1. Abdoel Halim
Abdul Halim merupakan anak dari pasangan asal Banuhampu, Agam yaitu Achmad
Sutan Iyus dan Darama. Ia dilahirkan di Bukittinggi pada 27 desember 1911.
Abdul Halim merupakan Perdana Menteri Indonesia pada waktu pemerintahan Republik
Indonesia Serikat. Berkat sepupu ibunya yang bekerja di Bataafsche Petroleum
Maatscappij (BPM – sekarang dikenal sebagai Pertamina), Abdoel Halim bisa menempuh
pendidikan hingga Geneeskundige Hooge School atau Sekolah Kedokteran (sekarang
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).
Selain sebagai Perdana Menteri, beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri
Pertahanan. Setelah keluar dari dunia politik, Ia kembali menekuni bidangnya sebagai
dokter dan menjabat direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Abdoel Halim yang juga hobi dengan sepak bola juga terlibat dalam
pembentukan Voetbalbond Indonesische Jakarta (sekarang Persija) pada tahun 1927. Ia
juga pernah menjadi ketua KOI dan IKADA Foundation. Pada tahun 1952 Ia juga
memimpin kontingen Indonesia pertama dalam Olimpiade Helsinki.
3. Abdul Muis
Abdul Muis lahir di lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 dan
meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun.
1. Johannes Leimena, lahir: 1905, Wafat: 1977, Jasa: Menteri Kesehatan Pertama,
mengembangkan sistem klinik Puskesmas, tahun penetapan menjadi Pahlawan Nasional:
2010.
2. Karel Satsuit Tubun, lahir: 1928, Wafat: 1965, Jasa: Brigadir polisi, terbunuh saat
Gerakan 30 September, tahun penetapan menjadi Pahlawan Nasional: 1965.
3. Martha Christina Tiahahu, lahir: 1800, Wafat: 1818, Jasa: Gerilyawan dari Maluku
yang wafat saat ditahan Belanda, tahun penetapan menjadi Pahlawan Nasional: 1969.
Teungku Chik di Tiro adalah orang yang pertama kali mengobarkan prang sabi atau
perang sabil. Maksud dari prang sabi atau perang sabil ini adalah perang fi sabilillah,
perang di jalan Allah. Dengan semangat tersebut, beliau bersama temannya, Teungku
Chik Pante Kulu, dan pasukannya berhasil merebut satu per satu wilayah Aceh yang
sempat dikuasai oleh Belanda, terutama di sekitaran Aceh Besar dan Banda Aceh
sekarang.
Teungku Chik di Tiro meninggal tahun 1891 karena diberikan makanan beracun oleh
seorang wanita. Gelar pahlawan untuk Teungku Chik di Tiro diberkan pada 1973.
3. Cut Nyak Dhien (1850-1908)
Cut Nyak Dhien adalah istri dari salah satu pemimpin perang Aceh ,Teuku Umar. Namun
bukan istri yang pertama, melainkan yang ketiga. Cut Nyak Dhien berperang melawan
Belanda bersama dengan suami. Saat Teuku Umar meninggal, Cut Nyak Dhien tetap
melanjuta\kan perlawanan hingga beliau ditangkap dan dibuang ke Sumedang. Gelar
pahlawan untuk Cut Nyak Dhien diberikan pada 1964.
1. Silas Papare.
Beliau dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1918 di Serui, Irian Jaya. Ia telah berjuang
untuk mempengaruhi masyarakat agar bersatu merebut kembali tanah Papua dari tangan
penjajah dan telah bergabung dalam Batalyon Papua pada bulan Desember 1945 untuk
melancarkan pemberontakan terhadap Belanda yang menjajah tanah Papua. Pada bulan
Nopember 1946, ia membentuk Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII), kemudian
pada bulan Oktober 1949, ia juga membentuk Badan Perjuangan Irian (BPI) dengan
tujuan untuk membantu pemerintah Indonesia membebaskan Irian Barat dari tangan
Belanda sekaligus menyatukannya dengan NKRI.
Pada tanggal 15 Agustus 1962 Silas Papare terlibat sebagai anggota delegasi RI dalam
penandatanganan Persetujuan New York antara Indonesia dan Belanda, kemudian pada
tanggal 1 Mei 1963, Irian Barat pun resmi menjadi wilayah Republik Indonesia. Tak
lama kemudian silas meninggal dunia di tanah kelahirannya di Serui pada tanggal 7
Maret 1978.
2. Frans Kaisiepo.
Frans Kaisiepo diangkat sebagai Pahlawan Nasional karena telah berjuang sejak masa-
masa kemerdekaan RI dengan semangat kemerdekaan, ia sangat teguh menyatakan
gagasannya bahwa Papua merupakan bagian dari Nusantara, menjadikan dirinya
“dipinggirkan” oleh pemerintah Belanda. Ia merupakan putra daerah yang dilahirkan di
daerah Wardo, Biak pada tanggal 10 Oktober 1921, ia mengikuti kursus Pamong Praja di
Jayapura, salah satu gurunya bernama Soegoro Atmoprasodjo, mantan guru di Taman
Siswa Yogyakarta.
Frans telah membentuk berdirinya Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak. Frans juga
terlibat sebagai anggota delegasi Papua (Nederlands Nieuw Guinea), pada saat itu ia
membahas tentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) dalam Republik
Indonesia Serikat (RIS), dimana pada saat itu Belanda memasukkan Papua dalam NIT. Di
hadapan konferensi, Frans Kaisiepo memperkenalkan nama “Irian” sebagai pengganti
nama “Nederlands Nieuw Guinea”, yang secara historis dan politik merupakan bagian
integral dari Nusantara Indonesia (Hindia-Belanda).
Pada tanggal 4 Agustus 1969 melalui beberapa konfrontasi yang pada akhirnya
dilaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) , Frans sangat berperan dalam
pelaksanaan Pepera, karena pada masa itu Frans menjabat sebagai Gubernur Papua. Dan
hasil dari Pepera adalah masyarakat Papua dengan suara bulat tetap bergabung dengan
Indonesia.
3. Marthen Indey.
Pada tahun 1962 Marthen bergerilya untuk menyelamatkan anggota RPKAD yang
didaratkan di Papua selama masa Tri Komando Rakyat (Trikora). Di tahun yang sama,
Marthen menyampaikan Piagam Kota Baru yang berisi mengenai keinginan kuat
penduduk Papua untuk tetap setia pada wilayah kesatuan Indonesia.
1. Nyi Ageng Serang, lahir: 1752, wafat: 1828, keterangan: Pemimpin gerilyawan Jawa
yang memimpin penyerangan terhadap kolonial Belanda atas beberapa pendudukan,
penetapan menjadi pahlawan: 1974
2. Ahmad Rifa'i, lahir: 1786, wafat: 1870, keterangan: Pemikir dan penulis Islam yang
dikenal karena pernyataan anti-Belandanya, penetapan menjadi pahlawan: 2004
3. Ahmad Yani, lahir: 1922, wafat: 1965, keterangan: Pemimpin Angkatan Darat, terbunuh
saat Gerakan 30 September, penetapan menjadi pahlawan: 1965