Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deep Fat Frying


Deep-frying, adalah metode menggoreng dengan minyak jumlah banyak sehingga
semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam minyak panas. Deep frying
diklasifikasikan ke dalam metode memasak kering sebab tidak ada air yang digunakan dalam
proses memasak tersebut. Deep-frying banyak digunakan untuk mendapatkan hasil
penggorengan yang optimal. Deep frying secara meluas telah banyak digunakan oleh industri
pangan dengan menggunakan alat yang lebih canggih yaitu pressure fryer atau Vacum fryer.
Makanan yang digoreng dengan cara deep frying, telah menjadi kegemaran masyarakat untuk
semua kelompok umur. Selain prosesnya cepat, metode ini juga dapat dilakukan secara terus
menerus untuk memasak makanan dalam jumlah banyak. Dalam keadaan darurat, makanan
yang digoreng dengan teknik deep frying cukup aman dikonsumsi karena bakteri telah mati
pada suhu panas. Makanan yang telah digoreng menjadi lebih steril dan kering sehingga masa
simpan menjadi lebih lama. Apabila makanan digoreng dalam minyak untuk waktu lama, maka
kandungan air dalam makanan tersebut akan berkurang dan minyak mulai masuk ke dalam
makanan.
Beberapa bahan makanan ada yang dilapisi dengan tepung atau tepung panir sebelum digoreng.
Lapisan luar makanan (tepung/panir) dapat berpengaruh terhadap hasil penggorengan. Hasil
pelapisan tersebut dapat menyebabkan makanan bagian luar menjadi krispi dan berwarna
coklat sedangkan bagian dalam makanan telah matang namun tetap lunak/lembut. Makanan
yang telah mengalami proses deep fried, apabila diangkat dari minyak dan dikeringkan
kemudian dipanaskan kembali akan lebih krispi dari keadaan semula. Beberapa makanan
seperti kentang, kulit ayam menghasilkan pelapis alami sehingga tidak perlu dilakukan
pemaniran atau pencelupan ke dalam tepung. Produk makanan yang telah diproses dengan
teknik deep frying secara komersial misalnya potato chips, french fries, nuts, mie instant, dan
sebgainya. Setelah makanan ini dikemas, makanan bisa tahan lama, untuk disimpan sebelum
didistribusikan.
No. Kelebihan Kekurangan
1. Reaksi oksidasinya lebih lambat karna permukaan penggorengan yang dalam dan
sempit. Kenaikan suhu awal yang lambat kemudian terjadi kenaikan suhu yang sangat cepat.
2. Suhu penggorengan cepat meningkat sehingga hasil penggorengan dapat matang
dengan merata. Terjadi penyerapan minyak yang cukup banyak pada bahan pangan
yang diolah menggunakan cara deep fat frying.Akibatnya tekstur bahan pangan menjadi lebih
keras.
3. Terjadi proses pematangan secara bersama Penggunaan minyak yang banyak
4. Dapat memberi citarasa dan tekstur yang disukai Minyak goreng mudah menyala
(flammable), sehingga apabila temperatur terlalu tinggi dapat menyulut api.

Kerusakan minyak goreng pasca deep fried


Minyak goreng yang telah digunakan pada panas yang terlalu tinggi dan berkali-kali sudah tak
baik digunakan untuk menggoreng lagi. Minyak yang telah digunakan berkali-kali akan
mengalami kerusakan. Titik asap minyak yang telah digunakan berkali-kali akan semakin
turun. Tanda-tanda titik asap yang telah turun dapat diamati yaitu ketika minyak dipanaskan
sebentar, minyak sudah berasap dan bila digunakan untuk menggoreng hasil gorengan cepat
gosong. Minyak yang disimpan lama dalam keadaan terbuka dapat menyebabkan rancid
(tengik) karena telah terjadi oksidasi, polimerisasi dan gangguan lain yang tidak diharapkan
atau bahkan tercampur racun seperti acrylamide dari makanan yang bertepung. Beberapa hasil
pengujian dan indikator yang menunjukkan adanya kerusakan minyak yang dapat dilihat
dengan kasat mata adalah kotor, berasap, berbusa, mengental, dan berasa tengik. (Sekarsari,
2015)
4. Prosedur Percobaan

Adapun prosedur dalam percobaan ini adalah :

1. Pengukuran perubahan kekerasan sampel selama penggorengan

a. Menyiapkan sampel bahan pangan berupa kentang dan nugget mentah


sebanyak 2 (ulangan suhu) x 7 (waktu) x 14 (sampel tiap mengggoreng), 12
sampel digoreng dan 2 sampel tidak digoreng sebagai tawal sama dengan nol
untuk setiap sampel bahan pangan.

b. Menyiapkan penggorengan berisi minyak goreng kemudian


memanaskannya hingga mencapai suhu konstan (180°C). Suhu panas
diukur dengan thermokopel

c. Menyiapkan dua belas sampel dalam saringan kawat kemudian


mencelupkan dalam minyak yang telah panas secukupnya dengan variasi
lama pemanasan 0,1,2,3,4,5,6,7 menit.
d. Mengukur kekerasan dengan penetrometer kerucut untuk 6 buah sampel
dengan lama waktu penggorengan yang berbeda-beda

2. Pengukuran pengaruh suhu pada laju perubahan kekerasan

a. Melakukan hal yang sama seperti langkah nomor 1 dengan minyak pada
suhu 180°C dan 160°C.

b. Melakukan pengamatan yang sama seperti langkah nomor 1 dengan lama


penggorengan yang sama.

c. Membandingkan hasil pengamatan bahan pangan antara kentang dan


nugget pada suhu 180°C dan 160°C.
3. Uji sensori kematangan sampel

a. Menyiapkan sampel hasil penggorengan dari setiap lama penggorenga n.


Mengambil satu sampel oleh salah satu praktikan dari setiap perlakuan,
kemudian menncicipi sampel tersebut dengan cara mencicipi untuk
menentukan tingkat kematangannya, cukup mengunyah tidak menelannya.
Dari pengalaman mencicipi makanan tersebut, menentukan warna sampel,
tingkat kematangan.

b. Menghubungkan tingkat skor kematangan dan kekerasan hasil cicip


dengan hasil pengukuran penetrometer kerucut
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini praktikan akan membahas tentang Kinetika


Penggorengan Produk Pangan dengan Deep Fat Fryer. Deep-frying, adalah metode
menggoreng dengan minyak jumlah banyak sehingga semua bagian makanan yang
digoreng terendam di dalam minyak panas. Deep frying diklasifikasikan ke dalam
metode memasak kering sebab tidak ada air yang digunakan dalam proses memasak
tersebut.. Praktikan mendapatkan bagian makan yang di goring yaitu nugget yang
masih mentah sebanyak 26 biji. 2 sampel tidak digoreng untuk mengukur kondisi awal
dari nugget tersebut atau bias juga disebut kondisi 0 menit. Kemudian yang tersisa
terdapat 24 nugget. 12 nugget untuk suhu 160 ° dan 12 nugget lagi untuk di goring pada
suhu 180°. Kemudia praktikan sudahdi beri table skor dalam perubahan tiap menitnya
jika terdapat perubahan. Skor 1 perubahan warnanya putih , tingkat kematangannya
mentah dan kekerasannya sangat keras. Skor 2 perubahan warnanya putih agak kuning,
tingkat kematangannya agak mentah dan kekerasannya agak keras. Skor 3 perubahan
warnanya kuning, tingkat kematangannya sedang dan kekerasannya sedang. Skor 4
perubahan warnanya coklat muda, tingkat kematangannya agak matang dan
kekerasannya agak lunak. Skor 5 perubahan warnanya coklat tua, tingkat
kematangannya matang dan kekerasannya lunak. Berdasarkan hasil percobaan yang
telah dilakukan praktikan dengan menggoreng pada suhu 160° didapatkan hasil pada 0
menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 2 , kematangan skor 1
dan kekerasan skornya 4 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,3 . Uji sensori ini
dilakukan dengan indra manusia langsung yaitu mulut dengan meraskaannya langsung.
Kemudian praktikan menguji uji kekerasan dengan menggunakan penetrometer
kerucut yang menghasilkan 1,5 .Kemudian didapatkan hasil pada 1 menit pada uji
sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 2 , kematangan skor 2 dan kekerasan
skornya 4 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,6 serta untuk uji kekerasan
menghasilkan 1,05. Setelah itu didapatkan hasil pada 2 menit pada uji sensori
mendapatkan hasil warna dengan skor 2 , kematangan skor 3 dan kekerasan skornya 3
serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan
1,1. Setelah itu didapatkan hasil pada 3 menit pada uji sensori mendapatkan hasil
warna dengan skor 3, kematangan skor 3 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan
nilai rata-rata skornya 2,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 0,6. Setelah itu
didapatkan hasil pada 4 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor
4, kematangan skor 4 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata
skornya 3,3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 0,9. Setelah itu didapatkan hasil
pada 5 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 5, kematangan
skor 5 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 4 serta untuk
uji kekerasan menghasilkan 0,9. Setelah itu didapatkan hasil pada 6 menit pada uji
sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 5, kematangan skor 5 dan kekerasan
skornya 1 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3,6 serta untuk uji kekerasan
menghasilkan 1. Selanjutnya praktikan mengukur nugget dengan suhu penggorengan
180°. Maka didapatkan hasil pada menit ke 0 pada uji sensori mendapatkan hasil warna
dengan skor 2, kematangan skor 1 dan kekerasan skornya 4 serta mendapatkan nilai
rata-rata skornya 2,3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,5. Kemudian
didapatkan hasil pada menit ke 1 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan
skor 3 , kematangan skor 2 dan kekerasan skornya 4 serta mendapatkan nilai rata-rata
skornya 3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1. Kemudian didapatkan hasil pada
menit ke 2 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 3, kematangan skor
3 dan kekerasan skornya 3 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3 serta untuk uji
kekerasan menghasilkan 0,6. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 3 pada uji
sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 3, kematangan skor 4 dan kekerasan
skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3 serta untuk uji kekerasan
menghasilkan 1. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 4 pada uji sensori
mendapatkan hasil warna dengan skor 4, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 2
serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan
1,1. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 5 pada uji sensori mendapatkan hasil
warna dengan skor 5, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan
nilai rata-rata skornya 4 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,6. Kemudian
didapatkan hasil pada menit ke 6 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan
skor 5, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 1 serta mendapatkan nilai rata-rata
skornya 3,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,3. Berdasarkan literatur yang
praktikan baca bahwa dengan penggunaan suhu yang tinggi, proses penggorengan tidak
hanya memanaskan dan memasak makanan yang digoreng tetapi juga
mengeringkannya. Proses pemanasan pada suhu tinggi akan membunuh mikroba dan
menginaktivasi enzim yang ada di dalam makanan. Tergantung pada tebal tipisnya
makanan yang digoreng, pengeringan dapat mengeringkan bagian permukaan (untuk
produk yang tebal) atau seluruh bagian produk (untuk produk yang tipis). Pada bagian
yang kering, akan terjadi penurunan jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya (dinyatakan sebagai nilai aw atau aktivitas air) dan
kondisi ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroba. Produk berukuran tebal
yang digoreng tidak dapat bertahan lama jika disimpan di suhu ruang karena kadar air
rendah hanya di permukaan produk sementara bagian dalam masih basah. Kondisi ini
dapat memicu pertumbuhan bakteri patogen dan/atau pembusuk di bagian dalam
produk. Untuk memperpanjang umur simpan dari produk gorengan seperti ini, maka
penyimpanan dilakukan pada suhu tinggi (65°C) atau suhu rendah (suhu dingin (4°C)
atau suhu beku (-18°C) jika diinginkan umur simpan yang lebih panjang).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Deep-frying, adalah metode menggoreng dengan minyak jumlah banyak


sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam minyak
panas.
2. Proses pemanasan pada suhu tinggi akan membunuh mikroba dan
menginaktivasi enzim yang ada di dalam makanan.
3.
DAFTAR PUSTAKA

Sekarsari, Sandra. 2015. Satuan Operasi Penggorengan. Terdapat pada:


http://foodsciencentechnology2101.blogspot.co.id/2015/05/satuanoperasi-
penggorengan.html (Diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 7.15)

Anda mungkin juga menyukai