Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Hyperplasia endometrium adalah keadaan dimana endometrium tumbuh secara


berlebihan. Kelainan ini bersifat benigna ( jinak ) ; akan tetapi pada sejumlah kasus
dapat berkembang kearah keganasan uterus. Sejumlah wanita berada pada resiko tinggi
menderita hiperplasia endometrium.
Penebalan pada lapisan dinding dalam rahim atau yang disebut dengan
hyperplasia endometrium terjadi karena kerja hormon estrogen. Makanya, jika terjadi
penebalan berlebih itu menunjukkan adanya peningkatan berlebih dari kadar hormon
estrogen itu sendiri.
Pada kasus umum, peningkatan hormon estrogen bisa terjadi akibat dipicu oleh
tumbuhnya kista. Pada kasus lain, penebalan dinding rahim juga terjadi karena faktor
ketidakseimbangan hormonal dimana peningkatan hormon estrogen tak diimbangi oleh
peningkatan progesteron. Kondisi ini juga biasanya dialami oleh wanita yang tergolong
berbadan gemuk karena produksi estrogennya berlebihan. Jadi, hiperplasia
endometrium sebenarnya bisa dialami siapa pun, baik yang sudah memiliki anak
maupun belum.

Tulisan ini akan memberi penjelasan mengenai :


1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Terapi
3. Pencegahan
2011HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
1. Anatomi dan Fisiologi Endometrium

Uterus adalah organ muscular yang berbentuk buah pir yang terletak di dalam
pelvis dengan kandung kemih di anterior dan rectum di posterior. Uterus biasanya
terbagi menjadi korpus dan serviks. Korpus dilapisi oleh endometrium dengan
ketebalan bervariasi sesuai usia dan tahap siklus menstruasi. Endometrium tersusun
oleh kelenjar- kelenjar endometrium dan sel-sel stroma mesenkim, yang keduanya
sangat sensitive terhadap kerja hormone seks wanita. Hormon yang ada di tubuh
wanita yaitu estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium, dimana
estrogen merangsang pertumbuhan dan progesterone mempertahankannya.
Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan kanalis
endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis.

Endometrium adalah lapisan terdalam pada rahim dan tempatnya menempelnya


ovum yang telah dibuahi. Di dalam lapisan Endometrium terdapat pembuluh darah
yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Saat ovum yang telah
dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan endometrium
(implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan induk dengan plasenta
yang berhubung dengan tali pusat pada bayi.
Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan
diri terhadap terjadinya kehamilan,agar hasil konsepsi bisa tertanam. Pada suatu
fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan berhenti
memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang
menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang
telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti
diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.

2. Siklus Endometrium Normal

Endometrium normal menunjukkan perubahan siklik yang disebabkan oleh


perubahan terkait dalam produksi hormon ovarium. Pemeriksaan histologik
endometrium pada specimen biopsy atau kuretase memungkinkan evaluasi fase
siklus endometrium. Bersama dengan riwayat menstruasi pasien, hal ini dapat
memberikan informasi penting mengenai kemungkinan penyebab perdarahan uterus
abnormal.

Siklus endometrium terbagi menjadi fase proliferative praovulasi yang


merupakan akibat stimulasi estrogen dan fase sekresi pascaovulasi yang diatur oleh
sekresi progesterone korpus luteum. Hari pertama siklus adalah mulainya
menstruasi.

Pada fase proliferative, terjadi pembentukan kembali endometrium yang


terlepas dari basal dan gambaran mitotic pada sel-sel stroma maupun kelenjar.
Endometrium menebal, dan kelenjar mulai menjadi berkelok-kelok. Fase sekretori
dimulai setelah ovulasi dengan sekresi progesterone luteum. Bukti histologis
pertama bahwa endometrium berada dalam fase sekretorik terlihat 2 sampai 4 hari
setelah ovulasi, ketika vakuol sekretorik subinti muncul di dalam kelenjar.
Kemudian, sekresi hal tersebut bergerak ke puncak sel inti bergerak kembali ke
dasar. Edema stroma tampak pada hari ke tujuh pascaovulasi.

Kelenjar tersebut menjadi lebih berkelok-kelok ujungnya berbentuk seperti


gerigi pada siklus. Arteriol spiral menjadi menonjol pada hari ke sembilan setelah
ovulasi. Mulai pada hari ke sembilan setelah ovulasi, sel-sel stroma menjadi lebih
besar, dengan peningkatan kandungan glikogen dan banyaknya sitoplas (perubahan
pradesidua). Pada saat fertilisasi tidak terjadi, neutrofil tampak di dalam stroma
sekitar 13 hari setelah ovulasi, disertai dengan meningkatnya perdarahan dan
nekrosis fokal kelenjar. (fase pramenstruasi). Dalam fase sekretorik siklus ini,
histology endometrium memungkinkan penilaian yang sangat akurat (dalam 2 hari)
mengenai tanggal siklus tersebut dalam kaitan dengan ovulasi.

Menstruasi terjadi akibat penurunan mendadak estrogen dan progesterone


akibat degenerasi korpus luteum. Arteriol spiral kolaps, menyebabkan degenerasi
iskemik pada endometrium. Endometrium menstrual menunjukkan terlepasnya
kelenjar, perdarahan, dan infiltrasi oleh leukosit neutrofil. Keseluruhan permukaan
endometrium hingga lapisan basal terlepas selama menstruasi, keseluruhan proses
ini memerlukan waktu 3-5 hari.

3. Hiperplasia Endometrium

3.1.Defenisi
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari
kelenjar, dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit
pada endometrium. Bersifat noninvasif, yang memberikan gambaran
morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang
bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian

endometrium.

Hyperplasia endometrium juga didefenisikan sebagai lesi praganas yang


disebabkan oleh stimulasi estrogen yang tanpa lawan. Hal ini biasanya terjadi
sekitar atau setelah menopause dan terkait dengan perdarahan uterus berlebihan
dan ireguler.
Menurut referensi lain, hiperplasia endometrium adalah suatu masalah
dimana terjadi penebalan/pertumbuhan berlebihan dari lapisan dinding dalam
rahim (endometrium), yang biasanya mengelupas pada saat menstruasi.
Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi
hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron. Pada masa remaja dan
beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi siklus yang tidak berovulasi
sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh progesteron dan
terjadilah hiperplasia. Kejadian ini juga sering terjadi pada ovarium polikistik
yang ditandai dengan kurangnya kesuburan (sulit hamil).

3.2. Klasifikasi

Risiko keganasan berkorelasi dengan keparahan hyperplasia, sehingga


diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Hyperplasia sederhana (hyperplasia ringan). Dicirikan dengan peningkatan


jumlah kelenjar proliferative tanpa atipia sitologik. Kelenjar tersebut,
meskipun berdesakan dipisahkan oleh stroma selular padat dan memiliki
berbagai ukuran. Pada beberapa kasus, pembesaran kelenjar secara kistik
mendominasi (hyperplasia kistik). Risiko karsinoma endometrium sangat
rendah.

2) Hyperplasia kompleks tanpa atipia (hyperplasia sedang/hyperplasia


adenomatosa). Menunjukkan peningkatan jumlah kelenjar dengan posisi
berdesakan. Epitel pelapis berlapis dan memperlihatkan banyak gambaran
mitotic. Sel-sel pelapis mempertahankan polaritas normal dan tidak
menunjukkan pleomorfisme atau atipia sitologik. Stroma selular padat masih
terdapat di antara kelenjar.

3) Hyperplasia kompleks dengan atipia (hyperplasia berat/hyperplasia


adenomatosa atipikal). Dicirikan dengan berdesakannya kelenjar dengan
kelenajr yang saling membelakangi dan nyatanya atipia sitologik yang
ditandai dengan pleomorfisme, hiperkromatisme dan pola kromatin inti
abnormal. Hyperplasia kompleks dengan atipia menyatu dengan
adenokarsinoma in situ pada endometrium dan menimbulkan risiko
karsinoma endometrium yang tinggi.
3.3. Pathogenesis

Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya


stimulasi unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen
tanpa hambatan). Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi
Gonadotrpin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap
pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti
perdarahan.

Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar sehingga


terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen
tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya
stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma endometrium tanpa
ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan
terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita usia
menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti
yaituprogesteron dan estrogen, maupun estrogen saja.

Estrogen tanpa pendamping progesterone (unoppesd estrogen) akan


menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh
adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan berlebih.

3.4. Gejala Klinis

Siklus menstruasi tidak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama
(amenorrhoe) ataupun menstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia).

Selain itu, akan sering mengalami flek bahkan muncul gangguan sakit kepala,
mudah lelah dan sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini, adalah
penderita bisa mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia berat.
Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan yang
cukup parah.
3.5. Factor Risiko

Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki


resiko tinggi

1. Sekitar usia menopause

2. Didahului dengan terlambat haid atau amenorea

3. Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan


lemak )

4. Penderita Diabetes melitus

5. Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai


pemberian progestin pada kasus menopause
6. PCOS – polycystic ovarian syndrome
7. Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor

3.6. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
hyperplasia endometrium dengan cara USG, Dilatasi dan Kuretase, lakukan
pemeriksaan Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk
pemeriksaan PA. Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan
ultrasonografi transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan
dinding cavum uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan
hysterosonografi dengan memasukkan cairan kedalam uterus.
Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi yang
dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan mikrokuret. Metode ini juga
dapatmenegakkan diagnosa keganasan uterus.

Dilatasi dan Kuretase


Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk terapi dan diagnosa perdarahan uterus.

Histeroskopi
Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil kedalam
uterusuntuk melihat keadaan dalam uterus dengan peralatan ini selain melakukan
inspeksi juga dapat dilakukan tindakan pengambilan sediaan biopsi untuk pemeriksaan
histopatologi.

3.7. Diagnosis Banding


Hiperplasia mempunyai gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu dapat
dipikirkan kemungkinan:
1) karsinoma endometrium,

2) abortus inkomplit

3) leiomioma

4) polip

3.8. Terapi
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai berikut:

1) Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai


terapi untuk menghentikan perdarahan.
2) Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon
di dalam tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang
bisa terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya. Rata-rata
dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan penebalan dinding
rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati
hiperplasia endometrial tanpa atipi, akan tetapi kurang efektif untuk
hiperplasia dengan atipi. Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone
asetat 10- 20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi continuous
progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif
untuk pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi. Terapi continuous
progestin dengan megestrol asetat (40 mg/hari) kemungkinan merupakan
terapi yang paling dapat diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal
atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi
endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon
pengobatan.
3) Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan perbaikan,
biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain. Tanda kesembuhan penyakit
hiperplasia endometrium yaitu siklus haid kembali normal. Jika sudah
dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk kembali
menjalani kehamilan. Namun alangkah baiknya jika terlebih dahulu
memeriksakan diri pada dokter. Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi
endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan
sebagainya.

4) Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi


ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan
rahim. Penyakit hiperplasia endometrium cukup merupakan momok bagi
kaum perempuan dan kasus seperti ini cukup dibilang kasus yang sering
terjadi, maka dari itu akan lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang
efektif.
3.9. Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan
terapi progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi
ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien
dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga
mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan pasien
dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi hanya 5%
diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial.

3.10. Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti :
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin,
untuk deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan
dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar
menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak
ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan. Terapi
terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
KESIMPULAN
Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan dalam rahim
(endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan proses yang jinak
(benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat menjadi kanker
rahim.
Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan ini tumbuh
dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan diri terhadap terjadinya
kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak terjadi kehamilan, maka lapisan
ini akan keluar saat menstruasi.

Hormon yang ada di tubuh wanita: estrogen dan progesteron mengatur


perubahan endometrium, dimana estrogen merangsang pertumbuhannya dan
progesteron mempertahankannya. Sekitar pertengahan siklus haid, terjadi ovulasi
(lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur ini tidak dibuahi (oleh sperma),
maka kadar hormon (progesteron) akan menurun, sehingga timbullah haid/menstruasi.

Pada saat mendekati menopause, kadar hormon2 ini berkurang. Setelah


menopause wanita tidak lagi haid, karena produksi hormon ini sangat sedikit sekali.
Untuk mengurangi keluhan/gejala menopause sebagian wanita memakai hormon
pengganti dari luar tubuh (terapi sulih hormon), bisa dalam bentuk kombinasi
estrogen + progesteron ataupun estrogen saja.

Estrogen tanpa pendamping progesteron (unoppesd estrogen) akan


menyebabkan penebalan endometrium. Pada beberapa kasus sel2 yang menebal ini
menjadi tidak normal yang dinamakan Hiperplasis atipik yang merupakan cikal bakal
kanker rahim.

Risiko terjadinya hiperplasia endometrium bisa tinggi pada: usia sekitar


menopause, menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid sama sekali, over-
weight, diabetes, SOPK (PCOS), mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron dalam
mengatasi gejala menopause. Gejalanya yang biasa/sering adalah perdarahan
pervagina yang tidak normal (bisa haid yang banyak dan memanjang).
Berikut ini beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan pada
hiperplasia endometrium:

USG: Terutama yang transvaginal

Biopsi : pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa dengan mikroskop


(PA) Dilatasi dan Kuretase (D&C): leher rahim dilebarkan dengan dilatator kemudian
hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan.

Hysteroscopy: memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim lewat vagina.


Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di PA-kan.

Pada kebanyakan kasus hiperplasisa dapat diobati dengan obat2an yaitu


dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/menghilangkan penebalan
serta mencegahnya tidak menebal lagi. Namun pemakain progesteron ini
menimbulkan bercak (spotting).

Setelah mengkonsumsi progeteron dalam waktu tertentu, dilakukan evaluasi


kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode sampling lainnya. Jika
tidak ada perbaikan, dilakukan dapat diberikan obat lagi. Histerektomi atau
pengangkatan rahim dilakukan jika anak sudah cukup atau hiperplasia nya jenis atipik.
Namun jika masih ingin punya anak maka masih ada pilihan dilakukan terapi
hormona.
DAFTAR PUSTAKA

1. Chandrasoma, Parakrama dan Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi. Edisi 2.


Jakarta : EGC. 2006.
2. Cotran dan Robbins. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC. 2008
3. www.e-learning.com
4. www.menstruasi.com
STATUS PASIEN

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Ny. Sulha


Umur : 39 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku/bangsa : Melayu/Indonesia
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Imam Bonjol gang Dodol
Nama Suami : Kamarozama
Tgl. Masuk : 21 Mei 2011 pukul 10:00 Wib

ANAMNESA PENYAKIT

KU : Perdarahan pervaginam
Telaah : Os datang ke RSU,Dr.R.M.DJOELHAM dengan
keluhan keluar darah dari vagina, bergumpal (+),
volume darah lebih kurang 4 kali ganti doek. Hal ini
dialami os lebih kurang 40 hari yang lalu.

Riwayat mentruasi sebelumnya:

 Menarche : 14 tahun

 Siklus : 28 hari

 Banyak : 2 kali ganti duk

 Lamanya : 7 hari

 HPHT : 26 November 2010

 TTP : 03 September 2011


Riwayat persalinan:

Os mempunyai 7 orang anak, semuanya dilahirkan secara spontan pervaginam


tanpa operasi.

RPT : (-)
RPO : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

1. Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70mmHg
Respirasi Rate : 20x/menit
Heart Rate : 80x/menit

Suhu : 36,5 0 C

2. Keadaan Penyakit
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Ikterus : (-)
Edema : (-)

Status Lokalisata

1. Kepala
Mata : conjungtiva palpebra superior pucat (-/-)
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Leher : pembesaran kelenjar getah brning (-/-)
2. Thorax
Inspeksi : simetris
Palpasi : Sterm fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+),suara tambahan (-/-)
3. Abdomen
Inspeksi : Massa (-), striae gravidarum (-), bekas operasi (-)
Palpasi : Hati tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri
tekan abdomen(+) Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltic usus normal
4. Ektremitas
Superior : dbn
Inferior : dbn

Status Obstetri dan Ginekologi

1. Abdomen
Inspeksi : Abdomen belum tampak membesar, massa
(-), striae gravidarum (-), bekas operasi (-)

Palpasi : Fundus uteri teraba, nyeri tekan abdomen (+)


Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus normal
2. Genetalia Ekterna
Vulva: Tanda radang (-), massa(-), Udem (-), Perdarahan (+), lesi(-),
Vagina: massa (-), nodul (-), darah (+), radang (-)
3. Genetalia Interna
Vaginal Toucher dilakukan

Pemeriksaan Penunjang

1. USG
Dilakukan pada tanggal 20 Mei 2011 (os melakukan USG sebelum
datang kerumah sakit, hasilnya adalah :

 Hiperplasia endometrium
2. Laboratorium
Dilakukan pada tanggal 21 Mei 2011
Darah rutin :

Hb : 9,9 gr/dl
Leukosit : 12.200

Golongan Darah :B
Urin rutin : (-)

RESUME ANEMNESA

KU : Perdarahan pervagina
Telaah : Os datang ke RSU,Dr.R.M.DJOELHAM dengan
keluhan keluar darah dari vagina berwarna coklat
kemerah-merahan, bergumpal (+), hal ini dialami os
lebih kurang 7 hari yang lalu, os juga mengaku perut
nya mules (+), sebelumnya os pernah tes urin dan
hasilnya positif.

PEMERIKSAAN FISIK

Status present

1. Keadaan Umum
Tekanan darah : 100/70mmHg
Status Lokalisata

1. Abdomen
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+)
Status Obstetri dan Ginekologi

1. Abdomen

Inspeksi : Abdomen belum tampak membesar

Palpasi : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan abdomen (+)


2. Genetalia Ekterna
Vagina : Ada darah keluar dari vagina
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. USG
Dilakukan tanggal 20 Mei 2011 :
 Hyperplasia endometrium

DIAGNOSA BANDING

 karsinoma endometrium,

 abortus inkomplit

 leiomioma endometrium

 polip endometrium

DIAGNOSA KERJA

 Hyperplasia endometrium

PENATALAKSANAAN

 IVFD RL 20 gtt/ menit


 Inj. Kalnex I gr / 8 Jam
 Ciprofloxacin 3 x 1
 Viferron 1 x 1
 Neorolut 2 x 1

RENCANA

 Kurretage

LAPORAN KURRETAGE

Dilakukan pada tanggal 25 Mei 2011 pukul 14.20 wib


 Ibu dalam posisi litotomi
 Operator melakukan teknik sterilisasi
 Dilakukan anestesi local sebelumnya infuse terpasang baik
 Dilakukan hygiene vulva
 Vagina dibuka dengan menggunakan inspekulo sehingga tampak
darah dan mulut rahim dijepit dengan menggunakan cunam cervik
 Dimasukkan sonde uterus untuk menentukan kedalamam uterus
 Setelah sonde uterus dikeluarkan maka dimasukkan alat untuk
mengikis dinding uterus / endometrium
 Setelah dinding uterus bersih dikikis maka inspekulo dikeluarkan dan
dikasih betadin

TERAPI POST KURRETAGE

 IVFD RL 20 gtt/ menit


 Asam Mefenamat 500 mg 3x1
 Ciprofloksasin 500 mg 3x1
 Metronidazol 500 mg 3x1
 Neorolut 2x1
 Diet MB
FOLLOW UP

Tanggal/jam 21-5- 2011 22-5-2011 22-5-2011 23-5-2011 23-5-


22.30 Wib 05.30 Wib 13.15 Wib 05.30 WIB 2011
10.00
WIB
KU Baik Baik Baik Baik Baik

Kesadaran CM CM CM CM CM

Keluhan Darah masih keluar (+) Darah masih keluar (+) Darah masih keluar (+) Darah masih keluar (+) Darah masih
Mules (+) keluar (+)
Jantung
berdebar
Lemas
Vital Sign TD : 140/70 mmhg TD : 100/70 TD : 90/70 mmHg RR TD : 110/70 mmHg TD :
RR : 24 x/i mmHg RR : : 20x/i RR : 22 x/i 120/90
HR : 60 x/i 24x/i HR : 76x/i HR : 80 x/i mmHg RR

0
HR : 84x/i T : 36,5 OC : 22 x/i
T : 36,5 C T : 36,6 0 C HR
T : 36,8 0 C : 84
x/i
T

Hiperplasia Endometrium
21
:
36,
5
O
C
Terapi  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL
20 gtt/i
 Inj.Kalnex 1 ampul / 8  Inj.Kalnex 1  Inj.Kalnex 1  Inj.Kalnex 1 ampul
jam ampul / 8 jam ampul / 8 jam / 8 jam  Inj.Kalnex
1 ampul
 Ciprofloksasin 500  Ciprofloksasin  Ciprofloksasin 500  Ciprofloksasin 500
/ 8 jam
mg 3x1 500 mg 3x1 mg 3x1 mg 3x1
 Ciproflok
 Viferron 1x1  Viferron 1x1  Viferron 1x1  Viferron 1x1
sasin 500
 Neorolut 2x1  Neorolut 2x1  Neorolut 2x1  Neorolut 2x1 mg 3x1

 Viferron
1x1

 Neorolut
2x1

Hiperplasia Endometrium
22
FOLLOW UP
Tanggal/jam 23-5- 2011 24-5-2011 24-5-2011 24-5-2011 25-5-2011

19.00 Wib 05.30 Wib 13.30 Wib 19.20 WIB 05.30 WIB
KU Baik Baik Baik Baik Baik

Kesadaran C C CM CM CM
M M
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Pusing (+)

Vital Sign TD : 120/60 TD : 120/80 TD : 110/70 TD : 110/80 mmHg TD : 100/80


mmhg RR : 22 mmHg RR : 22 mmHg RR : 24 x/i RR : 22 x/i mmHg RR :
x/i x/i HR : 80 x/i HR : 60 x/i 20 x/i
HR : 64 x/i HR : 78 x/i T : 36,5 OC HR :
T : 36,6 0 C
0
72 x/i
T : 36,8 C T : 37,2 0 C T :
37,0
O
C

Hiperplasia Endometrium
23
Terapi  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20
gtt/i
 Inj.Kalnex 1  Inj.Kalnex 1  Inj.Kalnex 1  Inj.Kalnex 1 ampul
ampul / 8 jam ampul / 8 jam ampul / 8 / 8 jam  Inj.Kalnex 1
jam ampul
 Ciprofloksasin  Ciprofloksasin  Ciprofloksasin 500
/ 8 jam
500 mg 3x1 500 mg 3x1  Ciprofloksasi mg 3x1
n 500 mg 3x1  Ciprofloksasi
 Viferron 1x1  Viferron 1x1  Viferron 1x1
n 500 mg
 Viferron 1x1
 Neorolut 2x1  Neorolut 2x1  Neorolut 2x1 3x1
 Neorolut 2x1
 Viferron 1x1

 Neorolut 2x1

Hiperplasia Endometrium
24
Tanggal/jam 25-5- 2011 25-5-2011 26-5-2011 26-5-2011

19.30 Wib 19.30 Wib 05.45 Wib 09.15 WIB


KU Baik Baik Baik Baik

Kesadaran CM CM CM CM

Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

Vital Sign TD : 140/90 mmhg TD : 140/80 mmHg TD : 110/70 mmHg TD : 110/80 mmHg
RR : 24 x/i RR : 24 x/i RR : 24 x/i RR : 22 x/i
HR : 88 x/i HR : 88 x/i HR : 72 x/i HR : 60 x/i

0 T : 37,1 0 T : 36,6 0 T : 36,5 OC


T : 37,1 C
C C

Hiperplasia Endometrium
25
Terapi  IVFD RL + 1 ampul  IVFD RL 20 gtt/i  IVFD RL 20 gtt/i  Asam mefenamat
pitogin 20 gtt/i 500 mg 3x1
 Asam mefenamat 500  Asam mefenamat
 Inj. Myomergin 1 mg 3x1 500 mg 3x1  Ciprofloksasin 500
ampul (IV) mg 3x1
 Ciprofloksasin 500 mg  Ciprofloksasin
 Ciprofloksasin 500 3x1 500 mg 3x1  Metronidazol 500
mg 3x1 mg 3x1
 Metronidazol 500 mg  Metronidazol 500
 Metronidazol 500 3x1 mg 3x1  Neorolut 2x1
mg 3x1
 Neorolut 2x1  Neorolut 2x1
 Asam mefenamat
500 mg 3x1

 Neorolut 2x1

Hiperplasia Endometrium
26
KESIMPULAN

 Pada tanggal 26 Mei 2011 pukul 09.45 wib Pasien PBJ


 Terapi PBJ adalah
Ciprofloksasin 500 mg 3x1 Asam
Mefenamat 500 mg 3x1
Metronidazol 500 mg 3x1
 Pasien PBJ dalam kondisi sehat

Hiperplasia Endometrium
27

Anda mungkin juga menyukai