Anda di halaman 1dari 8

Mielomeningokel

Definisi
Mielomeningokel adalah suatu gangguan pada perkembangan medula
spinalis pada masa embrio antara usia 18 hingga 27 hari gestasi, dimana terjadinya
kegagalan pada proses penutupan tuba neuralis.1 Mielomeningokel merupakan
salah satu bentuk malformasi dari medula spinalis, akar saraf, meningen, vertebra
dan kulit.2 Mielomeningokel menggambarkan bentuk disrafisme yang paling berat
yang melibatkan kolumna vertebralis dan mielomeningokel adalah bentuk paling
serius dari spina bifida.3 Mielomeningokel banyak terletak di punggung bagian
bawah, akan tetapi mielomeningokel dapat terjadi di sepanjang tulang belakang.3

Epidemiologi
Myelomeningokel terjadi pada regio servikal berkisar 5 % dan torakal
sekitar 10 % pada bayi. Keterlibatan regio servikal sering tidak berhubungan
dengan terbentuknya hidrosefalus dan malformasi Chiari II. Secara umum insiden
kelahiran mielomeningokel di seluruh dunia menurun . Di seluruh dunia, rata-rata
insiden mielomeningokel adalah 1-6 per 1000 kelahiran. Rata-rata defek tuba
neural mengalami kemunduran dari 1,3 per 1000 kelahiran pada tahun 1970
menjadi 0,6 per 1000 kelahiran pada tahun 1989. Berkurangnya angka kelahiran
mielomeningokel diakibatkan dari tingginya kesadaran ibu hamil yang
menggunakan asam folat pada masa prenatal dan tingginya rata-rata terminasi
kehamilan terhadap kertersediaan pemeriksaan serum alfa fetoprotein ibu dan
resolusi ultrasound untuk pemeriksaan janin di dalam rahim.4

Etiologi
Penyebab mielomeningokel masih belum diketahui, namun diduga ada
beberapa hal yang menyebabkan terjadinya mielomeningokel antara lain: 5-8
 Defek penutupan tuba neural
 Faktor predisposisi genetik
 Resiko berulang pada pasien yang pernah menderita sebelumnya
(meningkat sampai 3 – 4%)
 Pada kondisi dua kehamilan abnormal sebelumnya (meningkat
sampai sekitar 10%)
 Faktor nutrisi dan lingkungan
 Pengunaan suplemen asam folat selama hamil pada ibu merupakan
faktor protektif untuk munculnya insiden defek tuba neural pada
kehamilan yang beresiko. Konsumsi asam folat sebaiknya dimulai
sebelum pembuahan dan dilanjutkan hingga minggu ke-12
kehamilan saat pembentukan tuba neural selesai.
 Penggunaan obat-obatan tertentu juga meningkatkan resiko
mielomeningokel.
 Asam valproate yang merupakan antikonvulsan menyebabkan defek
tuba neural pada sekitar 1–2% kehamilan jika obat tersebut
dikonsumsi selama kehamilan.

Patofisiologi
Terdapat dua teori yang menyatakan terjadinya mielomenigokel yang
pertama teori “nonclosure” dan yang kedua merupakan teori “overdistensi”.
Mielomeningokel merupakan akibat dari proses teratogenik yang
menyebabkan kegagalan penutupan dan diferensiasi yang abnormal dari tuba neural
embrional selama kehamiilan 4 minggu pertama kehamilan. Perkembangan yang
abnormal dari posterior kaudal tuba neural mengakibatkan kerusakan pada medulla
spinalis, atau mielodisplasia. Tingkat lesi anatomik dari medulla spinalis
berpengaruh besar terhadap defisist sensorik, motorik dan neurologik pasien.
Perkembangan yang abnormal dari tuba anterior mengakibatkan kelainan pada
sistem saraf pusat.2

Manifestasi Klinis
Luas dan tingkat defisit neurologis mielomeningokel tergantung pada lokasi
mielomeningokel. Kelainan sistem kongenital yang multiple sering terjadi pada
pasien dengan mielomeningokel. Mielomeningokel dapat menyebabkan gejala
yang meliputi: 2,6
 Masalah dengan gerakan fisik
 Hilangnya sensasi, misalnya, bayi tidak dapat merasakan panas atau
dingin
 Kehilangan kontrol usus dan kandung kemih
Lesi pada daerah sakrum bawah dapat menyebabkan inkontinensia usus
besar dan kandung kemih yang disertai dengan anestesi pada daerah
perineum namun tanpa gangguan fungsi motorik
 Kaki bengkok atau abnormal, misalnya clubfoot
 Terlalu banyak cairan serebrospinal di kepala (hidrosefalus)
 Masalah dengan pembentukan otak (malformasi Chiari 2)
 Dapat berkaitan dengan kelainan berupa palatoscizis
 Kelainan jantung dan anomali traktus genitourinaria
 Malformasi struktur kromosom mesodermal yang berhubungan dengan
abnormalitas kromosom, termasuk trisomy 13 dan 18, triploidi, dan
mutasi gen tunggal.
Pemeriksaan bayi mielomeningokel menampakkan paralisis flaksid tungkai
bawah, tidak adanya refleks tendon dalam, tidak ada respon terhadap sentuhan dan
nyeri, dan tingginya insiden kelainan postur tungkai bawah (termasuk club foot dan
subluksasi pinggul). Namun,penderita dengan mielomeningokel di daerah torakal
atas atau daerah servikal biasanya memiliki defisit neurologis yang sangat minim
dan pada kebanyakan kasus tidak mengalami hidrosefalus3

Gambar 1. Tipe Spina Bifida


Penegakan Diagnosis
Spina bifida dapat di diagnosis selama kehamilan atau setelah bayi lahir.8
 Selama kehamilan terdapat screening test (prenatal test) untuk mengetahui
spina bifida dan berbagai defek kelahiran.
 AFP
Merupakan protein yang diproduksi oleh bayi sebelum lahir. Tes AFP
mungkin merupakan bagian dari tes yang disebut sebagai “triple screen”
yang digunakan untuk melihat defek tuba neural dan jaringan lainnya. AFP
merupakan tes darah sederhana dimana pengukurannya dapat dilakukan
dengan mengambil cairan amnion (amniosentesis). Nilai AFP yang tinggi
hingga mencapai 97% memiliki kemungkinan bahwa bayi mengalami spina
bifida.6, 8
 Ultrasonografi
Beberapa pusat menggunakan ultrasonografi sebagai alat skrining awal
untuk defek tuba neural, khususnya pada umur kehamilan 18 minggu. Hal
ini mencerminkan meningkatnya kecanggihan teknologi ultrasonografi,
tetapi diagnosis yang akurat tergantung pada keahlian dan pengalaman
operator dan kualitas peralatan. Dengan USG perubahan yang terkecil
mielomeningokel dapat terdeteksi dalam konfigurasi kranial dan serebelum
selama scanning kepala janin.2 Diagnosis menggunakan USG tidak cukup
sensitif untuk memberikan deteksi yang handal dan akurat dari besarnya
defek setelah konfirmasi janin mielomeningokel. Dokter disebagian besar
pusat perawatan tersier melakukan pemeriksaan USG mingguan untuk
mengamati pertumbuhan dan perkembangan janin. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa kebanyakan kasus yang di diagnosis baik setelah 24
minggu usia kehamilan tetap tidak terdiagnosis sampai setelah lahir.2
 Setelah bayi lahir
Pada beberapa kasus, spina bifida tidak dapat dideteksi sampai bayi lahir.
Hal ini disebabkan karena ibu tidak mendapatkan perawatan prenatal atau pada
pemeriksaan USG tidak menunjukkan gambaran yang jelas pada bagian tulang
belakang.8
 MRI
Tes ini menggunakan lapangan magnet yang kuat dan sinyal radio untuk
membuat gambar rinci tentang struktur dalam tubuh, termasuk otak, saraf
tulang belakang dan sendi, termasuk sendi-sendi tulang belakang
 CT scan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas pada medula spianalis bayi dan
tulang pada daerah punggung. Dokter menggunakan CT scan dari kepala untuk
memeriksa ukuran ventrikel otak. Adanya pembesaran ventrikel menunjukkan
terdapatnya hidrosefalus.
 Pemeriksaan Neurologis
Tabel 1. Penentuan Lesi Mielomeningokel9

Penatalaksanaan
 Pembedahan
Anak dengan spina bifida pada tulang belakang memerlukan operasi
bedah saraf dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah lahir. Walaupun kerusakan
pada sumsum tulang belakang, tidak dapat kembali, pasien dengan spina bifida
khususnya mielomeningokel memerlukan perawatan berkelanjutan untuk
masalah yang berasal dari kerusakan pada sumsum tulang belakang.10
Tujuan dari tindakan operasi adalah untuk mencegah infeksi dan
kerusakan pada sumsum tulang belakang bayi. Banyak bayi dengan
mielomeningokel juga memiliki cairan serebrospinal (hidrosefalus). Setelah
perbaikan mielomeningokel, sebagian besar bayi memerlukan tindakan
shunting untuk hidrosefalus. Tidak semua bayi dengan mielomeningokel perlu
sebuah shunt. Kebanyakan bayi yang membutuhkan shunt dalam waktu 4
sampai 8 minggu setelah kelahiran. Jika bayi mengalami hidrosefalus berat saat
lahir, maka diperlukan operasi untuk membuat sistem drainase sementara
beberapa hari pertama setelah lahir. Dan bila bayi tidak memiliki hidrosefalus
saat lahir, perlu dilakukan pemantauan selanjutnya untuk melihat ada tidaknya
perkembangan tersebut.6
Jika gejala atau tanda disfungsi otak muncul, dindikasikan untuk
dekompresi bedah medula spinalis dan medula servikalis. Club foot mungkin
memerlukan pembidaian, dan pinggul yang mengalami dislokasi mungkin
memerlukan tindakan operasi.
 Antibiotik
Antibiotik spektrum luas sebaiknya diberikan hingga tulang belakang
menutup untuk mengurangi resiko infeksi ke sistem saraf pusat. Pada penelitian
retrospektif pada anak dengan penutupan tulang belakang setelah anak
berumur lebih dari 48 jam, ventirkulitis terjadi lebih sedikit pada anak yang
diberikan antibiotik profilaksis dibandingakan dengan anak yang tidak
diberikan antibiotik dengan perbandingan 1 : 19.2
 Rehabilitasi
Dalam mengelola kasus bayi baru lahir dengan mielomeningokel, terapis fisik
membentuk dasar dari fungsi otot. Selama anak berkembang, terapis fisik
memantau keselarasan bersama, ketidakseimbangan otot,kontraktur, postur,
dan tanda disfungsi neurologi progresif.2
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering muncul berkaitan dengan luka pasca operasi
yang berhubungan dengan kejadian infeksi oleh karena lukanya yang terbuka.
Selain itu kebocoran CSF juga dapat terjadi pada kondisi luka yang terbuka tanpa
adanya pemasangan shunt.1

Prognosis
Anak yang dilahirkan dengan mielomeningokel yang diobati secara agresif,
kisaran mortalitas adalah sekitar 10- 15%,dan sebagian besar kematian terjadi
sebelum usia 4 tahun. Sebanyak 70% dari kasus yang bertahan hidup memiliki
intelegensi normal, tetapi masalah belajar dan gangguan kejang lebih lazim
daripada populasi biasa. Episode meningitis atau ventrikulitis sebelumnya
mempengaruhi quosien intelegent (IQ). Karena mielomeningokel merupakan
keadaan yang kronik, tindak lanjut multidisipliner periodik sangat diperlukan.3

Referensi:
1. Walsh JW, Alvernia JE. Open Dysraphism In: Kim DH, Betz RR, Huhn SL,
Newton PO. Surgery of the Pediatric Spine. Thieme Medical Publishers,
Inc: 2008. p. 172-6.
2. Kaplan, Robert J. Myelomeningocele in Physical Medicine and
Rehabilitation Review. McGraw-Hill Medical Pub. 2005. p. 232-8.
3. Pribadi, Fajar W. Neurobehaviour and Spesific Sense Systems. Universitas
Jenderal Sudirman. Purwokerto: 2009.
4. Shaer M, Cheseheir, N. Myelomeningocele: A Review of The
Epidemiology, Genetics, Risk Factors for Conception, Prenatal Diagnosis,
and Prognosis for Affected Individuals. CME Review Article. 2007;2(7):1-
12
5. Spina Bifida & Hydrocephalus Association of Canada. Myelomeningocele.
av. Lombard Avenue Winnipeg MB R3B 977-167 0V3 . [Updated May
2008 ; Accessed July 2018]. Available at:
http://www.sbhac.ca/pdf/Myelomeningocele.pdf.
6. Seattle Children’s hospital. Chromosomal and Genetic Conditions
Myelomeningocele. [Updated february 2012 ; Accessed July 2018].
Available at : http://www.seattlechildrens.org/medical-
conditions/chromosomal-genetic-conditions/myelomeningocele-treatment/
7. Kumar, R. Meningocele vs Myelomeningocele. [Updated December 2011
; Accessed July 2018]. Available at : http://spinabifidainfo. com/
meningocele-vs-myelomeningocele/.
8. Center For Disease Control. Spina Bifida. National Center On Birth Defect
And Developmental Disabiity. Atlanta. [Updated March 2011 ; Accessed
July 2018]. Available at: http://www.cdc.gov/ncbddd/spinabifida/
facts.html.
9. Warf BC. Myelomeningocele In: Cohen AR. Pediatric Neurosurgery Tricks
and Trade. Thieme Medical Publishers, Inc. 2016. p. 269-79.
10. Mclone, Dacid G dan Bowman, Robin M. Overview of the Management of
Myelomeningocele. [Updated December 2011 ; Accessed July 2018]
Available at : http://www.uptodate.com/contents/overview-of-the-
management-of-myelomeningocele-spina-bifida?view=print.

Anda mungkin juga menyukai