yang banyak mengandung minyak) di
dalam alat pengabuan (Muffle Furnace).

1.2. Tujuan percobaan


Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar abu
pada beberapa komoditi pangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian abu
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
(Sudarmadji 2003). Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis
bahan dan cara pengabuannya. Bahan pangan yang terdapat di alam mengandung
mineral yang  berupa abu. Mineral yang terdapat dalam satu  bahan dapat
merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam
organik terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat,
sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
klorida, sulfat, dan nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa
kompleks yang bersifat organis (Sediaoetomo 2000).

Penentuan kadar mineral dalam  bentuk asli sulit dilakukan, oleh karena
itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-ssia pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo 2000). Pengabuan adalah
tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini
menggunakan tanur. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur,
pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis kadar abu dan serat
seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar 2003). Penentuan
kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara
kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah). Prinsip  pengabuan cara
langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-
600 C, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang.
Sedangkan prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan
reagen kimia tertentu sebelum dilakukan  pengabuan (Apriantono & Fardian
1989). Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui metode yang dapat
mengukur dan menetapkan kadar abu suatu bahan pangan dengan metode AOAC
(1995).

Adapun manfaat dari praktikum analisis kadar abu adalah mahasiswa dapat
mengetahui cara penentuan kadar abu dalam suatu  bahan dan setiap mahasiwa
dapat mengetahui kadar abu bahanhasil pertanian dan membandingkan dengan
yang tersedia di pustaka. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk
berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu
parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak
larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain
(Irawati, 2008).
BAB III
METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian
Peneitian ini dilaksanakan pada bulan desember yang sebagia besar
dilasankan di labolatorium politeknik palu jurusan teknologi pengolah hasil bumi,
diantannya proses pengukuran kadar abu
3.2. alat dan bahan
Bahan-bahan yang digunakan sebagai sampel adalah beras, kacang tanah,
susu bubuk, dan tomat ranti. Alat-alat yang diperlukan adalah cawan porselen,
pensil, penjepit cawan, desikator, oven, muffle furnace (tanur), timbangan
analitik.
3.3. prosedur penelitian
Krus porselen yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan
dalam oven suhu 105oC. Kemudian krus kering tersebut (diberi label dengan
pensil) dimasukkan ke dalam muffle furnace selama 1-2 jam dan kemudian
didinginkan dalam desikator. Setelah dingin, krus tersebut ditimbang beratnya
(Kkering). Cawan porselen diberi label dengan menggunakan pensil yang ditulis
pada bagian bawah cawan porselen.
Sampel (3 gram) dimasukkan dalam krus kering dan dipanaskan dalam
oven 105oC sampai kering. Krus beserta sampel tersebut dipijarkan di atas api
sampai asapnya tidak terlihat lagi dan dimasukkan ke dalam muffle furnace pada
suhu 550oC sampai sampel tersebut menjadi putih (biasanya butuh waktu 6-7
jam). Kemudian muffle furnace dimatikan dan sampel dibiarkan beberapa jam.
Krus beserta sampel yang telah menjadi putih didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Berat abu adalah selisih berat cawan beserta abu putih dengan berat
krus.
Kadar abu dapat dihitung berdasarkan basis basah maupun basis kering.
Untuk basis basah maka berat awal adalah berat segar. Berat awal untuk
perhitungan basis kering adalah berat sampel yang telah dikurangi airnya. Berat
awal untuk perhitungan basis kering adalah berat sampel kering (dari hasil
pengukuran kadar air).
BAB IV
Hasil dan pembahasan
4.1. HASIL
Tabel 1. Hasil analisis kadar abu
Kelompok Berat Cawan (g) Berat Berat Cawan Kadar Abu
Sampel dan (%)
(g) Sampel yang BB BK
telah diabukan
(g)
A1 bahan=... 3 9,41 0,72

B1 3 8,92 0,74
bahan=.....
4.2. PEMBAHASAN
Analisa kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan
mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam
tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih
keabuandan berat konstan tercapai. Sampel yang digunakan pada metode
pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih
berdasar
kansifat bahan yang akan dianalisis. Dalam praktikum ini, cawan yang digunakan 
untuk sampel adalah cawan porselen.Sampel yang digunakan pada pengabuan
kering .
Besarnya berat abu dihitung dengan cara mengurangi selisih berat akhir
dikurang berat awal cawan kemudian dibagi dengan berat awal bahan kemudian
dikali seratus persen Setelah 3 jam. kemudian menunggu suhu tanur sampai
100ºC karena suhu sebelumnya sangat panas yaitu sekitar 500º agar sampel bisa
diambiluntuk kemudian dimasukkan ke desikator. Tujuan dimasukkan ke
desikatoradalah untuk menjaga berat konstan karena desikator akan menyerap air
sehingga berat sampel tetap stabil.
Kadar abu yang didapatkanadalah kadar abu atau mineral total yang
terdapat dalam suatu bahan tetapi kita tidak mengetahui zat atau senyawa apa saja
yang terkandung dalam bahantersebut. Dari keenam bahan yang digunakan,
diketahui bahwa talas memiliki kadar abu tertinggi yaitu sekitar 6,85 %.
LAPORAN PRATIKUM

(PENGUKURAN KADAR LEMAK)

Di Susun Oleh:

Salma
45.451.19.012
PRODI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI
POLITEKNIK PALU
TAHUN 2020

DAFTAR ISI

halaman
DAFTAR ISI............................................................................................
KATA PENGATAR................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. latar belakang.................................................................................
1.2. tujuan percobaan...........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. pengertian kadar lemak...................................................................
2.2. metode-metode analisis kadar lemak............................................
BAB III METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian ........................................................
3.2. alat dan bahan penelitian .............................................................
3.3. prosedur penelitian........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.hasil ................................................................................................
4.2. pembahasan ..................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakn tugas berjudul “Pengukuran
kadar lemak ” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dosen Fitriani Basrin., S.TP., MP pada mata kuliah Analisis hasil pertanian ,
selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang
Analisis hasil pertanian bagi para pembaca dan penulis.

Saya sebagai penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada semua


pihak yang telah membantu penulis dalam membagi sebagian pengatahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari, laporan yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh kerena itu, diperlukan kritik dan sarannya yang akan membantu penulis
untuk lebih menyempurnakan laporan ini.

Palu, 16, Desember, 2020


SALMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Lemak atau minyak merupakan salah satu komponen gizi yang banyak
terdapat produk pertanian. Senyawa lemak larut dalam pelarut organik atau pelarut
non polar. Oleh karena itu, proses analisis kadar lemak menggunakan pelarut
organik. Peralatan yang umumnya digunakan untuk analisis lemak pada bahan
padat adalah Soxhlet yang dilengkapi dengan kondensor (pendingin balik) dan
labu sebagai tempat pelarut. Prinsip dasar analisis kadar lemak adalah dengan
mengekstraksi senyawa lemak dari bahan dengan menggunakan pelarut organik,
dan kemudian lemak atau minyak yang terekstrak dipisahkan dari pelarut dengan
menggunakan prinsip perbedaan titik didih.

Lemak memiliki titik didih yang lebih tinggi dari pelarut organik.
Pemisahan pelarut organik dan lemak dilakukan dengan memanaskan campuran
tersebut sesuai dengan titik didih pelarut, sehingga yang tertinggal pada labu
hanyalah lemak. Untuk bahan yang mengandung lemak atau minyak dalam bentuk
emulsi atau cairan (sebagai contoh emulsi minyak, dan susu) dapat dianalisis
dengan menggunakan metode Babcock. Pemisahan lemak dari bahan dapat
dilakukan dengan menggunakan asam sulfat dan sentrifus. Lemak yang telah
terpisah diukur pada botol Babcock yang telah dikalibrasi.

1.3. Tujuan percobaan


Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar
lemak pada beberapa jenis bahan pangan padat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian lemak
Minyak atau lemak merupkan komponen bahan makanan yang penting.
Belakangan ini banyak produk pangan mengandung lemak yang dikonsumsi
sebagai makanan ringan maupun makanan pokok. Lemak (lipid) dalam makanan
ini merupakan komponen tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuhan dan
hewan, tetapi lemak dapat larut dalam pelarut organik. Lipid atau lemak
merupakan senyawa organik yang dapat diekstraksi dari sel dan jaringan oleh
pelarut non-polar seperti kloroform, eter, dan benzene. Lemak disebut juga lipid
adalah senyawa yang kaya akan energi , berfungsi sebgai sumber energy yang
utama proses metabolisme tubuh. Lemak yang terdapat didalam tubuh diperoleh
dari dua sumber yaitu dari makan dan hasil produksi organ hati, yang bisa
disimpan dalam sel-sel lemak sebgai cadangan energi.
Untuk mengetahui kadar lemak atau minyak dalam bahan pangan maka
perlu dilakukan analisis kadar lemak. Pada umumnya, analisis lemak
menggunakan pelarut non polar seperti aseton, alkohol, khloroform, dan
sebagainya. Pada analisis kadar kadar lipida (lemak/minyak) menggunakan
pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas,
karotenoid, dan pigmen lainya. Hasil analisanya disebut lemak kasar. Lemak atau
minyak dari bahan kering dapat dikerjakan secara terputus-putus. Metode yang
digunakan untuk menentukan kadar lemak adalah metode soxhlet. Prinsip dari
metode ini adalah lemak atau minyak diekstraksi dengan pelarut lemak atau
minyak seperti petroleum eter, petroleum benzen, dan lain-lain. Setelah pelarutnya
diuapkan, lemak atau minyak dapat ditimbang dan dihitung presentasenya.
Pengetahuan mengenai analisia kadar lemak pada bahan pangan sangat
penting dilakukan , maka dari itu praktikum ini dilakukan agar mahasiawa mampu
menganalisis kadar lemak pada bahan pangan, karena pada dunia kerja terutama
dunia industry pangan pengetahuan mengenai analisa kadar lemak sangat di
butuhkan. Karena untuk mengetahui kandungan lemak pada produk pangan yang
ada di industr tersebut.
2.2. Macam-macam metode analisis
Secara umum analisis lemak dilakukan dengan cara ekstraksi. Tapi sulit
untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal itu disebabkan ada beberapa
bahan yang ikut terekstrak pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut organik
non polar, seperti phospholipid, sterol, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan
klorofil. Oleh karena itu, hasil analisis lemak ditetapkan sebagai lemak kasar.
Selain metode ekstraksi ada juga beberapa metode analisa lemak yang lain.
Metode analisa lemak yang digunakan disesuaikan dengan jenis sampel yang akan
diuji. Macam-macam metode analisa lemak diantaranya : 

1. Metode Soxhlet 
Metode Soxhlet merupakan metode kuantitatif untuk menentukan kadar lemak
dalam bahan pangan. Metode ini dilakukan dengan cara melarutkan sampel
dalam  pelarut organik yang telah dipanaskan, sehingga semua komponen yang
diinginkan dalam sampel dapat terisolasi dengan sempurna dan menemui berat
lemak. Metode soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut
semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi
selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel
kemudian kembali ke tabung pendidihan.
Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau berat
lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh dan
tidak menyebabkan penyaluran. Walaupun begitu, metode ini memerlukan waktu
yang lebih lama dari pada metode kontinu (Nielsen 1998).
Prinsip dari metode soxhlet adalah lemak diekstrak dengan pelarut lemak yang
bersifat non-polar seperti Petroleum Eter (PE), Petroleum benzena, dll. Berat
lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya (menguapkan
pelarut dengan pemanasan).

Langkah pertama yang dilakukan untuk ekstraksi ini adalah dengan


mengoven labu ekstraksi. Pengovenan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar
air, sehingga tidak mengganggu ketepatan analisis. Lalu dimasukkan ke dalam
desikator selama 15 menit. Fungsi penggunaan desikator adalah untuk
menyeimbangkan kelembapan relatif labu ekstraksi terhadap lingkungan sehingga
labu ekstrakasi tidak bersifat higroskopis dan tidak mengganggu ketepatan
analisis saat ditimbang. Hal ini perlu dilakukan karena bahan yang baru saja
dioven, pori-porinya akan membesar/bersifat porous sehingga akan bersifat
higroskopis (mudah menarik uap air dari lingkungan) dan akan dapat
mempengaruhi berat saat penimbangan. Akibatnya, data yang diperoleh tidak
akurat.  
Langkah selanjutnya adalah menimbang bahan yang sudah dihaluskan.
Proses penghalusan bahan akan menyebabkan proses ekstraksi menjadi semakin
mudah dan dapat berlangsung optimal, karena bidang kontak pelarut dan sampel
yang diekstrak lebih luas. Setelah itu bahan dibungkus kapas dan dilapisi dengan
kertas saring. Kemudian bahan dimasukkan dalam soxhlet. Dituangkan 40 mL
pelarut petroleum benzene, yang berfungsi untuk mengekstraksi (melarutkan)
lemak pada bahan karena lemak hanya dapat larut pada pelarut organik non-polar.
Setelah itu dilakukan proses ekstraksi lemak bahan selama 3-5 jam. Pelarut yang
memiliki titih didih lebih rendah akan diuapkan dan dikondensasi saat melewati
kondensor lalu pelarut akan jatuh membasahi bahan dan lemak bahan akan
terekstraksi. Setelah itu lemak dioven dan dimasukkan ke desikator lalu ditimbang
beratnya.
Kelebihan metode soxhlet adalah sampel terekstraksi dengan sempurna,
proses ekstraksi lebih cepat, pelarut yang digunakan sedikit. Sedangkan
kelemahan metode ini adalah tidak dapat digunakan pada sampel yang tidak tahan
panas. 
2.  Metode Weubull
Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut non-
polar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak
yang terikat (Harper et.al, 1979). 
3.  Metode Babcock
Metode Babcock adalah metode yang digunakan untuk menunjukkan kadar
lemak dalam jenis produk makanan. Prinsip kerja metode ini adalah dengan
menambahkan asam sulfat pekat ke dalam sampel yang telah ditimbang untuk
mendestruksi protein dan merusak lapisan yang mengelilingi droplet lemak
sehingga lemak yang terkandung didalamnya bebas. Kemudian dalam kondisi
panas (55-60ºC) sampel di sentrifuge yang menyebabkan lemak cair naik ke leher
botol babcock yang telah ada skala yang menunjukkan persen lemak. Metode ini
tidak menentukan kadar fosfolipid dalam sampel, karena berada di fase air atau di
antara fase lemak dan air. 

4.  Metode Goldfish
Ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis. Bahan sampel yang telah
dihaluskan dimasukan kedalam timbal dan dipasang dalam tabung penyangga
yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan
ditempatkan dalam beaker glass di bawah tabung penyangga. Bila beaker glass
dipanaskan, uap pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor sehingga akan
mengembun dan menetes pada sampel demikian terus menerus sehingga bahan
akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan tertampung ke
dalam beaker glass kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut
penyangganya diambil dan diganti dengan beaker glass yang ukurannya sama
dengan tabung penyangga. Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan
diuapkan lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam beaker glass yang
terpasang di bawah kondensor, dengan demikian pelarut yang tertampung dapat
dimanfaatkan untuk ekstraksi yang lain (Sudarmadji, 1996).

BAB III
METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian
Peneitian ini dilaksanakan pada bulan desember yang sebagia besar
dilasankan di labolatorium politeknik palu jurusan teknologi pengolah hasil bumi,
diantannya proses pengukuran kadar lemak.
3.2. alat dan bahan
Bahan-bahan yang digunakan sebagai sampel adalah kacang kedelai,
kacang tanah, dan kacang merah, kertas saring dan batu didih. Alat-alat yang
diperlukan adalah seperangkat alat Soxhlet beserta kondensor dan labu (round
bottom flask), oven, desikator yang telah berisi silika gel, mortar, dan timbangan
analitik.
3.3. prosedur penelitian
1. Bahan yang akan diukur kadar lemak dihaluskan terlebih dahulu.

2. Labu yang akan digunakan untuk mengisi pelarut dipanaskan dalam oven
dengan ditambahkan 3 butir batu didih dan kemudian didinginkan dalam
desikator, lalu ditimbang.
3. Pasanglah alat-alat untuk ekstraksi soxhlet sesuai instruksi koordinator
praktikum (urutan dari atas adalah kondensor, tabung ekstraksi Soxhlet, dan
labu).
4. Timbang bahan yang telah dihaluskan sebanyak 5 gram, kemudian dibungkus
dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet.
5. Isilah labu dengan pelarut petroleum ether sebanyak 200mL.

6. Alirkan air pendingin melalui kondensor dan hidupkan alat pemanas (85oC).

7. Proses ekstraksi kurang lebih 4 jam atau sampai minyak tidak ada lagi.

8. Pelarut dipisahkan dari minyak dan labu tersebut dipanas di oven sampai berat
konstan.

9. Berat minyak adalah selisih berat awal dengan berat akhir labu tersebut.
BAB IV
Hasil dan pembahasan
4.1. HASIL
Tabel 1. Hasil analisis kadar lemak
Kelompok Berat labu beserta batu didih Berat Berat labu Kadar Abu
(g) Sampel beserta batu (%)
(g) didih dan BB BK
lemak hasil
ekstraksi (g)
*A2 atau B2 2,92 25,9 11,68
Bahan=……
.

4.2. PEMBAHASAN
Minyak atau lemak merupkan komponen bahan makanan yang penting.
Belakangan ini banyak produk pangan mengandung lemak yang dikonsumsi
sebagai makanan ringan maupun makanan pokok. Lemak (lipid) dalam makanan
ini merupakan komponen tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuhan dan
hewan, tetapi lemak dapat larut dalam pelarut organik. Lipid atau lemak
merupakan senyawa organik yang dapat diekstraksi dari sel dan jaringan oleh
pelarut non-polar seperti kloroform, eter, dan benzene. Sendangkan Lipid adalah
sekumpulan senyawa didalam tubuh yang memiliki ciri-ciri yang serupa dengan
malam, gemuk (grease), atau minyak. Karena bersifat hidrofobik, golongan
senyawa ini dapat dipakai tubuh sebagai sarana yang bermanfaat untuk berbagai
keperluanalam butir-butir.

LAPORAN PRATIKUM

(PENGUKURAN KADAR PROTEIN)


Di Susun Oleh:

Salma
45.451.19.012

PRODI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI


POLITEKNIK PALU
TAHUN 2020

DAFTAR ISI

halaman
DAFTAR ISI............................................................................................
KATA PENGATAR................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. latar belakang................................................................................
1.2. tujuan percobaan............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. pengertian kadar protein...............................................................
2.2. Analisis kadar protein metode kjeldahl..........................................
BAB III METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian ...........................................................
3.2. alat dan bahan penelitian ..................................................................
3.3. prosedur penelitian...........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.hasil ...................................................................................................
4.2. pembahasan ......................................................................................

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakn tugas berjudul “Pengukuran
kadar protein ” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dosen Fitriani Basrin., S.TP., MP pada mata kuliah Analisis hasil pertanian ,
selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang
Analisis hasil pertanian bagi para pembaca dan penulis.

Saya sebagai penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada semua


pihak yang telah membantu penulis dalam membagi sebagian pengatahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari, laporan yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh kerena itu, diperlukan kritik dan sarannya yang akan membantu penulis
untuk lebih menyempurnakan laporan ini.

Palu, 16, Desember, 2020

SALMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar belakang
Protein terdiri dari susunan asam amino dengan unsur utama C, H, O dan
N. Jumlah protein dalam bahan pangan biasanya dihitung dengan perkalian antara
jumlah nitrogen dengan 6,25 atau faktor konversi lain sesuai dengan jenis bahan
yang dianalisa. Sebagai contoh: kacang tanah adalah 5,46, kacang kedelai adalah
5,71, beras 5,95, dan susu atau produk keju adalah 6,38.
Metode yang umumnya digunakan untuk menentukan kadar nitrogen
dalam bahan adalah metode Kjeldahl. Metode ini pada prinsipnya adalah oksidasi
senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk karbon dioksida dan air serta
pelepasan nitrogen dalam bentuk amonia. Tahapan tersebut biasanya dikenal
dengan isitilah destruksi. Amonia yang terdapat dalam asam sulfat akan berbentuk
amoniu sulfat, sedangkan karbon dioksida dan air akan terpisahkan dalam proses
destilasi. Belerang dioksida adalah produk reduksi asam sulfat yang bersifat
volatil.
Proses desktruksi dalam analisis kadar protein adalah sangat penting
karena menentukan keakuratan analisis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
proses tersebut adalah jenis katalis, lama destruksi, serta penambahan bahan
pereduksi dan pengoksidasi. Pengukuran amonia setelah terbentuk dalam proses
destruksi dapat dilakukan dengan destilasi dengan penambahan sejumlah alkali
dan diikat denga larutan asam yang telah diketahui volume dan konsentrasinya.
Akhirnya asam tersebut dititrasi untuk menentukan berapa banyak amonia yang
didestilasi. Dengan cara tersebut dapat dihitung jumlah persentase nitrogen yang
terkandung dalam bahan. Penentuan kadar protein bahan tersebut dilakukan
dengan mengalikan kadar nitrogen tersebut dengan faktor konversi sesuai bahan
yang dianalisa.
1.2. Tujuan percobaan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar
protein total dalam bahan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian protein
Protein adalah kelompok biomolekul berukuran besar yang terbentuk dari
satu rantai panjang asam amino atau lebih. Protein memiliki banyak fungsi dalam
makhluk hidup, di antaranya mempercepat reaksi-reaksi metabolisme, mereplikasi
DNA, menanggapi rangsangan, memberi bentuk sel dan tubuh, dan memindahkan
molekul dari satu lokasi ke lokasi lain. Perbedaan utama antara satu protein dan
protein lainnya adalah urutan asam amino-asam aminonya, yang ditentukan
oleh urutan nukleotida dari gen-gennya, dan biasanya menyebabkan lipatan
protein menjadi struktur tiga dimensi khusus yang sesuai dengan fungsinya.

Sejumlah asam amino membentuk rantai lurus yang disebut polipeptida. Suatu


protein terdiri dari minimum satu polipeptida panjang. Polipeptida pendek
(dengan kurang dari 20–30 asam amino) biasanya tidak dianggap sebagai protein,
tetapi disebut molekul peptida atau oligopeptida. Masing-masing asam amino
dalam protein terikat ke asam amino di dekatnya oleh ikatan peptida. Urutan asam
amino dalam protein ditentukan oleh urutan gen yang disandi dalam kode genetik.
Secara umum, kode genetik menghasilkan 20 asam amino standar, meskipun
beberapa organisme memiliki asam amino tambahan. Tak lama setelah atau
bahkan selama sintesis, residu dalam protein sering dimodifikasi secara kimiawi
melalui proses modifikasi pascatranslasi yang mengubah sifat fisik dan kimia,
lipatan, stabilitas, aktivitas, dan fungsi protein.

Beberapa protein memiliki gugus nonpeptida (bukan asam amino), yang dapat
disebut kofaktor dan gugus prostetik. Beberapa protein juga dapat bekerja sama
untuk menjalankan fungsi tertentu, dan kelompok seperti ini sering
membentuk kompleks protein yang stabil.

Begitu terbentuk, protein hanya ada untuk jangka waktu tertentu


lalu didegradasi dan didaur ulang dalam sel melalui proses pergantian protein.
Umur protein diukur berdasarkan waktu paruhnya dan mencakup rentang yang
panjang. Protein bisa berumur beberapa menit hingga beberapa tahun dengan
umur rata-rata 1–2 hari dalam sel mamalia. Protein yang abnormal atau salah
lipatan terdegradasi lebih cepat, baik karena ditargetkan untuk dihancurkan atau
karena tidak stabil.

2.2. Analisis kadar protein metode kjeldahl


Sampel yang digunakan yaitu kacang hijau dan roti, masing masing digrinder,
sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian diitambahkan
0,9 gram K2SO4, 40 mg HgO, 2 ml HSO4. Sampel dididihkan hingga jernih.
Sampel yang telah didestruksi didinginkan, pindahkan ke labu ukur 100ml, tanda
bataskan. Sampel diambil sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan 20 ml
NaOH.Na22O3. Penampung destilat ditambahkan 15 ml H3BO33% dan 3 tetes
indikator metil merah biru. Katup ditutup kemudian diisi sedikit air. Sampel
didestilasi hingga tertampung 100 ml larutan dan di titrasi denga HCl 0,02 N
hingga analit berwarna hijau. Volume HCl dicatat sehingga kadar protein dapat
diketahui. Semua langkah diatas dilakukan secara duplo. Persentase protein
dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar N (%) (Vt −Vb)× NHCl × Ar W × 1000 dan
Kadar Protein (% bb) = % N × FK

BAB III
METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian
Peneitian ini dilaksanakan pada bulan desember yang sebagia besar
dilasankan di labolatorium politeknik palu jurusan teknologi pengolah hasil bumi,
diantannya proses pengukuran kadar protein.

3.2. alat dan bahan


Bahan-bahan yang digunakan sebagai sampel adalah susu, sedangkan
bahan-bahan kimia yang diperlukan adalah asam sulfat, kalium sulfat, HgO,
natrium hidroksida, asam borat jenuh, asam klorida. Alat-alat yang diperlukan
adalah seperangkat alat Kjeldhal yang terdiri dari labu mikro Kjeldhal untuk
proses destruksi, alat pemanas labu Kjeldahl, alat destilasi, dan alat titrasi.

3.3. prosedur penelitian


1. Timbang sejumlah kecil sampel (susu sebanyak 0,1 g), dan pindahkan ke
dalam labu Kjeldahl.

2. Tambahkan 1,9 + 0,1 g K2SO4, 40 + 10 mg HgO, dan 2,0 + 0,1 mL H2SO4.


Jika sampel lebih dari 15 mg maka tambahkan 0,1 mL H 2SO4untuk setiap
10 mL bahan organik di atas 15 mg.
3. Tambahkan beberapa butir batu didih, dan didihkan labu beserta sampel
selam 1 hingga 1,5 jam atau sampai cairan menjadi jernih.
4. Dinginkan dan tambahkan sedikit air secara perlahan-lahan (hati-hati
karena akan panas), kemudian didinginkan.
5. Pindhakan isi labu ke dalam alat destilasi. Cuci dan bilas 5 hingga 6 kali
dengan 1 hingga 2 mL aquadest, dan pindahkan air cucian ini ke dalam
alat destilasi.
6. Letakkan Erlenmeyer 125 mL yang berisi 5 mL larutan H2BO3 dan 2
hingga 4 teets indokator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam
alkohol) dibawah kondensor pada seperangkat alat destilasinya.
7. Tambahkan 8 hingga 10 mL larutan NaOH-Na2S2O3, kemudian lakukan
destilasi sampai tertampung kira-kira 15 mL destilat dalam Erlenmeyer.
8. Bilas tabung kondensor dengan air, dan tampung bilasannya dalam
Erlenmeyer yang sama.
9. Encerkan isi Erlenmeyer sampai kira-kira 50 mL kemudian dititrasi
dengan HCl

0,02N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.

10. Lakukan juga penetapan blanko.

11. Hitung kadar nitrogen dan protein dengan rumus sebagai berikut:

N  (A  B)  N
HCl 
14,007 
100mg
sampel

A = mL HCl dari sampel

B = mL HCl dari blanko

% Protein + % N x Faktor Konversi

Faktor konversi susu = 6,38

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
Tabel 1. Hasil analisis kadar protein total
Kelompok Berat Kadar
Sampel mL HCl mL HCl %N Protein (%)
(mg) (sampel) (blanko) BB BK
A 6,64 11,33 47,8 5,49 35,
02
B 6,64 14,05 34,5 3,07 19,
58

4.2. PEMBAHASAN
Protein terdiri dari susunan asam amino dengan unsur utama C, H, O dan N.
Jumlah protein dalam bahan pangan biasanya dihitung dengan perkalian antara
jumlah nitrogen dengan 6,25 atau faktor konversi lain sesuai dengan jenis bahan
yang dianalisa. Metode yang umumnya digunakan untuk menentukan kadar
nitrogen dalam bahan adalah metode Kjeldahl. Metode ini pada prinsipnya adalah
oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk karbon dioksida,
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses tersebut adalah jenis katalis,
lama destruksi, serta penambahan bahan pereduksi dan pengoksidasi. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi proses tersebut adalah jenis katalis, lama
destruksi, serta penambahan bahan pereduksi dan pengoksidasi.

LAPORAN PRATIKUM

(PENGUKURAN KADAR VITAMIN C)

Di Susun Oleh:
Salma
45.451.19.012

PRODI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI


POLITEKNIK PALU
TAHUN 2020

DAFTAR ISI

halaman
DAFTAR ISI............................................................................................
KATA PENGATAR................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. latar belakang................................................................................
1.2. 1.2. tujuan percobaan..................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. pengertian kadar vitamin c............................................................
BAB III METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian ..........................................................
3.2. alat dan bahan penelitian ................................................................
3.3. prosedur penelitian..........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.hasil ...............................................................................................
4.2. pembahasan .................................................................................

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakn tugas berjudul “Pengukuran
kadar vitamin c” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dosen Fitriani Basrin., S.TP., MP pada mata kuliah Analisis hasil pertanian ,
selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang
Analisis hasil pertanian bagi para pembaca dan penulis.

Saya sebagai penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada semua


pihak yang telah membantu penulis dalam membagi sebagian pengatahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari, laporan yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh kerena itu, diperlukan kritik dan sarannya yang akan membantu penulis
untuk lebih menyempurnakan laporan ini.
Palu, 16, Desember, 2020

SALMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar belakang
Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin larut dalamair yang banyak
dijumlai pada buah-buahan. Vitamin C mudah mengalami kerusakan akibat
panas, dan cahaya. Oleh karean itu, vitamin C sering ditambahkan pada produk
minuman pada akhir proses pengolahan (terutama sebelum pengemasan). Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan vitamin C.
Ada beberapa cara untuk analisis kadar vitamin C, diantaranya dengan
metode titrasi Yodium, dan metode titrasi dengan 2,6 D (2,6 dichloroindophenol).
Analisis kadar vitamin C pada praktikum ini akan menggunakan metode titrasi
dengan 2,6D.
Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin larut dalamair yang banyak
dijumlai pada buah-buahan. Vitamin C mudah mengalami kerusakan akibat
panas, dan cahaya. Oleh karean itu, vitamin C sering ditambahkan pada produk
minuman pada akhir proses pengolahan (terutama sebelum pengemasan). Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan vitamin C.
Ada beberapa cara untuk analisis kadar vitamin C, diantaranya dengan
metode titrasi Yodium, dan metode titrasi dengan 2,6 D (2,6 dichloroindophenol).
Analisis kadar vitamin C pada praktikum ini akan menggunakan metode titrasi
dengan 2,6D.
1.2. Tujuan percobaan
T ujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara analisis kadar vitamin C.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan
dalam jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi
metabolisme dalam sel dan penting  untuk melangsungkan pertumbuhan
normal serta memelihara kesehatan. Vitamin dibagi ke dalam dua golongan.
Golongan pertama oleh Kodicek (1971) disebut prakoenzim (procoenzyme),
dan bersifat larut dalam air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak beracun,
diekskresi dalam urine. Yang termasuk golongan ini adalah tiamin,
riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat,
vitamin B12 (disebut golongan vitamin B) dan vitamin C.
Golongan kedua yang larut dalam lemak disebutnya alosterin, dan dapat
disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin ini terlalu banyak dimakan, akan
tersimpan dalam tubuh, dan memberikan gejala penyakit tertentu
(hipervitaminosis), yang juga membahayakan. Kekurangan vitamin
mengakibatkan terjadinya penyakit difisiensi, tetapi biasanya gejala penyakit
akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut sudah terpenuhi
(Poedjiadi, 1994). Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul
178 dengan rumus molekul C6H8O6.
Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190 – 192 oC. Bersifat
larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau alcohol yang mempunyai
berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam chloroform, ether, dan
benzene. Dengan logam membentuk garam. Pada pH rendah vitamin C lebih
stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih apabila
terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat aksidase, sinar, dan temperature
yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil
apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C akan
terbentuk asam dihidroaskorbat (Sudarmadji, 1989).

Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dihidroaskorbat


yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam dihidroaskorbat
secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut
menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan sebagai vitamin
C lagi.
Dalam larutan air vitamin C mudah dioksidasi, terutama apabila
dipanaskan. Oksidasi dipercepat apabila ada tembaga atau suasana alkalis.
Kehilangan vitamin C sering terjadi pada pengolahan, pengeringan, dan
cahaya. Vitamin C penting dalam pembuatan zat-zat interseluler, kolagen.
Vitamin ini tersebar keseluruh tubuh dalam jaringan ikat, rangka, matriks,
dan lain-lain. Vitamin C berperan penting dalam hidroksilasi prolin dan lisin
menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin yang merupakan bahan
pembentukan kalogen tersebut (Poedjiadi, 1994).
Vitamin C mudah larut dalam air sehingga apabila vitamin C yang
dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan, kelebihan tersebut akan dibuang
dalam urine. Karena tidak disimpan dalam tubuh, vitamin C sebaiknya
dikonsumsi setiap hari. Dosis rata-rata yang dibutuhkan bagi orang dewasa
adalah 60-90 mg/hari. Tetapi masih bisa melebihi dosis yang dianjurkan,
tergantung pada kondisi tubuh dan daya tahan tubuh masing-masing orang
yang berbeda-beda (Sudarmadji, 1989).
Sumber vitamin C adalah sayuran berwarna hijau dan buah-buahan. Vitamin
C dapat hilang karena hal-hal seperti :
1.      Pemanasan, yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur,
2.      Pencucian sayur setelah dipotong-potong terlebih dahulu,
3.      Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan, dan
4.      Membuka tempat berisi vitamin C sebab oleh udara akan terjadi
oksidasi yang tidak reversible (Poedjiadi, 1994).
Penentuan vitamin C dapat dikerjakan dengan titrasi iodimetri. Titrasi
iodimetri merupakan  titrasi langsung berdasarkan reaksi redoks yang
menggunakan larutan baku I2 untuk mengoksidasi analatnya. 
AReduksi + I2 Û AOksidasi + I-
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat
yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi. Indikator yang
digunakan ialah amilum, dengan perubahan dari tak berwarna menjadi biru.
Harga vitamin C (asam askorbat) sering ditentukan kadarnya dengan titrasi
ini. Vitamin C dengan iod akan membentuk ikatan dengan atom C nomer 2
dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang (Harjadi,1990).
BAB III
METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian
Peneitian ini dilaksanakan pada bulan desember yang sebagia besar
dilasankan di labolatorium politeknik palu jurusan teknologi pengolah hasil bumi,
diantannya proses pengukuran kadar vitamin c

3.2. alat dan bahan


Bahan-bahan yang diperlukan adalah sari buah-buahan (jus buah), dan bahan-
bahan kimia diantaranya reagen HPO3-Asam asetat, dan larutan 2,6
dichloroindophenol, dan kertas saring. Alat-alat yang diperlukan adalah gelas
Beaker, Erlenmeyer, gelas ukur dan biuret.
3.3. prosedur penelitian
1. Peraslah buah-buah dan saring dengan menggunakan kertas saring. (pada
praktikum ini boleh menggunakan jus buah dalam kemasan kotak, dan
saring jus tersebut).
2. Ambil hasil saringan (filtrat) sebanyak 10 mL dan masukkan ke dalam
Erlenmeyer.

3. Tambahkan 10 mL reagen HOP3-Asam Asetat dan gojog sampai merata.


4. Titrasi dengan larutan 2,6 D yang telah distandarisasi sampai berubah
warna menjadi merah muda yang tidak hilang selam 5 detik.
5. Lakukan hal yang sama untuk blanko (tanpa sampel). Buatlah 3 x ulangan.

6. Hitunglah ekivalen titrasi terkoreksi (titrasi sampel – titrasi blanko) yang


menunjukkan 1 mL larutan 2,6 D dengan jumlah asam askorbat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
Tabel 1. Hasil analisis kadar vitamin C

Kelompok Titrasi dengan larutan 2,6 Selisih dgn Kadar vitamin C


D (mL) titrasi blanko (mg)
(mL)
A1-Ulangan 3 8,5 1,62

*A2 atau B2 19,3 7,7 2,50


Bahan=…….

4.2. PEMBAHASAN
Vitamin C mudah larut dalam air sehingga apabila vitamin C yang dikonsumsi
melebihi yang dibutuhkan, kelebihan tersebut akan dibuang dalam urine. Karena
tidak disimpan dalam tubuh, vitamin C sebaiknya dikonsumsi setiap
hari. Penentuan vitamin C dapat dikerjakan dengan titrasi iodimetri. Titrasi
iodimetri merupakan  titrasi langsung berdasarkan reaksi redoks yang
menggunakan larutan baku I2 untuk mengoksidasi analatnya. Iod merupakan
oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor
yang cukup kuat dapat dititrasi. Indikator yang digunakan ialah amilum, dengan
perubahan dari tak berwarna menjadi biru. Harga vitamin C (asam askorbat)
sering ditentukan kadarnya dengan titrasi ini.

LAPORAN PRATIKUM
(PENGUKURAN ANALISIS WARNA)

Di Susun Oleh:

Salma
45.451.19.012

PRODI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI


POLITEKNIK PALU
TAHUN 2020

DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI............................................................................................
KATA PENGATAR................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. latar belakang................................................................................
1.2. tujuan percobaan............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. pengertian analisis warna................................................................
BAB III METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian ..........................................................
3.2. alat dan bahan penelitian ..............................................................
3.3. prosedur penelitian........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.hasil .................................................................................................
4.2. pembahasan ....................................................................................

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakn tugas berjudul “Pengukuran
analis warna ” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dosen Fitriani Basrin., S.TP., MP pada mata kuliah Analisis hasil pertanian ,
selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang
Analisis hasil pertanian bagi para pembaca dan penulis.

Saya sebagai penulis mengucapkan banyak terimah kasih kepada semua


pihak yang telah membantu penulis dalam membagi sebagian pengatahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari, laporan yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh kerena itu, diperlukan kritik dan sarannya yang akan membantu penulis
untuk lebih menyempurnakan laporan ini.

Palu, 16, Desember, 2020

SALMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. latar belakang
Warna dapat dievaluasi baik secara visual dengan penglihata, maupun
secara objektif dengan menggunakan alat, diantaranya spektrofotometer, dan
colorimeter. Beberapa sebutan untuk colorimeter diantaranya chromameter, color
checker atau color reader. Pengukuran warna secara visual umumnya dilakukan
dengan mengamati warna dan mencari kesamaan warna pada Munsell Book of
Colour. Pengukuran secara visual kurang akurat, meskipun demikian pengukuran
secara visual dapat memberikan informasi tentang warna.

Pada prinsipnya pengukuran warna secara instrumental atau menggunakan


alat meliputi proses analisa dan pendeskripsian. Ada beberapa sistem pengukuran
warna (color measurement system) yaitu Hunter L, a, b Color Scale; CIE L*a*b*
Color Scale, dan L C H. Setiap sistem pengukuran memiliki keunggulan dan
kelemahan. Namun demikian CIE (Commission Internationale de L’Clairage)
merekomendasikan menggunakan sistem CIE L*, a*, b*. Rekomendasi tentang
pengukuran warna pertama kali dibentuk pada tahun 1931 oleh CIE. Seiring
dengan perkembangan teknologi, perbaikan terus dilakukan untuk kesempurnaan
pengukuran warna.

L (lightness) menunjukkan tingkat terangnya suatu warna dimana 0


mengindikasikan warna hitam dan 100 menunjukkan putih. Notasi a (red-green)
menunjukkan bahwa positif a (+a) adalah merah, negatif a (-a) menunjukkan
hijau, dan 0 adalah netral. Notasi b (bluegreen) dimana positif b (+b) adalah
kuning, negatif b (-b) adalah biru, dan 0 adalah netral.

1.2. Tujuan percobaan


Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur intensitas
warna dengan menggunakan chromameter.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Warna merupakan salah satu parameter mutu produk pertanian baik yang
masih segar maupun yang terlah diolah sehingga sangat penting dalam
mempelajari cara mengukur warna. Warna sering digunakan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi baik fisik maupun kimia suatu produk pertanian.
Pengukuran warna secara visual atau kualitatif sangat sulit dilakukan karena
indera penglihatan menusia sulit untuk membedakan perbedaan warna yang
sedikit. Pengukuran warna produk pertanian dapat dilakukan dengan
menggunakan.alat yang bernama colour checker. Alat ini dapat mengukur warna
dengan hasil berupa angka dan dibagi menjadi Lightness, Chroma dan Hue. Hue
merupakan karakteristik warna berdasar cahaya yang dipantulkan oleh objek,
dalam warna dilihat dari ukurannya mengikuti tingkatan 0 sampai 359. Sebagai
contoh, pada tingkat 0 adalah warna Merah, 60 adalah warna Kuning, untuk warna
Hijau pada tingkatan 120, sedangkan pada 180 adalah warna Cyan. Untuk tingkat
240 merupakan warna Biru, serta 300 adalah warna Magenta.
            Saturation/Chroma adalah tingkatan warna berdasarkan ketajamannya
berfungsi untuk mendefinisikan warna suatu objek cenderung murni atau
cenderung kotor (gray). Saturation mengikuti persentase yang berkisar dari 0%
sampai 100% sebagai warna paling tajam. Lightness adalah tingkatan warna
berdasarkan pencampuran dengan unsure warna Putih sebagai unsure warna yang
memunculkan kesan warna terang atau gelap. Nilai koreksi warna pada
Brightness/Lightness berkisar antara 0 untuk warna paling gelap dan 100 untuk
warna paling terang.
Selain LCH, color checker juga dapat digunakan untuk mengukur warna,
yaitu Hunter L, a, b Color Scale; CIE L*a*b* Color scale. Penggunaan
pengukuran menggunakan L*a*b perlu dikembangkan dan dipelajari lebih
mendalam karena pengukuran ini masih terbilang baru. L (Lightness)
menunjukkan tingkat terangnya suatu warna dimana 0 menunjukkan warna hitam
dan 100 menunjukkan warna putih. a menunjukkan warna hijau dan merah,
dimana a+ adalah merah dan a- adalah hijau. Sedangkan b menunjukkan warna
biru dan kuning dimana b+ adalah kunign dan b- adalah biru. Dengan
mempelajari pengukuran warna baik LCH maupun Lab diharapkan mampu
menambah wawasan dan kemampuan mahasiswa dalam melakukan uji mutu
menggunakan warna.

BAB III
METEDOLOGI
3.1. waktu dan tempat penelitian
Peneitian ini dilaksanakan pada bulan desember yang sebagia besar dilasankan
di labolatorium politeknik palu jurusan teknologi pengolah hasil bumi, diantannya
proses analisis warna
3.2. alat dan bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah kulit kayu secang, larutan HCl 0,1N
dan NaOH 0,1N..

3.3. prosedur penelitian


1. Kulit kayu secang sebanyak 5 gram direbus di dalam air aquadest (pH &,
normal) hingga air berwarna merah.
2. Kulit kayu secang dipisahkan dari larutan berwarna merah.

3. Larutan tersebut dibagi menjadi tiga bagian yang masing-masing


dituangkan dalam gelas Beaker.
4. Berilah label A (untuk pH 7), B (pH asam, <7), dan C (pH basa, >7).

5. Untuk membuat larutan berwarna merah dengan pH asam dilakukan


dengan meneteskan beberapa tetes larutan HCl hingga mencapai pH 5.
6. Untuk membuat larutan berwarna merah dengan pH basa dilakukan
dengan meneteskan beberapa tetes larutan NaOH hingga pH mencapai 9.
7. Ukurlah intensitas warna larutan A, B, dan C (dengan skala L, a,b dan L,
C, H).

8. Hitunglah total colour difference (E) dan magnitude of a change in hue


(H) baik untuk larutan B dan C terhadap standar (A).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL
Jenis Sampel Hasil Pengukuran Warna
Aguades 7,0
NaOH 11,4
HCL + aguades 8,3

4.2. PEMBAHASAN
Pengukuran warna secara visual atau kualitatif sangat sulit dilakukan karena
indera penglihatan menusia sulit untuk membedakan perbedaan warna yang
sedikit. Pada prinsipnya pengukuran warna secara instrumental atau menggunakan
alat meliputi proses analisa dan pendeskripsian. Ada beberapa sistem pengukuran
warna (color measurement system) yaitu Hunter L, a, b Color Scale; CIE L*a*b*
Color Scale, dan L C H. Setiap sistem pengukuran memiliki keunggulan dan
kelemahan.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.studocu.com/id/document/universitas-padjadjaran/analisis-
makanan/other/laporan-praktikum-analisis-pangan-kadar-
protein/3714707/view dikutip pada tanggal18/12/2020.

https://www.academia.edu/8072488/Laporan_Praktikum_Analisis_Pangan_Kadar
_Air_dan_Kadar_Abu dikutip pada tanggal18/12/2020.
https://www.academia.edu/11814276/ANALISIS_KADAR_LEMAK_METODE_
SOXHLET_AOAC_2005_dikutip pada tanggal18/12/2020.

https://www.slideshare.net/InayatulFD97/laporan-praktikum-kadar-air-87576067
dikutip pada tanggal18/12/2020.

https://www.slideshare.net/angreskris/analisa-kadarairdenganmetodeoven, dikutip
pada tanggal18/12/2020.

https://ehajulaeha027.wordpress.com/2014/10/06/jurnal-laporan-praktikum-
analisis-warna-2/pada tanggal18/12/2020.

Anda mungkin juga menyukai