Anda di halaman 1dari 6

Distrofi Muskular

Distrofi muskular merupakan suatu kelompok kelainan otot non inflamasi


yang bersifat genetik (miopati primer). Kelainan ini ditandai dengan degenerasi
progresif dan kelemahan otot skeletal tanpa penyebab sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer yang nyata1.
1. Duchenne Muscular Dystrophy
Kelainan ini memiliki dua jenis tipe yaitu:
a. Tipe Klasik
Jenis ini diturunkan secara resesif sex-linked, dan hanya mengenai laki-laki.
Insidensi kasus ini terjadi pada 1 dari 3500 kelahiran anak laki – laki. Penyakit ini
disebabkan oleh adanya defek pada lokus p21 pada kromosom X yang
menyebabkan kegagalan pengkodean daripada protein dystrophin. Sebagian besar
kasus ini terjadi oleh karena adanya mutasi seperti delesi (65%), duplikasi (6-10%),
dan mutasi kecil (10%). Protein dystrophin terletak pada permukaan intrasel pada
sarkolemma yang berfungsi untuk menjaga integritas sel – sel otot jantung dan
skeletal dengan cara berikatan dengan F-actin pada terminal N dan β-dystroglycan
pada terminal C. Kegagalan dari fungsi ini akan menyebabkan kebocoran membran
sel, rusaknya serat – serat otot yang kemudian digantikan oleh jaringan lemak dan
fibrosa. Hal ini terjadi oleh karena adanya gangguan terhadap komplek DGC
(dystrophin-associated Glycoprotein Complex) yang menyebabkan instabilitas
membran dan rentan untuk terjadinya injury. Selain itu, akibat kerapuhan membran
otot memungkinkan kebocoran komponen sitoplasmik seperti kreatinin kinase dan
peningkatan masuknya Ca2+ yang mengawali sejumlah aspek patologis dari
peristiwa yang menyebabkan nekrosis dan fibrosis otot. Kekurangan dystropin juga
mengakibatkan gangguan pada transmisi tekanan normal sehingga tekanan lebih
besar ditempatkan pada miofibrillar dan protein membran yang dapat menyebabkan
kerusakan otot selama kontraksi2,3.
Gambar 1. Struktur Protein Penyokong Otot

Gejala muncul sebelum usia anak sekolah dengan rerata usia 4 tahun, tetapi
dapat juga muncul setelah remaja. Penderita jarang berusia lebih dari 20 tahun, dan
mortalitas yang ditimbulkan oleh penyakit ini biasanya disebabkan oleh gagal
jantung atau kardiomiopati. Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa
kelemahan otot panggul yang simetris, terutama mengenai otot proksimal
ekstremitas bawah seperti otot gluteus maksimus, quadriceps, dan tibialis anterior
kemudian berlanjut ke otot distal. Otot – otot pelvis lebih dahulu dipengaruhi
dibandingkan otot – otot bahu. Penderita biasanya sulit bangun untuk berdiri dari
posisi duduk dan harus memegang tungkai. Gejala ini khas pada distrofi muskular
dan disebut tanda Gower, oleh karena kelemahan otot gluteus maksimus. Pada saat
berjalan, penderita cenderung gemetar dan tampak tertatih – tatih (waddling gait).
Penderita biasanya sulit untuk berlari dan sering terjatuh. Untuk menjaga
keseimbangan tubuh, lordosis dapat terjadi. Kiphoskoliosis bisa berkembang
setelah anak tidak bisa berjalan. Otot betis tampak membesar, namun hanya berisi
jaringan lemak sehingga tampak pseudohipertrofi. Penyakit ini bersifat progresif.3,4
Gambar 2. Tanda Gower

Refleks tendon menurun dan dapat hilang karena hilangnya serat – serat
otot, refleks patella cenderung menurun diawal penyakit sedangkan refleks Achiles
biasanya masih dapat muncul dalam beberapa tahun. Gangguan pernapasan dapat
terjadi oleh karena kelemahan otot interkostalis, otot diafragma dan skoliosis berat.
Kelemahan otot mempengaruhi semua aspek dari fungsi paru termasuk mucociliary
clearance, pertukaran gas, dan kontrol pernapasan. Kardiomiopati dapat terjadi
berupa pembesaran jantung, takikardi persisten dan gagal jantung terjadi pada 50%
- 80% penderita.3,4
Dari pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya peningkatan enzim –
enzim otot seperti kreatinin fosfokinase yang meningkat 200 – 300 (normal < 160),
aldolase, alanin transaminase. Pemeriksaan elektromiografi tidak memberikan
gambaran spesifik. Elektromiografi menunjukkan fibrilasi, gelombang positif,
amplitude rendah, potensial motor unit polipasik kadang – kadang frekuensi tinggi.
Biopsi otot dapat memberikan gambaran mengenai jenis distrofi muskular.
Degenerasi melebihi regenerasi dan terjadi penurunan jumlah serat otot, digantikan
dengan lemak dan jaringan konektif (fibrosis).3,4
Gambar 3. Biopsi Otot yang Atropi digantikan Lemak dan Jaringan Fibrosa

Penanganan distrofi muskular membutuhkan multidisiplin keahlian


diantaranya neurologi, psikiatri, bedah ortopedi, kardiologi, pulmonologi, gizi, dan
fisioterapi. Saat ini belum ada terapi yang efektif untuk distrofi muskular Duchenne.
Untuk memperlambat progresifitas penyakit dapat digunakan prednison,
prednisolon, deflazacort, yang dapat menurunkan apoptosis dan menurunkan
kecepatan timbulnya nekrosis. Pemberian steroid lebih awal dapat meningkatkan
kekuatan otot sehingga kemampuan berjalan pasien diperpanjang sampai usia
belasan dan menurunkan kejadian skoliosis, kontraktur, menjaga fungsi pernapasan
dan fungsi jantung. Dosis prednison/prednisolon 0,75 mg/kgbb/hari bisa diberikan
secara harian atau diberikan secara intermiten, misalnya 10 hari diberikan/10 hari
tidak, untuk menghindari komplikasi kronis. Adapun efek samping pemberian
prednison jangka lama antara lain bertambahnya berat badan, osteoporosis,
cushingoid, iritabilitas, hirsutisme. Pemberian terapi steroid juga harus diimbangi
dengan pemberian suplemen kalsium vitamin D karena efek kortikosteroid
mengganggu metabolisme pada tulang sehingga menyebabkan osteoporosis.
Kalsium diberikan 1000 mg/hari dan 400 unit vitamin D. Fisioterapi penting untuk
pemeliharaan fungsi otot dan dapat mencegah terjadinya kontraktur pada penderita
distrofi muskular Duchenne.3,5
Pasien umumnya masih dapat bertahan sampai awal 20 tahun, dan 20-25%
dapat hidup diatas usia 25 tahun. Kematian terjadi akibat gagal nafas, infeksi paru
atau kardiomiopati.3
b. Tipe Lain
Tipe lainnya diturunkan secara autosomal resesif sehingga dapat ditemukan
baik pria maupun wanita. Penyakit ini kurang progresif jika dibandingkan dengan
tipe klasik.1

2. Limb Girdle Muscular Dystrophy


Limb Girdle merupakan salah satu jenis distrofi muskular yang biasanya
dimulai pada masa kanak – kanak dan dewasa muda dengan rentang usia 2 – 53
tahun, dimana 75% kasus terjadi pada usia 20 tahun. Penyakit ini diklasifikasikan
berdasarkan klinis dan karakteristik molekuler. Klasifikasi ini dibagi menjadi kasus
yang termasuk autosomal dominant (LGMD1) dan autosomal resesif (LGMD2).
LGMD diklasifikasikan lagi menjadi 27 subtipe, 19 subtipe di antaranya diturunkan
secara autosomal resesif dan 8 sisanya secara autosomal dominan. Kejadian
autosomal resesif (90% kasus) lebih sering terjadi dibandingkan autosomal
dominan, yang berkisar 10 % dari seluruh kasus. Tipe yang paling sering dijumpai
di dunia adalah LGMD2A mencapai 32 % dari total kasus.6,7
Kelainan ini mengenai otot – otot shoulder girdle dan pelvic girdle. Gejala
klinis yang muncul antara lain adanya kelemahan otot – otot proksimal yang
simetris. Hiperlordosis dan waddling gait adalah klinis yang sering dijumpai.
Keterlibatan otot – otot wajah jarang ditemukan, namun dapat dijumpai pada awal
onset penyakit dan pada kondisi penyakit yang buruk. Kelemahan otot – otot
abdomen dan penonjolan skapula yang menyerupai sayap juga sering dijumpai.
Kadar kreatinin kinase dapat mencapai 500 – 20.000 U/L. Tidak ada terapi spesifik
dalam hal penanganan kasus ini. Progresifitas penyakit ini tidak secepat DMD.6,7

Referensi:
1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta. Yarsif Watampone.
2009. p. 273.
2. Eastwood D. Neuromuscular Disorders: Muscular Dystrophy In: Apley &
Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma 10th edition. CRC Press.
2018. p. 272-3.
3. Syarif I, Widiasteti. Laporan Kasus: Distrofi Muskular Duchenne. Majalah
Kedokteran Andalas. 2009:33(2); 196-206.
4. Falzarano M.S., Scotton C, Passarelli C, Ferlini A. Duchenne Muscular
Dystrophy: From Diagnosis to Terapy. Molecules. 2015: 18168-84.
5. Dewi J, Hernowati T.E. Laporan Kasus: Muscular Dystrophy dengan
Penyulit Kardiomiopati. Cermin Dunia Kedokteran. 2010; 356-9.
6. Wicklund M.P., Kissel J.T. The Limb Girdle Muscular Dystrophies. Neurol
Clin. 2014;729-49.
7. Cotta A, Carvalho E, da-Cunha-Junior A.L, Paim J.F, Navarro M.M,
Valicek J. Common Recessive Limb Girdle Muscular Dystrophies
Differential Diagnosis: Why and How ? Arq Neuropsiquiatr.
2014:72(9);721-34.

Anda mungkin juga menyukai